Upload
tnbabul
View
276
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Â
Citation preview
RENCANA STRATEGIS
BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
TAHUN 2015 – 2019
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
MAROS, OKTOBER 2015
KEPUTUSAN KEPALABALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
Nomor. SK.173/BTNBABUL-1/REN/2015
TENTANG
RENCANA STRATEGISBALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
TAHUN 2015 – 2019
KEPALA BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG,
Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2)Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SistemPerencanaan Pembangunan Nasional, Direktorat JenderalKonservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem telahmenyusun rencana strategis tahun 2015-2019 yangmengacu pada Rencana Strategis KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019,;
b. bahwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (3) Peraturan DirekturJenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnomor P.7/KSDAE-SET/2015 tentang Rencana StrategisDirektorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam danEkosistem Tahun 2015-2019, diamanatkan bahwa ParaDirektur dan Kepala Unit Pelaksana Teknis lingkupDirektorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam danEkosistem wajib menjabarkan target dan lokasi targetkinerja kegiatan di dalam rencana strategis masing-masing;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan b di atas, perlu menetapkan KeputusanKepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraungtentang Rencana Strategis Balai Taman NasionalBantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang PenetapanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadiUndang-Undang;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang KeuanganNegara;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SistemPerencanaan Pembangunan Nasional;
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentangPencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah;
5. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentangKonservasi Tanah dan Air;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentangRencana Kerja Pemerintah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentangPerencanaan Kehutanan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentangPerlindungan Hutan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentangPengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman WisataAlam;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentangPenyusunan Rencana Kerja dan Anggaran KementerianNegara/Lembaga;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentangPengelolaan Kawasan Suaka Alam dan KawasanPelestarian Alam;
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka MenengahNasional Tahun 2015-2019;
13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup danKehutanan
14. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun2014 tentang Pedoman Penyusunan dan PenelaahanRencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L)2015-2019;
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.27/Menhut-II/2006tentang Rencana Pembangunan Jangka PanjangKehutanan 2006-2025;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010tentang Sistem Perencanaan Kehutanan;
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)Tahun 2011-2030;
18. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan KehutananNomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan TataKerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
19. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan KehutananNomor P.39/Menlhk-Setjen/2015 tentang RencanaStrategis Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananTahun 2015-2019;
20. Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber DayaAlam dan Ekosistem Nomor P.7/KSDAE-SET/2015 tentangRencana Strategis Direktorat Jenderal Konservasi SumberDaya Alam dan Ekosistem Tahun 2015-2019.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BALAI TAMAN NASIONALBANTIMURUNG BULUSARAUNG TENTANG RENCANASTRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNGBULUSARAUNG TAHUN 2015 - 2019
KESATU : Rencana Strategis Balai Taman Nasional BantimurungBulusaraung Tahun 2015-2019 adalah dokumen perencanaanuntuk periode lima tahun, yaitu tahun 2015 sampai dengantahun 2019, yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2015 danberakhir pada tanggal 31 Desember 2019;
KEDUA : Rencana Strategis Balai Taman Nasional BantimurungBulusaraung ini menjadi acuan pelaksanaan kegiatan dananggaran dalam pengelolaan Taman Nasional BantimurungBulusaraung untuk kurun waktu Tahun 2015-2019;
KETIGA : Pelaksanaan Rencana Strategis Balai Taman NasionalBantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019 akan dijabarkanlebih lanjut dalam rencana kerja tahunan;
KEEMPAT : Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraungmelakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan ataspelaksanaan Rencana Strategis Balai Taman NasionalBantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019;
KELIMA : Target kinerja tahunan, dan kebutuhan pendanaan yang dimuatdalam Rencana Strategis Balai Taman Nasional BantimurungBulusaraung Tahun 2015-2019 ini bersifat indikatif;
KEENAM : Perubahan target kinerja tahunan, dan kebutuhan pendanaandalam Rencana Strategis Balai Taman Nasional BantimurungBulusaraung Tahun 2015-2019 dituangkan dalam rencana kerjatahunan;
KETUJUH : Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan KepalaBalai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung NomorSK.65/BTNBABUL-1/REN/2010 tentang Rencana StrategisBalai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010-2014 dinyatakan tidak berlaku.
KEDELAPAN : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : MarosPada Tanggal : 19 Oktober 2015
Plt. KEPALA BALAI,
Ir. DODY WAHYU KARYANTO, MMNIP 19590101 198803 1 002
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth :1. Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;2. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem;3. Sekretaris Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem;4. Direktur Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam;5. Direktur Kawasan Konservasi;6. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati;7. Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi;
Lampiran
KEPUTUSAN KEPALABALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
Nomor : SK.173/BTNBABUL-1/REN/2015Tanggal : 19 Oktober 2015
Tentang
RENCANA STRATEGISBALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
TAHUN 2015 - 2019
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
i
KKKaaatttaaa PPPeeennngggaaannntttaaarrr
Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun
2015-2019 disusun sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Strategis ini
dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, agar upaya konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya dapat berjalan pada arah yang benar, mencapai
tujuan dan sasarannya secara efektif dan efisien, serta pencapaian multi manfaat
keanekaragaman hayati untuk kepentingan ekonomi, sosial, dan ekologi.
Rencana strategis ini disusun sebagai bagian dari upaya meningkatkan kinerja
dan akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan
bidang KSDAE di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Dokumen
perencanaan jangka menengah ini diharapkan dapat menjadi instrumen dalam
upaya-upaya pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan pengelolaan taman nasional,
beserta indikator kinerja dan komponen kegiatan yang telah ditetapkan.
Besar harapan kami bahwa Rencana Strategis ini dapat dipedomani dalam
rancang tindak seluruh aparatur di lingkungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung.
Kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan dokumen
perencanaan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan atas waktu, tenaga
dan pemikirannya.
Maros, 19 Oktober 2015
Plt. Kepala Balai,
Ir. Dody Wahyu Karyanto, MMNIP 19590101 198803 1 002
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
ii
DDDaaaffftttaaarrr III sss iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iDAFTAR ISI ....................................................................................................... iiDAFTAR TABEL ................................................................................................. iiiDAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ivDAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... vRINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1A. Kondisi Umum ......................................................................................... 1B. Pencapaian Renstra 2010-2014 .............................................................. 9C. Potensi dan Permasalahan ..................................................................... 23
II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS...................................... 27
III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ........................................................... 32A. Arah Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan .......... 33B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE................................ 37C. Arah Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung .................................... 40
IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN .................................. 59A. Target Kinerja .......................................................................................... 59B. Kerangka Pendanaan ............................................................................. 61
V. PENUTUP ................................................................................................... 62
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
iii
DDDaaaffftttaaarrr TTTaaabbbeeelll
Tabel 1. Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung ...................... 5
Tabel 2. Sistem Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung................... 7
Tabel 3. Rekapitulasi Peningkatan Populasi Spesies TN Bantimurung
Bulusaraung Tahun 2010-2014 .............................................................. 13
Tabel 4. Jenis-jenis anggrek alam yang dibudidayakan di sekitar kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung ...................................................................... 14
Tabel 5. Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung 2010-2014 ................................................ 16
Tabel 6. Perkembangan Kasus Tindak Pidana Kehutanan Tahun 2010-2014.. 18
Tabel 7. IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional pada
Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019........................ 59
Tabel 8. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung (dalam ribuan rupiah).................. 61
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
iv
DDDaaaffftttaaarrr GGGaaammmbbbaaarrr
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung ....... 3
Gambar 2. Pengembangan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung
Bulusaraung ..................................................................................... 4
Gambar 3. Komposisi Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung................... 5
Gambar 4. Kejadian Kebakaran Hutan beserta Luasannya di TN Bantimurung
Bulusaraung ..................................................................................... 19
Gambar 5. Tingkat PNBP Balai TN Bantimurung Bulusaraung ........................... 20
Gambar 6. Tingkat Kunjungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung................... 21
Gambar 7. Visi Pembangunan Nasional 2015-2019 dan Nawa Cita ................... 29
Gambar 8. Upaya Pokok dan Tujuan Pembangunan Bidang KSDAE ................. 31
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
v
DDDaaaffftttaaarrr LLLaaammmpppiiirrraaannn
Lampiran 1. Matriks Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung Tahun 2015-2019 .................................................... 63
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
vi
RRRiiinnngggkkkaaasssaaannn EEEkkkssseeekkkuuuttt iii fff
Penyelenggaraan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara, yang
dalam hal ini diwakili oleh Balai TN Bantimurung Bulusarang, Direktorat Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Taman Nasional. Dalam menyelenggarakan upaya konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, Balai TN Bantimurung Bulusaraung
mempunyai tugas penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional.
Secara struktur, Balai (TN) Bantimurung Bulusaraung terdiri dari Sub Bagian
Tata Usaha yang berkedudukan di Bantimurung Kabupaten Maros, Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balocci yang berkedudukan di Kecamatan
Minasate’ne Kabupaten Pangkep, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II
Camba yang berkedudukan di Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, serta
Kelompok Jabatan Fungsional yang berkedudukan dan mengisi setiap lini
pengelolaan.
Balai TN Bantimurung Bulusaraung memangku kawasan konservasi seluas
43.750 Ha. Selain pemangkuan pengelolaan kawasan konservasi, Balai TN
Bantimurung Bulusaraung juga bertugas melaksanakan pengelolaan
keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.
Sebagai unit pelaksana teknis di daerah yang melakukan penyelenggaraan urusan
pemerintahan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
harus mengacu pada arah dan kebijakan pembangunan nasional yang telah
ditetapkan. Kebijakan pembangunan nasional lingkup Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019 bidang KSDAE adalah Program Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem yang diimplementasikan melalui kegiatan
pengelolaan taman nasional.
Sasaran yang ingin dicapai atas pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman
Nasional adalah terjaminnya efektivitas pengelolaan taman nasional dan konservasi
keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan yang berkelanjutan bagi kepentingan
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
vii
ekonomi, sosial dan ekologi. Sasaran kegiatan tersebut diukur pencapaiannya
melalui beberapa Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang telah ditetapkan. IKK
tersebut menggambarkan pelaksanaan tugas dan fungsi taman nasional secara
umum dan diimplemenntasikan oleh UPT berdasarkan kondisi dan tipologi (mandat)
pengelolaan masing-masing kawasan.
Kawasan Karst Maros-Pangkep seluas +40.000 Ha merupakan bentang alam
karst terluas kedua di dunia setelah bentang alam karst yang ada di China bagian
Selatan, dimana sekitar ±20.000 Ha Kawasan Karst tersebut merupakan kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk
menjadi kawasan konservasi antara lain dengan pertimbangan 1) keunikan
ekosistemnya yang sebagian besar berupa ekosistem karst yang memiliki potensi
sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan
kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah; 2) keberadaan berbagai
jenis flora dan fauna endemik, langka dan unik seperti jenis kupu-kupu dan kayu
hitam; serta 3) perlindungan sistem tata air beberapa sungai besar dan kecil di
Provinsi Sulawesi Selatan melalui sistem perguaan.
Dengan kondisi tersebut, fokus utama pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung adalah bagaimana menjamin keutuhan ekosistem karst Maros-
Pangkep dengan segala potensi di dalamnya (hayati dan non hayati) sehingga
berkontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memegang prinsip-prinsip kelestarian eskosistemnya.
Untuk menjamin arah pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung sesuai
dengan mandat pengelolaanya sejalan dan inline dengan arah dan kebijakan
pemerintah saat ini, perlu dirumuskan IKK yang akan menjadi tolok ukur
keberhasilan pengelolaan untuk perencanaan lima tahun kedepan. Indikator Kinerja
Kegiatan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dipilih berdasarkan hasil
identifikasi dan ekstraksi dari isu-isu strategis yang berkembang, baik internal
maupun eksternal. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang sesuai dengan kondisi dan
tipologi pengelolaan serta target kinerja IKK di lingkup Balai TN Bantimurung
Bulusaraung, terdiri dari :
1. Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasi yang tersusun
dan mendapat pengesahan sebanyak 1 (satu) Dokumen Zonasi.
2. Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang valid dan reliable
pada 1 (satu) unit taman nasional.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
viii
3. Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi
pada kawasan konservasi sebanyak 5 (lima) Perjanjian Kejasa Sama.
4. Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitas pengelolaannya
hingga memperoleh nilai indeks METT minimal 70% pada 1 (satu) unit taman
nasional.
5. Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang tersusun
dan mendapat pengesahan sebanyak 5 (lima) Dokumen Rencana Pengelolaan.
6. Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya
seluas 50 (lima puluh) Ha.
7. Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 4
Desa selama 5 tahun.
8. Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yang dikelola melalui
kemitraan dengan masyarakat seluas 230 (dua ratus tiga puluh) Ha.
9. Jumlah pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan
konservasi di 7 Resort Pengelolaan Taman Nasional.
10. Persentase peningkatan populasi 25 species satwa terancam punah prioritas
sesuai The IUCN Red List of Threatened Species sebesar 10% sesuai baseline
data tahun 2013.
11. Jumlah ketersediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies dan
genetik yang valid dan reliable pada 1 (satu) unit taman nasional.
12. Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary) spesies
terancam punah yang terbangun sebanyak 1 (satu) unit.
13. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 8.700 orang
wisatawan mancanegara selama 5 tahun.
14. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 2,03 juta
orang wisatawan nusantara selama 5 tahun.
15. Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 3 (tiga) Unit dari baseline tahun 2013.
16. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 2 (dua) Unit.
17. Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan
mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 2 (dua) unit.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
ix
18. Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok
Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang berstatus aktif
sebanyak 120 (seratus dua puluh) Orang.
19. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 78,00.
Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan
TN Bantimurung Bulusaraung tahun 2015-2019 adalah sebesar Rp.
41.650.000.000,-. Besaran pendanaan tersebut hanya sebatas untuk kebutuhan
pembiayaan pencapaian target kinerja. Adapun kebutuhan belanja aparatur
(layanan dan operasional perkantoran) selama tahun 2015-2019 diproyeksikan
sebesar Rp. 52.617.000.000,-. Dengan demikian, total kebutuhan pendanaan
pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung selama tahun
2015-2019 adalah sebesar Rp. 94.267.000.000,-. (Sembilan Puluh Empat Milyar
Dua Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Rupiah).
Untuk menjamin pencapaian indikator kinerja kegiatan perlu dilakukan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara
internal oleh Balai TN Bantimurung Bulusaraung dan secara eksternal dapat
dilakukan oleh institusi lain, serta masyarakat. Sementara pelaporan merupakan
bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, monitoring dan evaluasi yang disajikan dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
1
BBaabb IIPPPeeennndddaaahhhuuullluuuaaannn
A. Kondisi Umum
Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah sebagai modal dasar
pembangunan nasional. Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, atau lebih
dikenal dengan sebutan keanekaragaman hayati, merupakan bagian terpenting dari
sumberdaya alam, yang terdiri atas alam hewani, alam nabati ataupun berupa
fenomena alam. Keanekaragaman hayati tersebut mempunyai fungsi dan manfaat
sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak tergantikan,
dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia. Oleh
karenanya, upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya menjadi
penting, karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur keanekaragaman hayati
akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat, yang tidak dapat
dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya tidak mudah untuk dilakukan.
Penyelenggaraan upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
menjadi tanggung jawab pemerintah selaku pengelola negara, salah satu upaya
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
penyelenggaraan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestraian Alam (KPA). Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestraian Alam. Dalam menyelenggarakan
upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, pengelolaan KSA dan
KPA antara lain penunjukan/penetapan kawasan konservasi dengan fungsi taman
nasional. Salah satu unit pelaksana teknis yang bertanggungjawab langsung pada
Direktorat Jenderal KSDAE dalam pengelolaan taman nasional adalah Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kab. Maros dan Kab. Pangkep, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah organisasi pelaksana teknis
setingkat Eselon IIIB pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang
berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Eksosistem (KSDAE). Berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007, Balai TN
1
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
2
Bantimurung Bulusaraung bertugas melakukan penyelenggaraan konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman
nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan
tugas tersebut Balai TN Babul melaksanakan fungsi sebagai berikut :
1) pengelolaan kawasan taman nasional;
2) penyidikan, perlindungan dan pengamanan kawasan taman nasional;
3) pengendalian kebakaran hutan;
4) promosi dan informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
5) pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya;
6) kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
serta pengembangan kemitraan;
7) pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan taman nasional;
8) pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; dan
9) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Secara struktur, Balai TN Bantimurung Bulusaraung terdiri dari Sub Bagian Tata
Usaha yang berkedudukan di Bantimurung Kabupaten Maros, Seksi Pengelolaan TN
Wilayah I Balocci yang berkedudukan di Kecamatan Minasate’ne Kabupaten
Pangkep, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Camba yang berkedudukan di Kecamatan
Cenrana Kabupaten Maros, serta Kelompok Jabatan Fungsional yang berkedudukan
dan mengisi setiap lini pengelolaan. Bagan struktur organisasi Balai TN Bantimurung
Bulusaraung berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007
sebagaimana gambar 1 di bawah ini.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
3
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Dalam implementasi pengelolaan kawasan, untuk memenuhi volume dan beban kerjadi tingkat pemangkuan, maka stuktur tersebut perlu dikembangkan. PengembanganPengembangan Struktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraungberdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Nomor : SK.01/BTNBABUL-1/2015tanggal 2 Januari 2015 tentang Organisasi dan Personil Balai TN BantimurungBulusaraung sebagaimana gambar 2.
Sub Bagian Tata Usaha
SPTN Wilayah I, Balocci
Balai TN BantimurungBulusaraung
KelompokJabatan
Fungsional
SPTN Wilayah II, Camba
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
Gambar 2. Pengembangan Struktur Organisasi Balai TN Bantimurung Bulusaraung
RESORTBALOCCI
RESORTMINASATE’NE
RESORTTONDONGTALLASA
RESORTBANTIMURUNGLEANG-LEANG
RESORTPATTUNUANG
KARAENTA
RESORTCAMBA
RESORTMALLAWA
KEPALA SPTNWILAYAH I
KEPALA SPTNWILAYAH II
KEPALA SUBBAGIAN TU
KEPALA BALAI
POKJA KEPEGAWAIANDAN UMUM
POKJA PERLENGKAPANDAN RUMAH TANGGA
POKJA KEUANGAN
POKJA PERENCANAANDAN KERJASAMA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
5
Sumber daya manusia Balai TN Bantimurung Bulusaraung, hingga Desember
2014, tercatat sebanyak 129 orang. Tediri dari 61 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 68
Tenaga Kontrak/ Pegawai Tidak Tetap/ Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
dan ditempatkan secara proforsional pada setiap lini pengelolaan. Keadaan pegawai
Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai mana tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung.
UraianGolongan Pendidikan
IV III II I S2 S1 D3 SMA SMP SDEselon III 1 - - - 1 - - - - -Eselon IV - 3 - - 3 - - - - -P E H - 14 5 - 1 14 - 4 - -Polhut - 15 14 - - 2 5 22 - -Penyuluh Kehutanan - 1 - - - 1 - - - -Pranata Komputer - 1 - - - 1 - - - -Non Struktural - 3 4 - - 3 2 2 - -P3K - - - - - 8 - 54 2 4
Jumlah 1 39 21 - 5 29 7 82 2 4
Distribusi pegawai lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung cukup merata
pada 3 unit pengelola yaitu 36,43% di Balai, 21,71% di SPTN I Balocci, dan 41,86%
di SPTN II Camba. Dari jumlah pegawai tersebut, apabila dilihat dari tingkat/jenis
pendidikannya, pegawai lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung masih
didominasi oleh lulusan SMU sebanyak 82 orang (63,57%), lulusan S1 sebanyak 29
orang (22,48%), dan D3 sebanyak 7 orang (5,43%). Gambaran lengkap terkait
kondisi kepegawaian disajikan dalam gambar 3.
Gambar 3. Komposisi Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
6
TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai Kawasan Konservasi
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tanggal
18 Oktober 2004 dan ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi
(KPHK) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.717/Menhut-
II/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di
Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Kabupaten Bone, Provinsi
Sulawesi Selatan seluas ±43.750 Ha. Meskipun belum memiliki kekuatan hukum
yang tetap, namun Surat Keputusan tersebut menjadi dasar dalam penyelenggaran
dan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung.
Belum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi disebabkan
oleh tata batas kawasan sepanjang 478,22 km belum temu gelang, baru sepanjang
432,52 km atau 90,44% yang telah dilakukan tata batas definitif dan dilengkapi
dengan Berita Acara Tata Batas (BATB), sementara sepanjang 45,70 Km atau 9,56%
masih pada tahap pemancangan batas sementara dan proses penerbitan BATB.
Proses penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang tidak clean and
clear menyisakan beberapa permasalahan, antara lain tumpang tindih penggunaan
lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman di dalam kawasan. Kasus
terbesar adalah adanya Dusun Tallasa, Desa Samangki, Kecamatan Simbang,
Kabupaten Maros yang menuntut untuk diadakannya perubahan peruntukkan
kawasan (Enclave). Permasalahan kawasan ini harus segera diselesaikan agar tidak
kontra produktif terhadap upaya-upaya pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
kedepan. Ancaman dan gangguan kawasan lainya adalah masih adanya temuan
kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran hutan di kawasan
taman nasional yang terjadi setiap tahun. Permukaan karts yang mudah kering pada
musim kemarau sangat rawan terjadi kebakaran dan sulit dilakukan upaya
pemadaman. Ancaman dan gangguan kawasan lain yang perlu menjadi perhatian
adalah kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros
pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah
terdapat industri pertambangan untuk bahan baku industri semen dan industri
pertambangan lainnya. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan,
hal ini berpotensi mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang
ada dalam kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
7
akan berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik
terhadap spesies penting ekosistem karst.
Dalam hal penataan fungsi kawasan, Zonasi TN Bantimurung Bulusaraung
telah dilakukan dan mendapat pengesahan dari Dirjen PHKA tahun 2012.
Rekapitulasi zona di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana tabel 2 di
bawah ini.
Tabel 2 Sistem Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
No Jenis Zona Kode Luas (Ha) Persentase(%)
1 Zona Inti ZI 22.865,48 52,262 Zona Rimba Zri 9.997,21 22,853 Zona Pemanfaatan ZP 367,41 0,844 Zona Tradisional ZTr 4.349,77 9,945 Zona Rehabilitasi Zre 1.791,49 4,096 Zona Religi, Budaya dan Sejarah ZBS 191,49 0,447 Zona Khusus ZKh 4.187,15 9,57
Jumlah 43.750,00 100,00
Meskipun sistem zonasi telah ditetapkan, namun pada tataran di lapangan
belum dilakukan penataan batas zona, sehingga batas riil antar zona di lapangan
sulit untuk diketahui oleh petugas, terlebih oleh masyarakat sekitar. Begitu pula hasil
kesepakatan yang dibangun melalui konsultasi publik sebagaimana tertuang dalam
dokumen zonasi belum seluruhnya dapat implementasikan. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya dukungan regulasi sampai pada petunjuk teknis dalam pengelolaan zona
di kawasan taman nasional sementara kewenangan pengelolaan (pemanfaatan)
potensi selain jasa lingkungan (wisata alam, air dan panas bumi) sangat terbatas.
Berdasarkan tipe ekosistem hutan yang ada (mengikuti Sastrapradja dkk dan
Whitten et al), kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dibagi ke dalam tiga tipe
ekosistem utama, yaitu ekosistem hutan di atas batuan karst (forest over limestone/
hutan di atas batu gamping) atau lebih dikenal dengan nama ekosistem karst,
ekosistem hutan dataran rendah, serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Pada
3 tipe ekosistem tersebut terdapat sebanyak 728 spesies satwa liar terdiri dari 33
jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis amphibia, 30 jenis reptil, 300 jenis
serangga (di antaranya 226 jenis kupu-kupu/Papilionoidea), serta 165 jenis
collembola, pisces, moluska dan lain sebagainya. Di antaranya terdapat 51 jenis
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
8
satwa liar penting yang dilindungi undang-undang dan 153 jenis satwa liar endemik
Sulawesi. Selain itu, terdapat 709 jenis tumbuhan yang terdiri dari 14 family kelas
monocotyledonae dan 86 family kelas dicotyledonae. Di antaranya 43 jenis Ficus
merupakan key species di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, 116 jenis
Anggrek alam. Dari jumlah flora tersebut 6 jenis yang dilindungi, yaitu ebony
(Diospyros celebica), palem (Livistona chinensis, Livistona sp.), anggrek alam
(Ascocentrum miniatum, Dendrobium macrophyllum dan Phalaenopsis
amboinensis). Terdapat pula 43 spesies/sub spesies dari marga ficus yang
merupakan spesies kunci taman nasional. Jenis-jenis Ficus ini merupakan pakan
bagi banyak jenis satwa liar yaitu Kera Hitam Sulawesi/Dare (Macaca maura) yang
termasuk salah satu dari 25 spesies prioritas terancam punah yang perlu dijaga dan
ditingkatkan populasinya.
TN Bantimurung Bulusaraung dikenal ke segala penjuru dunia dengan potensi Kupu-
kupunya. Jenis-jenis tersebut merupakan Flag Species taman nasional yang sudah
dikenal sejak Alfed Russel Wallace mempublikasikan jurnal perjalanannya yang berjudul
“The Malay Archipelago” pada tahun 1890, bahkan menjulukinya sebagai ‘The Kingdom
of Butterfly’.
Dalam hal pengelolaan data dan informasi kawasan, Data spasial dan non spasial
TN Bantimurung Bulusaraung telah disusun dan diupdate secara berkala berdasarkan
data dan informasi aktual. Data dan informasi tersebut dihimpun melalui kegiatan
inventarisasi potensi biofisik dan kondisi sosial ekonomi masyarakat, identifikasi,
inventarisasi dan pemetaan sebaran kehati, pemantauan dan monitoring populasi
spesies prioritas pada sample plot dan/atau demplot yang dilakukan secara mandiri
maupun kerjasama dengan pihak lain. Untuk memperkuat validitas data dan informasi
tersebut, dikompilasikan dengan data hasil penelitian dan eksplorasi oleh para pihak
terkait lainnya.
Dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan, kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
banyak dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam, pendidikan, penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Khusus wisata alam, TN Bantimurung Bulusaraung
menetapkan 7 (tujuh) kawasan wisata unggulan yang akan dikembangkan, yaitu :
1. Kawasan Wisata Bantimurung;
2. Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang;
3. Kawasan Wisata Pattunuang Asue;
4. Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta;
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
9
5. Kawasan Gua Vertikal Leang Pute;
6. Kawasan Pegunungan Bulusaraung; dan
7. Kawasan Permandian Alam Leang Lonrong.
Dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam diperoleh hasil nyata
berupa kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam lima tahun
terakhir (2010-2014) sebesar 5,798 Milyar Rupiah atau rata-rata sebesar 1,2 Milyar
pertahun dengan tingkat kunjungan rata-rata pertahun sebanyak 501.563 orang. Nilai
keekonomian kawasan yang tinggi tersebut menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung
menjadi salah satu penyumbang PNBP terbesar dari kawasan konservasi di Indonesia.
Namun demikian, Pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih menyisakan
kelemahan-kelemahan yaitu pengelolaan wisata alam masih pada tataran pungutan
karcis masuk pengunjung dan pengutan kegiatan lainnya dan belum menerapkan pola
perinjinan melalui mekanisme IPPA. Sementara pemanfaatan jasa lingkungan air dan
energy air masih terbatas pada pemanfaatan non komersil.
Dalam hal kerjasama pengelolaan, TN Bantimurung Bulusaraung telah menjalin
kerjasama dengan beberapa pihak, namun belum terdokumentasikan dalam kerangka
kerjasama penyelenggaran KSA/KPA sebagaimana diatur dalam peraturan. Namun
demikian, pelaksanaan kerjasama tersebut telah berjalan dengan mengacu pada arahan
program yang telah disusun bersama. Diantaranya aadalah Balai Penelitian Kehutanan
Makassar, LIPI, Unhas (penguatan fungsi), dan peningkatan jalan poros Maros Bone
melintasi kawasan taman nasional (pembangunan strategis).
B. Pencapaian Renstra 2010-2014
Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai sarana rekreasi dan edukasi
masyarakat yang dikelola secara profesional, mandiri dan akuntabel untuk menjamin
kelestarian produksi dan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menjadi fokus
perhatian periode kedua pelaksanaan pengelolaan sebagaimana tertuang dalam
Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010 - 2014. Adapun pencapaian
Renstra tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pemolaan dan Pemangkuan Kawasan
Proses pengukuhan kawasan menjadi fokus utama untuk memberikan kepastian
hukum pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Penataan batas
luar/fungsi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung telah terselesaikan sepanjang
432,52 km atau 90,44% dari keseluruhan panjang batas sepanjang 478,22 km. Sisanya
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
10
sepanjang 45,70 km telah dilakukan pemancangan batas sementara dan menunggu
penerbitan Berita Acara Tata Batas (BATB) dari panitia Tata Batas. Penetapan
kawasan TN Bantimurung Bulusaraung seharusnya sudah dilaksanakan pada tahun
2014, namun karena permasalahan keterbatasan pembiayaan pada instansi pelaksana
kegiatan, dalam hal ini Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII
Makassar, maka penetapan kawasan TN Bantimurng Bulusaraung belum dapat
direalisasikan. Usulan Penetapan kawasan TN Bantmurung Bulusaraung oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar telah disampaikan kepada
Menteri Kehutanan untuk ditetapkan dan direncanakan teraliasi pada tahun 2015.
Perangkat perencanaan kawasan sebagai acuan dan dasar pelaksanaan
pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya telah pula dilengkapi.
Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Bantimurung Bulusaraung telah
disusun untuk periode Tahun 2007 – 2026 dan telah disahkan pada 27 Juni 2008.
RPTN tersebut kemudian dijabarkan dalam Renstra 2007 – 2009 (Periode Pertama)
dan kemudian dilanjutkan dengan periode kedua (2010-2014). Begitu pula Rencana
Kerja dan Perencanaan Anggaran telah disusun setiap tahunnya sebagai pedoman
dan tolok ukur keberhasilan capaian pelaksanaan pengelolaan kawasan. Untuk
mendukung pengembangan pemanfaatan wisata alam, maka Rencana
Pengembangan Pariwisata Alam (RPPA) dan Rencana Tapak pada TN Bantimurung
Bulusaraung telah pula disusun pada Tahun 2010, sementara Desain Tapak
Pengelolaan Pariwisata Alam pada Tahun 2014.
Prasyarat pengelolaan taman nasional lainnya adalah penataan zonasi.
Peraturan perundangan mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian
alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Penataan zonasi ditujukan sebagai upaya
penataan ruang untuk mengakomodir beragam kepentingan yang ada berdasarkan
karakteristik biofisik dan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di dalam
dan sekitarnya. Zonasi juga berkenaan dengan penentuan jenis kegiatan yang dapat
dilakukan pada masing-masing zonanya, serta penerapan dan penegakan hukum
tindak pidana kehutanan di setiap zona taman nasional secara tegas dan pasti.
Sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung telah disahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor: SK.58/IV-SET/2012 tanggal 14 April
2012 tentang Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Rincian Zona TN
Bantimurung Bulusaraung berdasarkan keputusan tersebut terdiri dari : 1) Zona Inti
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
11
seluas + 22.865,52 Ha; 2) Zona Rimba seluas + 9.997,21 Ha; 3) Zona Pemanfaatan
seluas + 367,41 Ha; 4) Zona Tradisional seluas + 4.349,77 Ha; 5) Zona Rehabilitasi
seluas + 1.791,49 Ha; 6) Zona Religi, Budaya dan Sejarah seluas + 191,49 Ha; dan 7)
Zona Khusus seluas + 4.187,15 Ha. Meskipun telah disahkan oleh Dirjen PHKA,
namun masih perlu ditindaklanjuti dengan penandaan batas zona, pemetaan batas
zona dan penetapan zonasi taman nasional secara definitif.
Efektifitas dan efisiensi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung telah
diimplementasikan melalui pengelolaan berbasis resort berdasarkan Keputusan Kepala
Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Nomor : SK.31/BTNBABUL-1/2012
tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Resort pada Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung. Dalam keputusan tersebut ditetapkan 8 Resort pengelolaan,
yaitu : 1) Resort Balocci, 2) Resort Minasate’ne, 3) Resort Tondong Tallasa, 4) Resort
Bantimurung, 5) Resort Pattunuang, 6) Resort Camba, 7) Resort Mallawa dan 8) Resort
Taman Kupu-Kupu. Implementasi RBM di Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung masuk dalam kategori pertama yaitu Pengembangan, yang artinya
bahwa tahap prakondisi RBM mendukung dan implementasinya intensif.
Tersedianya basis data yang akurat, up to date dan valid diindikasikan oleh
tersedianya database kawasan yang lengkap dan mudah diakses. Dalam hal data
base, Balai TN Bantimurung Bulusaraung telah merealisasikan capaian sampai dengan
tersedianya jaringan database yang telah terintegrasi ke dalam jaringan digital global,
tersedianya bahan-bahan informasi dan promosi dalam versi cetakan, serta
terkelolanya data dan informasi yang terintegrasi. Dengan tersedianya Aplikasi Sistem
Informasi Manajemen berbasis resort, data dan informasi TN Bantimurung Bulusaraung
dapat terintegrasi dengan baik.
Dalam hal pembinaan daerah penyangga, setidaknya ada 45 desa/kelurahan
yang berbatasan langsung dan dihuni oleh masyarakat yang berinteraksi intensif
dengan sumber daya alam hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Di
antara 45 Desa/Kelurahan terdapat 3 Desa yang merupakan Desa binaan Balai TN
Bantimurung Bulusaraung, baik dalam bentuk Model Desa Konservasi, Desa Wisata
maupun Desa Pengelola Hutan Kemitraan. Ketiga Desa tersebut adalah Desa
Pattanyamang di Kec. Camba Kab. Maros, Dusun Pattiro di Desa Labuaja Kec.
Cenrana Kab. Maros dan Desa Tompobulu di Kecamatan Balocci Kab. Pangkep.
Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat di 3 Desa tersebut sebesar Rp 922.237,-
(Sembilan Ratus Dua Puluh Dua Ribu Dua Ratus Tiga Puluh Tujuh Rupiah), dengan
rincian sebagai berikut : 1) Dusun Pattiro Desa Labuaja sebesar Rp.501.203,-, 2)
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
12
Desa Tompobulu sebesar Rp.981.896,-, dan 3) Desa Pattanyamang sebesar
Rp.1.283.611,-. Relatif tingginya tingkat pendapatan penduduk di Desa
Pattanyamang yang merupakan Model Desa Konservasi dan Desa Tompobulu yang
merupakan Desa Wisata jika dibandingkan dengan Dusun Pattiro Desa Labuaja,
disebabkan oleh lama dan intensitas binaan yang telah dilaksanaan pada 2 desa
tersebut sejak tahun 2007, sementara di Dusun Pattiro Desa Labuaja yang
merupakan hutan kemitraan baru pada tahap penyusunan prgram di tahun 2014.
2. Konservasi Keanekaragaman Hayati
Dalam rangka penyediaan data dan informasi yang akurat, aktual dan valid,
Balai TN Bantimurung Bulusaraung secara berkesinambungan dan berkala
melaksanakan identifikasi, inventarisasi, dan pemetaan sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya. Tergalinya data flora, fauna dan ekosistemnya secara mendetail
dan lengkap akan sangat membantu dalam perencanaan dan pengambilan
kebijakan pengelolaan kawasan.
Dalam 3 tahun terakhir dilaksanakan kegiatan monitoring spesies terhadap 4
spesies prioritas lingkup TN Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Balai TN Bantimurung Bulusaraung Nomor : SK.104/BTNBABUL-1/2013,
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Balai TN Bantimurung
Bulusaraung Nomor : SK.24/BTNBABUL-1/2014. Keempat spesies tersebut adalah :
1) Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura), 2) Tarsius (Tarsius fuscus), 3) Kupu-
kupu (Papilionoidea), dan 4) Anggrek alam (Orchidaceae).
Monitoring populasi spesies prioritas utama TN Bantimurung Bulusaraung secara
berkala di lokasi permanent monitoring plot bertujuan untuk mengetahui
kecenderungan naik atau turunnya populasi suatu jenis di lokasi tersebut.
Rekapitulasi peningkatan populasi spesies TN Bantimurung Bulusaraung Tahun
2010-2014 sebagai tabel 3 berikut ini.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
13
Tabel 3 Rekapitulasi Peningkatan Populasi Spesies TN Bantimurung Bulusaraung
Tahun 2010-2014
No Spesies PermanentMonitoring Plot
Populasi (Nilai Tengah) PeningkatanPopulasiSesuai
Baseline2010 2011 2012 2013 20141. Monyet Hitam Sulawesi
(Macaca maura)*Karaenta(Kelompok B)
31** 33 34 34 31 0%
2. Tarsius (Tarsius fuscus)* SungaiPattunuang
- 77** - 80 82 6%
3. Kupu-kupu (Papilionoidea)*Cethosia myrina Bantimurung - - - - 3** -Troides haliphron Bantimurung - - - - 1** -Troides helena Bantimurung - - - - 2** -Troides hypolitus Bantimurung - - - - 2** -
4. Kupu-kupu (Papilionoidea)*Cethosia myrina Pattunuang - - - - 6** -Troides haliphron Pattunuang - - - - 0** -Troides helena Pattunuang - - - - 4** -Troides hypolitus Pattunuang - - - - 2** -
5. Burung Rangkong Sulawesi(Rhyticeros cassidix)
Belae - - 2** 1 2 0%
6. Burung Rangkong Sulawesi(Rhyticeros cassidix)
Biring ere - - 2** 2 4 100%
Keterangan: * = Spesies Prioritas ** = Data dasar (Baseline)
Berdasarkan tabel di atas, bahwa populasi Macaca maura pada plot pengamatan
Karaenta dan Rhyticeros cassidix pada plot Belae tidak mengalami peningkatan
populasi, sementara populasi Tarsius fuscus pada plot sungai pattunuang mengalami
peningkatan populasi sebesar 6%, begitu pula populasi Rhyticeros cassidix pada plot
Biring Ere sebesar 100%. Untuk populasi Kupu-kupu yang dilindungi baru pada tahap
penyediaan data awal (baseline).
Dalam rangka mendukung upaya pengawetan jenis flora dan fauna di kawasan
TN Bantimurung Bulusaraung, telah dikembangkan upaya budidaya (demplot) untuk
jenis kupu-kupu dan anggrek alam. Upaya konservasi jenis kupu-kupu secara eksitu
dalam bentuk pembangunan demplot kupu-kupu dimulai sejak tahun 2005 dengan
ukuran 12 x 5 m (60 m²). Kegiatan pengelolaan yang dilaksanakan masih terbatas pada
penyediaan pakan ulat hingga imago. Jumlah jenis yang ditangkarkan pun masih
terbatas, sebanyak 4 jenis yaitu Papilio ascalaphus, Troides haliphron, T. helena dan T.
hypolitus. Pada tahun 2010 dimulailah tahap pembangunan taman kupu-kupu yang
lebih representatif dimanfaatkan sebagai obyek penelitian, pendidikan dan wisata alam.
Sampai dengan tahun 2014, dari 200 jenis kupu-kupu yang terdidentifikasi,
sebanyak 16 jenis dikelola/dibudidayakan melalui demplot, yaitu Troides haliphron, T.
helena dan T. Hypolitus, Pachliopta polyphontes, Papilio ascalaphus, P. demoleus, P.
gigon, P. polytes, P. Sataspes, Graphium Agamemnon, Catopsilia pomona, Catopsilia
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
14
scylla, Catopsilia pyranthe, Ideopsis juventa, Euploea westwoodii dan Dolleschalia
bisaltide.
Upaya konservasi jenis eksitu selanjutnya adalah pembangunan demplot angrek
alam di TN Bantimurung Bulusaraung pada tahun 2013 di Resort Balocci dan tahun
2014 di Resort Mallawa. Dari 60 jenis anggrek alam yang teridentifikasi di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung, terdapat 57 jenis yang berhasil dibudidayakan pada kedua
demplot tersebut di atas. Jenis-jeis anggrek alam yang dibudidayakan tersebut sebagai
manna tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Jenis-jenis anggrek alam yang dibudidayakan di sekitar kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung
No Nama Ilmiah Lokasi DemplotBalocci Mallawa
1 Aerides inflexa Teijsm. & Binn. 1862 √ √2 Agrostophyllum (tenue) J.J.Sm. 1918 - √3 Appendicula laxifolia J.J.Sm. 1933 √ -4 Arachnis celebica (Schltr.) J.J.Sm. 1912 √ -5 Ascocentrum miniatum [Lindley] Schlechter 1913 √ -6 Bulbophyllum agapethoides Schltr. 1911 √ -7 Bulbophyllum lemniscatoides Rolfe 1890 √ -8 Bulbophyllum minahassae Schltr. 1911 √ -9 Bulbophyllum sp.1 √ -
10 Calanthe triplicata [Rumph.] Ames 1907 √ √11 Calanthe vestita Lindl. 1833 √ -12 Ceratostylis sima J.J. Sm. 1908 √ -13 Cleisostoma sororium (J.J.Sm.) Garay 1972 √ -14 Coelogyne celebensis J.J.Sm. 1917 √ √15 Cymbidium finlaysonianum Wall. ex Lindl. 1833 √ √16 Dendrobium crumenatum Swartz 1799 √ √17 Dendrobium heterocarpum Wall. ex Lindl. 1830 √ -18 Dendrobium lancifolium A. Rich. 1834 - √19 Dendrobium macrophyllum A. Richard 1834 √ -20 Dendrobium rantii J.J.Sm. 1934 √ -21 Dendrobium secundum [Bl.] Lindl. 1828 √ -22 Dendrobium sphenochilum F.Muell. & Kraenzl. 1894 √ √23 Dendrobium stuartii F.M. Bailey. 1884 √ -24 Dendrochilum edentulum Blume var. patentibracteatum J.
J. Sm.- √
25 Eria densa Ridl. 1895 √ √26 Eria javanica (Sw.) Blume 1836 √ -27 Eria merrillii Ames 1907 √ -28 Eria sp.1 √ -29 Eria sp.4 √ -30 Eulophia spectabilis (Dennst.) Suresh 1988 √ -31 Flickingeria comata (Blume) A.D. Hawkes 1961 √ √32 Gastrochilus sororius Schlechter 1913 √ -33 Habenaria sp.1 √ -34 Kingidium deliciosum (Rchb. f.) H.R. Sweet 1970 √ -35 Liparis condylobulbon Rchb. f. 1862 √ √36 Liparis minahassae J.J. Sm.1906 √ -37 Liparis viridiflora [Blume] Lindley 1830 √ √38 Liparis wightiana Thwaites 1861 √ -
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
15
No Nama Ilmiah Lokasi DemplotBalocci Mallawa
39 Luisia celebica Schltr. 1911 √ √40 Malaxis bancanoides Ames 1908 √ -41 Malaxis latifolia Sm. 1812 √ -42 Malleola sp.1 √ -43 Oberonia costeriana J.J.Sm. 1905 (microphyla) √ -44 Oberonia lycopodioides (J.König) Ormerod 1995 √ -45 Orchidaceae (sp.1) √ -46 Orchidaceae (sp.2) √ -47 Orchidaceae (sp.4) √ -48 Phalaenopsis amabilis [L.] Blume 1825 √ √49 Phalaenopsis amboinensis J.J.Smith 1911 √ -50 Pholidota articulata Lindl. 1828 √ -51 Pholidota imbricata (Roxb.) Lindl. 1825 √ -52 Robiquetia angustifolia Schltr.1925 √ -53 Spathoglottis plicata Blume 1825 √ -54 Taeniophyllum biocellatum J.J.Sm. 1913 √ -55 Thrixspermum subulatum (Blume) Rchb.f. 1868 √ -56 Trichoglottis geminata (Teijsm. & Binn.) J.J.Sm. 1905 √ -57 Trichoglottis rosea (Lindl.) Ames 1925 √ √58 Trichotosia ferox (Blume) Korth. ex Blume 1856 √ -59 Tuberolabium sp. √ -60 Vandopsis lissochiloides (Gaudich) Pfitzer 1889 √ -
Jumlah 57 16
Selain Penangkaran/demplot Kupu-Kupu dan Anggrek, terdapat demplot Tarsius
yang berada di Resort Pattunuang Karaenta. Penangkaran ini dibangun bekerjasama
dengan Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar dan merupakan salah satu
bentuk kolaborasi dalam pengelolaan taman nasional. Kerjasama pengelolaan
demplot terebut dalam rangka mendukung penelitian terkait dengan Perilaku Tarsius.
Dalam hal pemulihan ekosistem terhadap habitat dan/atau areal dalam kawasan yang
terdegradasi dan/atau tidak mampu mendukung hidupan liar di dalamnya, telah
dilaksanakan kegiatan rehabilitasi kawasan melalui kegiatan penanaman/pengkayaan
tanaman pada Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung. Kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung tahun 2010 -2014, sebagai
mana tabel 5 berikut ini.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
16
Tabel 5 Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung 2010-2014
No Lokasi Kegiatan Luas(Ha)
TahunPenanam
an
PersentaseTumbuh
(%)Ket
1 Kampung Baru, Desa Labuaja, Kec. Cenrana,Kab. Maros
125 2010 93,31 Berhasil
2 Sambueja, Desa Sambueja, Kec. Simbang,Kab. Maros
275 2010 92,71 Berhasil
3 Dusun Tombolo, Desa Tompobulu, Kec.Balocci, Kab. Pangkep
300 2010 92,69 Berhasil
4 Dusun Tombolo, Desa Tompobulu, Kec.Balocci, Kab. Pangkep
300 2010 92,00 Berhasil
5 Pattiro, Desa Labuaja, Kec. Cenrana, Kab.Maros
230 2011 91,75 T1
6 Pattiro Deceng, Kec. Camba, Kab. Maros 25 2012 91,75 T1
7 Rompe Gading, Kec. Camba, Kab. Maros 25 2013 91,08 T1
8 Samangki, Kec. Simbang, Kab. Maros 25 2013 92,00 T1
Jumlah/ Jumlah Rata-Rata 1.305 92,16 Berhasil
Sumber : Laporan Kegiatan RHL Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas, kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang
terdegradasi dan/atau tidak mampu mendukung hidupan liar di dalamnya telah
dilakukan pemulihan ekosistem seluas 1.305 Ha dimulai sejak tahun 2010 – 2014.
Pemulihan ekosistem kawasan melalui kegiatan penanaman/pengkayaan tanaman
pada Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung dianggap berhasil dengan
persentase pertumbuhan tanaman pada tahun ke 3 rata-rata 92,16.
3. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
Gangguan terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistemnya disebabkan
oleh banyak faktor yang kompleks dan terkait satu sama lain. Faktor-faktor
penyebab ini antara lain berakar dari marjinalitas, kemiskinan, rendahnya
pemahaman tentang konsep-konsep ekonomi sumber daya yang lestari,
ketidaktahuan, perbedaan persepsi tentang keberadaan sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, serta kesejarahan dan kebiasaan hidup masyarakat yang telah
berakar kuat dalam kehidupan mereka.
Perlu disadari bahwa tidak selalu dan serta merta masyarakat berada pada
posisi yang keliru. Keberadaan dan peri kehidupan sebahagian dari mereka justru
terusik oleh adanya penunjukkan dan/atau perubahan status lahan yang mereka
yakini “milik” mereka karena faktor kesejarahan. Akibat penunjukan kawasan yang
tidak clean and clear, Balai TN Bantimurung Bulusaraung dibebani beberapa
permasalahan kawasan, antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
17
klaim kepemilikan lahan dan tanaman di dalam kawasan. Karenanya upaya
perlindungan dan pengamanan kawasan tidak hanya diterapkan melalui pengamanan
represif saja, akan tetapi perlu disikapi dengan bijaksana melalui pendekatan
persuasif melalui upaya pembinaan terhadap masyarakat dalam rangka
pengembangan ekonomi, peningkatan pemahaman tentang konsep konservasi,
peningkatan keterampilan dan lain-lain. Upaya preventif dilakukan dengan
pendekatan kesejahteraan, penyuluhan, publikasi dan lain-lain sementara upaya-
upaya represif dilaksanakan melalui penegakan hukum bagi para pelaku tindak
pidana.
Akibat penunjukan kawasan yang tidak clean and clear dan diperkuat oleh
fakta bahwa status hukum kawasan yang belum definitif (penunjukan), kegiatan
perlindungan dan pengamanan sebaiknya lebih diintesifkan pada kegiatan
pencegahan melalui penjagaan dan Patroli Rutin. Kegiatan penjagaan dan patroli
rutin sepanjang tahun dilaksanakan oleh seluruh personil ditingkat resort sebelum
upaya pengamanan selanjutnya dilakukan, baik berupa upaya preventif maupun
upaya represif.
Selain penjagaan dan patroli rutin, dalam rangka memberi efek jera bagi
pelaku tindak pidana bidang kehutanan, dilakukan operasi represif secara
fungsional pada Seksi Pengelolaan TN Wilayah dan operasi gabungan secara
keseluruhan, namun dengan intensitas dan frekuensi yang relatif lebih kecil.
Selain kegiatan patroli pencegahan, operasi fungsional dan gabungan, juga
dilkukan upaya-upaya pencegahan lainnya seperti koordinasi dan konsultasi.
Upaya-upaya ini ditujukan untuk melakukan penyelesaian konflik status lahan
dengan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan yang secara kesejarahan telah
ada jauh sebelum penunjukan taman nasional.
Contoh kasus, Masyarakat di Dusun Pattiro, Desa Labuaja yang merupakan
pengelola area hutan eks-HKm yang berada di Zona Tradisional TN. Bantimurung
Bulusaraung diupayakan melalui kerjasama pengelolaan/MoU bekerjasama dengan
Unhas melalui pengelolaan hutan kemitraan. Sedangkan untuk masyarakat Dusun
Tallasa dan Kampung Pangia yang bermukim di dalam kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung yang menuntut perubahan peruntukan kawasan hutan di wilayahnya,
ditempuh melalui penetapan zona khusus maupun solusi konflik lainnya sesuai
ketentuan (Review Rencana Tata Ruang Wilayah). Dalam periode Renstra 2010-
2014, dari 8 temuan kasus pelanggaran kehutanan, terdapat 2 kasus yang dapat
diselesaikan sampai dengan P21 yang diantaranya yaitu 1 kasus penebangan kayu
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
18
di dalam kawasan hutan tanpa hak milik atau izin dari pihak yang berwenang dan 1
kasus penggalian tanah urug atau tanah timbunan di dalam kawasan. Selain itu ada
pula tunggakan kasus tahun 2008 yang baru dapat diselesaikan sampai dengan
P21 pada tahun 2012 yaitu 1 kasus penggalian tanah urug atau tanah timbunan di
dalam kawasan. Sedangkan 6 kasus yang tidak dapat diselesaikan sampai dengan
P21. Perkembangan kasus tindak pidana kehutanan tahun 2010 sampai dengan
2014 disajikan dalam Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6 Perkembangan Kasus Tindak Pidana Kehutanan (TIPIHUT) Tahun 2010-
2014
Tahun Kasus NonYustisi Lidik Sidik PS3 P21 Tunggakan
2010 1 - - - - 2 12011 - - - - - - -2012 2 - - 1 - 1 -2013 4 - - 4 - - -2014 1 - - 1 - - -
Jumlah 8 - - 6 - 3 1
4. Pengendalian Kebakaran Kawasan
Kebakaran hutan dan lahan telah memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap degradasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung didominasi oleh bentang alam karst yang terjal dan
mengalami kekeringan pada musim kemarau, serta akses yang terbuka dan
berbatasan langsung dengan lahan masyarakat dan/atau pemukiman. Kondisi ini
sangat rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan, sehingga jika terjadi kebakaran
hutan upaya penanganan/pengendaliannya sangat sulit dilakukan.
Sebagai upaya pencegahan kebakaran kawasan, TN Bantimurung Bulusaraung
menekankan pada peningkatan partisipasi dan peran serta masyarakat sekitar
kawasan. Upaya-upaya pendekatan sudah dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan
pembinaan pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan, baik secara langsung
maupun tidak, serta patroli pencegahan kebakaran hutan.
Dalam rangka mengoptimalkan tugas pengendalian kebakaran hutan dan lahan di
Kawasan Balai TN Bantimurung Bulusaraung, tahun 2013 dibentuk Manggala Agni Non
Daops Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Manggala Agni Non Daops tersebut terdiri
dari 2 regu dengan jumlah personil 30 orang yang direkrut dari masyarakat peduli api
(MPA), pamswakarsa, dan masyarakat yang berada di sekitar kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
19
Meskipun kebakaran hutan bukan merupakan isu strategis di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung, namun upaya-upaya pencegahan dan persiapan harus
terus dilakukan untuk menghadapi potensi ancaman kebakaran kawasan mengingat
TN Bantimurung Bulusaraung adalah kawasan karst yang memiliki medan terjal dan
sulit untuk diakses.
Dalam 5 tahun terakhir telah terjadi kebakaran di dalam dan di sekitar kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung sebanyak 22 kali kejadian dengan luasan total areal yang
terbakar 58,6 Ha. Jumlah kejadian dan luas kebakaran hutan dan lahan di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung dan sekitarnya selama 2010-2014 sebagaimana gambar 4berikut ini.
Gambar 4. Kejadian Kebakaran Hutan beserta Luasannya di TN Bantimurung
Bulusaraung
5. Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung terus dikembangkan. Khusus wisata alam, TN Bantimurung Bulusaraung
menetapkan 7 (tujuh) kawasan wisata unggulan yang akan dikembangkan, yaitu :
1. Kawasan Wisata Bantimurung;
2. Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang;
3. Kawasan Wisata Pattunuang Asue;
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
20
4. Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta;
5. Kawasan Gua Vertikal Leang Pute;
6. Kawasan Pegunungan Bulusaraung; dan
7. Kawasan Permandian Alam Leang Lonrong.
Dari 7 (tujuh) site kawasan wisata tersebut telah dibuat beberapa alternatif Paket Wisata
yang dapat dinikmati oleh pengunjung/wisatawan. Jenis pelayanan/paket wisata yang
ditawarkan kepada pengunjung diantaranya berupa paket wisata tirta, wisata pendidikan dan
budaya, pengamatan hidupan liar, tracking, hiking, climbing dan caving.
Dari kegiatan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan diperoleh hasil nyata
berupa kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup signifikan. Di
TN Bantimurung Bulusaraung pungutan PNBP ini diterapkan pada pungutan masuk ke
kawasan baik untuk kegiatan wisata, penelitian, peliputan komersial, dan kegiatan alam
bebas. Jenis dan tarif yang dikenakan didasarkan peraturan perundangan.
Jumlah PNBP dari pengelolaan wisata alam dan jasa lingkungan di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung dalam lima tahun terakhir (2010-2014) sebesar 5,798 Milyar
Rupiah atau rata-rata sebesar 1,26 Milyar pertahun dengan tingkat kunjungan rata-rata
pertahun sebanyak 501.563 orang. Berikut disajikan grafik tingkat PNBP dan jumlah
kunjungan wisatawan di TN Bantimurung Bulusaraung dalam kurun waktu lima tahun
terakhir sebagaimana gambar 5 dan 6 berikut ini.
Gambar 5. Tingkat PNBP Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
21
Gambar 6. Tingkat Kunjungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Pemanfaatan kawasan sebagai wahana pendidikan, penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan pun terus dikembangkan. Meskipun tidak ada keterikatan kerja sama
secara formal, namun beberapa lembaga pihak bahkan melakukan kegiatan-kegiatan
tersebut dengan intensif dan berkelanjutan. Untuk memperoleh dukungan pengelolaan
sumber daya alam hayati dan eksosistem TN Bantimurung Bulusaraung, maka
dilakukan kampanye lingkungan dan kegiatan bina cinta alam yang lebih ditujukan bagi
kawula muda yang ada di sekitar kawasan.
6. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, Balai TN Bantimurung
Bulusaraung didukung oleh personil yang memiliki fungsi, jabatan, spesifikasi
keahlian dan keterampilan yang beragam. Berdasarkan laporan kepegawaian sampai
bulan Desember 2014 Sumber daya manusia di lingkup Balai TN Bantimurung
Bulusaraung, tercatat sebanyak 129 orang. Tediri dari 61 Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan 68 Tenaga Upahan/Pegawai Tidak Tetap.
Distribusi pegawai TN Bantimurung Bulusaraung sebagian besar yaitu 43%
ditempatkan pada SPTN Wilayah II Camba, 34% berada di kantor balai, dan 23%
ditempatkan di SPTN Wilayah I Balocci. Pegawai SPTN Wil. II Camba lebih banyak
dibanding di Balai dan SPTN Wil. I Balocci karena wilayah kerja yang lebih luas, yaitu
67,5% dari luas keseluruhan TN Bantimurung Bulusaraung, dan kompleksitas
pengelolaan, terutama adanya penangkaran kupu-kupu dan pengelolaan wisata
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
22
Bantimurung. Pendistribusian pegawai ini cukup seimbang, dimana jumlah pegawai di
SPTN lebih banyak dibanding dengan di balai, hal ini mencerminkan adanya
pendistribusian beban tugas dan pendelegasian sebagian wewenang pengelolaan ke
tingkat pengelola di lapangan. Balai hanya memegang fungsi supervisi, koordinasi
dan pelaksanaan tata usaha administrasi.
Peningkatan produktivitas kerja dilakukan melalui pembinaan dan peningkatan
kapasitas pegawai dengan pengiriman pegawai untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Kehutanan serta lembaga lainnya.
Guna memenuhi kebutuhan spesifikasi keahlian, TN Bantimurung Bulusaraung
melakukan koordinasi dengan Balai Diklat Kehutanan Makassar untuk
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang penting untuk menunjang
pengelolaan.
Upaya pengelolaan kawasan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana TN Bantimurung
Bulusaraung dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan anggaran.
Secara umum kebutuhan sarana dan prasarana standar/minimal dalam pengelolaan
kawasan sudah dapat dipenuhi. Sarana pengelolaan utama seperti kantor Balai,
Kantor SPTN Wilayah sudah dipenuhi, sementara kantor resort/secara bertahap akan
dipenuhi. Sarana dan prasarana pengelolaan lainnya adalah kendaraan,
perlengkapan operasional perkantoran, perlengkapan kegiatan lapangan,
perlengkapan perlindungan dan pengamanan serta perlengkapan penanggulangan
kebakaran hutan juga secara bertahap diadakan.
Dalam hal pengelolaan anggaran, basis anggaran dalam pengelolaan TN
Bantmurung Bulusaraung saat ini masih masih mengandalkan APBN, belum ada
dana pendamping dalam mendukung pengelolaan dari pihak luar. Anggaran
pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung cenderung mengalami peningkatan dalam
5 tahun terakhir.
Balai TN Bantimurung Bulusaraung merupakan salah satu Satker di lingkup
Ditjen PHKA untuk mengajukan usulan penerapan Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PK-BLU). Proses ini telah diinisiasi sejak periode awal renstra ini
dan diharapkan terealisasi diakhir renstra. Sampai dengan akhir renstra (2014),
Dokumen Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai salah satu persyaratan
pengajuan usulan Pola Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) hingga akhir tahun
2014 belum disahkan sehingga penerapan pola Pengelolaan Keuangan BLU belum
diterapkan.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
23
C. Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Balai
TN Bantimurung Bulusaraung antara lain dapat diidentifikasi dan diekstraksi dari
isu-isu strategis yang berkembang, baik internal maupun eksternal. Dewasa ini, isu-
isu yang berkembang tersebut antara lain diuraikan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan Nilai Keekonomian Kawasan Konservasi dan Keanekaragaman
Hayati. Para pihak di lingkup eksternal maupun internal Balai TN Bantimurung
Bulusaraung antara lain mengharapkan diupayakannya optimalisasi
pemanfaatan nilai keekonomian jasa lingkungan kawasan taman nasional serta
potensi keanekaragaman hayati yang dihasilkannya. Nilai-nilai keekonomian
tersebut antara lain berupa pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam dan
pemanfaatan sumberdaya air. Pengembangan 7 destinasi wisata (The Seven
Wonder) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung cukup signifikan namun
dalam konteks mess tourism yang bertolak belakang dengan konsep ekowisata,
sementara pada tataran ekotourism (misalnya wisata minat khusus) masih
rendah. Tingginya penerimaan Negara atas pemanfaatan jasa lingkungan
tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pengelolaannya, salah
satunya adalah pola pemanfaatan belum menerapkan mekanisme perijinan
(IPPA), masih pada tataran pungutan karcis masuk pengunjung dan pungutan
kegiatan lainnya. Nilai keekonomian lainnya adalah intensifikasi dan optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber dari dalam kawasan taman
nasional baik untuk kepentingan komersial maupun non komersil (massa air dan
energi air).
2. Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi. Optimalisasi pengelolaan
kawasan taman nasional yang telah diimplementasikan selama ini dianggap
belum efektif untuk menjaga dan menjamin keutuhan kawasan. Implementasi
pengelolaan taman nasional berbasis resort yang diterapkan baru memasuki
tahap perkembangan yang artinya bahwa tahap prakondisi RBM mendukung
dan implementasinya intensif. Kualitas dan kuantitas pegawai yang tidak merata,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, serta anggaran terbatas yang
hanya mengandalkan APBN ikut menghambat percepatan pengelolaan berbasis
resort. Hal lainnya yang menghambat belum efektifnya pengelolaan kawasan
adalah status hukum kawasan yang belum definitif menyebabkan kurang
kuatnya bargaining TN Bantimurung Bulusaraung dalam berbagai permasalahan
tenurial, sistem Zonasi yang seharusnya dapat menjadi solusi dalam
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
24
penyelesaian permasalahan juga belum mampu mengatasi konflik yang terjadi.
Perlu mendorong pemantapan pengelolaan berbasis resort, percepatan
penandaan zona dan implementasi tata kelola dalam zona tertentu dengan
masyarakat serta percepatan penetapan kawasan secara definitif.
3. Kerentanan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemyna. Kawasan karst yang
terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (+20.000 Ha)
merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep
(+40.000 Ha). Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional)
tersebut telah terdapat indutrsi pertambangan (semen, marmer dll). Tingginya
aktivitas pertambangan disekitar kawasan tersebut akan mengganggu hidupan
liar dan keanekaragaman hayati, serta lambat laun akan berdampak pada
hilangnya nilai-nilai sumber daya genetik terhadap spesies penting ekosistem
karst. Oleh karena itu, upaya konservasi terhadap keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya perlu dilakukan untuk menjamin keberadaan potensi
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Upaya konservasi jenis flora dan
fauna dapat dilakukan melalui pemantauan spesies terancam punah dan
perlakuan khusus terhadap flora fauna yang bernilai penting dan bernilai
ekonomi tinggi melalui pembinaan populasi dan/atau habitatnya (santuary
spesies).
4. Data dan Informasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Ekosistem
karst memiliki potensi yang bukan saja unik tetapi juga sangat kaya dengan
sumberdaya alam baik itu hayati maupun non hayati. Kawasan Karst Maros
Pangkep terkenal secara internasional dengan keanekaragaman hayati tertinggi
di dunia untuk kawasan tropika dan bentang alam yang unik dan khas dengan
menara karst, koridor karst yang panjang, gua-gua dengan ukuran besar dan
terpanjang di Asia tenggara dengan dekorasi terbagus. Ketersediaan data dan
informasi (kondisi geofisik, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
keanekaragaman hayati) yang valid dan reliable (terbaru, terpercaya, sesuai
kebutuhan, dan obyektif) menjadi penting. Survey, identifikasi, pemetaan
sebaran, inventarisasi serta monitoring dan evaluasi perlu terus dilakukan untuk
menjamin validitasnya. Sistem data spasial dan non spasial yang telah ada
belum cukup informatif (up to date dan mudah diakses) dan reliable sehingga
diperlukan peningkatan intensitas dan kualitas dalam pelaksanaan survey,
identifikasi, inventarisasi dan monitoring keanekaragaman hayati di lapangan,
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
25
dan di sisi lain diperlukan sebuah sistem basis data yang mampu menghimpun
data dan informasi yang tersebar di berbagai kalangan.
5. Peningkatan Peran Serta Swasta. Dalam upaya konservasi keanekaragaman
hayati, peran swasta dan masyarakat masih perlu terus ditingkatkan. Upaya ini
perlu didukung dengan kebijakan sistem insentif serta pemberian jaminan
perlindungan investasi secara memadai.
6. Peningkatan Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat. Upaya
pemberdayaan masyarakat, terutama yang hidup di dalam dan sekitar kawasan
taman nasional, yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
potensi kawasan, masih perlu terus diperluas cakupan dan pemerataan/
distribusinya. Belum seluruh daerah penyangga mendapat perhatian intensif, hal
ini tercermin dari belum meratanya bantuan daerah penyangga yang diberikan
pada desa-desa di sekitar kawasan. Padahal terdapat 45 desa/kelurahan yang
berbatasan langsung dan berinteraksi intensif dengan sumber daya alam dan
ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Upaya tersebut diharapkan dapat
mewujudkan harmonisasi aktivitas ekonomi masyarakat dengan upaya
pencapaian sasaran konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, peningkatan
peran serta masyarakat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati masih
perlu terus ditingkatkan melalui peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi
pendidikan konservasi serta upaya pengembangan bina cinta alam.
7. Perlindungan dan Pengamanan Keanekaragaman Hayati. Sumber daya alam
hayati dan ekosistem taman nasional belum bebas dari gangguan dan
ancaman, sehingga upaya perlindungan dan pengaman perlu untuk terus di
tingkatkan. Indikator ganggungan dan ancaman tersebut adalah masih adanya
temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran di
kawasan taman nasional. Potensi ancaman dan ganguan lainnya adalah adanya
klaim status kepemilikan lahan dan tanaman tertentu oleh masyarakat,
rendahnya pemahaman masyarakat yang berinterkasi langsung dengan
kawasan, serta Potensi Karst sebagai bahan baku semen. Belum optimalnya
koordinasi dan kerjasama antar pihak dalam upaya perlindungan, pengamanan
serta penegakan hukum yang dibarengi dengan keterbatasan sumber daya
(personil, anggaran dan sarpras) dibidang perlindungan dan pengamanan,
menghambat upaya untuk menekan gangguan dan ancaman Sumber daya alam
hayati dan ekosistem taman nasional.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
26
8. Kerjasama Penyelenggaraan. Kerjasama penyelenggaraan TN Bantimurung
Bulusaraung yang telah berjalan dengan beberapa pihak masih dalam bentuk
nota kesepahaman yang disusun bersama. Kerjasama tersebut belum dipayungi
dengan penerbitan/ penandatanganan surat perjanjian kerasama (MoU) para
pihak, sehingga menghambat implementasi pelaksanaan dilapangan. Padahal
banyak pihak (stakeholder) yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang
beragam dalam peningkatan efektifitas pengelolaan taman nasional.
Kepentingan dan pengaruh stakeholder tersebut perlu dipayungi secara bijak
melalui kerjasama penyelenggaraan.
9. Dukungan Manajemen. Aktivitas dukungan manajemen perlu diintensifkan,
karena keberhasilan pencapaian upaya konservasi keanekaragaman hayati dan
ekosistem taman nasional sangat dipengaruhi oleh faktor sumberdaya manusia,
kelembagaan, sarana dan prasarana, serta perencanaan dan evaluasi.
Kapasitas kepemimpinan di bidang konservasi keanekaragaman hayati perlu
terus diupayakan melalui berbagai cara, antara lain melalui sistem pola karier
yang tertata dengan baik, standar kompetensi keahlian (expertise) dan prasyarat
jabatan yang memadai, serta pola-pola penyiapan atau kaderisasi calon
pemimpin masa depan yang scientific based conservation manner bukan
sekedar protection manner.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
27
BBaabb IIII
VVViii sss iii ,,, MMMiiisss iii ,,, TTTuuujjjuuuaaannndddaaannn SSSaaasssaaarrraaannn tttrrraaattteeegggiii sss
Cita-cita pembangunan nasional bangsa Indonesia telah digariskan dalam
konstitusi negara. Tujuan tersebut termuat dalam Pembukaan Undang Undang
Dasar Tahun 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk mencapai cita-cita
mulia tersebut, pembangunan Indonesia perlu dilakukan secara terencana dengan
menetapkan tahapan-tahapan pelaksanaannya berdasarkan prioritas.
Pentahapannya disusun dengan bertolak dari sejarah, karakter sumberdaya yang
dimiliki, serta tantangan yang sedang dan akan dihadapi. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 merupakan periode ketiga
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
RPJMN Tahun 2015-2019, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015, menegaskan kembali bahwa
pelaksanaan pembangunan Indonesia harus sesuai dengan ideologi bangsa, yaitu
Pancasila dan Trisakti. Ideologi tersebut harus menjadi penuntun, penggerak,
pemersatu, dan sekaligus sebagai bintang pengarah.
Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan
pembangunan yang dihadapi, serta capaian pembangunan selama ini, maka
Presiden Republik Indonesia menetapkan visi pembangunan nasional tahun 2015-
2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong”. Untuk mewujudkan pencapaian visi tersebut,
pembangunan dilaksanakan dengan misi: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang
mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan
mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan; (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan
dan demokratis berlandaskan negara hukum; (3) Mewujudkan politik luar negeri
bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai Negara maritim; (4) Mewujudkan
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
28
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera; (5) Mewujudkan
bangsa yang berdaya-saing; (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim
yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; serta (7)
Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Adapun norma pembangunan yang harus diperhatikan dan diterapkan dalam
RPJMN Tahun 2015-2019 adalah: (1) Membangun untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia dan masyarakat; (2) Setiap upaya peningkatan kesejahteraan,
kemakmuran, dan produktivitas
tidak boleh menciptakan
ketimpangan yang makin melebar
yang dapat merusak
keseimbangan pembangunan.
Perhatian khusus diberikan pada
peningkatan produktivitas rakyat
lapisan menengah-bawah, tanpa
menghalangi, menghambat,
mengecilkan dan mengurangi
keleluasaan pelaku-pelaku besar
untuk terus menjadi agen
pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan
untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan; (3)
Aktivitas pembangunan tidak
boleh merusak, menurunkan daya
dukung lingkungan dan
mengganggu keseimbangan
ekosistem.
Visi dan misi pembangunan tahun 2015-2019 menjadi peta jalan seluruh
kementerian dan/atau lembaga penyelenggara negara dalam merancang arah
pembangunan, sasaran, dan strategi yang akan dilaksanakannya. Prioritas dalam
jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam
bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan dalam
sembilan agenda prioritas pembangunan tahun 2015-2019. Sembilan agenda
prioritas yang lebih dikenal dengan sebutan Nawa Cita tersebut, diuraikan
sebagaimana dalam Gambar 7.
Visi Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019:
“Terwujudnya Indonesiayang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong”
Misi Pembangunan Nasional Tahun 2015-2019:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampumenjaga kedaulatan wilayah, menopangkemandirian ekonomi dengan mengamankansumber daya maritim, dan mencerminkankepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangandan de-mokratis berlandaskan negara hukum;
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif danmemperkuat jati diri sebagai Negara maritim;
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesiayang tinggi, maju dan sejahtera;
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritimyang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskankepentingan nasional; serta
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadiandalam kebudayaan.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
29
Berdasarkan uraian rencana pelaksanaan Nawa Cita, tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal KSDAE terutama tertuang dalam agenda ketujuh. Berdasarkan
uraian rencana pelaksanaan Nawa Cita, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal
KSDAE terutama tertuang dalam agenda ketujuh. Nawa Cita juga menguraikan sub
agenda dan sasaran yang menjadi amanat bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Berangkat dari pandangan, harapan dan permasalahan yang ada,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merumuskan tujuan pembangunan
tahun 2015-2019, yaitu mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
serta pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari untuk kesejahteraan rakyat
menuju pembangunan berkelanjutan. Tujuan ini dimaksudkan untuk memastikan
kondisi lingkungan berada pada toleransi yang diprasyaratkan untuk
keberlangsungan kehidupan umat manusia, dan sumberdaya hutan berada pada
rentang yang aman dan lestari, serta secara paralel meningkatkan kemampuan
sumberdaya hutan untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional.
Berdasarkan tujuan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, peran utama
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015-2019, yaitu: (1)
Gambar 7: Visi Pembangunan Nasional 2015-2019 dan Nawa Cita
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
30
Menjaga kualitas lingkungan hidup yang stabil dalam memberikan daya dukungnya,
pengendalian pencemaran lingkungan, pengelolaan DAS yang sehat,
keanekaragaman hayati yang lestari, serta pengendalian perubahan iklim; (2)
Menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan
untuk kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, menjaga populasi jenis flora dan
fauna, serta menghindarkan kepunahan endangered species; (3) memelihara
kualitas lingkungan hidup, menjaga hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem
dan keberadaan sumberdaya alam.Untuk memastikan manifestasi dari peran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pembangunan nasional,
dirumuskan sasaran strategis yang menjadi panduan dan pendorong arsitektur
kinerja tahun 2015-2019. Sasaran strategis dimaksud, yaitu: (1) Meningkatnya
kualitas LH dengan indikator kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup berada pada
kisaran 66,5-68,6, angka pada tahun 2013 sebesar 63,12. Anasir utama
pembangun dari besarnya indeks ini yang akan ditangani, yaitu air, udara dan
tutupan hutan; (2) Meningkatnya sumbangan sektor kehutanan terhadap Produk
Dometik Bruto, dengan indikator kinerja sumbangan sektor kehutanan untuk Produk
Domestik Bruto Indonesia meningkat setiap tahun, dimana angka pada tahun 2013
sebesar Rp. 56,994 Trilyun berdasarkan harga berlaku dan Rp. 17,442 Trilyun
sesuai harga konstan Tahun 2000. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu
produksi hasil hutan, baik kayu maupun non kayu (termasuk tumbuhan dan satwa
liar) dan eksport; dan, (3) Meningkatnya keseimbangan ekosistem, dengan indikator
kinerja derajat keberfungsian ekosistem meningkat setiap tahun, yang merupakan
agregasi berbagai penanda (penurunan jumlah hotpsot kebakaran hutan dan lahan,
peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem
esensial yang dikelola oleh para pihak, penurunan konsumsi bahan perusak ozon,
dan lain-lain).
Direktorat Jenderal KSDAE yang bertugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan konservasi sumberdaya alam dan
ekosistemnya, secara ekplisit dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
diamanatkan untuk melaksanakan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan
ekosistem, spesies dan sumberdaya genetik untuk mewujudkan kelestarian
sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya. Sasaran akhir yang ingin
dicapai adalah kekayaan keanekaragaman hayati dapat berfungsi dalam mendukung
upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, berasaskan
keserasian dan keseimbangan. Dengan demikian maka sasaran strategis yang ingin
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
31
dicapai oleh Direktorat Jenderal KSDAE adalah kawasan konservasi dan
keanekaragaman hayati terpelihara dan terlindungi serta dimanfaatkan untuk
mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Namun demikian, untuk menyesuaikan dengan Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka rumusan tersebut dibagi menjadi dua bagian,
yaitu dari sisi pemanfaatan nilai keekonomian kawasan konservasi dan
keanekaragaman hayati, serta dari sisi upaya perlindungan dan pengawetan kawasan
konservasi dan keanekaragaman hayati itu sendiri.
Dari 3 sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Direktorat Jenderal KSDAE akan berperan dalam mewujudkan dua sasaran strategis,
yaitu: (1) Memanfaatkan potensi SDH dan LH secara lestari untuk meningkatkan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan (sasaran strategis kedua);
serta (2) Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta
keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan (sasaran strategis ketiga).
Peran dalam pencapaian sasaran strategis kedua akan dibuktikan dan diukur
dengan besaran penerimaan devisa negara dan penerimaan negara bukan pajak dari
pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi serta pemanfaatan satwa liar dan
tumbuhan alam. Adapun peran dalam pencapaian sasaran strategis ketiga antara lain
akan dibuktikan dan diukur dengan peningkatan nilai indeks efektivitas pengelolaan
kawasan konservasi (METT) serta peningkatan populasi 25 jenis satwa liar terancam
punah prioritas.
Asas: Serasi dan Seimbang
Gambar 8: Upaya Pokok dan Tujuan Pembangunan Bidang KSDAE
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
32
BBaabb IIIIIIAAArrraaahhh KKKeeebbbiiijjjaaakkkaaannn dddaaannn SSStttrrraaattteeegggiii
Mandat pembangunan bidang KSDAE termaktub dalam beberapa regulasi
dan/atau kebijakan pemerintah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mengamanatkan untuk
melaksanakan pengelolaan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya melalui
tiga embanan, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam mendukung pembangunan nasional, langkah-langkah konservasi
diperlukan agar sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan
mampu mewujudkan keseimbangan, serta melekat dengan pembangunan itu
sendiri. Tiga pilar pembentuk konservasi keanekaragaman hayati, yaitu pilar
perlindungan, pilar pengawetan dan pilar pemanfaatan harus saling bersinergi dan
diseimbangkan, guna mendukung suksesnya upaya konservasi sumberdaya alam
hayati.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, mengamanatkan penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya
alam hayati, keanekaragaman hayati, sumberdaya genetik dan keamanan hayati
produk rekayasa genetik. Disamping itu, dimandatkan pula untuk melakukan
pencadangan sumberdaya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan
waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai salah satu penanggung jawab program di lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal KSDAE melaksanakan
beberapa mandat pembangunan nasional yang tertuang dalam agenda/sub agenda
pembangunan nasional, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019. Mandat tersebut harus
diterjemahkan, dirinci dan dilaksanakan pada tingkat program melalui beberapa
kegiatan sebagai unsur pelaksanaan teknis. Dalam perencanaan pembangunan
bidang KSDAE, selain kebijakan nasional dan kebijakan pembangunan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, isu strategis baik di tingkat
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
33
internasional maupun nasional serta regional, juga selalu menjadi acuan dalam
merumuskan arah kebijakan bidang KSDAE.
Kondisi umum dan capaian rencana strategis periode sebelumnya juga turut
berperan dalam menentukan strategi yang mengarahkan pembangunan sesuai
dengan kebijakan yang telah ditentukan. Perencanaan strategis bidang KSDAE juga
dilandasi oleh semangat untuk melaksanakan penyelenggaraan urusan konservasi
secara lebih fokus, khususnya dalam rangka menjalankan tugas pengelolaan
ekosistem dan kawasan konservasi, serta keanekaragaman hayati yang terkandung
di dalamnya.
A. Arah Kebijakan Pembangunan LH dan Kehutanan
Agenda kebijakan nasional yang menjadi mandat Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, sebagaimana amanat RPJMN Tahun 2015-2019, setidaknya
tersurat dalam tiga agenda besar negara, yaitu: (1) agenda memperkuat kehadiran
negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat, dan terpercaya; (2) agenda meningkatkan produktivitas rakyat
dan daya saing di pasar internasional; serta (3) agenda mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Ketiga
agenda pembangunan nasional tersebut dibagi lagi menjadi sembilan sub agenda,
yang merupakan pengelompokan agenda-agenda tersebut sesuai dengan
bidangnya, yang terdiri atas: (1) ketahanan air; (2) kesehatan; (3) ketahanan
pangan; (4) ketahanan energi; (5) pariwisata; (6) produksi dan produktivitas yang
berdaya saing; (7) pemberantasan penebangan liar; (8) pelestarian sumberdaya
alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; serta (9) tata kelola.
Untuk melaksanakan kebijakan pada sub agenda pengamanan ketahanan air,
salah satu tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah melalui
strategi pemeliharaan dan pemulihan kualitas dan kuantitas sumberdaya air dan
ekosistemnya, dengan melaksanakan upaya menurunkan koefisien regim sungai,
mengurangi jumlah sampah yang masuk pada lingkungan air, meningkatkan
kualitas air, meningkatkan perlindungan mata air melalui konservasi air,
pembangunan embung dan dam pengendali, menurunkan luas lahan kritis di KPH
dan DAS, serta melakukan pemulihan ekosistem di hutan produksi dan hutan
konservasi.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
34
Pada sub agenda kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
bertugas menurunkan resiko kesehatan terhadap kanker yang diakibatkan oleh
pencemaran logam berat dengan meningkatkan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun (B3), limbah B3, serta pemulihan tanah terkontaminasi limbah B3. Selain
itu, untuk menurunkan jumlah penderita ISPA akibat polusi udara, dilakukan
langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas udara, antara lain dengan
menurunkan jumlah hot spot akibat kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi.
Dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pada sub agenda
ketahanan pangan, terutama dalam mendukung peningkatan produksi pangan,
antara lain perlu dilakukan upaya melalui peningkatan luas lahan garapan untuk
petani di areal kerja pengelolaan hutan untuk tanaman padi dan jagung seluas
267.000 hektar, penyediaan zona pemanfaatan tradisional pada hutan konservasi
sebagai areal untuk memungut hasil hutan hayati dan/atau memanfaatkan areal
tersebut sebagai lahan untuk mata pencaharian masyarakat seluas 100.000 hektar,
serta meningkatkan luas hutan untuk peran serta aktif masyarakat guna
meningkatkan kesejahteraannya dengan skema Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Tanaman Rakyat dan Hutan Desa seluas 12,7 juta hektar.
Untuk mendukung keberhasilan pembangunan pada sub agenda ketahanan
energi, beberapa hal yang akan ditempuh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan adalah dengan meningkatkan luas usaha pemanfaatan hutan produksi
untuk biomassa seluas 100.000 hektar, meningkatkan pemanfaatan energi air dari
kawasan konservasi untuk keperluan pembangkit listrik tenaga mini/mikro hidro
(PLTMH) sebanyak 50 unit, meningkatkan jumlah kemitraan pemanfaatan jasa
lingkungan panas bumi di kawasan konservasi minimal sebanyak lima unit, serta
meningkatkan pemanfaatan sampah dan limbah B3 untuk energi listrik.
Pada sub agenda pariwisata, saat ini Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal
kunjungan wisata dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Oleh karena itu,
beberapa hal yang akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan adalah dengan berupaya meningkatkan jumlah wisatawan nusantara
yang berkunjung ke hutan konservasi sebanyak minimal 20 juta orang dalam lima
tahun, serta meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
hutan konservasi sebanyak minimal 1,5 juta orang dalam lima tahun.
Sub agenda produksi dan produktivitas yang berdaya saing, dalam bidang
Kehutanan dilakukan melaui upaya peningkatan pengelolaan KPH sebanyak 629
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
35
unit KPH, peningkatan produksi kayu bulat dari hutan tanaman dan hutan alam
sebesar 189 juta m3, peningkatkan jumlah produksi HHBK sebesar 225.000 ton,
peningkatkan nilai ekspor sebesar USD 40,47 milyar, peningkatan ekspor tumbuhan
dan satwa liar serta bioprospecting senilai IDR 25 trilyun, serta peningkatan
persentase produksi HHBK dan sutera alam sebesar 15%.
Untuk mendukung sub agenda pemberantasan penebangan liar, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membuat target lima tahun kedepan untuk
menurunkan jumlah pelanggaran hukum lingkungan dan kehutanan sebesar 20%
dari jumlah kasus pada tahun 2014. Sementara itu, untuk mendukung sub agenda
pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana,
beberapa upaya yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan adalah dengan meningkatkan persentase peningkatan populasi spesies
satwa terancam punah sebesar 10%, meningkatkan jumlah taman nasional dan
kawasan konservasi lainnya yang memiliki sanctuary species terancam punah,
meningkatkan jumlah kawasan ekosistem bernilai penting di luar kawasan hutan
konservasi atau di luar kawasan hutan (6 ekosistem karst, 6 ekosistem mangrove, 6
koridor kawasan konservasi, serta 30 taman kehati), meningkatkan jumlah koleksi
spesies endemik lokal dan langka yang diupayakan konservasinya sebanyak 300
spesies, serta meningkatkan nilai indeks efektivitas pengelolaan KSA, KPA dan
Taman Buru sebesar minimal 70% (kategori baik).
Untuk sub agenda terakhir, yaitu tata kelola, hal-hal yang akan dilaksanakan
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu meningkatkan persentase
pengukuhan (penetapan) kawasan hutan menjadi 100%, meningkatkan panjang tata
batas kawasan dan tata batas fungsi sepanjang 40.000 km, meningkatkan jumlah
KPH yang beroperasi sebanyak 629 KPH (347 KPHP, 182 KPHL, dan 100 KPHK),
meningkatkan jumlah KPHP yang menerapkan prinsip pengelolan hutan produksi
lestari sebanyak 20 KPHP, meningkatkan luas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
restorasi ekosistem sejumlah 500.000 hektar, meningkatkan akses masyarakat
dalam pengelolaan HKm, HD dan HTR seluas 12,7 juta hektar, serta meningkatkan
jumlah wilayah kerja yang memiliki model pengelolaan hutan mangrove di dalam
kawasan hutan sebanyak dua wilayah kerja sepanjang tahun.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan menetapkan tiga kebijakan, yang terdiri atas dua kebijakan
sebagai jawaban dari mandat agenda pembangunan nasional bidang ekonomi, yaitu
kebijakan peningkatan hasil hutan dan kayu, serta kebijakan pengamanan
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
36
ketahanan pangan, energi dan air. Adapun kebijakan sebagai respon atas agenda
pembangunan pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup dan pengelolaan
bencana, yaitu kebijakan peningkatan konservasi dan tata kelola hutan. Dari ketiga
arah kebijakan yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tersebut, masing-masing kebijakan memuat strategi untuk memberikan arahan
pelaksanaan gagasan dari arah kebijakan yang telah ditetapkan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan tiga sasaran
strategis dari sembilan sub agenda pembangunan, yang nantinya akan mendukung
pelaksanaan tiga dari sembilan agenda pembangunan nasional. Strategi
pencapaiannya ditetapkan melalui pelaksanaan 13 program dan 69 kegiatan dalam
tahun 2015-2019.
13 program dan 69 kegiatan dimaksud menggambarkan pelaksanaan mandat
dari masing-masing unit eselon I dan eselon II serta unit pelaksana teknis di
lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Keterkaitan ke-13
program tersebut dalam mendukung pencapaian sasaran strategis dan tujuan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat diuraikan dan diterjemahkan
dari skema rantai nilai.
Sebagaimana telah disampaikan pada bab sebelumnya, peran dan sasaran
strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015-2019
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kualitas Lingkungan Hidup yang memberikan daya dukung,
pengendalian pencemaran, pengelolaan DAS, keanekaragaman hayati serta
pengendalian perubahan iklim, dengan sasaran strategis meningkatnya kualitas
lingkungan hidup dengan indikator IKLH pada kisaran 66,5-68,6;
2. Menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan
hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi rakyat, dan menjaga jumlah dan jenis flora
dan fauna serta endangered species, dengan sasaran strategis meningkatnya
sumbangan sektor kehutanan terhadap PDB dengan indikator sumbangan PDB
sektor kehutanan indonesia meningkat setiap tahun; serta
3. Menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya alam untuk
kelangsungan kehidupan, menjaga DAS dan sumber mata air serta menjaga
daya dukung fisik ruang wilayah serta kualitasnya, dengan sasaran strategis
meningkatnya keseimbangan ekosistem dengan indikator derajat keberfungsian
ekosistem meningkat setiap tahun.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
37
Sasaran strategis tersebut ditentukan dengan menurunkan strategi dari masing-
masing arah kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi umum, harapan para
pihak, capaian rencana strategis periode sebelumnya, isu-isu strategis, visi dan misi
pemerintahan Kabinet Kerja 2015-2019, serta program kerja Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan KSDAE
Keanekaragaman hayati merupakan bagian terpenting dari sumberdaya alam,
yang berperan sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang tidak tergantikan,
yang membuatnya menduduki peranan penting dan strategis bagi kehidupan
seluruh umat manusia. Nilai keberadaan keanekaragaman hayati melingkupi
seluruh aspek kehidupan di muka bumi ini, dan oleh karenanya dibutuhkan upaya
konservasi secara optimal untuk menjaga keberlanjutannya, sehubungan dengan
keberlanjutan kehidupan umat manusia sendiri.
Konservasi diadopsi dari bahasa Inggris to conserve yang berarti melindungi
sesuatu, terutama hubungannya dengan lingkungan atau budaya di sesuatu tempat
yang penting, agar tidak rusak atau dihancurkan. Namun demikian, konservasi juga
diartikan sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan beserta seluruh komponen
yang ada di dalamnya, yang saling terkait, baik biotik maupun abiotik. Dalam
banyak referensi, makna konservasi lebih ditekankan pada upaya untuk
perlindungan, pengawetan, pencegahan, pemulihan terhadap lingkungan alami,
ekosistem alami, hidupan liar, peninggalan arkeologi dan sejarah, situs budaya,
serta artefak. Konservasi juga ditekankan pada pencegahan perusakan
sumberdaya, baik sumberdaya alam hayati maupun non hayati serta energi.
Dari sisi keilmuan, konservasi setidaknya terdiri atas tiga unsur, yaitu: (1)
mempelajari dampak kegiatan manusia terhadap keberadaan dan keberlanjutan
hidup di lingkungan alami; (2) mengembangkan pendekatan praktis guna mencegah
kepunahan spesies, memelihara keanekaragaman genetik, dan melindungi serta
memperbaiki seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi ini; serta (3)
mempelajari seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi (Salim dalam Indrawan
dkk, 2007).
Landasan berpikir dan analisis rancang tindak upaya konservasi
keanakekaragaman hayati di jaman modern ini, tidak lagi tepat dengan melakukan
pendekatan konservasi secara tradisional yang totally protected, sebagaimana yang
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
38
banyak dilakukan pada masa lalu. Penekanan pada konsep pembangunan
berkelanjutan sebagai landasan konservasi perlu mendapat perhatian secara serius.
Sehingga dengan demikian, landasan berpikir dan analisis rancang tindak
konservasi perlu lebih ditekankan pada paradigma pembangunan berkelanjutan.
Perpaduan kedua konsep tersebut memang sulit dilakukan di jaman para
pekerja konservasi masih tradisional dan konvensional dalam berpikir dan bertindak.
Segala tindakan dilakukan dengan sangat hati-hati, bahkan cenderung tidak
bergeming demi perlindungan sumberdaya hayati dari sisi pengetahuan
ekologisnya. Kecenderungan pola pikir dan tindakan orthodox membuat upaya
konservasi menghadapi banyak hambatan, bahkan para konservasionis cenderung
diidentikkan sebagai kelompok orang yang anti kemajuan dan anti pembangunan.
Dengan pemahaman yang sudah semakin baik dari para pelaku konservasi,
pendekatan perpaduan kedua konsep tidak lagi sulit dilakukan. Saat ini, upaya
konservasi keanekaragaman hayati dan lingkungan telah mengalami pergeseran,
sehingga kerja konservasi lebih ditekankan pada perlindungan ekosistem dan
habitat yang benar-benar masih alami, preservasi spesies dan genetik di habitat
aslinya, serta pemanfaatan secara optimal atas berbagai jenis jasa ekosistem untuk
kepentingan ekonomi dan sosial. Pengembangan upaya pemanfaatan keekonomian
keanekaragaman hayati kemudian menjadi daya tawar tersendiri untuk aktivitas
konservasi.
Untuk mewujudkan mandat pembangunan berkelanjutan dengan tetap
mengadopsi prinsip dan etika konservasi keanekaragaman hayati, upaya sistematis
yang perlu dilakukan secara garis besarnya dikelompokkan menjadi preservasi
ekosistem dan habitat alami, konservasi keanekaragaman spesies serta
sumberdaya genetiknya, pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan
konservasi dengan mengedepankan nilai keekonomian serta multiplier effect-nya
dari sisi ekonomi dan sosial, serta dengan tetap melaksanakan perlindungan dan
pengamanan keanekaragaman hayati dan lingkungan.
Sejak abad ke-20, dalam konteks keanekaragaman hayati dan lingkungan,
upaya konservasi lebih ditekankan pada aspek perlindungan, pengawetan, serta
cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan lingkungan sehubungan
dengan aspek pertama dan kedua. Embanan Direktorat Jenderal KSDAE berkaitan
erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, sebagaimana ditekankan dalam
World Conservation Strategy, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan;
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
39
(2) pengawetan sumber-sumber plasma nutfah; serta (3) pemanfaatan secara
lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Dari embanan tersebut, obyek yang dikelola oleh Direktorat Jenderal KSDAE
antara lain terdiri dari kawasan konservasi, keanekaragaman hayati di dalam dan di
luar kawasan konservasi, serta kawasan atau ekosistem yang bernilai esensial dan
HCVF. Pengelolaan keanekaragaman hayati dilaksanakan pada tiga tingkatan, yaitu
pada level ekosistem, spesies, dan pada level sumberdaya genetik. Adapun
pengelolaan keanekaragaman hayati juga berkaitan erat dengan pencapaian multi
manfaatnya, yaitu manfaat ekonomi, sosial, serta terutama manfaat ekologi.
Dari uraian tersebut, maka rumusan program yang menjadi tanggung jawab
Direktorat Jenderal KSDAE adalah Program Konservasi Sumberdaya Alam dan
Ekosistem. Program ini akan melaksanakan rangkaian upaya-upaya yang
merupakan penjabaran dari mandat, tugas dan fungsi Direktorat Jenderal KSDAE.
Sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan Program Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistem adalah peningkatan efektivitas pengelolaan hutan
konservasi dan konservasi keanekaragaman hayati untuk pemanfaatan yang
berkelanjutan bagi kepentingan ekonomi, sosial dan ekologi. Untuk memetakan
keterkaitannya dengan sasaran strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, maka rumusan sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan
Ekosistem disesuaikan menjadi: (1) Peningkatan efektivitas pengelolaan hutan
konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati; serta (2) peningkatan
penerimaan devisa dan PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan
konservasi dan keanekaragaman hayati.
Upaya pencapaian sasaran Program Konservasi Sumberdaya Alam dan
Ekosistem, serta pencapaian indikator kinerja programnya akan dilaksanakan
melalui delapan kegiatan, yaitu: (1) Kegiatan Pemolaan dan Informasi Konservasi
Alam; (2) Kegiatan Pengelolaan Kawasan Konservasi; (3) Kegiatan Konservasi
Spesies dan Genetik; (4) Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan
Konservasi; (5) Kegiatan Pembinaan Konservasi Kawasan Ekosistem Esensial; (6)
Kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati; (7) Kegiatan Pengelolaan Taman
Nasional; serta (8) Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya Direktorat Jenderal KSDAE.
Hubungan keterkaitan antara arah kebijakan pembangunan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan arah kebijakan dan strategi
pembangunan bidang KSDAE digambarkan dalam matriks interrelated logical
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
40
framework pada Lampiran 3. Matriks tersebut menggambarkan bagaimana
hubungan keterkaitan antara pencapaian tujuan dan sasaran strategis
pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan dalam agenda dan sub agenda
pembangunan dengan sasaran program, kegiatan, serta indikator kinerjanya.
Matriks tersebut juga dapat dengan mudah menggambarkan arsitektur kinerja
pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan pada bidang KSDAE.
C. Arah Pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk sebagai kawasan konservasi untuk
kepentingan perlindungan, pengawetan, dan pelestraian ekosistem karst di
Kabupaten Maros dan Pangkep serta konservasi keanekaragaman hayati yang
terlingkup di dalamnya. Embanan tugas tersebut berkaitan erat dengan tercapainya
tiga sasaran konservasi, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2)
pengawetan sumber-sumber plasma nutfah; serta (3) pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan taman nasional juga
berkaitan erat dengan pencapaian multi manfaat dari segi ekonomi, sosial, serta
terutama manfaat ekologi.
Balai TN Bantimurung Bulusaraung sebagai unit penyelenggara konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistem di kawasan taman nasional mengacu pada
arah dan kebijakan pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Kebijakan
pembangunan nasional lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tahun 2015-2019, khususnya bidang KSDAE dilaksanakan melalui Program
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem dengan 2 sasaran program
yaitu (1) Peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya
konservasi keanekaragaman hayati; serta (2) peningkatan penerimaan devisa dan
PNBP dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi dan keanekaragaman
hayati.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa Program Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistem dilaksanakan melalui delapan kegiatan, salah satu
diantaranya adalah Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional dengan sasaran
terjaminnya efektivitas pengelolaan taman nasional. Untuk menjamin pencapaian
sasaran kegiatan pengelolaan taman nasional atas pelaksanaan program tersebut,
Ditjen KSDAE sebagai penanggungjawab program telah menetapkan Indikator
Kinerja Kegiatan (IKK) yang menjadi tolok ukur keberhasilan pencapain kinerja
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
41
pengelolaan taman nasional. IKK tersebut disusun secara umum bagi pengelolaan
taman nasional di Indonesia, dimana UPT akan melaksanakan IKK terpilih sesuai
dengan kondisi dan tipologi (mandat) pengelolaan masing-masing kawasan.
Kawasan Karst Maros-Pangkep seluas +40.000 Ha merupakan bentang alam
karst terluas kedua di dunia setelah bentang alam karst yang ada di China bagian
Selatan, dimana sekitar ±20.000 Ha Kawasan Karst tersebut merupakan kawasan
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. TN Bantimurung Bulusaraung ditunjuk
menjadi kawasan konservasi antara lain dengan pertimbangan 1) keunikan
ekosistemnya yang sebagian besar berupa ekosistem karst yang memiliki potensi
sumberdaya alam hayati dengan keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan
kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah; 2) keberadaan berbagai
jenis flora dan fauna endemik, langka dan unik seperti jenis kupu-kupu dan kayu
hitam; serta 3) perlindungan sistem tata air beberapa sungai besar dan kecil di
Provinsi Sulawesi Selatan melalui sistem perguaan.
Keanekaragaman flora dan fauna pada ekosistem karst tersebut telah
teridentifikasi sedikitnya 709 jenis tumbuhan yang terdiri dari 14 family kelas
monocotyledonae dan 86 family kelas dicotyledonae. Di antaranya 43 jenis Ficus
merupakan key species di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, 116 jenis
Anggrek alam. Dari jumlah flora tersebut 6 jenis yang dilindungi, yaitu ebony
(Diospyros celebica), palem (Livistona chinensis, Livistona sp.), anggrek alam
(Ascocentrum miniatum, Dendrobium macrophyllum dan Phalaenopsis
amboinensis). Dari keluarga fauna telah tercatat sedikitnya 728 spesies satwa liar
terdiri dari 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis amphibia, 30 jenis reptil, 300
jenis serangga (di antaranya 226 jenis kupu-kupu/Papilionoidea), serta 165 jenis
collembola, pisces, moluska dan lain sebagainya. Di antaranya terdapat 51 jenis
satwa liar penting yang dilindungi undang-undang dan 153 jenis satwa liar endemik
Sulawesi.
Jenis-jenis mamalia yang ditemukan antara lain monyet hitam sulawesi
(Macaca maura), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii), kuskus
sulawesi (Strigocuscus celebencis), kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus),
Rusa (Cervus timorensis) dan Tarsius (Tarsius fuscus). Beberapa jenis burung yang
dijumpai di antaranya julang sulawesi (Aceros cassidix), cekakak-hutan tunggir-hijau
(Actenoides monachus), udang-merah sulawesi (Ceyx fallax), kangkareng sulawesi
(Penelopides exarhatus), elang ular sulawesi (Spilornis rufipectu) dan perkici dora
(Trichoglossus ornatus). Jenis herpetofauna seperti katak sulawesi (Bufo celebensis
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
42
dan Rana celebensis), ular kepala dua (Cylindrophis melanotus), tokek-tanah
sulawesi (Cyrtodactylus jellesmae), soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), dan kadal
terbang (Draco walkeri).
TN Bantimurung Bulusaraung juga dikenal ke segala penjuru dunia karena
memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Alfred Russel
Wallace (1856) bahkan menjulukinya sebagai “The Kingdom of Butterfly”. Kupu-
kupu yang terdapat di Taman Nasional ini tidak kurang 200 jenis yang teridentifikasi
pada tingkat species, dengan jenis endemik antara lain adalah: Papilio blumei,
Papilio polytes, Papilio sataspes, Troides halyphron, Troides Helena, Troides
hypolithus, dan Graphium androcles. Selain itu, terdapat jenis fauna yang endemik
dalam gua sebagai penghuni gelap abadi seperti jenis ikan dengan mata tereduksi
bahkan Mata buta (Bostrychus spp.), Kecoa buta (Nocticola spp.) Kumbang gua
(Eustra saripaensis), Jangkrik gua (Rhaphidophora sp.) serta Tungau gua
(Trombidiidae).
Dari jumlah spesies tersebut di atas terdapat 8 jenis yang merupakan spesies
kunci yaitu : 1) Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura), 2) Kus-Kus Beruang
(Ailurops ursinua), 3) Kus-Kus Sulawesi (Strigocuscus celebensis), 4) Musang
Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), 5) Babi Hutan Sulawesi (Sus celebensis),
6) Julang Sulawesi (Aceros cassidix), 7) Kengkaren Sulawesi (Penelopides
exarhatus), dan 8) Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus).
Produk dan layanan jasa yang dihasilkan atas pengelolaan potensi tersebut
cukup signifikan. Melalui pengembangan 7 destinasi ekowisata di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung telah berkonstribusi pada peningkatan penerimaan
negara bukan pajak (PNBP) rata-rata 1,2 Milyar pertahun. Hal tersebut menjadikan
TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara
terbesar di Indonesia dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan
konservasi.
Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan tersebut
masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pengelolaannya, antara lain adalah
pola pemanfaatan belum menerapkan perijinan melalui mekanisme Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA), masih pada tataran pungutan karcis masuk
pengunjung dan pungutan kegiatan lainnya. Selain itu, tingginya penerimaan negara
atas pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih didominasi oleh
wisata massal (mass tourism) yang bertolak belakang dengan konsep ekowisata,
sementara pada tataran ekotourism masih rendah. Nilai keekonomian lainnya
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
43
adalah intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air yang bersumber
dari dalam kawasan taman nasional baik untuk kepentingan komersial maupun non
komersil (massa air dan energi air), begitu pula dengan pemanfaatan tradisional.
Proses penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang tidak clean and
clear menyisakan beberapa permasalahan, antara lain tumpang tindih penggunaan
lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman tertentu di dalam kawasan.
Permasalahan kawasan ini harus segera diselesaikan agar tidak kontra produktif
terhadap upaya-upaya pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung kedepan.
Ancaman dan gangguan kawasan lainya adalah masih adanya temuan kasus
pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran hutan di kawasan taman
nasional yang terjadi setiap tahun. Ancaman dan gangguan kawasan lainnya adalah
kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst maros pangkep. Pada
kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional) tersebut telah terdapat
industri pertambangan untuk bahan baku industri semen dan industri pertambangan
lainnya. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan, hal ini berpotensi
mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam
kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang akan
berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap
spesies penting ekosistem karst.
Upaya pemberdayaan masyarakat, terutama yang hidup di dalam dan sekitar
kawasan taman nasional, yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi
terhadap potensi kawasan, masih perlu terus diperluas cakupan dan
pemerataan/distribusinya. Belum seluruh daerah penyangga mendapat perhatian
intensif, hal ini tercermin dari belum meratanya bantuan daerah penyangga yang
diberikan pada desa-desa di sekitar kawasan. Padahal terdapat 45 desa/kelurahan
yang berbatasan langsung dan berinteraksi intensif dengan sumber daya alam dan
ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung. Upaya tersebut diharapkan dapat
mewujudkan harmonisasi aktivitas ekonomi masyarakat dengan upaya pencapaian
sasaran konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, peningkatan peran serta
masyarakat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati masih perlu terus
ditingkatkan melalui peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan
konservasi serta upaya pengembangan bina cinta alam.
Dengan kondisi tersebut, fokus utama pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung adalah bagaimana menjamin keutuhan ekosistem karst Maros-
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
44
Pangkep dengan segala potensi di dalamnya (hayati dan non hayati) sehingga
berkontribusi positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memegang prinsip-prinsip kelestarian eskosistemnya.
Untuk menjamin arah pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung sejalan dan
inline dengan arah dan kebijakan pemerintah saat ini perlu dirumuskan IKK yang
akan menjadi tolok ukur pencapaian kinerja kegiatan pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung untuk perencanaan lima tahun kedepan. Indikator Kinerja Kegiatan
pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dipilih berdasarkan hasil identifikasi dan
ekstraksi dari isu-isu strategis yang berkembang, baik internal maupun eksternal
sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya. IKK, target kinerja, tahapan
proses (komponen) kegiatan serta dokumen verifikasi capain IKK tersebut diuraikan
sebagai berikut.
1. Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasi yang tersusun
dan mendapat pengesahan sebanyak 1 (satu) Dokumen Zonasi.
Sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung yang telah ditetapkan perlu
dilakukan perubahan karena adanya kondisi tertentu. Kondisi tersebut antara
lain adanya rencana peningkatan jalan yang melintasi zona inti/rimba kawasan
menjadi jalan nasional, pemanfaatan sumber daya air oleh masyarakat dan
pihak lain di dalam kawasan diluar zona pemanfaatan, serta rencana
perubahan peruntukan zonasi selain kondisi tersebut di atas untuk kepentingan
pengelolaan seperti perubahan zona rehabilitasi menjadi zona tradisional.
Target kinerja IKK tersebut adalah tersusunnya 1 (satu) dokumen revisi zonasi
TN Bantimurung Bulusaraung.
Rincian proses (komponen) kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk
merealisasikan target tersebut adalah : Pengumpulan data potensi biofisik
kawasan dan data sosial ekonomi masyarakat, Penyusunan Rancangan
Zonasi, Konsultasi Publik Rancangan Zonasi, Koordinasi Penilaian dan
Pengesahan Rancangan Zonasi, Penataan Batas Zonasi, serta Koordinasi dan
Konsultasi dalam rangka penataan/revisi zonasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
dokumen usulan rancangan zonasi yang akan mendapatkan penilaian dan
pengesahan direktorat teknis terkait, kecuali komponen kegiatan penataan
batas zona adalah laporan hasil tata batas zonasi yang dilaksanakan secara
bertahap dan diverifikasi melalui laporan hasil pelaksanaan kegiatan.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
45
2. Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang valid dan reliable
pada 1 (satu) unit di kawasan taman nasional.
Pengelolaan suatu kawasan memerlukan setidaknya perangkat-perangkat
untuk membuat keputusan manajemen. Ketersediaan data dan informasi yang
valid dan reliable sangat diperlukan dalam melakukan analisis perumusan
kebijakan maupun kebutuhan lainnya. Data dan informasi potensi biofisik
kawasan, dan data sosial ekonomi masyarakat yang terhimpun secara periodik
dan terkelola secara sistematis dapat memberikan gambaran real dalam
perumusan kebijakan pengelolaanya. Target kinerja IKK tersebut adalah
tersedianya data base kondisi biofosik dan data sosial ekonomi masyarakat di
dalam dan sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 1 paket
data.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan, Inventarisasi Potensi
Sosial dan Ekonomi Masyarakat, Pengembangan Database Spatial dan Non
Spatial, Pengelolaan Data dan Informasi, Desiminasi Data dan Informasi, dan
Koordinasi dan Konsultasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen hasil inventarisasi dan dokumen sumber lainnya serta sistem
informasi/ database kawasan konservasi.
3. Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasama penguatan fungsi
pada kawasan konservasi sebanyak 5 (lima) Perjanjian Kerja Sama.
Kerjasama pengelolaan taman nasional telah diimpelentasikan sejak tahun
2007, namun belum terdokumentasi dalam kerangka kerjasama
penyelenggaran KSA/KPA sebagaimana diatur dalam peraturan. Namun
demikian, pelaksanaan kerjasama tersebut telah berjalan dengan baik mengacu
pada arahan program yang telah disusun bersama. Perjanjian kerjasama
tersebut antara lain kerjasama penguatan fungsi kawasan dengan Balai
Penelitian Kehutanan Makassar (Pengembangan Penelitian Flora, Fauna dan
Ekosistem untuk Optimalisasi Pengelolaan), LIPI (Kerjasama Penelitian dan
Pengelolaan Potensi Kawasan Karst Maros-Pangkep), Unhas (Optimalisasi
Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung), Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata bersama dengan Desa Tompobulu Kec. Balocci, Kab. Pangkep
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
46
(Pengembangan Ekowisata di Desa Tompobulu), serta rencana kerjasama
pembangunan strategis dengan Balai Besar Jalan Nasional VI Makassar
(Peningkatan jalan poros Maros-Bone melintasi kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung menjadi jalan nasional). Target kinerja IKK tersebut adalah
ditandatanganinya 5 naskah perjanjian kerjasama oleh kepala Balai TN
Bantimurung Bulusaraung dengan mitra dan/atau 1 rencana pelaksanaan
program/kegiatannya.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Pengembangan Kerjasama Penguatan Fungsi Kawasan
Konservasi, Pengembangan Kerjasama Pembangunan Strategis, Monitoring
dan Evaluasi Perjanjian Kerjasama, dan Koordinasi dan Konsultasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen PKS dan/atau dokumen rencana pelaksanaan program/kegiatan.
4. Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitas pengelolaannya
hingga memperoleh nilai indeks METT minimal 70% pada 1 (satu) unit taman
nasional.
Dalam rangka peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung, perlu dilakukan upaya perlindungan dan
pengamanan kawasan, pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
serta pemanfaatan jasa lingkungan taman nasional secara lestrasi. Upaya-
upaya tersebut sedapat mungkin terus ditingkatkan kinerjanya dari tahun ke
tahun sesuai dengan tujuan pengelolaannya. Untuk mengetahui kinerja
pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung, perlu dilakukan pengukuran kinerja
pengelolaan menggunakan metode Management Effectiveness Tracking Tools
(METT) yang dilakukan diawal dan diakhir renstra ini. Target kinerja IKK
tersebut adalah tercapainya tingkat efektifitas pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung hinga memperoleh nilai indeks METT minimal 70%.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Self Assesment METT, Pemeliharaan Batas Kawasan
Konservasi, Identifikasi Kebutuhan Penelitian pada Kawasan Konservasi,
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Kawasan Konservasi,
Pengembangan Program Pendidikan Konservasi, Koordinasi dan Konsultasi.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
47
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen assesment form METT beserta dokumen bukti pendukung yang layak
verifikasi.
5. Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasi yang tersusun
dan mendapat pengesahan sebanyak 5 (lima) Dokumen Rencana Pengelolaan.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. RPJP terdiri atas
rencana pengelolaan jangka panjang dan jangka pendek. Perubahan kebijakan
pengelolaan akibat adanya rencana revisi zonasi TN Bantimurung Bulusaraung
perlu ditindaklanjuti dengan perubahan rumusan kebijakan melalui review
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Bantimurung Bulusaraung periode
2008-2027. Selain itu, review RPJP dilakukan dalam rangka refocusing
kegiatan dan penyesuaian atas kebijakan pembangunan nasional. Target
kinerja IKK tersebut adalah tersusunnya 1 (satu) dokumen Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang dan Dokumen Rencana Tahunan.
Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan
target tersebut adalah : Pengumpulan data potensi biofisik kawasan dan data
sosial ekonomi masyarakat, Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan
Konservasi, Konsultasi Publik Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi,
Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rencana Pengelolaan, serta Koordinasi
dan Konsultasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen draft RPJP TN Bantimurung Bulusaraung untuk mendapatkan
penilaian dan pengesahan oleh Direktorat Teknis terkait dan dokumen rencana
tahunan.
6. Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya
seluas 50 (lima puluh) Ha.
Pemulihan ekosistem adalah kegiatan pemulihan ekosistem KSA/KPA
termasuk di dalamnya pemulihan terhadap alam hayatinya sehingga terwujud
keseimbangan alam hayati dan ekosistem suatu kawasan yang meliputi
kegiatan penyusunan rencana, pelaksanaan dan pemantauan, penilaian,
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
48
evaluasi, serta pembinaan. Pemulihan ekosistem kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung dilaksanakan melalui kegiatan pengkayaan jenis dan pembinaan
populasi baik dalam bentuk rehabilitasi maupun restorasi kawasan berdasarkan
hasil kajian yang dilakukan.
Dalam kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dijumpai jenis tanaman
eksotik seperti jenis Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.).
Saat ini jenis pohon tersebut telah menginvasi masuk ke dalam kawasan taman
nasional. Kemampuan invasi jenis pohon ini cukup radikal, hal ini dapat dilihat
dari diameter pohon yang sudah ada mencapai 115 cm dalam kurun waktu 35
tahun setelah ditanam serta banyaknya jumlah anakan yang tumbuh secara
alami di bawah tegakan induknya. Fenomena tersebut di atas tentunya dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem alami kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung. Dengan kemampuan invasinya yang radikal, lambat
laun kembang kecrutan dapat mendominasi komunitas tumbuhan asli yang ada
dalam kawasan taman nasional. Oleh karena itu, upaya untuk mengendalikan
laju invasi kembang kecrutan lebih jauh ke dalam kawasan Taman Nasional
tersebut perlu segera upaya pengendalian. Upaya dimaksud tentunya
membutuhkan dukungan data mengenai keberadaan kembang kecrutan di
dalam kawasan taman nasional. Target kinerja IKK tersebut adalah
terpulihkannya kondisi ekosistem kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang
terdegradasi seluas 50 Ha.
Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan
target tersebut adalah : Analisa Spasial Tutupan Vegetasi Kawasan Konservasi,
Kajian Pemulihan Ekosistem, Perencanaan Rehabilitasi Kawasan Konservasi,
Rehabilitasi Kawasan Konservasi, Restorasi Kawasan Konservasi, Koordinasi
dan Konsultasi, Monitoring dan Evaluasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Pernyataan Kepala Balai dilampiri dokumen hasil evaluasi pelaksanaan
pemulihan ekosistem beserta pendukungnya di lapangan.
7. Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yang dibina sebanyak 4
(empat) Desa selama 5 tahun.
Salah satu stakeholder primer dalam pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung adalah masyarakat yang hidup di 45 Desa/Kelurahan di dalam dan
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
49
sekitar kawasan. Stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh
yang beragam (positif dan negatif) yang dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan pengelolaan taman nasional. Tingkat kepentingan dan pengaruh yang
keragaman tersebut perlu diakomodir melalui kegiatan pemberdayaan.
Upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung masih perlu mendapat perhatian yang intensif, baik dari segi
pemerataan bantuan maupun cakupan kegiatannya. Dari 45 desa/kelurahan di
kawasan penyangga taman nasional, baru 3 desa yang menjadi target
pemberdayaan, sehingga upaya pemberdayaan terhadap desa lainnya perlu
dilakukan. Target kinerja IKK tersebut adalah terbinanya 4 desa di kawasan
penyangga taman nasional melalui pemberdayaan masyarakat.
Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan
target tersebut adalah : Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat, Pembentukan
dan Pembinaan Kelembagaan, Pendampingan Pemberdayan Masyarakat,
Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif, Peningkatan
Kapasitas Masyarakat, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan
Kemitraan/ Kolaborasi, Penetapan Daerah Penyangga, dan Monitoring dan
Evaluasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan pembinaan daerah penyangga.
8. Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yang dikelola melalui
kemitraan dengan masyarakat seluas 230 (dua ratus tiga puluh) Ha.
Dalam sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung terdapat zona
tradisional seluas 4.349,77 Ha (4.374,05 Ha dalam rancangan zonasi tahun
2015). Saat ini terdapat aktifitas pemanfaatan tradisional pada Zona Tradisional
TN Bantimurung Bulusaraung antara lain adalah areal hutan kemasyarakatan
(HKm) di Dusun Pattiro Desa Labuaja Kec. Cenrana Kab. Maros. Awalnya,
Program Hutan kemasyarakatan yang dikelola dengan sistem tumpang sari
oleh BPDAS Jeneberang Walanae bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kab. Maros berada di hutan Produksi yang kemudian berubah
fungsi menjadi kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Oleh karena itu,
kolaborasi pengelolaan zona tradisional diharapkan menjadi solusi dari
keberlanjutan pemanfaatan dan pengelolaan areal hutan eks-HKm tersebut
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
50
oleh masyarakat. Zona tradisional lainnya yang menjadi target prioritas
pengelolaan adalah zona tradisional di dusun amarae dan padang loang untuk
mengakomodir aktifitas pengembalaan masyarakat yang telah berjalan sebelum
penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung. Target kinerja IKK tersebut
adalah terkelolanya zona tradisional kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
melalui pola hutan kemitraan seluas 230 Ha di Dusun pattiro.
Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan
target tersebut adalah : Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat, Pembentukan
dan Pembinaan Kelembagaan, Pendampingan Pemberdayan Masyarakat,
Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif, Peningkatan
Kapasitas Masyarakat, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan
Kemitraan/Kolaborasi, Penetapan Daerah Penyangga, Monitoring dan Evaluasi
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen hasil evaluasi pengelolaan hutan kemitraan dengan masyarakat pada
zona tradisional beserta pendukung fisiknya di lapangan.
9. Jumlah pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan
konservasi di 7 (tujuh) Resort Pengelolaan.
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit,
serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan. Untuk memberikan jaminan
keamanan hutan/ kawasan hutan, kegiatan perlindungan dan pengamanan
secara efektif menjadi penting untuk dilaksanakan.
Proses penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung yang tidak clean
and clear menyisakan beberapa permasalahan, antara lain tumpang tindih
penggunaan lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan dan tanaman tertentu di
dalam kawasan. Permasalahan kawasan ini harus segera diselesaikan agar tidak
kontra produktif terhadap upaya-upaya pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung kedepan. Ancaman dan gangguan kawasan lainya adalah masih
adanya temuan kasus pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran
hutan di kawasan taman nasional yang terjadi setiap tahun. Ancaman dan
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
51
gangguan kawasan lainnya adalah kawasan karst yang terlingkup dalam
kawasan TN Bantimurung Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem
dengan kawasan karst maros pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep
(diluar taman nasional) tersebut telah terdapat industri pertambangan untuk
bahan baku industri semen dan industri pertambangan lainnya. Jika tidak
dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan, hal ini berpotensi mengganggu
keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam kawasan taman
nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang akan berdampak pada
hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies
penting ekosistem karst.
Perlindungan dan pengaman kawasan TN Bantimurung Bulusaraung lebih
fokus pada upaya perlindungan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, dan kebakaran. Intensitas dan frekuensi upaya perlindungan dan
pengamanan hutan di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung lebih mengarah
pada kegiatan preemtif, dan preventif (patroli rutin, sosialisasi, koordinasi)
dibandingkan dengan upaya-upaya represif (operasi pengamanan). Guna
menekan gangguan dan ancaman keamanan kawasan taman nasional upaya
pencegahan akan terus dilakukan dan dalam kondisi tertentu dilakukan upaya
penindakan. Target kinerja IKK tersebut adalah terlaksananya upaya
perlindungan dan pengaman hutan secara efektif di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung.
Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan
target tersebut adalah : Patroli Rutin Pengamanan Hutan, Operasi
Pengamanan Hutan, Koordinasi Pengamanan Hutan, Operasi Yustisi, Patroli
Pengendalian Kebakaran Hutan, Deteksi dan Peringatan Dini, Pemadaman
Kebakaran Hutan, Operasional Manggala Agni, Pengembangan Kapasitas
SDM, Koordinasi dan Konsultasi serta Monitoring dan Evaluasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Dokumen hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan
kawasan konservasi beserta pendukung fisiknya.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
52
10. Persentase peningkatan populasi 25 species satwa terancam punah prioritas
sesuai The IUCN Red List of Threatened Species sebesar 10% sesuai baseline
data tahun 2013.
Spesies prioritas didefinisikan sebagai spesies yang dinilai penting untuk
dikonservasi jika dibandingkan dengan spesies-spesies lain. Mengingat bahwa
jumlah spesies Indonesia sedemikian banyaknya dan tidak semua spesies
diperlukan upaya konservasi secara intensif, maka diperlukan pemilihan
spesies berdasarkan prioritas. Penentuan spesies prioritas ini juga akan
membantu dalam memfokuskan kegiatan selanjutnya, mengingat ketersediaan
sumberdaya yang senantiasa terbatas, termasuk sumberdaya manusia, dana
dan sumberdaya lain. Dari 25 spesies yang ditetapkan sebagai spesies prioritas
terancam punah di Indonesia, 2 spesies diantaranya terdapat di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung, yaitu Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura) dan
Tarsius (Tarsius fuscus). Jumlah populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca
maura) pada site monitoring Karaenta (Kelompok b) berdasarkan base line data
tahun 2013 sebanyak 34 Ekor sedangkan Tarsius (Tarsius fuscus) sebanyak 80
Ekor pada site monitoring Sungai Pattunuang. Peningkatan target kinerja IKK
masing-masing spesies tersebut adalah sebesar 10% selama 5 tahun atau 2%
setiap tahunnya berdasarkan baseline data tahun 2013.
Rincian komponen kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan
target tersebut adalah : Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam
dan Satwa Liar, Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar,
Pembinaan Habitat Satwa Liar, Pembinaan Populasi Satwa Liar, Operasional
dan Pemeliharaan Satwa Liar, Koordinasi dan Konsultasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Database populasi species beserta dokumen pendukung dan fisiknya di
lapangan.
11. Jumlah ketersediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman spesies dan
genetik yang valid dan reliable pada 1 (satu) unit taman nasional.
Pengelolaan suatu kawasan memerlukan setidaknya perangkat-perangkat
untuk membuat keputusan manajemen. Ketersediaan data dan informasi yang
valid dan reliable sangat diperlukan dalam melakukan analisis perumusan
kebijakan maupun kebutuhan lainnya. Data dan informasi keanekaragaman
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
53
hayati dan genetik yang terhimpun secara periodik dan terkelola secara
sistematis tersebut dapat memberikan gambaran real pengelolaan taman
nasional. Penyediaan data dan informasi sebaran keanekaragaman hayati
spesies dan genetik tersebut diperuntukkan bagis spesies selain 25 spesies
terancam punah lingkup Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Target kinerja IKK
tersebut adalah tersedianya sistem data base keanekaragaman hayati dan
genetik TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 1 paket data.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Identifikasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Inventarisasi dan
Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Monitoring Populasi
Tumbuhan Alam dan Satwa Liar, Photo Hunting Satwa Liar dan Tumbuhan
Alam, Penyusunan Database Spesies, Desiminasi Data dan Informasi.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Sistem
informasi dan database spesies dan genetik.
12. Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary) spesies
terancam punah yang terbangun sebanyak 1 (satu) unit.
Dalam rangka menjamin upaya pengawetan jenis flora dan fauna selain 2
spesies dari 25 spesies prioritas nasional di TN Bantimurung Bulusaraung,
upaya dan perlakuan khusus terhadap flora fauna yang bernilai penting dan
bernilai ekonomi tinggi juga perlu diupayakan. Upaya tersebut dilakukan
melalui pengembangan sanctuary spesies di taman nasional. Pengelolaan
Sanctuary spesies mengemban tiga fungsi yaitu pusat konservasi satwa
terancam punah, pusat studi satwa endemik dan alternatif ODTWA. Sanctuary
spesies di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung ditujukan bagi spesies kupu-
kupu dengan fungsi utama sebagai pusat satwa endemik dan alternatif
ODTWA. Upaya dan perlakukan khusus lainnya terhadap flora fauna di
kawasan taman nasional adalah pengelolaan demplot bagi tarsius dan angrek
alam. Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya 1 unit santuary sepesies
di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Operasional Pusat Pengembangbiakan dan Suaka Satwa
Liar, Pengembangan Sarana dan Prasarana Pusat Pengembangbiakan dan
Suaka Satwa Liar, Desiminasi Data dan Informasi.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
54
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan
sanctuary species yang terbangun beserta bukti fisiknya di lapangan.
13. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 8.700
orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun.
TN Bantimurung Bulusaraung kaya akan potensi sumber daya alam yang
dapat dikembangkan guna pemanfaatan jasa lingkungan khususnya wisata
alam. Posisi yang strategis dengan aksesibilitas yang sangat baik, mendukung
pengembangan jasa lingkungan wisata alam yang intensif. Tingkat kunjungan
wisatawan mancanegara pada kawasan TN Bantimurung Bulusaraung rata-rata
sebanyak 3.069 orang pertahun dalam lima tahun terakhir. Dalam tiga tahun
terakhir, kunjungan wisatawan mancanegara ke kawasan taman nasional
mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan. Meningkatnya jumlah
kunjungan juga memberikan efek berantai pada peningkatan perekonomian
lokal. Target kinerja IKK tersebut adalah jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 8.700 orang
selama 5 tahun.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam,
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam,
Informasi dan Promosi, Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan
kunjungan wisman, bonggol karcis masuk KK dan arsip SIMAKSI.
14. Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimal sebanyak 2,03 juta
orang wisatawan nusantara selama 5 tahun.
Selain kunjungan wisatawan mancanegara, wisatawan nusantara ke
kawasan TN Bantimurung Bulusaraung juga cukup progresif. Tingkat kunjungan
wisatawan nusantara (baik minat wisata, pendidikan dan penelitian) ke
kawasan TN Bantimurung Bulusaraung rata-rata sebanyak 498.494 pertahun
dalam lima tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, kunjungan wisatawan
nusantara ke kawasan taman nasional mengalami penurunan. Penurunan yang
paling signifikan terjadi pada tahun 2013 sebanyak 239.568 orang
dibandingkan dengan jumlah kunjungan tahun 2012. Banyaknya wahana/
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
55
alternatif wisata baru di kota Makassar dan sekitarnya disinyalir berdampak
pada kunjungan wisatawan ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
khususnya wisatawan nusantara. Penguatan tata kelola wisata alam di
kawasan TN Bantimurung Bulusaraung perlu terus ditingkatkan (Sarana
prasarana, SDM, dan anggaran) sambil dibarengi dengan promosi dan
informasi wisata alam. Target kinerja IKK tersebut adalah jumlah kunjungan
wisatawan nusantara ke kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak
2.030.000 orang selama 5 tahun.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam,
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam,
Informasi dan Promosi, Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan
kunjungan wisman, bonggol karcis masuk KK dan arsip SIMAKSI.
15. Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasan konservasi
bertambah sebanyak 3 (tiga) Unit dari baseline tahun 2013.
Pemanfaatan pariwisata alam di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
telah berkonstribusi pada peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
rata-rata 1,2 Milyar pertahun. Hal tersebut menjadikan TN Bantimurung
Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar di
Indonesia dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi.
Namun demikian, pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam tersebut masih
pada tataran pengutan karcis masuk dan pengutan kegiatan, belum
menerapkan pola IPPA melalui izin usaha penyediaan sarana wisata alam
(IUPSWA) maupun ijin usaha penyediaan jasa wisata alam (IUPJWA). Dalam
rangka peningkatan tata kelola pengusahaan pariwisata alam oleh pihak
penyedia sarana wisata, dan/atau jasa wisata di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung perlu dilakukan penerapan pola perizinan melalui mekanisme
IPPA. Penerapan mekanisme IPPA tersebut diharapkan mampu meningkatkan
layanan dan nilai jual produk wisata TN Bantimurung Bulusaraung. Target
kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya usaha pemanfaatan pariwisata alam
melalui usaha penyediaan sarana wisata alam (IUPSWA) maupun ijin usaha
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
56
penyediaan jasa wisata alam (IUPJWA) di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung sebanyak 2 unit.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alam,
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam,
Informasi dan Promosi, Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IUPSWA/ IUPJWA.
16. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi di kawasan
konservasi bertambah sebanyak 2 (dua) Unit.
Jasa lingkungan kawasan TN Bantimurung Buusaraung lainnya adalah
sumber daya air. Pemanfaatan sumber daya air terdiri pemanfaatan air dan
pemanfaatan energi air. Untuk pemanfaatan air di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung saat ini masih focus pada pemanfaatan air non komersil (IPA)
untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pemanfaatan air untuk keperluan
komersil (IUPA) perlu lebih diintesifkan dalam rangka meningkatkan nilai
keekonomian kawasan. Target kinerja IKK tersebut adalah terkelolanya potensi
sumber daya air melalui izin usaha pemanfaatan air (IPA/IUPA) di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung sebanyak 6 unit.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Inventarisasi Potensi Sumberdaya Air, Valuasi Ekonomi
Sumberdaya Air, Koordinasi Pemanfaatan Sumberdaya Air, Bimbingan Teknis
dan Supervisi IPA dan IUPA, Evaluasi IPA dan IUPA, Pembinaan dan
Koordinasi IPA dan IUPA.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IPA/IUPA.
17. Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untuk keperluan
mini/micro hydro power plant bertambah sebanyak minimal 2 (dua) unit.
Selain Pemanfaatan air, terdapat pula pemanfaatan energi air di kawasan
TN Bantimurung Bulusaraung. Kondisi Pemanfaatan energi air di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung yang saat ini tidak jauh berbeda dengan
pemanfaatan air masih sebatas izin pemanfaatan energi air (IPEA) untuk
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
57
keperluan non komersil, sehingga perlu mendorong upaya pemanfaatan energi
air untuk keperluan komersil (IUPEA). Target kinerja IKK tersebut adalah
terkelolanya potensi sumber daya air melalui izin usaha pemanfaatan air
(IPEA/IUPEA) di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sebanyak 2 unit.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Inventarisasi Potensi Sumberdaya Air, Koordinasi
Pemanfaatan Energi Air, Demplot Micro Hydro Electrical Power Plant,
Bimbingan Teknis dan Supervisi IPEA dan IUPEA.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah
Pertimbangan teknis dan keputusan pemberian IPEA dan IUPEA.
18. Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam (KPA), Kelompok
Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP) yang berstatus aktif
sebanyak 120 (seratus dua puluh) Orang.
Pembinaan generasi muda melalui Kader Konservasi (KK), Kelompok
Pecinta Alam (KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi
diharapkan mampu berperan aktif dalam menumbuh kembangkan dan
menggerakan upaya-upaya konservasi sumber daya alam di tengah-tengah
masyarakat. Sebagai mitra bina cinta alam, pembinaan yang efektif, intensif,
serta optimal oleh Unit Pelaksana Teknis Ditjen KSDAE sangat diperlukan
untuk meningkatkan peran aktif generasi muda.
Tahun 2014, telah terbentuk sebanyak 90 orang Kader Konservasi yang
menjadi binaan Balai TN Bantimurung Bulusaraung. Anggota Kader Konservasi
tersebut berasal dari berbagai kalangan dan jenis profesi antara laian dari KPA
dan Siswa Pecinta Alam (Sispala), guru, penyuluh kehutanan, LSM serta
kelompok masyarakat/tokoh masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan.
Dengan luas kawasan 45.750 Ha dan kondisinya yang open acces (dikelilingi
oleh 45 Desa/Kelurahan) kapasitas dan peran aktif para kader konservasi
sangat diharapkan. Jumlah kader konservasi saat ini masih dianggap kurang
sehingga perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Selain
itu, pembantukan kader-kader baru diperlukan untuk memenuhi target
sebanyak 120 orang yang telah ditetapkan dalam RPJP TN Bantimurung
Bulusaraung periode 2008-2027 dan dalam rangka memenuhi target Renstra
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
58
Ditjen KSDAE periode 2015-2019 sebanyak 6.000 orang kader yang berstatus
aktif.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Pembentukan Kader Konservasi, Kemah Bakti Kader
Konservasi, Pembinaan KK/KPA/ KSM/KP, Pembinaan dan Koordinasi Aktivitas
KK/KPA/KSM/KP, Penilaian KK/KPA/ KSM/KP dalam rangka Wana Lestari.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan
pembentukan dan laporan hasil evaluasi KK/KPA/KSM/KP besert dokumen
pendukungnya.
19. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal 78,00.
SAKIP adalah Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan, dimana
sistem ini merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran
dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem
akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat
dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta kesesuaiannya
dengan ketentuan yang berlaku.
Peningkatan nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDAE sebesar 78,00 point
pada tahun 2019 merupakan gabungan nilai SAKIP dari seluruh UPT di
bawahnya melalui penilaian LAKIP. LAKIP merupakan produk akhir SAKIP
yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas
pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai APBN melalui DIPA termasuk
Balai TN Bantimurung Bulusaraung.
Rincian kegiatan yang perlu dilaksanakan untuk merealisasikan target
tersebut adalah : Penyusunan Program dan Anggaran, Pelaksanaan Evaluasi
dan Pelaporan, Pengelolaan Data dan Informasi, Kerjasama dan Kemitraan,
Administrasi Kepegawaian, Administrasi Keuangan, Ketatausahaan dan Umum,
Administrasi Perlengkapan, Peningkatan Kapasitas SDM, Pengembangan
Sarana dan Prasarana.
Dokumen verifikasi atas capaian terget kinerja IKK tersebut adalah Laporan
Kinerja.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
5959
BBaabb IIVVTTTaaarrrgggeeettt KKKiiinnneeerrrjjjaaa
dddaaannn KKKeeerrraaannngggkkkaaa PPPeeennndddaaannnaaaaaannn
A. Target KinerjaTarget Kinerja serta Indiaktor kinerja kegiatan yang menjadi ukuran
keberhasilan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dalam mendukung
Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem Direktorat Jenderal
KSDAE lima tahun ke depan diuraikan Pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. IKK dan Target Kinerja Kegiatan Pengelolaan Taman Nasional pada Balai
TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019
No Indikator Kinerja KegiatanTarget Kinerja Kegiatan
2015 2016 2017 2018 2019
1. Jumlah dokumen perencanaan penataankawasan konservasi yang tersusun danmendapat pengesahan sebanyak 1 DokumenZonasi
1 - - - -
2. Jumlah paket data dan informasi kawasankonservasi yang valid dan reliable pada 1 unittaman nasional
1 1 1 1 1
3. Jumlah kerjasama pembangunan strategisdan kerjasama penguatan fungsi padakawasan konservasi sebanyak 5 PKS
1 2 3 4 5
4. Jumlah kawasan konservasi yangditingkatkan efektivitas pengelolaannyahingga memperoleh nilai indeks METTminimal 70% pada 1 unit taman nasional
1 1 1 1 1
5. Jumlah dokumen perencanaan pengelolaankawasan konservasi yang tersusun danmendapat pengesahan sebanyak 6 DokumenRencana Pengelolaan
2 1 1 1 1
6. Luas kawasan konservasi terdegradasi yangdipulihkan kondisi ekosistemnya seluas 50 Ha
- - 50 50 50
7. Jumlah desa di daerah penyangga kawasankonservasi yang dibina sebanyak 4 Desaselama 5 tahun
1 2 3 4 4
8. Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zonatradisional yang dikelola melalui kemitraandengan masyarakat seluas 230 Ha
230 230 230 230 230
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
6060
No Indikator Kinerja KegiatanTarget Kinerja Kegiatan
2015 2016 2017 2018 2019
9. Jumlah pelaksanaan kegiatan pengamanandan penindakan terhadap gangguan danancaman bidang kehutanan di 7 ResortPengelolaan
1 1 1 1 1
10. Persentase peningkatan populasi 25 jenissatwa terancam punah prioritas sesuai TheIUCN Red List of Threatened Speciessebesar 10% sesuai baseline data tahun 2013
2 4 6 8 10
11. Jumlah ketersediaan data dan informasisebaran keanekaragaman spesies dangenetik yang valid dan reliable pada 1 unittaman nasional
1 1 1 1 1
12. Jumlah pusat pengembangbiakan dan suakasatwa (sanctuary) spesies terancam punahyang terbangun sebanyak 1 unit.
- 1 1 1 1
13. Jumlah kunjungan wisata ke kawasankonservasi minimal sebanyak 8.700 orangwisatawan mancanegara selama 5 tahun
1.500 1.620 1.740 1.860 1.980
14. Jumlah kunjungan wisata ke kawasankonservasi minimal sebanyak 2,03 juta orangwisatawan nusantara selama 5 tahun
350.000 378.000 406.000 434.000 462.000
15. Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisataalam di kawasan konservasi bertambahsebanyak 3 Unit dari baseline 2013
- 1 2 3 3
16. Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yangberoperasi di kawasan konservasi bertambahsebanyak 2 Unit
- 1 2 2 2
17. Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasankonservasi untuk keperluan mini/micro hydropower plant bertambah sebanyak minimal 2unit
- 1 2 2 2
18. Jumlah Kader Konservasi (KK), KelompokPecinta Alam (KPA), Kelompok SwadayaMasyarakat/ Kelompok Profesi (KSM/KP)yang berstatus aktif sebanyak 6.000 Orang
90 120 120 120 120
19. Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA danEkosistem minimal 78,00
77,00 77,25 77,50 77,75 78,00
Strategi pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan tersebut di atas, dilakukan
melalui beberapa tahapan (komponen) kegiatan yang merupakan proses dalam
pencapaian indikator kinerja kegiatan. Komponen kegiatan tersebut diuraikan dalam
Matriks Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019
terlampir.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
6161
B. Kerangka Pendanaan
Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan TN
Bantimurung Bulusaraung dalam tahun 2015-2019 adalah sebesar Rp.
41.650.000.000,-. (Emapt Puluh Satu Milyar Enam Ratus Lima Puluh Juta Rupiah).
Besaran pendanaan tersebut hanya sebatas untuk kebutuhan pembiayaan
pencapaian target IKK. Adapun kebutuhan belanja aparatur (layanan dan
operasional perkantoran) selama tahun 2015-2019 diproyeksikan sebesar Rp.
52.617.000.000,-. (Lima Puluh Dua Milyar Enam Ratus Tujuh Belas Juta Rupiah).
Dengan demikian, total kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan
TN Bantimurung Bulusaraung dalam tahun 2015-2019 adalah sebesar Rp.
94.267.000.000,-. (Sembilan Puluh Empat Milyar Dua Ratus Enam Puluh Tujuh Juta
Rupiah). Apabila target pendanaan tahunan tidak dapat dipenuhi, maka target
capaian kinerja serta target pendanaannya akan dialihkan menjadi target tahun
berikutnya. Rincian kebutuhan pembiayaan tersebut setiap tahunnya secara indikatif
adalah sebagaimana tabel 8 berikut.
Tabel 8. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung (dalam ribuan rupiah)
TahunJenis Kebutuhan Pendanaan
JumlahBelanja Kinerja Belanja Gaji OperasionalPerkantoran
2015 6.607.000,- 8.500.000,- 500.000,- 15.600.000,-2016 7.000.000,- 9.080.000,- 550.000,- 16.630.000,-2017 8.550.000,- 9.800.000,- 600.000,- 18.950.000,-2018 9.250.000,- 10.582.000,- 650.000,- 20.482.000,-2019 10.250.000,- 11.605.000,- 750.000,- 22.605.000,-
Jumlah 41.650.000,- 49.567.000,- 3.050.000,- 94.267.000,-
Asumsi besaran pendanaan tersebut berdasarkan kebijakan penganggaraan
jangka menengah pemerintah salama ini maksimal 10% serta berdasarkan trend
peningkatan anggaran pengelolaan lima tahun terakhir.
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
6262
BBaabb VVPPPeeennnuuutttuuuppp
Konservasi sumberdaya alam
hayati adalah upaya pengelolaan
sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, yang meliputi aspek
perlindungan, pengawetan, dan
pemanfaatan kekayaan sumberdaya
alam hayati, yang dilakukan secara
lestari dan bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya,
dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya. Upaya
tersebut dimaksudkan untuk tetap
mempertahankan atau melestarikan
sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya sehingga secara terus-
menerus dapat memberikan
manfaatnya dalam mendukung
kehidupan umat manusia.
Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah organisasi pelaksana teknis
setingkat Eselon IIIB pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang
berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal
Konservasi Alam Konservasi Sumber Daya Alam dan Eksosistem (KSDAE).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1
Pebruari 2007, Balai TN Bantimurung Bulusaraung bertugas melakukan
penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan
pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-
undangan,. Sasaran akhir yang ingin dicapai adalah agar kekayaan
keanekaragaman hayati dapat berfungsi dalam mendukung upaya peningkatan
RENCANA STRATEGISBALAI TAMAN NASIONAL
BANTIMURUNG BULUSARAUNGTAHUN 2015-2019
Horizon Perencanaan:Renstra adalah dokumen perencanaan untuk jangka
waktu menengah (5 tahun) dan bersifat indikatif
Muatan:Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung
menjabarkan strategi pencapaian sasaran kegiatanpengelolaan taman nasional
Acuan:Renstra Direktorat Jenderal KSDAE disusun denganmengacu pada Renstra Ditjen KSDAE Tahun 2015-
2019
Menjadi Acuan:Renstra Balai TN Bantimurung Bulusaraung menjadiacuan penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan unit
kerja di Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Jabaran Renstra:Pelaksanaan target-target kinerja dalam Renstra BalaiTN Bantimurung Bulusaraung selanjutnya dijabarkan
dalam rencana kerja tahunan (Renja) serta rencanakerja dan anggaran (RKA)
Rencana StrategisBalai TN Bantimurung Bulusaraung (2015 – 2019)
6363
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, berasaskan keserasian dan
keseimbangan.
Dengan demikian maka tujuan yang ingin dicapai oleh Balai TN Bantimurung
Bulusaraung adalah menjamin keutuhan ekosistem karst Maros-Pangkep dengan
segala potensi di dalamnya (hayati dan non hayati) sehingga berkontribusi positif
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memegang prinsip-
prinsip kelestarian eskosistemnya.
Rencana Strategis Balai TN Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015-2019
disusun sebagai pedoman dan acuan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan
TN Bantimurung Bulusaraung. Rencana Strategis Balai TN Bantimurung
Bulusaraung ini diharapkan dapat menuntun seluruh aparat di lingkungan Balai TN
Bantimurung Bulusaraung untuk berupaya mencapai tujuan dan sasaran secara
efektif dan efisien, serta pencapaian multi manfaat sumberdaya alam hayati dan
ekosistem taman nasional.
Untuk diketahui bersama bahwa tantangan terberat dalam upaya konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah mempertahankan keberadaan
keanekaragaman hayati agar tidak punah, namun sekaligus dapat memberikan
manfaatnya untuk kepentingan ekonomi, sosial dan ekologi, dalam mendukung
pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia. Tantangan tersebut
harus dijawab oleh seluruh aparat di lingkungan Balai TN Bantimurung Bulusaraung
beserta mitra kerjanya dengan memberikan segala daya dan upayanya semaksimal
mungkin, dalam rangka mendukung pencapaian cita-cita luhur Bangsa Indonesia.
Lampiran 1 :MATRIKS RENCANA STRATEGIS BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG
TAHUN 2015-2019
Program : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan EkosistemKegiatan : Pengelolaan Taman NasionalSasaran : Terjaminnya Efektifitas Pengelolaan Taman Nasional
No Indikator Kinerja Kegiatan/ Komponen KegiatanTarget Kinerja
Verifier2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Jumlah dokumen perencanaan penataan kawasan konservasiyang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 1 DokumenZonasi :
1Dokumen
- - - - Dokumen rancangan penataan zonasiyang telah disampaikan ke Dit. PIKAuntuk mendapat penilaian danpengesahana. Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan
b. Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakatc. Penyusunan Rancangan Zonasid. Konsultasi Publik Rancangan Zonasie. Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rancangan Zonasif. Penataan Batas Zonasig. Koordinasi dan Konsultasi
2 Jumlah paket data dan informasi kawasan konservasi yang validdan reliable pada 1 unit taman nasional :
1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket Dokumen hasil inventarisasi dandokumen sumber lainnya serta sisteminformasi/ database kawasan konservasia. Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan
b. Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakatc. Pengembangan Database Spatial dan Non Spatiald. Pengelolaan Data dan Informasie. Desiminasi Data dan Informasif. Koordinasi dan Konsultasi
3 Jumlah kerjasama pembangunan strategis dan kerjasamapenguatan fungsi pada kawasan konservasi sebanyak 5 PKS :
1 PKS 2 PKS 3 PKS 4 PKS 5 PKS Dokumen PKS dan hasil monitoring danevaluasi pelaksanaan kerjasama
a. Pengembangan Kerjasama Penguatan Fungsi KawasanKonservasi
b. Pengembangan Kerjasama Pembangunan Strategisc. Monitoring dan Evaluasi Perjanjian Kerjasamad. Koordinasi dan Konsultasi
4 Jumlah kawasan konservasi yang ditingkatkan efektivitaspengelolaannya hingga memperoleh nilai indeks METTminimal 70% pada 1 unit taman nasional :
1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit Dokumen assesment form METT besertadokumen bukti pendukung yang layakverifikasi
a. Self Assesment METTb. Pemeliharaan Batas Kawasan Konservasic. Identifikasi Kebutuhan Penelitian pada Kawasan Konservasid. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Kawasan
Konservasie. Pengembangan Program Pendidikan Konservasif. Pemberdayaan Masyarakat Tradisionalg. Koordinasi dan Konsultasi
5 Jumlah dokumen perencanaan pengelolaan kawasan konservasiyang tersusun dan mendapat pengesahan sebanyak 5 DokumenRencana Pengelolaan :
1Dokumen
1Dokumen
1Dokumen
1Dokumen
1Dokumen
Dokumen draft RP yang telahdisampaikan ke Dit. KK untuk mendapatpenilaian dan pengesahan serta RencanaTahunana. Inventarisasi Potensi Biofisik Kawasan
b. Inventarisasi Potensi Sosial dan Ekonomi Masyarakatc. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasid. Konsultasi Publik Rencana Pengelolaan Kawasan
Konservasie. Koordinasi Penilaian dan Pengesahan Rencana Pengelolaanf. Koordinasi dan Konsultasi
6 Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisiekosistemnya seluas 50 Ha :
- - 50 Ha 50 Ha 50 Ha Dokumen hasil evaluasi pelaksanaanpemulihan ekosistem besertapendukungnya di lapangana. Analisa Spasial Tutupan Vegetasi Kawasan Konservasi
b. Kajian Pemulihan Ekosistemc. Perencanaan Rehabilitasi Kawasan Konservasid. Rehabilitasi Kawasan Konservasie. Restorasi Kawasan Konservasif. Koordinasi dan Konsultasig. Monitoring dan Evaluasi
7 Jumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi yangdibina sebanyak 4 Desa selama 5 tahun :
1 Desa 2 Desa 3 Desa 4 Desa 4 Desa Dokumen hasil evaluasi pelaksanaanpembinaan daerah penyangga
a. Prakondisi Pemberdayaan Masyarakatb. Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaanc. Pendampingan Pemberdayan Masyarakatd. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktife. Peningkatan Kapasitas Masyarakatf. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakatg. Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi
h. Penetapan Daerah Penyanggai. Monitoring dan Evaluasi
8 Luas Kawasan Hutan Konservasi pada zona tradisional yangdikelola melalui kemitraan dengan masyarakat seluas 230 Ha :
- 230 Ha 230 Ha 230 Ha 230 Ha Dokumen hasil evaluasi pengelolaanhutan kemitraan beserta pendukungfisiknya di lapangana. Prakondisi Zona Tradisional
b. Sosialisasi Pengembangan Pemanfaatan Zona Tradisionalc. Pengembangan Kemitraan/Kolaborasid. Peningkatan Kapasitas Masyarakate. Koordinasi dan Konsultasif. Monitoring dan Evaluasi
9 Jumlah pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanankawasan konservasi di 7 Resort Pengelolaan :
7 Resort 7 Resort 7 Resort 7 Resort 7 Resort Dokumen hasil evaluasi pelaksanaankegiatan perlindungan dan pengamanankawasan konservasi beserta pendukungfisiknya
a. Patroli Pengamanan Hutanb. Operasi Pengamanan Hutanc. Koordinasi Pengamanan Hutand. Operasi Yustisie. Patroli Pengendalian Kebakaran Hutanf. Deteksi dan Peringatan Dinig. Pemadaman Kebakaran Hutanh. Kampanye Pengendalian Kebakaran Hutani. Operasional Manggala Agnij. Pengembangan Kapasitas SDMk. Koordinasi dan Konsultasi
10 Persentase peningkatan populasi 25 species satwa terancampunah prioritas sesuai The IUCN Red List of ThreatenedSpecies sebesar 10% sesuai baseline data tahun 2013 :
2% 4% 6% 8% 10% Database populasi species besertadokumen pendukung dan fisiknya dilapangan
a. Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam danSatwa Liar
b. Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liarc. Pembinaan Habitat Satwa Liard. Pembinaan Populasi Satwa Liare. Operasional dan Pemeliharaan Satwa Liarf. Koordinasi dan Konsultasi
11 Jumlah ketersediaan data dan informasi sebarankeanekaragaman spesies dan genetik yang valid dan reliablepada 1 unit taman nasional :
1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket 1 Paket Sistem informasi dan database spesiesdan genetik
a. Identifikasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liarb. Inventarisasi dan Pemetaan Sebaran Tumbuhan Alam dan
Satwa Liar
c. Monitoring Populasi Tumbuhan Alam dan Satwa Liard. Photo Hunting Satwa Liar dan Tumbuhan Alame. Penyusunan Database Spesiesf. Desiminasi Data dan Informasi
12 Jumlah pusat pengembangbiakan dan suaka satwa (sanctuary)spesies terancam punah yang terbangun sebanyak 1 unit :
- 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit Laporan sanctuary species yangterbangun beserta bukti fisiknya dilapangana. Operasional dan Pemeliharaan Satwa Liar
b. Operasional Pusat Pengembangbiakan dan Suaka Satwa Liarc. Rehabilitasi dan Pelepasliaran Satwad. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pusat
Pengembangbiakan dan Suaka Satwa Liare. Desiminasi Data dan Informasi
13 Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimalsebanyak 8.700 orang wisatawan mancanegara selama 5 tahun :
1.500Orang
1.620Orang
1.740Orang
1.860Orang
1.980Orang
Laporan kunjungan wisman, bonggolkarcis masuk KK dan arsip SIMAKSI
a. Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alamb. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan
Pariwisata Alamc. Informasi dan Promosid. Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam
14 Jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi minimalsebanyak 2,03 juta orang wisatawan nusantara selama 5 tahun :
350.000Orang
378.000Orang
406.000Orang
434.000Orang
462.000Orang
Laporan kunjungan wisnus, bonggolkarcis masuk KK dan arsip SIMAKSI
a. Analisis Kebutuhan Pengembangan Pariwisata Alamb. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pengusahaan
Pariwisata Alamc. Informasi dan Promosid. Operasional Pengelolaan Obyek Wisata Alam
15 Jumlah unit usaha pemanfaatan pariwisata alam di kawasankonservasi bertambah sebanyak 3 Unit dari baseline tahun 2013:
- 1 Unit 2 Unit 3 Unit 3 Unit Pertimbangan teknis dan keputusanpemberian IUPSWA/IUPJWA
a. Penyusunan Desain Tapakb. Informasi dan Promosi Potensi Obyek Wisata Alamc. Bimbingan Teknis dan Supervisi IUPSWA dan IUPJWAd. Evaluasi IUPSWA dan IUPJWA
16 Jumlah pemanfaatan jasa lingkungan air yang beroperasi dikawasan konservasi bertambah sebanyak 2 Unit :
- 1 Unit 2 Unit 2 Unit 2 Unit Pertimbangan teknis dan keputusanpemberian IPA dan IUPA
a. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Airb. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Airc. Koordinasi Pemanfaatan Sumberdaya Aird. Bimbingan Teknis dan Supervisi IPA dan IUPAe. Evaluasi, Pembinaan dan Koordinasi IPA dan IUPA
17 Jumlah pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi untukkeperluan mini/micro hydro power plant bertambah sebanyakminimal 2 unit :
- 1 Unit 2 Unit 2 Unit 2 Unit Pertimbangan teknis dan keputusanpemberian IPEA dan IUPEA
a. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Airb. Koordinasi Pemanfaatan Energi Airc. Bimbingan Teknis dan Supervisi IPA dan IUPAd. Evaluasi, Pembinaan dan Koordinasi IPEA dan IUPEA
18 Jumlah Kader Konservasi (KK), Kelompok Pecinta Alam(KPA), Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kelompok Profesi(KSM/KP) yang berstatus aktif sebanyak 6.000 Orang :
90 Orang 120 Orang 120 Orang 120 Orang 120 Orang Laporan pembentukan dan laporan hasilevaluasi KK/KPA/KSM/KP besertdokumen pendukungnya
a. Pembentukan Kader Konservasib. Kemah Bakti Kader Konservasic. Pembinaan KK/KPA/KSM/KPd. Pembinaan dan Koordinasi Aktivitas KK/KPA/KSM/KPe. Penilaian KK/KPA/KSM/KP dalam rangka Wana Lestari
19 Nilai SAKIP Direktorat Jenderal KSDA dan Ekosistem minimal78,00 Poin :
77,00 Poin 77,25 Poin 77,50 Poin 77,75 Poin 78,00 Poin Hasil Evaluasi Laporan Kinerja
a. Penyusunan Program dan Anggaranb. Evaluasi dan Pelaporanc. Data dan Informasid. Kerjasama dan Kemitraane. Administrasi Kepegawaianf. Administrasi Keuangang. Ketatausahaan dan Umumh. Administrasi Perlengkapani. Peningkatan Kapasitas SDMj. Pengembangan Sarana dan Prasarana