Anda di halaman 1dari 414

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Kata Pengantar
Pada tanggal 29 April - 1 Mei 1998, Kota Pontianak menjadi tempat dilaksanakannya Lokakarya Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) yang dimaksudkan untuk mencari rencana pengelolaan (Management Plan) yang tepat sebagai model keterpaduan antara konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan khususnya di Kalimantan Barat sekaligus mengupayakan manfaat "Konservasi Lintas Batas Antara Taman Nasional Bentuang Karimun dan Suaka Alam Lanjak Entimau" bagi kedamai-sejahteraan bangsa Indonesia dan Malaysia. Dalam rangka mengkomunikasikan dan mendokumentasikan hasil lokakarya tersebut, maka diterbitkanlah prosiding ini. Prosiding ini juga dimaksudkan sebagai dokumen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari rencana pengelolaan taman nasional Bentuang Karimun 2000 2024. Prosiding memuat delapan belas makalah yang meliputi bidang ekologi, biologi, etnobotani, antropologi, sosial, ekonomi, ekowisata, perencanaan wilayah dan kebijakan di bidang kehutanan, pembagunan regional, dan pariwisata. Makalah-makalah tersebut telah disempurnakan setelah mendapat tanggapan, masukan dan saran dari para pembahas yang terdiri atas para pakar yang melakukan penelitiannya di kawasan TNBK yang berasal dari berbagai lembaga penelitian, universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan pejabat instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan kawasan konservasi, wakil masyarakat sekitar TNBK, serta peserta lokakarya lainnya. Seperti diketahui, TNBK mempunyai konteks internasional. Gabungan antara TNBK dan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary (LEWS) di Sarawak, Malaysia menjadi Lanjak Entimau/Bentuang Karimun Biodiversity Conservation Area yang merupakan kawasan konservasi lintas batas (transfrontier) pertama di Asia. Pada kesempatan ini disanpaikan penghargaan setingi-tingginya kepada pembahas dan lokakarya ini terselengara atas kerjasama dan bantuan banyak pihak terutama Pemda dan BAPPEDA Tk. I serta Kanwil Kehutanan Kalbar, PHPA, WWF Indonesia, dan International Tropical Timber Organization (ITTO). ITTO telah menghibahkan Proyek PD 26/93 Phase I Development of Bentuang Karimun Nature Reserve as a National Park dan kami ingin penyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Datuk Dr. BCY Freezailah, Director Executive dan Bapak Dr. Efransyah, Project Manager Forest Management and Rehabilitation ITTO Yokohama sehingga prosiding ini dapat diterbitkan.

ii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Semoga kumpulan makalah dan kesimpulan diskusi ini dapat merangsang pengkajian kita mengenai upaya mengintegrasikan konservasi dan pembangunan di Kalimantan Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Selain itu, mudah-mudahan dokumen ini bisa juga menjadi acuan dan informasi yang berarti bagi pembangunan dan pengembangan Taman Nasional Bentuang Karimun dan konservasi lintas batas dengan Suaka Alam Lanjak Entimau beserta Taman Nasional Batang Ai di Sarawak Malaysia di masa datang.

Penyunting

Herwasono Soedjito

iii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Daftar Isi
hal.
Kata Pengantar ............................................................................. Daftar Isi ........................................................................................ Latar Belakang ............................................................................. Laporan Ketua Panitia Pelaksana .................................................. Sambutan Pengarahan Ditektur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam ............................................................ Sambutan Koordinator Ekspedisi IBBE 1997 ............................... Sambutan Direktur Eksekutif ITTO ........................................... Sambutan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat Makalah-makalah Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional : Potensi dan Tantangan Bagi Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat (Herwasono Soedjito) .................................... Tantangan, Kendala dan Peluang dalam Mengelola Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (Hings A. Karim) ........ ii iv vi xv 1 9 11 15

19 48

Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun Bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Jacobus F. Layang) .................................... Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Dalam Kaitan Pengelolaan dan Pembangunan Regional Kalimantan Barat (Rusnawir Hamid) .......................................... Potensi dan Kendala Pembangunan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun Khususnya Daerah Perbatasan Kalimantan Barat (Syamsuni Arman) ........................................... Pemetaan Partisipatif Kawasan Sumber Daya Alam Masyarakat Dayak Punan di Sekitar dan Kawasan TNBK Kalimantan Barat (Kristianus Atok) ........................................... Profil Kelompok-kelompok Dayak dan Pengembangan Partisipasi di Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat (Mering Ngo) ............................................................................. Jaringan Perdagangan Gaharu dan Sarang Burung, Pemasukan Daerah dan Kaitannya Dengan Keberadaan TNBK, Kalimantan Barat (Izefri Caniago) ...............................................

61

67

89

107

124

150

iv

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun Pengetahuan Tradisional dan Etnoekologi Masyarakat Dayak di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat (Supardiyono dan Herwasono Soedjito)

............

172 202 222 228

Pengetahuan Obat Tradisional dan Pencarian Obat Moderen di Taman Nasional Bentuang Karimun (Triadi Basuki) .................... Kebijakan dan Program Pariwisata di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Abdulkadir W.) .. Strategi Pengembangan Ekotourisme Taman Nasional Bentuang Karimun (Taufik Rahzen dan Herwasono Soedjito) . Pemetaan Bentang Lahan Taman Nasional Bentuang Karimun Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat (Edi T. Haryanto dan Prihadi Santoso) .. Keanekaragaman Botani & Ekosistem Hutan di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Tukirin Partomihardjo et. al.) ..................................................... Ikhtiofauna dan Pengembangan Perikanan di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Ike Rachmatika & Haryono) ......... Keanekaragaman Mamalia di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Kunkun J. Gurmaya et. al.) ............................ Keanekaragaman Burung di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Wahyu R. dan H. Prayogo) . Keanekaragaman Herpetofauna di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Joko T. Iskandar et. al.) . Peluang Keterkaitan Riset Jangka Panjang Antara Universitas dan Pengembangan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat (Mahmud Akil) ................................................. Rumusan Hasil Lokakarya .................................................

249

261

282 320 339 358

365 381

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Lokakarya
Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat
Tanggal 29 - 30 April dan 1 Mei 1998 Pontianak, Kalimantan Barat

Latar Belakang
Pelestarian dan kelestarian alam Indonesia adalah merupakan aset dan modal dasar bagi pembangunan bangsa. Kini makin disadari bahwa upaya pelestarian alam bukanlah hanya demi kelestarian alam itu sendiri, namun hakekatnya adalah untuk kelangsungan pembangunan bangsa dan kesejahteraan manusia. Manusia adalah bagian integral dari ekosistem alam itu sendiri. Oleh karena itu, kekayaan keanekaragaman alam dan budaya bangsa Indonesia perlu dibudidayakan untuk upaya memacu pembangunan bangsa. Banyak budaya tradisional yang arif serta sejalan dengan ide pelestarian alam sehingga bisa dimanfaatkan bagi pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu kawasan yang kaya akan sumber daya hayati dan budaya adalah kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun yang terletak di perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak. Bersama Suaka Alam Lanjak Entimau di Sarawak, Taman Nasional Bentuang Karimun adalah merupakan sebuah Kawasan Konservasi Lintas Batas (transfrontier reserve) pertama di Asia yang peluncurannya sebenarnya telah dilaksanakan di tahun 1995. Kawasan ini sangat ideal untuk studi dan mengkaji konsep program integrasi antara konservasi dan pembangunan (ICDP: Integrated Conservation and Development Program). Berbagai instansi pemerintah tentunya mempunyai program untuk pengembangan kawasan ini dan tentu telah pula melaksanakan kegiatannya. Pengalaman langsung berbagai instansi dan lembaga di kawasan ini sangat bermanfaat untuk dikomunikasikan, didiskusikan, dan disinergikan agar kemajuan Propinsi Kalimantan Barat makin meningkat. Lokakarya ini ditujukan untuk mencari rencana pengelolaan (management plan) yang tepat sebagai model keterpaduan antara konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan khususnya di Kalimantan Barat sekaligus mengupayakan manfaat "Konservasi Lintas Batas Antara Taman Nasional Bentuang Karimun dan Suaka Alam Lanjak Entimau" bagi kedamai-sejahteraan bangsa Indonesia dan Malaysia.

vi

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Tujuan
1. Menunjang program pemerintah dalam bidang pelestarian alam berkaitan dengan pembuatan program rencana pengelolaan pelestarian jangka panjang (management plan) bagi Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun di Kalimantan Barat. 2. Menginventarisasi kekayaan budaya dan alam propinsi Kalimantan Barat, khususnya sekitar Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun. 3. Menyemaikan prinsip kerjasama dan koordinasi antar instansi dan lembaga agar konsep pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan di lapangan. 4. Meningkatkan wawasan sumber daya manusia terhadap persoalan keterpaduan antara pelestarian alam dan pembangunan. 5. Mengkaji, mencari dan mengaktualisasikan manfaat Konservasi Lintas Batas bagi kemajuan dan kedamai-sejahteraan bangsa Indonesia maupun Malaysia.

Penyelenggara
Panitia lokakarya adalah kerjasama antara WWF Indonesia/Proyek Taman Nasional Bentuang Karimun, UPT Taman Nasional Bentuang Karimun, Kanwil Kehutanan/Sub BKSDA Kalimantan Barat, Direktorat Bina Program PHPA, dan PEMDA Tk. I Kalimantan Barat. Lokakarya ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam Proyek PD 26/93 Rev. 1 (F): "Development of Bentuang Karimun Nature Reserve as a National Park, Phase I" yang merupakan hibah dari The International Tropical Timber Organization (ITTO) yang implementasinya dikerjakan oleh WWF Indonesia Programme dibawah pengarahan Departemen Kehutanan (PHPA).

Peserta
Peserta diharapkan dari berbagai lembaga pemerintah terkait, universitas dan lembaga swadaya masyarakat yang bekerja atau berminat terhadap pengembangan kawasan sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Prioritas utama adalah undangan yang akan membawakan makalah yang terkait dengan kawasan konservasi Taman Nasional Bentuang Karimun.

Panitia

vii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun Ketua Wakil Ketua Sekretariat : Dr. Herwasono Soedjito MSc. - WWF/TNBK : Drs. Nasran Effendy - Asisten III Sekwilda Tk. I, Kalbar. : Ir. Soeparno Soehadi MSc. - Kepala Biro BLH Tk. I, Kalbar. Drs. Darwin Muhammad - Pjw. Kepala Biro Umum Tk. I Kalbar., Drs. Surisno Djafar - Kelapa Pengolahan Data Elektronik Tk. I, Kalbar. Hari Prayogo S.Si - WWF/TNBK Beati Kamu - WWF/TNBK : Lusia Dewi - WWF/TNBK Y.F. Widiyanti - WWF/TNBK : Ir. Syahirsyah - WWF/TNBK Ir. Yuliana Sulianti - WWF/TNBK : Ir. Albertus - WWF/TNBK Stefanus S. Sos - WWF/TNBK Drs. Darmawan Liswanto - WWF/TNBK : Risdianto - WWF/TNBK : Theresia Masyono S. Sos. - WWF/TNBK Dara J. Aliyah - WWF/TNBK : Drs. Mering Ngo - WWF/TNBK

Bendahara Persidangan Perlengkapan Akomodasi Konsumsi Humas

Sekretariat
Proyek Taman Nasional Bentuang Karimun Jl. Budi Karya No. 7 Kompleks BPD - Waduk Permai Pontianak, 78122, Kalimantan Barat Tel. (0561) 63032; Fax. (0561) 63032 WWF Indonesia, Kantor Taman A9, Unit A-1 Jl. Mega Kuningan Lot 8.9/A9 Kawasan Mega Kuningan Jakarta 12950 Tel. (021) 5761070; Fax. (021) 5761080

JADUAL ACARA LOKAKARYA RENCANA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BENTUANG KARIMUN HARI PERTAMA: Rabu, 29 April 1998. 07.30 - 08.00 : Pendaftaran peserta (tempat Balai Petitih/Kantor Gubernur).

Sesi Pertama : Acara Pembukaan Lokakarya dan Peluncuran Laporan IBBE 1997. 08.00 - 08.05 08.05 - 08.15 : Pembukaan oleh Pembawa Acara. : Laporan Ketua Panitia Pelaksana.

viii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

08.15 - 08.45

: Sambutan oleh Bapak Ir. R. Soemarsono, Direktur Jenderal Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam (PHPA), Departemen Kehutanan dan Perkebunan. : Sambutan oleh Bapak James D. Mamit, ITTO Project Coordinator/Controller of Environmental Quality Sarawak, Malaysia. : Laporan Bapak M. Kuswanda, Koordinator Ekspedisi IBBE 1997. : Sambutan oleh Datuk Eksekutif ITTO. Dr. B.C.Y. Freezaillah, Direktur

08.45 - 09.00

09.00 - 09.15 09.15 - 09.30 09.30 - 10.00

: Penyerahan buku laporan dan video dari Datuk Dr. Freezailah ke Bapak H. Aspar Aswin, Gubernur Kalimantan Barat sebagai tuan rumah. Dilanjutkan penyerahan laporan dari Gubernur Kalbar ke wakil pemerintah (Bupati Kapuas Hulu, Unit TNBK, LEWS), peneliti (LIPI, FRC Sarawak), universitas (UNTAN), LSM (Pancur Kasih), dan pers (Harian Akcaya).

ix

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

10.00 - 10.30

: Sambutan oleh Bapak H. Aspar Aswin Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Barat, sekaligus membuka acara lokakarya dan peluncuran ini secara resmi.

10.30 - 11.00 : Rehat kopi dan meninjau pameran hasil IBBE 1997 dan TNBK. 11.00 - 11.30 11.30 - 12.30 12.30 - 14.00 Sesi Kedua 14.00 - 15.00 : Pemutaran slide rekaman IBBE 1997. : Konperensi pers. : Istirahat makan siang (tempat Hotel Kapuas Palace). : Moderator Ir. Kus Saparjadi - Direktur BKPA, PHPA (tempat Hotel Kapuas Palace). : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Dr. Herwasono Soedjito M.Sc., Pimpinan Proyek TNBK. Judul makalah: Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Potensi dan Tantangan Bagi Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. : Rehat kopi : Moderator Ir. Soerparno Soehadi M.Sc. - Kepala Biro BLH Tk. I, Kalimantan Barat. : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Ir. Hings A. Karim, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan, Kalimantan Barat. Judul makalah: Tantangan, Kendala, dan Peluang Dalam Mengelola Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun. : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Jacobus Frans Layang BA, SH, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kapuas Hulu. Judul makalah: Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun Bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kapuas Hulu. : Selesai (hari pertama). : Rapat Joint Project Steering Committee (PSC) Indonesia Malaysia*. (Terbatas anggota PSC PD 26/93 dan PD 106/90.)

15.00 - 15.30 Sesi Ketiga 15.30 - 16.15

16.15 - 17.00

17.00 20.00 - 22.00

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

HARI KEDUA: Kamis 30 April 1998 (tempat Hotel Kapuas Palace). Sesi Keempat : Moderator Ir. Abner Pangaribuan - Kabid KSDA, Kanwil Kehutanan Kalbar. 08.00 - 08.45 : Penyajian makalah dan diskusi oleh Ir. Rusnawir Hamid M.Sc. Judul makalah: Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Dalam Kaitan Pengelolaan Dan Pembangunan Regional Kalimantan Barat. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Prof. Dr. Syamsuni Arman. Judul makalah: Potensi dan Kendala Pembangunan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun: Khususnya Daerah Perbatasan. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Ir. Kristianus Atok. Judul Makalah: Pemetaan Partisipatif Kawasan Sumber Daya Alam Masyarakat Dayak Punan Di Sekitar Dan Dalam Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun. : Rehat Kopi. : Moderator Prof. Dr. Syamsuni Arman - Universitas Tanjungpura. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Drs. Mering Ngo. Judul makalah: Profil Kelompok-kelompok Dayak Dan Pengembangan Partisipasi Di Taman Nasional Bentuang Karimun. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Ir. Izefri Caniago M.Sc. Judul makalah: Jaringan Perdagangan Gaharu dan Sarang Burung, Pemasukan Daerah Dan Kaitannya Dengan Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. : Istirahat Makan Siang. Herwasono Soedjito M.Sc. -

08.45 - 09.30

09.30 - 10.15

10.15 - 10.45 Sesi Kelima 10.45 - 11.30

11.30 - 12.15

12.15 - 13.30

Sesi Keenam : Moderator Dr. WWF/TNBK.

xi

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

13.30 - 14.15

: Penyajian makalah dan diskusi oleh Drs. Supardiyono. Judul makalah: Pengetahuan Tradisional dan Etnoekologi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Dr. Triadi Basuki. Judul makalah: Pengetahuan Obat Tradisional dan Pencarian Obat Moderen di Taman Nasional Bentuang Karimun. : Rehat Kopi.

14.15 - 15.00

15.00 - 15.30

Sesi Ketujuh : Moderator Ir. Ana Laviana - BAPPEDA DT I Kalimantan Barat. 15.30 - 16.15 : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Drs. Abdulkadir W., Kepala Kanwil Pariwisata Seni dan Budaya. Judul makalah: Kebijakan dan Program Pariwisata di Taman Nasional Bentuang Karimun Dan Kaitannya Bagi Pembangunan Propinsi Kalbar. : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Taufik Rahzen (Yayasan Ekuator). Judul makalah: Potensi Ekowisata di Taman Nasional Bentuang Karimun dan Paket Realisasinya bagi Pembangunan Kabupaten Kapuas Hulu Khususnya dan Kalimantan Barat Pada Umumnya.. : Selesai (hari kedua). : Rapat Project Steering Committee (PSC) PD 26/93. (Terbatas anggota PSC PD 26/93.)

16.15 - 17.00

17.00 20.00 - 22.00

xii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

HARI KETIGA: Jum'at, 1 Mei 1998 (tempat Hotel Kapuas Palace). Sesi Kedelapan : Moderator: Ir. Trio Santoso M.Sc. - Kepala Unit TN Bentuang Karimun. 08.00 - 08.45 : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Drs. Edi Tri Haryanto MSc. dan Drs. Prihadi Santoso MSc. Judul makalah: Inderaja dan Analisis Bentang Lahan Daerah Taman Nasional Bentuang Karimun, Propinsi Kalimantan Barat. : Penyampaian makalah dan diskusi oleh Dr. Tukirin P. et al. Judul makalah: Keanekaragaman Botani dan Ekosistem Hutan di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Ir. Ike Rachmatika MSc. Judul makalah: Ikhtiofauna dan Pengembangan Perikanan Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Dr. Kunkun J. Gurmaya et. al. Judul makalah: Keanekaragaman Mamalia Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. : Rehat Kopi dan istirahat sembahyang Jum'at. : Istirahat Makan Siang.

08.45 - 09.30

09.30 - 10.15

10.15 - 11.00

11.00 - 12.30 12.30 - 13.30

Sesi Kesembilan: Moderator Drs. Prihadi Santoso M.Sc. - Jurusan Biologi-UNPAD. 13.30 - 14.00 : Penyajian makalah dan diskusi oleh Drs. Wahyu R. dan H. Prayogo S.Si. Judul makalah: Keanekaragaman Burung Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalbar. : Penyajian makalah dan diskusi oleh Dr. Joko T. Iskandar et al. Judul makalah: Keanekaragaman Herpetofauna Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalbar.

14.00 - 14.30

xiii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

14.30 - 15.30

: Penyampaian makalah dan diskusi oleh Prof. Mahmud Akil SH., Rektor Universitas Tanjungpura. Judul makalah: Peluang Keterkaitan Riset Jangka Panjang Antara Universitas dan Pengembangan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. : Rehat Kopi. Moderator Dr. WWF/TNBK. Herwasono Soedjito M.Sc. -

15.30 - 16.00 Sesi

Kesepuluh:

16.00 - 17.00 17.00 - 17.30 17.30 - 18.00

: Penyampaian rangkuman tiap sesi oleh moderatornya dilanjutkan dengan diskusi pleno. : Pembacaan Rumusan hasil loka karya kepada peserta : Penutupan lokakarya secara resmi oleh wakil PEMDA TK I, Kalimantan Barat.

xiv

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Laporan Ketua Panitia Pelaksana


Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintergrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat
Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998.

Yang Terhormat Bapak Gubernur/Kepala Daerah Tingkat 1, Propinsi Kalimantan Barat, Bapak H. Aspar Aswin; Yang Terhormat Bapak Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Bapak Ir. R. Soemarsono; Yang Terhormat Bapak Director Executive of ITTO, Datuk Dr. B.C.Y. Freezailah; Yang Terhormat Bapak Controller of Environmental Quality of Sarawak, Bapak James Dawoos Mamit beserta anggota delegasinya; Yang Terhormat Bapak Koordinator Ekspedisi IBBE 1997, Bapak M. Kuswanda; Yang Terhormat Bapak Kepala Kantor Wilayah Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat, Bapak Ir. Hings A. Karim MBA beserta segenap jajarannya; Yang Terhormat Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Kabupaten Kapuas Hulu, Bapak Jacobus Frans Layang BA SH dan segenap jajarannya; Yang Terhormat Bapak Rektor Universitas Tanjungpura, Bapak Prof. Mahmud Akil SH; Yang Terhormat Para Undangan, Pemakalah dan Pimpinan WWF Indonesia; Assalamualaikum warahmattullohi wabarakatuh dan Salam Sejahtera, Pertama-tama panitia tentu menyampaikan rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas perkenanNya kita dapat berkumpul dalam keadaan sehat dan kami pun menyampaikan ucapan selamat datang kepada para undangan dan peserta Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati

xv

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat, dan acara peluncuran laporan ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997". Kami laporkan bahwa acara kali ini adalah merupakan salah satu kegiatan dari proyek Taman Nasional Bentuang Karimun, hibah dari ITTO kepada Pemerintah Indonesia yang pelaksanaannya dikerjakan oleh WWF Indonesia sebagai wakil dari PHPA. Dalam acara saat ini kami mengundang sebanyak 175 personel yang mewakili institusi pemerintah baik dari tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten; universitas, lembaga penelitian, LSM, media massa, dan wakil masyarakat di sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun. Berkaitan dengan acara peluncuran buku laporan dan hasil rekaman ekspedisi IBBE 1997, kami juga mengundang wakil Ibu Pejabat Perhutanan dari Sarawak Malaysia, wakil kedutaan Malaysia, Jepang, Norway, Denmark, dan Swiss. Dalam suasana krisis moneter, efisiensi adalah suatu keharusan. Oleh karena itu Bapak-bapak dan Ibu sekalian, dalam tiga hari ini akan diselenggarakan gabungan lima acara sekaligus yaitu: Pertama adalah: Lokakarya TNBK yang dimaksudkan untuk mencari model pengelolaan hutan alam melalui sistem taman nasional yang tidak hanya akan melestarikan jenis dan ekosistemnya, tapi juga mengakomodasikan tujuan lain seperti pembangunan sosial ekonomi masyarakat lokal dan regional.

xvi

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Dalam lokakarya ini akan didiskusikan 18 makalah yang meliputi bidang ekologi, biologi, etnobotani, antropologi, sosial, ekonomi, ekowisata, perencanaan wilayah dan kebijakan. Pakar-pakar kami berasal dari berbagai lembaga penelitian, universitas, serta instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan TNBK. Lokakarya ini akan bertempat di Hotel Kapuas, Jalan Iman Bonjol. Kedua adalah: Peluncuran laporan dan hasil rekaman ekspedisi yang bernama resmi ITTO Borneo Biodiversity Expdition 1997". Ekspedisi keanekaragaman hayati di kawasan konservasi lintas batas (transfrontier reserve) gabungan antara TNBK di Kalimantan Barat dan LEWS di Sarawak adalah perwujudan kerjasama saling meningkatkan sumberdaya manusia di dua negara anggota ASEAN. Pada waktunya nanti Bapak M. Kuswanda dan Dr. Paul Chai akan melaporkan hasil ekspedisi yang pelepasan anggota ekspedisinya juga diselenggarakan di kantor gubernur nan megah ini pada tanggal 3 Juli tahun yang lalu. Ketiga adalah: Pertemuan berkala Joint Project Steering Committee antara Taman Nasional Bentuang Karimun, Indonesia dengan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary, Malaysia. Perlu Bapak dan Ibu ketahui bahwa gabungan kawasan konservasi lintas batas ini mempunyai nama resmi Lanjak Entimau/Bentuang Karimun Biodiversity Conservation Area yang peresmiannya dilakukan di Batang Ai National Park, Sarawak pada tanggal 5 September 1995 oleh Bapak Menteri Kehutanan Indonesia dan Chief Minister of Sarawak. Keempat adalah: Pertemuan berkala Project Steering Committee Taman Nasional Bentuang Karimun, yang mengarahan semua kegiatan yang dilakukan di kawasan TNBK yang diantaranya anggotanya adalah Kanwil Kehutanan dan BAPPEDA Tingkat 1 Kalimantan Barat, dan Kelima adalah: Penyerahan orang hutan dari peliharaan di luar habitatnya kepada Kanwil Kehutanan sebagai simbol kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan secara keseluruhan. Upacara penyerahan Orangutan ini akan dilangsungkan di halaman kantor gubernur setelah acara konferensi pers selesai.

xvii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Bapak-bapak dan Ibu sekalian. Sekali lagi kami panitia penyelenggara mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi dan waktu yang sempat diluangkan untuk kami dan bagi peserta lokakarya kami mengharapkan sumbangan pikiran, kritikan, dan saran agar lokakarya TNBK bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan tepatguna bagi pembangunan Kalimantan Barat pada khususnya. Akhirnya, wassalam muallaikum warohmatullohi wabarohkatuh.

Pontianak, 29 April 1998 Dr. Herwasono Soedjito M.Sc. Ketua Panitia/Pimpinan Proyek TNBK

xviii

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Sambutan Pengarahan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam


Dalam Acara Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat
Pontianak : 29 April - 1 Mei 1998

Yang terhormat Sdr. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Barat beserta jajarannya; Sdr. Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Kapuas Hulu beserta jajarannya; Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat beserta jajarannya; Sdr. Ketua Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI); Sdr. Direktur Eksekutif ITTO; Sdr. Ketua Yayasan WWF; Hadirin peserta lokakarya yang berbahagia, Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pertama-tama marilah kita bersama-sama memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan ridhoNya, kita dapat berkumpul di tempat ini untuk melaksanakan dan mengikuti acara lokakarya yang penting ini. Hadirin yang saya hormati, Propinsi Kalimantan Barat sangat terkenal dengan kekayaan alamnya, khususnya kekayaan hutan dengan segala isinya, namun tanpa upaya-upaya untuk melestarikan kekayaan yang dimiliki tersebut, lambat atau cepat semuanya akan hilang tanpa bekas.

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, namun kendala yang dihadapi pun masih cukup banyak. Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah dinyatakan mengenai tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yaitu untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan 3-P, yaitu: 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, dilakukan melalui pemeliharaan proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat dan mutu kehidupan manusia. 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, dilakukan melalui upaya menjaga keanekaragaman tersebut agar tidak punah, dan masing-masing unsur dapat berfungsi di alam dan senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. 3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, dilakukan melalui pemanfaatan kondisi lingkungan/kawasan, jenis tumbuhan dan satwa. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan dilakukan menurut prinsip menjaga kawasan pelestarian alam agar tetap utuh dan lestari. Kondisi lingkungan yang dapat dimanfaatkan adalah keadaan ilkim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa serta peninggalan budaya. Ketiga kegiatan tersebut seyogianya dilakukan secara seimbang dan simultan sesuai keadaan potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam pembangunan dan pengelolaan kawasan konservasi, sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala dan permasalahan yang cukup kompleks dan terkait dengan permasalahan sosial ekonomi budaya masyarakat dan persepsi sektor lain. Agar pembangunan kawasan konservasi dapat berhasil serta dapat menunjang pembangunan wilayah serta meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran konservasi alam pada masyarakat, maka ditempuh kebijakasanaan pembangunan konservasi yang terintegrasi dengan pembangunan daerah atau lebih dikenal dengan

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Integrated Conservation and Development Programme (ICDP) atau Integrated Protection Areas System (IPAS). Pola ini disamping akan menjamin upaya konservasi sumberdaya alamnya, juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam pola ICDP atau IPAS, pengelolaan di dalam kawasan taman nasional sepenuhnya merupakan kewenangan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan, sedang kegiatan-kegiatan di luar kawasan yang merupakan program kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan konservasi akan dilakukan oleh instansi yang berkompeten dan dukungan pihak pengelola Taman Nasional. Pola ini akan dapat terlaksana dengan baik melalui koordinasi yang mantap, sejak tingkat perencanaan, pelaksanaan sampai pada tingkat pemantauan dan evaluasi. Disinilah kita perlu berbicara bersama untuk meyakinkan berbagai pihak bahwa taman nasional memiliki potensi ekologi maupun ekonomi yang apabila dikelola secara holistik, menyeluruh dan terpadu dapat berpeluang mendukung kepentingan pembangunan daerah, khususnya bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Hadirin yang saya hormati, Untuk mewujudkan tujuan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya tersebut, pemerintah menetapkan sebagian wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, antara lain berupa Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Hal ini merupakan langkah strategis dalam upaya pelestarian kekayaan alam kita agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat luas maupun diwariskan kepada generasi mendatang. Propinsi Kalimantan Barat hingga saat ini telah memiliki tiga kawasan taman nasional yaitu Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Taman Nasional Gunung Palung, dan Taman Nasional Bentuang Karimun, dengan total luas areal 1.071.900 hektar. Hal tersebut menunjukan bahwa sedemikian pentingnya eksistensi taman nasional di Kalimantan Barat baik bagi kepentingan Nasional maupun Internasional untuk membantu peningkatan dan pengembangan pengelolaan taman nasional tersebut, antara lain dari USAID, ITTO, WWF dan lain-lain. Hadirin yang saya hormati, Taman Nasional Bentuang Karimun merupakan taman nasional termuda di

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Kalimantan Barat, pada saat ini akan kita diskusikan mengenai Rencana Pengelolaannya. Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Bentuang Karimun disusun berdasarkan suatu perogram kerjasama antara Pemerintah, ITTO, dan WWF, dengan pendanaan dari sumber dana ITTO. Sebagai pelaksana untuk penyusunan rencana tersebut adalah WWF Indonesia bersama-sama Unit Taman Nasional Bentuang Karimun dengan melibatkan institusi terkait lainnya.

Pada kesempatan ini perlu saya garis bawahi bahwa RPTN Bentuang Karimun tersebut merupakan rencana jangka panjang (25 tahun). Oleh karenanya berbagai aspek perlu diperhatikan, baik aspek teknis pengelolaan, aspek sosial ekonomi dan budaya, aspek pendidikan dan penelitian dan bahkan aspek politis. Pedoman penyusunan RPTN telah diterbitkan oleh Direktorat Jenderal PHPA melalui surat Keputusan Direktur Jenderal PHPA No.59/Kpts/DJVI/1993 tanggal 24 Mei 1998. Oleh karenanya, didalam penyusunan RPTN Bentuang Karimun agar tetap mengacu pada pedoman tersebut. Perlu saya tekankan demikian, agar didalam proses penyusunan RPTN perlu melibatkan berbagai tenaga ahli sesuai dengan potensi dan arah pengelolaan TN Bentuang Karimun, tidak saja tenaga ahli penelitian dari berbagai disiplin ilmu, tetapi perlu pula tenaga ahli/praktisi perencanaan dan pelaksana dari aspek pengelolan Taman Nasional maupun pengembangan dan pembanguanan wilayah. Di dalam pedoman telah dijelaskan alur pikir kerangka pengelolaan taman nasional, bahwa dalam melakukan proyeksi dan analisi perencanaan selain mendasarkan kepada potensi kawasan dan permasalahan pengelolaan taman nasional Bentuang Karimun, harus diperhatikan pula beberapa aspek penting yang menyangkut kebijaksanaan nasional dan regional setempat yang akan mempengaruhi, yaitu: 1. Kebijaksanaan Nasional dan Regional sektor kehutanan dan perkebunan. 2. Kebijaksanaan Nasional dan Regional bidang Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 3. Kebijaksanaan pengembangan wilayah propinsi dan kabupaten. 4. Kebijaksanaan sektor seperti pariwisata, perhubungan dan lain-lain. 5. Kebijaksanaan pengelolaan taman nasional.

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Hal tersebut merupakan upaya di dalam mengakomodir dan mengitegrasikan peluang kepentingan berbagai pihak terkait dengan kepentingan pengelolaan Taman Nasional, dengan demikian pengelolaan taman nasional ini harus cukup akomodatif dan adaptif terhadap situasi dan perkembangan yang ada di sekitarnya. Dalam kaitan tersebut kita harus mampu untuk dapat merumuskan pandangan/visi pengelolaan taman nasional sebagai upaya konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta pengembangan wilayah dan ekonomi yang berbasis konservasi alam. Dalam visi ini kita harus dapat memberikan arah perimbangan yang dinamis dan serasi antara kepentingan ekologis dan kepentingan ekonomi/wilayah setempat. Letak geografis Taman Nasional Bentuang Karimun yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysa perlu menjadi perhatian pula, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan transfrontir reserve. Dalam hal ini kita harus dapat merumuskan konsep transfrontir reserve dalam pelaksanaan pengelolaan taman nasional ini, yang akan merupakan langkah strategis untuk mengembangkan kerjasama dengan negara tetangga Malaysia dalam bidang konservasi alam maupun pengembangan wilayah bebasis konservasi alam di daerah perbatasan. Memperhatikan potensi wisata alam yang ada di kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun dan di Lanjak Entimau Reserve di Sarawak Malaysia, kita dapat menjadikan potensi tersebut sebagai langkah awal kerjasama dalam pengembangan ekowisata, yang saling menguntungkan untuk kepentingan wilayah Propinsi Kalimantan Barat, Indonesia dengan wilayah Sarawak, Malaysia. Sebagaimana kita ketahui pengelolaan taman nasional merupakan salah satu dari sistem pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam yang paling lengkap, yang dapat mencakup ketiga aspek Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan. Oleh karena itu dalam pengelolaannya perlu untuk dikaji secara mendalam adanya penataan zonasi kawasan taman nasional yang mengakomodir kepentingan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan tersebut berdasarkan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Disamping itu kawasan taman nasional ini harus dapat dimanfaatkan secara lestari bagi kepentingan masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian keterkaitan dan kepentingan masyarakat harus dikaji dan dipertimbangkan secara lebih teliti dalam penentuan rencana kegiatan pengelolaan taman nasional ini.

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Dalam kaitan ini pengembangan dan pembinaan masyarakat sekitar kawasan taman nasional dilaksanakan melalui pengelolaan dan pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional. Daerah Penyangga Taman Nasional ini merupakan wilayah di luar kawasan taman nasional baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan dan dikembangkan untuk mampu menjaga dan melindungi kawasan taman nasional. Pengelolaan atas daerah penyangga tetap berada ditangan yang berhak, dengan cara-cara pengelolaannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Tujuan utama dari penetapan dan pengelolaan daerah penyangga tersebut adalah untuk melindungi kawasan taman nasional agar terjamin keutuhan dan keberadaannya, sehingga dapat berfungsi dan memberi manfaat secara lestari, serta sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran konservasi alam masyarakat disekitarnya. Masyarakat yang hidup dan tinggal di sekitar dan di dalam kawasan taman nasional ini umumnya tergolong masyarakat tertinggal dengan pendapat dan pendidikan yang masih rendah. Mereka kurang mampu memanfaatkan kesempatan kerja dan berusaha yang berkaitan dengan usaha kehutanan, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial dengan para pendatang yang umumnya berpendidikan lebih baik. Kemiskinan dan kecemburuan ini sering dimanfaatkan oleh pihak lain untuk mengeksploitasi hutan yang dapat mengancam kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Oleh karena itu pengelolaan dan pembinaan daerah penyangga tersebut sangat penting artinya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengelolaan taman nasional. Pengelolaan dan pembinaan daerah penyangga taman nasional ini diupayakan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran konservasi alam pada masyarakat, melalui pengembangan usaha produktif yang didasarkan pada kemitraan yang mantap, sehingga mampu mengangkat diri masyarakat menjadi keluarga yang mandiri serta memiliki kesadaran mengenai kepentingan pelestarian alam taman nasional . Salah satu bentuk pengikut-sertaan masyarakat setempat dalam pembangunan dan pengembangan taman nasional ini antara lain berupa pengembangan ekowisata melalui penyediaan akomodasi/penginapan, sarana transportasi, pengembangan kerajinan masyarakat/cinderamata, pengembangan atraksi-atraksi wisata dan budaya setempat serta jasa pemandu wisata alam. Konsep partisipasi masyarakat seperti ini dikenal dengan " Community Based Ecotourism" yang merupakan konsep pengembangan ekowisata di daerah penyangga atau zona pemanfaatan intensif kawasan taman nasional. Melalui berbagai kegiatan tersebut diharapkan masyarkat akan memperoleh keuntungan langsung maupun dari potensi taman nasional, yang pada akhirnya masyarakat dapat terlibat secara aktif untuk pelestarian taman nasional dan merasa memiliki

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

taman nasional tersebut. Selain hal-hal tersebut saya berharap pula kepada Tim Penyusun Rencana Pengelolaan Taman Nasional ini untuk dapat mengidentifikasi lebih lanjut potensi sumberdaya alam dan ekosisitem taman nasional dan menjabarkannya dalam nilai-nilai ekonomi yang dapat dikembangkan sebagai usaha ekonomi berbasis konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem, dan menunjang pengembangan wilayah, serta dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Saya menyadari bahwa kegiatan tersebut tidaklah mudah, namun disisi lain saya percaya bahwa Tim penyusun rencana merupakan tim yang solid dan memiliki kemampuan yang baik. Disamping itu, melalui kesempatan ini saya juga menghimbau dan sangat mengharapkan bantuan dari Tim Penyususun Rencana Pengelolaan Taman Nasional tersebut agar hasil pekerjaan yang cukup berat ini dapat terlaksana dan terselesaikan dengan baik dan lancar. Hadirin yang saya hormati, Pada kesempatan ini juga akan diluncurkan buku laporan "ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997", berikut hasil rekaman gambar berupa video. Ekspedisi tersebut dilaksanakan oleh Tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, baik dari Indonesia, Malaysia maupun dari manca negara lainnya. Saya mengharapkan agar laporan ekspedisi dimaksud tidak hanya meupakan dokumentasi saja, namun dapat merupakan sumber inspirasi dan referensi yang berguna bagi pembangunan bangsa, khususnya pembangunaan Kalimantan Barat. Kepada Tim Penyusun Rencana Pengelolaan, saya mengharapkan agar laporan Ekspedisi tersebut dapat dipergunakan untuk acuan dan melengkapi data bagi penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun.

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Akhirnya saya mengucapkan selamat atas keberhasilan ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997 yang laporannya diluncurkan hari ini, dan kepada Tim Penyusun Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun saya ucapkan selamat bekerja, semoga sukses. Sekian, Terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam,

Soemarsono
NIP. 080019732

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Sambutan Koordinator Ekspedisi IBBE 1997


Perwakilan ITTO mempunyai kantor di Jakarta dan resident advisor ada untuk 6 tahun terakhir. Dalam rangka proyek ekspedisi ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997 yang lalu, saya ditunjuk oleh ITTO Yokohama untuk menjadi Expedition Coordinator/Koordinator Ekspedisi. Ekpedisi ini dilakukan di kawasan TNBK selama 1 bulan, pada bulan September dan langsung akan dilanjutkan ke Sarawak. Namun, karena adanya asap waktu itu maka kelanjutan ekspedisi di Lanjak Entimau dilaksanakan bulan Nopember. Setelah kegiatan lapangan selesai dan para peserta ekspedisi pulang, kita telah mengadakan beberapa kali pertemuan, kalau tidak salah 2 kali yaitu untuk menyusun laporan-laporan ekspedisi. Tadi pagi di Gubernuran kami sudah meluncurkan satu laporan ekspedisi versi populer yang ditulis oleh saudari Kim Lee dari Singapur, walaupun masih merupakan draft. Laporan ekspedisi versi ilmiah, bahan-bahannya masih dan akan dibahas siang ini. Laporan ilmiah tersebut akan diluncurkan kira-kira bulan Oktober atau November 1998. Dari lokakarya ini diharapkan para organizer terutama pimpinan proyek yang ditugaskan untuk membuat laporan bisa betul-betul mencari inti sari temuan dan permasalahan. Materi yang dihasilkan akan diberikan kepada report writer untuk disintesakan lebih lanjut. Kami mempunyai 2 orang penulis laporan, 1 orang Amerika dan 1 orang Canada. Konsep laporannya sudah setengah jadi. Seharusnya pada bulan-bulan ini selesai. Target ini tidak tercapai karena mungkin masukan dari para penulis atau para peserta ekspedisi belum lengkap. Jadi kami harapkan agar laporan-laporan ini dapat segera dituntaskan menjadi bahan-bahan yang bisa dipakai untuk membuat laporan ekspedisi versi ilmiah. Mungkin ada baiknya pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada para koordinator nasional Ekspedisi IBBE 1997 ini diikuti 2 negara yaitu Malaysia dan Indonesia. Dipihak Indonesia dicoordinated oleh Dr. Herwasono dan dipihak Malaysia oleh Dr. Paul Chai. Saya ucapkan terima kasih kepada mereka berdua yang telah membantu melaksanakan ekspedisi dalam bidang nasionalnya masing-masing dan juga saya mengucapkan terima kasih kepada para peserta ekspedisi yang banyak hadir di sini. Mereka telah memberikan tenaga dan perhatiannya dalam pengumpulan data dan juga pada tempatnya saya kira saya mohon maaf atas pelaksanaan ekspedisi yang saya dengar kadang-kadang agak menyusahkan. Hal tersebut tak bisa dihindari karena keadaan alam pada waktu itu. Air sungai sedang surut jadi perahu-perahu tidak bisa melewati jeram-jeram, dan harus ditarik, jadi perjalanannya sangat melelahkan. Komunikasi ajuga gak kacau, karena radio

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

komunikasi tidak bisa bekerja dengan baik akibat pada saat itu sedang ada kabut. Helikopter yang membawa makanan pun tidak datang, tak mampu terbang dalam situsai kabut gelap, jadi banyak sekali hal-hal yang telah direncanakan yang tidak bisa terlaksana karena adanya kabut dan air sungai yang rendah (surut). Tetapi alhamdullilah, semua selamat dan bisa keluar dari bencana. Pelaksanaan ekspedisi di Malaysia, saya kira lebih baik daripada di Indonesia karena dilaksanakan hanya di 2 tempat, dan berada di tepi sungai. Jadi komunikasi lebih lancar dan kegiatan terlaksana dengan baik. Alhamdullilah semua selamat dan sekarang pada tahapan akhir dari ekspedisi ini adalah membuat laporan. Dan hari ini kita mulai dengan membicarakan paper-paper yang akan menjadi bahan pembuatan laporan tersebut. Saya kira hanya sekian saja sambutan dari saya. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Koordinator Ekspedisi IBBE 1997

M. Kuswanda

10

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Sambutan Direktur Eksekutif ITTO, Dr. B.C.Y Freezailah, Pada Lokakarya Taman Nasional Bentuang Karimun Di Pontianak, Kalimantan Barat
Tanggal 29-30 April 1998

Bapak Haji Aspar Aswin, Gubernur Propinsi Kalimantan Barat Yth. Yth. Bapak R. Soemarsono, Direktur Jenderal PHPA, Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Saudara Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Saudara Kepala Badan Perencanaan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Para Pejabat dari Pusat maupun Daerah, serta segenap Peserta Lokakarya yang berbahagia, Assalamualaikum W.W. Masih jelas dalam ingatan kita semua, bahwa pada tanggal 3 Juli tahun lalu di kota Pontianak yang indah ini, kita berkumpul dalam suatu upacara untuk melepas team gabungan Indonesia dan Malaysia dalam ITTO Borneo Biodiversity Expedition. Bapak Gubernur Aspar Aswin telah berkenan menjadi tuan rumah dalam acara penting dan bersejarah yang dihadiri oleh delegasi yang dipimpin oleh Deputy Chief Minister of Sarawak, Bapak Menteri Djamaludin, Bapak Duta Besar Wisber Loeis, Bapak Dirjen Soemarsono serta sebagian besar peserta yang hadir dalam Lokakarya hari ini. Launching Ceremony tersebut telah menjadi tonggak baru dalam kerjasama lintas batas antara Sarawak dan Propinsi Kalimantan Barat didalam bidang konservasi keanekaragaman hayati. Kerjasama bilateral dengan dukungan dari ITTO seperti itu agaknya merupakan hal yang baru pula dalam international forestry cooperation. Hari ini, saya merasa berbahagia dan bersyukur kepada Tuhan Maha Kuasa, karena berkesempatan datang kembali ke Pontianak, kota bersejarah di garis khatulistiwa, untuk mendengarkan hasil hasil yang diperoleh oleh team ekspedisi gabungan yang telah sukses menyelesaikan misinya dengan selamat. Saya mengikuti dengan cermat perjalanan Ekspedisi ini, yang sempat terhalang oleh gangguan asap tebal ketika akan memasuki wilayah Sarawak, sehingga terpaksa mengalami penundaan jadwal. Saya juga telah menerima laporan temuan-temuan yang diperoleh selama ekspedisi ilmiah ini. Sungguh suatu

11

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

hasil yang menakjubkan dan dapat dibanggakan, karena apa yang diperoleh adalah merupakan temuan ilmiah dari tangan pertama. Terlebih lagi karena pada masa sekarang upaya eksplorasi ilmiah atas sumberdaya alam hayati menjadi langka, karena keterbatasan dana pendukung. Selama hampir dua bulan lamanya team ekspedisi telah menelusuri Sadap, Sungai Embaloh, Bukit Condong, Pait, Sungai Pajau, Tekelan dan Sungai Pait di wilayah Bentuang Karimun. Dilanjutkan dengan menjelajahi wilayah Lanjak Entimau yang dimulai dari Batang Ai, terus ke Song, Sungei Menjarin dan Sungei Joh di Sarawak. Pada akhirnya Ekspedisi ITTO Borneo Biodiversity telah berhasil mengamati tidak kurang dari 440 specimen berbagai jenis burung, 3300 specimen ikan air tawar, 330 jenis binatang melata dan amfibi termasuk, ular, katak, penyu, dan biawak. Observasi atas habitat dan populasi primata termasuk Orangutan dan monyet uak-uak juga telah dilakukan di kedua wilayah yang berbatasan. Di bidang flora mungkin lebih dari satu truk herbarium telah dikumpulkan untuk inventarisasi kekayaan botani, diteliti pula lebih dari 327 jenis tanaman obat dan makanan yang digunakan suku Dayak Iban. Dalam kaitan dengan kehidupan penduduk asli, telah pula dilaksanakan survey anthropologi dan sosial ekonomi di berbagai perkampungan di perbatasan Bentuang Karimun. Berbagai macam laporan disusun oleh team ekspedisi, sebagian diantaranya dapat kita saksikan pada hari ini. Sebagian lainnya memerlukan waktu dalam penyelesaiannya karena specimen dan data yang diperoleh masih perlu dianalisa dan sebagian lagi memerlukan pula penelitian lanjutan. Dalam kaitan ini menarik untuk disimak suatu artikel menarik tentang Ekspedisi kita ini yang baru keluar di majalah ternama terbitan London, The Geographical Magazine, Edisi April 1998 yang mengisahkan penggalan perjalanan ekspedisi menyusuri sungai dan hutan belantara di Sarawak. Menjadi pertanyaan bagi kita semua: apa arti dari semua informasi tersebut dalam kehidupan kita yang nyata ? dan apa pula sumbangan konkrit dari berbagai temuan tadi untuk kehidupan manusia yang lebih baik ? Mungkin dalam konteks inilah kita menilai pentingnya penyajian dan pembahasan makalah-makalah yang akan digelar mulai hari ini oleh berbagai pakar dan wakil instansi pemerintah. Menurut hemat saya, sekurangnya ada dua aspek utama yang penting dalam tindak lanjut temuan Ekspedisi dan penting pula dalam identifikasi unsurunsur kerjasama kedua wilayah konservasi, Bentuang Karimun dan Lanjak Entimau, dimasa datang. Dua aspek tersebut adalah: 1. Kontribusi langsung dari temuan dan pengetahuan aneka hayati (biological diversity) terhadap konsep pengelolaan hutan yang lestari

12

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

(sustainable forest management), baik untuk hasil kayu, hasil hutan non-kayu, maupun pemahaman akan mekanisme fungsi hutan atas hidup manusia. 2. Kontribusi langsung dari temuan dan pengetahuan aneka hayati dalam ekosistemnya untuk penyesuaian pola pengembangan wilayah dalam kaitannya dengan keberadaan masyarakat setempat (local communities) dalam rangka pembangunan daerah. Bilamana kedua aspek ini dapat dirumuskan dengan jelas, maka upaya konservasi yang kita dukung akan berkait langsung dengan upaya pembangunan, sehingga pembangunan itu sendiri dapat dilestarikan (sustainable development) dan konservasi sumber daya hayati menjadi suatu yang bermakna dalam kualitas hidup manusia. Kita menyadari bahwa biodiversity telah menjadi suatu agenda internasional sejak KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro yang juga telah meratifikasi konvensi tentang keanekaragaman hayati. ITTO sesuai dengan mandatnya, selain mendukung perdagangan kayu tropis dan pengelolaan hutan secara lestari, juga turut menyangga konservasi sumberdaya hutan. Dalam kaitan ini sangatlah diharapkan proyek Bentuang Karimun beserta saudaranya proyek Lanjak Entimau menjadi wilayah gabungan konservasi lintas batas yang menyumbangkan manfaat bagi pelestarian alam di tingkat nasional maupun internasional. Untuk itu tidaklah berlebihan bila dari lokakarya ini kita mengharapkan arahan dan rumusan yang konkrit tentang program bersama serta tindak lanjut yang diperlukan oleh kedua belah pihak, Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Barat dan State Government of Sarawak dan bilamana mungkin ITTO agar dapat terus melanjutkan pengembangan kedua wilayah konservasi yang unik ini. Sejalan dengan pemikiran inilah saya dengan gembira turut meluncurkan buku laporan IBBE 1997 pada hari ini, yang bertepatan pula dengan pembukaan Lokakarya Taman Nasional Bentuang Karimun. Buku ini merupakan laporan pendahuluan yang akan disusul oleh laporan yang lebih lengkap yang sedang disusun oleh dua orang rapporteur ITTO. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan selamat dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota team ekspedisi dari pihak Bentuang Karimun maupun Lanjak Entimau, khususnya kepada pimpinan ekspedisi: Bapak Muhammad Kuswanda, Dr. Herwasono Soedjito dan Dr. Paul Chai. Saya menyadari bahwa Ekspedisi ini telah melibatkan berbagai pakar kedua negara dan juga pakar internasional, dukungan universitas, instansi kehutanan dan Pemerintah Daerah. Sekali lagi saya mengucapkan ribuan terima kasih dan perkenankan pula saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Gubernur Kalimantan Barat dan Ketua Menteri Sarawak yang telah sejak awal

13

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

mendukung penuh kegiatan ini dan memberikan kesempatan kepada ITTO untuk turut mendukung upaya konservasi Bentuang Karimun dan Lanjak Entimau. Hendaknya apa yang telah kita capai dapat kita teruskan dan menciptakan landasan kerjasama yang lebih kokoh dimasa mendatang. Insya Allah. Pada tempatnya pula kita mencatat dan menyampaikan terima kasih kepada negara-negara donor yang telah menyalurkan dukungannya melalui ITTO untuk kedua proyek ini, khususnya Jepang, Swiss dan Denmark. Kedua proyek ini telah melibatkan dana bantuan dari ITTO, sejak tahun 1994, sebesar tidak kurang dari 4 juta dollar Amerika atau setara dengan 30 milyar rupiah. Akhirnya saya ucapkan selamat berlokakarya dan mencapai hasil yang bermanfaat dalam pembangunan konservasi Taman Nasional Bentuang Karimun serta melanjutkan kerjasama lintas batas dengan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary, sehingga dapat menjadi suatu contoh spektakuler program konservasi sumberdaya keragaman hayati secara internasional. Terima kasih. Pontianak, 29 April 1998. Direktur Eksekutif ITTO

Dr. B.C.Y. Freezailah

14

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat


Yang terhormat Bapak Dirjen PHPA, Departemen Kehutanan dan Perkebunan beserta rombongan; Yang terhormat Bapak-Bapak Wakil dari ITTO (International Tropical Timber Organization) beserta rombongan ; Yang terhormat Koordinator Ekspedisi "The ITTO Borneo Biodiversity Expedition" Tahun 1997 ; Assalamualaikum warrahmatullahi wabarrakatuh Selamat Pagi dan Salam Sejahtera, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya untuk yang kesekian kalinya berkumpul kembali di Kota Pontianak dalam keadaan sehat walafiat. Semoga kita senantiasa tetap dalam ridho dan perlindungan-Nya dalam menunaikan tugas negara di waktu mendatang. Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Menteri Kehutanan atas ditunjuknya Propinsi Dati I Kalimantan Barat sebagai lokasi penelititan pada kawasan konservasi lintas batas oleh Tim: The ITTO Borneo Biodiversity Expedition khususnya di Taman Nasional (TN) Bentuang Karimun, selain itu atas kehadiran undangan dan para peserta khususnya yang berasal dari luar Propinsi Kalimantan Barat kami sampaikan selamat datang. Hadirin yang saya hormati; Seperti Saudara-saudara maklumi bahwa pada hari ini dilaksanakan Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun dengan tujuan Mengintegrasikan Upaya Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Pembangunan di Propinsi Dati I Kalimantan Barat yang merupakan tindak lanjut dari hasil ekspedisi di kawasan konservasi lintas batas yang mencakup luas areal 1.000.000 ha : meliputi 800.000 ha di kawasan konservasi Taman Nasional Bentuang Karimun Kalbar dan 200.000 ha di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Lanjak Entimau di wilayah Sarawak, Malaysia Timur. Ekspedisi tersebut telah dilaksanakan mulai bulan September sampai dengan Oktober 1997 yang lalu. Dari hasil ekspedisi dan lokakarya ini saya merasa yakin akan banyak memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat luas

15

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

khususnya untuk masyarakat Kalimantan Barat ditinjau dari aspek ekologis, ekonomis, ilmu pengetahuan maupun sosial budaya. Hadirin yang saya hormati, Propinsi Dati I Kalimantan Barat mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam konservasi sumberdaya alam hayati dan terhadap pelestarian plasma nutfah dalam rangka menunjang pembangunan berkelanjutan, bukan hanya untuk kepentingan regional akan tetapi untuk kepentingan Internasional, karena hingga saat ini di Propinsi Dati I Kalimantan Barat terdapat 3 unit Taman Nasional yaitu TN Gunung Palung, TN. Bukit Baka-Bukit Raya dan TN Bentuang Karimun, 1 unit Suaka Margasatwa Danau Sentarum serta 6 unit Kawasan Suaka Alam lainnya yang mana di setiap kawasan konservasi itu mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri baik ekosistemnya, budaya masyarakat maupun kekayaan flora dan faunanya. Disamping itu adanya kerjasama pada kedua kawasan konservasi ini yaitu antara Propinsi Dati I Kalbar di Indonesia dengan Sarawak di Malaysia menunjukkan kepada kita bahwa masalah konservasi sumberdaya alam bahkan masalah Lingkungan Hidup pada umumnya tidak dibatasi oleh batas administratif, akan tetapi lebih bersifat ekologis dan regional. Oleh karena itu keberhasilan kawasan konservasi ini menuntut kerja sama dari kedua belah pihak yaitu antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia serta tentu saja peranan lembaga-lembaga donor seperti ITTO, IUCN, IBBGR, RGS. Hadirin yang saya hormati, Ekspedisi ini terselenggara berkat kerja sama yang baik antara berbagai pihak terkait seperti ITTO, IUCN, IBBGR, RGS dengan pihak Pemerintah. Untuk hal tersebut saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga kerja sama ini tidak hanya sampai disini akan tetapi berlanjut pada berbagai kegiatan lain di masa mendatang. Tim ekspedisi ini telah membuahkan hasil penemuan berbagai kekayaan plasma nutfah yang belum teridentifikasi secara internasional, sehingga diberikan nama dengan ciri khas daerah tempat ditemukannya antara lain Jenis Pisang (Musa lawitiensis) ditemukan di sekitar Gunung Lawit dan Ikan Pelakat (Gastromyzon embaloensis) yang ditemukan di perairan sungai Embaloh, serta jenis flora dan fauna lainnya yang dapat serta harus kita kembangkan baik untuk keperluan pangan, obat-obatan maupun untuk keperluan lainnya. Selain itu pada kawasan konservasi Taman Nasional ini dapat dikembangkan untuk kegiatan Ekotourisme, bukan hanya Lanjak Entimau-Bentuang Karimun tetapi dapat juga dikembangkan dari Batang Ai-Bentuang Karimun. Hal ini semua

16

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

menunjukkan bahwa potensi sumberdaya alam yang dimiliki di bumi Khatulistiwa yang kita cintai ini memerlukan penanganan di daerah kita terutama di sektor pariwisata, pendidikan dan penelitian. Hadirin yang saya hormati, Hasil ekspedisi ini ada beberapa kajian yang perlu dikembangkan lebih lanjut terutama menyangkut dua kawasan konservasi yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu yaitu antara TN. Bentuang Karimun dengan SM Danau Sentarum yang pada akhirnya diharapkan berkembang menjadi kesatuan Ekotourisme dengan Lanjak Entimau. Selain itu dari potensi sumberdaya alam yang dimiliki di kawasan konservasi khususnya di TN. Bentuang Karimun memerlukan pengembangan lebih lanjut akan manfaat dari sumberdaya alam yang ada terutama bagi kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Pada kesempatan ini juga saya mengharapkan kepada Universitas Tanjungpura atau yang lainnnya di Kalbar dapat menjalin kerja sama dengan Universitas di kawasan ASEAN guna pengembangan penelitian potensi flora dan fauna serta ekosistemnya di dalam upaya memacu pembangunan wilayah khususnya di Propinsi Dati I Kalimantan Barat ini. Hadirin yang saya hormati, Pada saat kegiatan yang telah dilakukan di TN. Bentuang Karimun baru pada phase I yaitu pada tahapan perencanaan Pengelolaan TN. Bentuang Karimun sehingga saya memandang perlu untuk ditindak lanjuti dan ditingkatkan lagi dengan kegiatan phase II melalui bantuan ITTO seperti halnya di Lanjak Entimau, Sarawak.

17

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun

Akhirnya saya mengharapkan semoga lokakarya ini dapat berjalan dengan baik dan membawa hasil yang bermanfaat bagi kita semua. Dengan mengucapkan Bismillahirrahmannirrahim Lokakarya Rencana Pengelolaan TN. Bentuang Karimun secara resmi saya nyatakan dibuka.
Terima kasih atas segala perhatian. Wabillahitaufik walhidayah, Wassalamiallaikum Wr.Wb.

Pontianak, 29 April 1998 Gubernur Kdh Tingkat I Kalimantan Barat

H. A. ASWIN

18

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Potensi dan Tantangan Bagi Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat Herwasono Soedjito WWF - TNBK Abstrak Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) adalah kawasan konservasi terbesar di Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan konservasi ini berstatus Taman Nasional melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No 467/Kpts-II/1995 pada tanggal 5 September 1995 dan secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Kapuas Hulu. Wilayahnya terbentang pada 112o 15' - 114o 10' Bujur Timur dan 0o 40' 1o 35' Lintang Utara yang meliputi total area 800,000 hektar. Kawasan TNBK mempunyai iklim selalu basah type A. Topografinya berbukit dan bergunung dengan ketinggian tempat yang berkisar antara 150 m sampai dengan sekitar 2.000 m dari permukaan laut dengan sejarah geologi yang cukup menarik. TNBK sangat kaya akan keanekaragaman hayati, keindahan alam, dan keunikan budaya masyarakat disekitarnya. Ribuan jenis flora dan fauna telah diidentifikasi, banyak diantaranya endemik Kalimantan, dan puluhan jenis baru telah dipertelakan. Keanekaragaman sumberdaya yang tinggi ini, mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, terutama penduduk setempat. Sistem pemintakatan (zonasi) di TNBK diusulkan sebagai zona inti meliputi daerah berlereng terjal yaitu di sekitar Gunung Betung, Gunung Lobang Anginribut, Gunung Lawit, Batu Ulu Seluwa, Batu Belabi, Bayu Unjuk Balui, Gunung Cemeru, Gunung Jemuki, dan Gunung Kerihun. Zona lain meliputi sebagian kawasan Sungai Tekelan, Sungai Menyakan, Sungai Bungan; termasuk didalamnya zona rehabilitasi/pengembangan Gaharu di Sungai Kanyau dan zona pemanfaatan traditional di Sungai Pono, Bulit, dan Lango. Sedangkan zona pemanfaatan adalah di Nanga Tekelan, Nanga Naris, dan Nanga Bungan. Berdasarkan kondisi lapangan, TNBK dapat dibagi menjadi 4 bagian daerah pengelolaan. Setiap kawasan akan mempunyai tiga pemintakatan dengan masing-

19

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

masing pertimbangan pelestarian jenis dan ekosistemnya. Kendala yang masih dihadapi adalah masih adanya penebangan kayu, pengambilan gaharu, ikan, dan penambangan emas liar. Pengambilan sarang burung walet dikawasan Sungai Bungan perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang lebih bijak. 1. Pendahuluan Pelestarian dan kelestarian alam Indonesia adalah merupakan aset dan modal dasar bagi pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kekayaan keanekaragaman alam dan budaya bangsa Indonesia perlu dibudidayakan untuk upaya memacu pembangunan bangsa. Salah satu kawasan yang kaya akan sumber daya hayati dan budaya adalah kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun yang terletak di perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak. Bersama Suaka Alam Lanjak Entimau di Sarawak, Taman Nasional Bentuang Karimun adalah merupakan sebuah Kawasan Konservasi Lintas Batas (transfrontier reserve) pertama di Asia yang peluncurannya sebenarnya telah dilaksanakan di tahun 1995. Kawasan ini sangat ideal untuk studi dan mengkaji konsep program integrasi antara konservasi dan pembangunan (ICDP: Integrated Conservation and Development Program). Berbagai instansi pemerintah tentunya mempunyai program untuk pengembangan kawasan ini dan tentu telah pula melaksanakan kegiatannya. Pengalaman langsung berbagai instansi dan lembaga di kawasan ini sangat bermanfaat untuk dikomunikasikan, didiskusikan, dan disinergikan agar kemajuan Propinsi Kalimantan Barat makin meningkat. Semua informasi tersebut sangat bermanfaat untuk menbangun rencana pengelolaan (management plan) Taman Nasional Bentuang Karimun. Rencana pengelolaan TNBK diharapkan menjadi model keterpaduan antara konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan khususnya di Kalimantan Barat sekaligus mengupayakan manfaat "Konservasi Lintas Batas Antara Taman Nasional Bentuang Karimun dan Suaka Alam Lanjak Entimau" bagi kedamai-sejahteraan bangsa Indonesia dan Malaysia. Penyusunan rencana pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun ini didekati secara holistik dan pencarian informasi primer serta pengumpulan data sekundernya dimulai sejak awal tahun 1996 dan melibatkan berbagai disiplin ilmu dari bermacam lembaga dan instansi. Keseluruhan disiplin ilmu yang terlibat adalah bidang ekologi hutan, sosiologi kehutanan, taksonomi botani, etnobotani, primatologi, mamalogi, ornitologi, ikhtiologi, herpetologi, entomologi, antropologi, sosio-ekonomi, perencanaan regional (regional planning), penginderaan jarah jauh (remote sensing), pemetaan partisipasi masyarakat, dan

20

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

ekowisata (ecotourism). Sedangkan pakar yang terlibat adalah dari lembaga penelitian LIPI (Balitbang Botani, Balitbang Zoologi, dan Puslitbang Kimia Terapan), Litbang Hutan, BAPPEDA Tingkat I Kalimantan Barat, Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Tanjungpura, WWF Indonesia, dan LSM lainnya seperti PPSDAK - Pancur Kasih, Yayasan Pribumi Alam Lestari, dan Yayasan Equator. 2. Keadaan Umum dan Keanekaragaman Nirhayati Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) adalah kawasan konservasi terbesar di Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan konservasi ini berstatus Taman Nasional melalui surat keputusan Menteri Kehutanan No 467/Kpts-II/1995 pada tanggal 5 September 1995 dan secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Kapuas Hulu (Gambar 1). Wilayahnya terbentang memanjang pada 112o 15' - 114o 10' Bujur Timur dan 0o 40' - 1o 35' Lintang Utara yang meliputi total area 800,000 hektar (lihat Peta Lokasi). TNBK berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia di sebelah utara, Propinsi Kalimantan Timur di sebelah timur, Banua Martinus dan Putussibau di bagian selatan, dan Lanjak/Nanga Badau di sebelah barat. Berdasarkan peta lampiran SK, total garis perbatasan TNBK sepanjang 812 km yang terbagi menjadi sepanjang 398 Km berbatasan dengan Malaysia, 146 km dengan batas Propinsi Kaliamantan Timur, dan sepanjang 268 km dengan batas di dalam propinsi Kalimantan Barat. Garis batas yang sangat panjang ini mempunyai konsekuensi pengelolaan dan pengamanan yang amat berat. Sedangkan lebar dari TNBK ini cukup bervariasi mulai dari hanya 15 km garis lintang antara Gunung Lawit dan Sungai Menyakan di bagian tengah, sampai 25 km sekitar Gunung Betung di bagian Barat, dan 35 km antara Sarawak dan Kalimantan Timur di bagian Timur. Bentuk yang tipis memanjang ini kurang ideal bagi habitat binatang yang mempunyai jarak jelajah yang jauh. Akan sangat ideal bila bagian yang sempit di tengah ini dicarikan pemekarannya. Untungnya daerah yang diidentifikasi berada di sekitar dusun Nanga Potan ini berstatus hutan lindung. Kawasan TNBK mempunyai iklim basah berdasarkan data dari setasiun pencatat bandara Pangsuma di Putussibau. Dengan curah hujan per tahun berkisar antara 4.400 - 4.620 mm (Gambar 2) dengan jumlah hari hujan 173 - 198 per tahun (Gambar 3). Bulan yang agak kering adalah antara bulan Juni - September walaupun jumlah curah hujannya masih diatas 100 mm setiap bulan. Menurut Schmidt & Ferguson (1951) hal seperti ini termasuk iklim selalu basah type A. Bila dibandingkan dengan data selama 40 tahun (1902 - 1941) yang rata-rata curah

21

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

hujannya berkisar antara 4.341 mm per tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 184,2 hari (Berlage Jr. 1949), keadaan ini menunjukkan bahwa selama hampir satu abad kawasan TNBK hampir tidak terjadi perubahan tabiat iklim. Sistem hidrologi di kawasan TNBK cukup unik dengan ratusan jaringan sungai kecil dan besar yang termasuk dalam sistem daerah aliran sungai (DAS) Kapuas. Secara keseluruhan TNBK mempunyai lima bagian sub DAS yaitu DAS Embaloh di barat, DAS Sibau-Menyakan dan DAS Mendalam di bagian tengah, dan DAS Hulu Kapuas/Koheng dan DAS Bungan di bagian timur. Oleh karena pembagian nama DAS yang baku di Propinsi Kalimantan Barat belum ada, maka untuk keperluan makalah ini cabang sungai Kapuas disebut sebagai satu daerah aliran sungai tersendiri seperti misalnya DAS Embaloh, DAS Sibau, DAS Mendalam, atau DAS Bungan. Panjang dan kondisi sungainya sangat bervariasi mulai yang lebar, sempit, keruh, jernih, dalam, dangkal, berlumpur, berbatu, berarus tenang, deras, bahkan berjeram cukup tinggi. Panjang Sungai Embaloh diukur mulai dari mata air di puncak Gunung Tunggal (1.120 m) sampai di perbatasan kawasan TNBK di muara Sungai Paloh sepanjang sekitar 95 Km. Sungai Sibau mengalir sepanjang 25 Km diukur dari mata air di Gunung Aseh (850 m) ke perbatasan TNBK bagian selatan. Sungai Menyakan yang merupakan cabang Sungai Sibau dengan mata air di Gunung Lawit (1.770 m) malah lebih panjang yaitu sepanjang 65 Km. Sungai Mendalam yang bermata air di Gunung Batu (1.410 m) sepanjang sekitar 30 Km. Sungai Hulu Kapuas/Koheng yang terdapat di dalam kawasan TNBK dengan mata air di Gunung Cemaru (1.180 m) sepanjang sekitar 100 Km. Sungai Bungan yang bermuara di Kapuas Koheng cabang terpanjangnya adalah 50 Km dan bermata air di Bunung Liang Cahung di perbatasan dengan Kalimantan Timur. Sungai Bungan mempunyai banyak cabang yang bermata air di pegungan Muller yang berbatasan dengan Kalimantan Timur yang puncaknya antara lain adalah Gunung Lepuyan (1.120 m), Gunung Batu Tapung (1.300m), Gunung Dayang (1.640m), dan Gunung Kerihun (1.790m) yang salah ucapkan menjadi Gunung Karimun (Kanwil BPN Kalbar 1995).

22

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Gambar 2. Rata-rata curah hujan Periode 1976-1985 dan 1986-19995

RATA-RATA CURAH HUJAN Periode 1976-1985


450 400 350 300 (mm) 250 200 150 100 50 0 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Ratarata/bln.

Bulan

RATA-RATA CURAH HUJAN Periode 1986-1995


600 500 400

(mm)

300 200 100 0 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Ratarata/bln.

Bulan

23

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Gambar 3. Rata-rata hari hujan Periode 1976-1985 dan 1986-1995. Diambil dari RPTN gambar 7

RATA-RATA HARI HUJAN Periode 1976-1985


16 14 12 10 (hari) 8 6 4 2 0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Ratarata/bln.

B u lan

RATA-RATA HARI HUJAN Periode 1986-1995


25 20 15 10 5 0 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Ratarata/bln

(hari)

Bulan

24

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Topografi TNBK berbukit dan bergunung dengan ketinggian tempat berkisar antara 150 m sampai dengan sekitar 2.000 m dari permukaan laut (Santoso & Haryanto 1998, Jantop TNI AD 1974, 1975). Persentase berdasarkan kelompok ketinggian adalah sebagai berikut : 5,34% (< 200 m), 38.51% (200 - 500 m), 28.14% (500 - 700 m), 15.90% (700 - 1.000 m), 11,19% (1.000 - 1.500 m), dan 0,92% (> 1.500 m). Sebagian besar kawasan ini mempunyai kelerengan yang terjal di atas 40% dan hampir tidak terdapat daerah landai kecuali pada lembah-lembah sungai yang relatif sempit. Kawasan TNBK paling tidak mempunyai 179 puncak yang tersebar sebanyak 65 titik puncak di DAS Embaloh, 36 di bagian DAS Sibau-Menyakan, 26 di DAS Mendalam, dan 52 di wilayah DAS Hulu Kapuas/ Koheng/Bungan. Banyak diantara puncak-puncak ini belum mempunyai nama, bahkan puncak tertinggi di timur Gunung Kerihun pun belum tercatat. Hal ini dipastikan oleh tim survey udara Jantop AD saat melakukan survey udara di daerah perbatasan Indonesia - Malaysia pada tahun 1995. Mereka mengindikasikan bahwa terdapat puncak yang tingginya lebih dari 2.000 m di dalam kawasan TNBK. Berdasarkan analisis foto udara sekala 1:25.000 yang dilakukan oleh Santoso & Haryanto (1998) didapat bahwa kawasan TNBK dapat dibagi menjadi 13 unit bentang lahan (terrain unit) atau satuan ekologi (ecological unit) yang berbeda. Pengklasifikasiannya berdasarkan pola dan kerapatan aliran sungai dan struktur geologinya. Pola aliran sungainya disebabkan oleh kelurusan-kelurusan yang dapat berupa patahan-patahan ataupun kekar-kekar (Direktorat Geologi Tata Lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi). Menurut peta geologi sekala 1:250.000 lembar 1516, 1517, 1616, dan 1617, sejarah umur geologi TNBK berkisar dari Paleozoic, Mesozoic, Tertiary, dan Cenozoic (Pieters et al. 1993). Tipe geologi terbesar adalah kelompok Embaloh (85%) dan lainnya adalah kelompok Kompleks Kapuas, Batu Terobosan Sintang, Selangkai, dan kelompok Volkanik Lapung. Daerah yang variasi geologinya sangat menarik adalah kawasan Timur TNBK di DAS Bungan. Sedangkan Litiloginya berupa batusabak, batupasir malih, batulanau malih, filit, serpih, argilit, dan turbidit. Secara umum, tanah di kawasan TNBK adalah seragam dan termasuk kedalam Dystropepts dengan tingkat pelapukan ringan dari tanah beriklim panas dengan kelembaban rendah walau ditutupi kanopi hutan yang kondisinya masih baik.

25

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3. Keanekaragaman Ekosistem, Hayati dan Budaya Taman Nasional Bentuang Karimun mempunyai keanekaragaman ekosistem yang tinggi dengan kondisi vegetasi yang relatif utuh (Gambar 4). Keadaan ini disimpulkan dari analisis citra Landsat No. WRS D 119-059/236 (31 Juli 1994) dan foto udara sekala 1:25.000 serta kunjungan lapangan. Daerah yang agak terganggu adalah sebagian kecil DAS Embaloh akibat pembukaan hutan oleh PARAKU untuk lahan perladangan di tahun 1970an. Daerah ini sekarang ditutupi oleh hutan sekunder dari berbagai tahapan suksesi. Daerah terganggu lainnya adalah lahan sekitar pemukinan di dusun Nanga Bungan dan Tanjung Lokang dimana masyarakatnya memanfaatkan lahan di pinggir sungai untuk perladangan daur ulang. Kegiatan ini tidak mengancam kelestarian keanekaragaman hayati TNBK karena gangguannya tergolong sederhana dan sempit (Atok 1998). Berdasarkan pengamatan lapangan, kawasan hutan di Taman Nasional Bentuang Karimun dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe ekosistem walaupun dari interpretasi foto udara bisa dikenali sebanyak 13 unit bentang lahan. Kedelapan tipe hutan tersebut adalah hutan Dipterocarpaceae dataran rendah (low land Dipterocarp forest), hutan Aluvial (Alluvial forest), hutan rawa (swamp forest), hutan sekunder tua (old secondary forest), hutan Dipterocarpaceae bukit (hill Dipterocarp forest), hutan kapur (limestone forest), hutan sub-gunung (sub-montane forest), dan hutan gunung (montane forest). Pengamatan dan analisa langsung di lapangan (ground thruthing) dari ekosistem hutan TNBK masih sangat diperlukan mengingat kerja lapangan yang selama ini dilakukan baru mencakup sebagian kecil kawasan TNBK. Hutan TNBK mengandung keanekaragam jenis yang tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru. Hutan dipterocarpaceae dataran rendah yang merupakan porsi terbesar dari TNBK mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dan umumnya dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, dan Vatica . Dari 49 petak berukuran 10 X 50 m yang secara bersistem dicuplik di ketinggian antara 150 sampai dengan 1.150 m didapat 695 jenis pohon yang tergolong dalam 156 marga, dan 63 suku dan 50 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Pulau Borneo (Partomihardjo et al. 1998). Sebagai contoh adalah jenis Amyxa pluricormis yang merupakan kerabat kayu Gaharu (Aquilaria spp.) tidak hanya endemik Borneo, namun juga merupakan marga yang tunggal. Selain itu, pisang jenis baru; Musa lawitiensis dan beberapa temuan baru (new record) seperti Neo-uvaria acuminatissima, Castanopsis inermis, Lithocarpus phillipinensis, Chisocheton cauliflorus, Eugenia spicata, dan Shorea peltata juga didapatkan.

26

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keanekaragaman nabati yang tinggi ini terlihat juga dengan banyaknya jenis di setiap famili tumbuhan. Suku Dipterocarpaceae misalnya, mempunyai jumlah jenis terbesar yaitu 121 dari total 267 jenis yang tumbuh di Borneo. Marga Shorea saja mempunyai jumlah jenis tidak kurang dari 30. Suku tumbuhan lain yang mempunyai jumlah jenis banyak adalah Euphorbiaceae (73), Clusiaceae (33), Burseraceae (30), Myristicaceae (28), dan Myrtaceae (28). Oleh karena itu, sedapat mungkin hutan tropis primer ini jangan sampai mendapatkan gangguan yang terlalu intensif terutama yang diakibatkan oleh ulah manusia, karena kelestarian keanekaragaman jenisnya akan cepat menurun. Keanekaragaman jenis pohon ini menghasilkan keanekaragaman epifit yang tinggi pula. Pohon yang paling banyak ditumpangi epifit adalah Dipterocarpus oblongifolius yang banyak tumbuh di pinggir sungai. Berbagai jenis anggrek bergantungan di pohon ini dan diantaranya adalah Agrostophyllum spp., Bulbophyllum spp., Coelogyne spp., Cymbidium sp., Dendrobium acuminatissimum, Eria spp., Flekengiria sp., Gramatophyllum speciosum, dan Pholidota sp. Disamping itu, jenis lain yang tergolong dalam lumut dan paku-pakuan banyak dijumpai pula. Jenis paku-pakuan yang ditemuai diantaranya adalah Asplenium nidus, Athrophyum sp., Gonioplebium sp., Nephrolepis sp., dan Pyrrosia sp. Sedangkan epifit kelompok tumbuhan lainnya adalah Ficus deltoidea (Moraceae), Schefflera spp. (Araliaceae), Nephentes spp. (Nephentaceae), Medinilla spp. (Melastomataceae), Rhododendron sp. (Theaceae), dan Pandanus epiphyticus (Pandanaceae). Penyebaran tumbuhan epifit, terutama anggrek makin ke arah darat (menjauh dari pinggir sungai) makin jarang ditemukan. Koleksi dari daerah "rheophyte" yaitu daerah pinggiran sungai yang terpengaruh oleh pasang surutnya permukaan air adalah Myrmenauclea sp., Pandanus sp., Ficus sp.,Acorus sp., Schefflera sp.,dan Saurauia sp. Sedangkan jenis yang umum dipinggir sungai yang bukan tergolong "rheophyte" adalah Dipterocarpus oblongifolius, Saraca declinata, Diospyros sp., Aglaia sp., Dillenia sp., dan Sauraia sp. Jenis yang umum tumbuh didaerah yang terganggu dan terbuka adalah Macaranga sp., Musa sp., Gigantochloa sp., Schizostachyum sp. dan beberapa jenis dari kelompok Zingiberaceae dan paku-pakuan. Sedangkan jenis yang umum tumbuh di lantai hutan adalah Cyrtandra spp., Begonia spp., Urophyllum spp., Pinanga spp., Calamus spp., Pandanus sp. dan beberapa jenis dari suku Euphorbiaceae. Diantara jenis tumbuhan bawah ini banyak yang mempunyai potensi sebagai tumbuhan hias, disamping berbagai jenis anggrek. Khusus mengenai anggrek telah dikoleksi ratusan specimen hidup yang terdiri atas 89 jenis yang tergolong dalam 40 marga (Gandawidjaja 1998). Secara garis besar penyebaran anggrek dipengaruhi oleh ketinggian tempat yang berkorelasi dengan

28

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tipe hutan. Jumlah jenis anggrek epifit lebih banyak dibandingkan dengan anggrek tanah. Sebagian besar anggrek tumbuh menempel pada pohon besar di pinggir sungai yang menyiratkan bahwa anggrek memerlukan kelembaban dan sinar matahari yang cukup sebagai persyaratan hidupnya. Anggrek Dendrochilum lebih banyak ditemukan di hutan kerangas sedangkan Coelogyne asperata dan Coelogyne foerstermanii umum dijumpai di segala tipe hutan sebagaimana anggrek marga Agrostophyllum, Bulbophyllum and Eria,. Anggrek yang mempunyai bunga besar seperti anggrek hitam (Coelogyne pandurata) juga ditemukan di dusun Sadap selain C. dayana, C. asperata, C. foerstermanii, Chelonistele lurida dan Chelonistele amplissima yang banyak dijumpai di dalam kawasan TNBK sehingga sangat bagus untuk atraksi ekowisata. Hal yang juga menarik adalah dari kelompok palem. Telah dikoleksi sebanyak 85 specimen yang terdiri atas 60 species dan tergolong dalam 17 marga (Mogea 1998). Terdapat 20 jenis dari marga Calamus dan 15 jenis dari marga Pinanga. Hal yang menarik adalah ditemukannya 13 jenis record baru untuk Kalimantan Barat diantaranya adalah Areca insignis va. moorei, Calamus divaricatus, Demonorops formicria, Pinanga variegata, Pogonium divaricatum dan Salacca dransfieldianan. Dipastikan paling tidak terdapat dua jenis baru palem yaitu dari marga Calamus dan Pinanga . Dari kelompok tumbuhan rendah dikoleksi sebanyak 12 jenis jamur dan 133 jenis lumut/Briofita yang tergolong dalam 3 kelas (Sujatmiko 1998). Kelompok lumut yang masuk kelas Hepaticopsida terdiri atas 19 suku dan 65 jenis, kelas Anthocerotopsida terdiri satu suku dan 2 jenis, dan yang masuk kelas Bryopsida terdiri atas 19 suku dan 66 jenis. Secara taksonomi, keanekaragaman lumut di daerah ini komplit sekali karena dapat ditemukan dari lumut yang tergolong masih sederhana (Blepharostoma sp. dan Trichocolea sp.) sampai jenis lumut yang sangat canggih dari kelas Bryopsida. Daerah Bukit Condong yang merupakan daerah tinggi di DAS Embaloh mempunyai kenanekaragaman jenis lumut yang lebih bervariasi dibandingkan dengan di daerah dataran rendah. Berdasarkan tempat hidupnya, sebanyak 87 jenis sebagai epifit, 18 tumbuh diatas tanah, dan 7 jenis tumbuh diatas batu. Keanekaragaman lumut di daerah ini memang sangat tinggi karena bila dibandingkan dengan hutan tropis di Kilimanjaro, Afrika hanya mempunyai 20 jenis lumut epifit dan dari kawasan Amerika Latin (Siera Maestra di Cuba dan Andes di Bolivia) hanya dijumpai 28 jenis. Peran ekologi dari kelompok lumut inipun cukup tinggi. Salah satunya adalah lumut yang tumbuh diatas tanah memunyai fungsi yang penting yaitu sebagai

29

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

filter air permukaan dan media yang bagus bagi persemaian biji. Hamparan lumut di lantai hutan menjaga kelembaban yang optimal bagi berkecambahanya biji sehingga bisa mempercepat regenerasi tumbuhan hutan. Pengamatan kelompok fauna menghasilkan temuan yang cukup menarik. Ditemukan sebanyak 7 jenis primata yaitu Orangutan (Pongo pygmaeus), Kelampiau (Hylobates muelleri), Hout (Presbytis frontata), Kelasi (Presbytis rubicunda), Beruk (Macaca nemestrina), Kera (Macaca fascicularis), dan Tarsius (Tarsius bancanus) dari 5 DAS pengamatan dengan kisar ketinggian antara 150 m sampai 1.200 m (Gurmaya et al. 1998). Jumlah kelompok yang teramati adalah 25 kelompok Orangutan, 52 kelompok Kelampiau, 39 kelompok Hout dan Kelasi (marga Presbytis), serta 56 kelompok Beruk dan Kera (marga Macaca). Sedangkan populasi primata di daerah DAS Embaloh cukup tinggi karena ketersediaan makanan. Sumber pakan melimpah di berbagai tipe hutan yang umumnya dari tumbuhan suku Myrtaceae, Moraceae, Euphorbiaceae, Sapindaceae, dan Sapotaceae. Pola penyebaran Orangutan cukup menarik karena cenderung terkonsentrasi di TNBK bagian barat, terutama di DAS Embaloh. Dalam kaitan dengan penyebaran primata ini pula, disarankan agar batas TNBK direvisi yaitu langsung lurus menyeberang Sungai Embaloh dari Sungai Paloh di kiri ke Sungai Benalik di kanan. Orangutan sangat mudah dilihat di DAS Tekelan sekitar Gunung Betung (1.150 m) - Gunung Condong (1.250 m) dan bagian ini sebenarnya adalah daerah yang berdampingan dengan Suaka Alam Lanjak Entimau di Sarawak, Malaysia. Oleh karena itu, pembentukan daerah konservasi lintas batas Lanjak Entimau - Bentuang Karimun Biodiversity Conservation Area adalah sangat tepat terutama bagi pelestarian Orangutan. Seperti yang dikatakan oleh Adrian Phillips (1997) bahwa fungsi konservasi lintas batas (transboundary reserve) tidak hanya untuk pelestarian keanekaragaman hayati antara dua negara, namun yang tidak kalah pentingnya adalah potensinya membentuk perdamaian dan kepercayaan bagi kedua negara di masa datang (lihat Park Vol. 7 No. 3, Oktober 1997). Keanekaragaman mamalia lain di TNBK juga menarik. Tidak kurang dari 48 jenis mamalia ditemukan termasuk didalamnya adalah Harimau dahan (Neofelis nebulosa), Kucing hutan (Felis bengalensis), Beruang madu (Helarctos malayanus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kijang emas (Muntiacus atherodes), Rusa Sambar (Cervus sp.), dan Kancil (Tragulus napu). Satu jenis Berang-berang (Lutra sumatrana) yang dinyatakan langka oleh IUCN ternya masih bisa ditenuai di DAS Mendalam. Walaupun pernah dilaporkan bahwa Badak Sumatera pernah dijumpai di kawasan TNBK, selama total 10 bulan survey lapangan di 5 DAS dan memperhatikan bentuk

30

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

TNBK yang sempit memanjang diduga keberadaan Badak Sumatera di TNBK sangat kecil kemungkinannya. Dari kelompok kelelawar (Chiroptera) dijumpai sebanyak 18 jenis dan kelompok pengerat sebanyak 17 jenis. Adalah sangat menarik bahwa masih bisa ditemukan kelelawar pemakan kumbang (Cheiromeles torquatus) di TNBK yang di Pulau Jawa telah dinyatakan punah. Pada kelompok burung dihasilkan sebanyak 301 jenis yang tergolong dalam 151 marga dan 36 suku (Raharjaningtrah & Proyogo 1998). Jumlah jenis yang menonjol termasuk dalam suku Muscicapidae, Pycnonotidae, dan Timaliidae. Sebanyak 6 jenis merupakan temuan baru untuk Indonesia yaitu Acciper nisus, Dendrcitta cinerascens, Ficedula parva, Luscinia calliope, Pycnonotus flavescent, dan Rhinomyas brunneata. Sebanyak 24 jenis endemik Borneo diantaranya adalah Arachnothera everetti, Calyptomena hosei, Calyptomena whiteheadi, Chlorocharis emiliae, Cyornis superbus, Dicaeum monticolum, Harpactes whiteheadi, Lonchura fuscans, Lophura bulweri, Malacocincla perspicillata, Megalaima eximia, Megalaima monticola, Megalaima pulcherrima, Napothera atrigularis, Oculacincta squamifrons, Pitta baudii, Pityriasis gymnocephala, Ptilocichla leucogrammica, Prionochilus xanthopygius, dan Yuhina everetti. Sebanyak 15 jenis pendatang yang teramati diantaranya adalah Eudynamis scolopaceae, Ficedula mugimaki, Locustella certhiolata, Locustella laceolata, Motacilla cinerea, Tringa hypoleucos, dan Egretta garzeta. Khusus untuk burung pendatang Tringa hypoleucos dan Egretta garzeta hanya dijumpai di sungai besar Embaloh. Hal yang sama untuk burung Anhinga melanogaster, hanya dijumpai di Sungai Embaloh dan tidak pernah dijumpai di sungai-sungai kecil cabang Embaloh. Sebanyak 63 jenis burung yang ditemui di TNBK meruapak burung yang dilindungi oleh undangundang, termasuk didalamnya adalah fauna maskot Propinsi Kalimantan Barat yaitu Enggang Gading (Buceros vigil). Secara garis besar TNBK masih sangat baik untuk mendukung kehidupan avifauna karena makanan bagi burung pemakan serangga maupun pemakan buah serta penghisap madu masih melimpah. Perburuan burung pun tidak terjadi didalam kawasan TNBK. Taman Nasional Bentuang Karimun ternyata mempunyai keanekaragaman herpetofauna yang tinggi juga. Dari sekitar 1.500 specimen yang dikumpulkan dari kawasan TNBK, 103 jenis dapat diidentifikasi dan terdiri atas 51 jenis amfibi, 26 jenis kadal, 2 jenis buaya, 3 jenis kura-kura, dan 21 jenis ular (Iskandar et al. 1988). Salah satu temuan yang sangat menarik adalah salah satu katak terkecil di dunia yaitu Leptobrachella myorbergi yang ukuran dewasanya kurang dari satu centimeter. Beberapa jenis kodok (Bufonidae) dan katak pohon (Rhacophoridae) dari marga Ansonia dan Philautus sangat potensial sebagai jenis baru, disamping kelompok

31

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kadal dari marga Shenomorphus, dan marga Calamarta dari kelompok ular. Satu jenis ular dari Gunung Lawit yang berhasil dikoleksi yaitu Stoliczkaia borneensis merupakan specimen yang ketiga di dunia, selain satu jenis baru ular Leptolalax hamidi yang deskripsinya sedang dipublikasikan. Buaya katak (Crocodilus ruminus) dan buaya sumpit (Tomistoma schegeli) diketahui terdapat di Sungai Sibau bagian tengah, tepatnya di antara Nanga Menyakan dan Nanga Potan. Pengamatan herpetofauna memberikan tendensi bahwa keanekaragaman jenis herpetofauna di TNBK sangat tinggi, hanya populasinya agak kecil. Hasil pengamatan ikan di Sungai Embaloh dalam kawasan TNBK menunjukan bahwa keanekaragaman jenisnya cukup tinggi. Dari koleksi sekitar 4.000 specimen yang diambil dari 63 setasiun di 20 sungai besar dan kecil, menghasilkan 112 jenis ikan yang tergolong dalam 41 marga dan 12 suku (Rachmatika & Haryono 1998). Suku yang banyak jenisnya adalah Cyprinidae, Balitoridae dan Cobitidae. Ikan Pelekat (Neogastromyzon niewenhuisi) dan ikan Kulung (Lobocheilus cf bo) adalah ikan yang jumlahnya cukup banyak, sedangkan ikan yang penyebarannya luas adalah ikan Kemayur (Nemachilus cf saravacencis), ikan Banta (Osteochilus microceplalus), dan ikan Seluang (Rasbora bankanensis). Ikan Buntal (Tetraodon leiurus) pun dapat ditemui di Sungai Embaloh. Terdapat 14 jenis yang endemik Borneo yaitu ikan Pelekat (Gastromyzon embalohensis sp. nov), Neogastromyzon niewenhuisi, Neogastromyzon sp1., Neogastromyzon sp2., Glaniopsis multiradiata, Glaniopsis sp1., Glaniopsis sp2., ikan Arungan/ Langkung (Hampala bimaculata), Homaloptera stephensoni, Protomyzon griswoldi, ikan Kemujuk (Paracrossochilus acerus), ikan Tupai/Binkus (Gyrinocheilus pustulotus), dan ikan Batu (Garra borneensis). Paling tidak ditemukan 3 jenis ikan baru, satu jenis telah dipastikan penamaannya yaitu Gastromyzon embalohensis, sedangkan 2 jenis lain dari marga Lobocheilus (ikan Kulung dari Sungai Embaloh) dan Luciosoma (ikan Kenjuar dari Sungai Tekelan) sedang dalam proses pemastian penamaannya. Disamping itu, beberapa jenis ikan Pelekat merupakan catatan baru (new record) untuk Kalimantan dan Indonesia. Beberapa jenis ikan mempunyai potensi ekonomi dan telah banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Beberapa jenis yang intensif dimanfaatkan sebagai makanan adalah ikan Semah (Tor douronensis, Tor soro, tor tambra dan Tor tambroides), Kaloi (Osphronemus seftemfasciatus), Kebali (Osteochilus hasselti), dan Tengadak (Puntius collingwoodi). Sedangkan yang potensial sebagai ikan hias dintaranya adalah ikan Batu (Schismatorhynchus heterorhynchus), Ulanguli (Botia macracanthus), Pasik (Botia hymenophysa), Berbaju (Puntius tetrazona dan Puntius everetti), Ikan Pasir (Acanthopsis dialuzona), Ikan umpan (Puntius binocatus), dan

32

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Rasbora dusuniensis. Ikan Pasik, Ulanguli, dan Berbaju telah umum diketahui sebagai komoditi eksport dan yang lebih menarik jenis Osteochilus pleurotenia merupakan specimen temuan baru bagi Museum Zoologi Bogor (MZB). Keanekaragaman serangga di TNBK pun cukup menarik dengan ditemukannya kupu-kupu Raja Brook (Trigonoptera brookiana). Kupu-kupu yang cantik dan dilindungi undang-undang ini tersebar merata di pinggir-pinggir sungai besar di dalam kawasan TNBK. Pengamatan insekta yang lebih intensif dilakukan pada kelompok Chrysomelidae (Coleoptera). Menurut laporan Reid (1966) tidak kurang dari 170 jenis yang teridentifikasi terdapat hal-hal yang menarik bahkan ada temuan marga baru di TNBK. Paling sedikit 7 marga dari Chrysomelidae yaitu Apththonoides, Clavicornaltica, Gastrolinoides, Lipromorpha, Micrantipha, Niasia, dan Pachenephorus. Hal yang lebih menarik lagi bagi ilmu pengetahuan adalah ditemukannya masing-masing satu genus dari Dermestidae dan Dryopidae yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya. Sedangkan jenis-jenis baru yang sedang dideskripsikan adalah dari marga Bruneixellus, Ischalia, dan Psephenoides. Selain itu, TNBK mempunyai 25 jenis semut yang tergolong dalam marga Hagaiomyrma, Myrma, Myrmhopha dan Polyrhachis yang didapat hanya dalam 3 bulan survei. Sebagai bandingan, di Taman Nasional Lambir, Sarawak selama dua tahun penuh survei hanya ditemukan 17 jenis semut. Semua hal ini menunjukkan bahwa TNBK memang mengimpan dan memelihara keanekaragaman jenis yang tinggi. Studi etnobotani yang merupakan kajian kaitan antara tumbuhan dan budaya dari kelompok manusia tertentu dilakukan juga di kawasan TNBK. Pengamatan dilakukan di lima dusun yang berbatasan dengan kawasan taman nasional, yaitu Dusun Sadap (etnis Dayak Iban), Sungai Ulu Palin (etnis Dayak Tamambaloh), Nanga Potan (etnis Dayak Kantu), Along Hovat (etnis Dayak Bukat), dan Nanga Bungan (etnis Dayak Punan Hovongan). Dusun Sadap dan Sungai Ulu Palin masih tinggal di Betang yaitu rumah panjang tradisional dengan jumlah lubang pintu masingmasing sebanyak 16 dan 38. Sebanyak 439 spesimen bukti tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat telah dikumpulkan yang secara taksonomi tergolong dalam 315 jenis, 183 marga, dan 72 suku (Supardiyono & Soedjito 1998). Manfaat tumbuhan tersebut dikelompokan menjadi jenis tumbuhan sumber pangan, tumbuhan obat-obatan, tumbuhan untuk upacara/ritual, bahan bangunan dan kerajinan, bahan peralatan, bumbu masak, bahan pewarna, bahan racun, dan tumbuhan tabu. Ternyata berbagai pengetahuan masyarakat tradisional ini sangat dipengaruhi oleh kelompok etniknya, lingkungan dan letak geografisnya, tingkat umur, dan jenis kelaminnya.

33

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dalam kaitan studi etnobotani ini pula dikaji secara ilmiah pengetahuan obatobatan masyarakat Punan Hovongan. Sebanyak 90 jenis tumbuhan obat tradisional dari Dusun Tanjung Lokang diseleksi dan contoh yang berbentuk daun, ranting, kulit batang, akar, bunga, buah, atau seluruh bagian tumbuhannya dianalisis untuk mengetahui potensi senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Analisis menunjukkan bahwa tumbuhan obat tradisional ini berpotensi sebagai bahan berbagai obat baru. Basuki (1998) melaporkan bahwa dari pengujian toksisitas terhadap udang Artemia salina sebanyak 29 ekstrak tumbuhan bereaksi toksik terhadap udang tersebut, sedang dari uji mikrobial sebanyak 32 ekstrak tanaman menunjukkan keaktifan tinggi. Berdasarkan pengujian antioksidan yang berpotensi untuk kemoprevensi antikanker sebanyak 27 ekstrak tumbuhan dengan menunjukkan keaktifan yang tinggi. Sedangkan dari uji anti kanker sebayak 5 ekstrak tumbuhan menunjukkan keaktifan tinggi. Kelima jenis tumbuhan tersebut adalah berkode TL-8, TL-10, TL-42, TL-52, dan TL-56. Perhatian khusus diberikan kepada TL-42 yang memperlihatkan aktivitas sangat tinggi dalam esai antikanker. Keadaan sosial dan ekonomi penduduk di pemukiman sekitar kawasan TNBK juga diamati. Terdapat 4 kecamatan yang tercakup dalam TNBK yaitu Kecamatan Putussibau, Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Batang Lupar, dan Kecamatan Badau yang mempunyai akses langsung ke Lubuk Antu di Sarawak, Malaysia. Informasi yang dikumpulkan meliputi kelompok budaya, tataguna lahan, demografi, kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan. Akses ke masing-masing kecamatan dan jaringan jalan serta sungai antara pemukiman juga dipertimbangan untuk menganalisa kecenderungan perkembangan dan mengembangkan kegiatan ekonomi setiap desa di masa datang. Masalah utama yang ditemui adalah hampir di setiap segi kegiatan ekonomi masih dalam kondisi lemah (Arman 1998). Pemberdayaan masyarakat termasuk meningkatkan ekonomi, pendidikan, ketrampilan dan kesadaran akan datangnya gelombang baru perlu diupayakan terus-menerus. Hal baru yang sangat menarik dalam kaitan perkembangan ekonomi adalah sudah dipakainya jalan lintas utara oleh angkutan umum. Keadaan ini memberikan alternatif baru bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Pemasokan barang keperluan hidup menjadi lebih cepat. Barang yang biasanya hanya tergantung oleh angkutan air sekarang bisa pula diangkut oleh kendaraan darat. Oleh karena itu hal ini membuat situasi perdagangan di jalur Putussibau, Mataso, Lanjak, dan Nanga Badau menjadi ramai dan masyarakat lokal terdorong untuk memulai usaha baru seperti membuka warung dan toko. Keberadaan beberapa dusun yang strategis baik dari segi letak, keindahan alamnya maupun kearifan budayanya, merupakan

34

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

aset yang sangat berharga untuk dikembangkan sebagai atraksi ekowisata. Sebagai gambaran wisatawan bisa berangkat dengan mobil dari Kuching di Sarawak pagi hari bisa sampai di Sadap siang harinya dan bila diteruskan dengan perahu ke kawasan TNBK bisa sampai sore harinya. Namun perlu diwaspadai juga bila kelancaran transportasi darat ini bisa mempunyai dampak negatif bagi usaha yang melanggar hukum. Sebagai misal akibat makin mudah dan cepatnya transportasi antara Mataso ke Lubuk Antu (Malaysia) penangkapan ikan segar di wilayah Indonesia makin intensif dan penyelundupannya ke Lubuk Antu makin meningkat. Oleh karena itu, pembuatan pintu masuk resmi antara Nanga Badau dan Lubuk Antu sepertihalnya Entikong perlu dipercepat. Dengan strategi dan persiapan infrastruktur yang matang di wilayah Indonesia, pintu resmi ini akan lebih banyak menguntungkan pihak Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut diatas dan agar masyarakat siap menghadapi perubahan yang cukup besar ini, maka perlu diketahui secara mendalam dasar budayanya. Dari penelitian pendekatan antropologi, secara garis besar struktur masyarakat dan corak mata pencarian, kelompok-kelompok Dayak di TNBK ternyata mewakili tiga dari empat tipologi berbagai kelompok Dayak di seluruh Kalimantan atau Borneo (Ngo 1998). Kelompok pertama adalah orang Punan dan Bukat yang mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu, terikat dalam kelompok-kelompok kecil, serta struktur kepemimpinan berdasarkan senioritas dan kecakapan. Karakter kelompok ini sangat individualistis, pragmatis, dan oportunistis karena terbiasa hidup dalam kelompokkelompok kecil yang amat independen dan bermobilitas tinggi guna mengumpulkan hasil hutan nonkayu. Kedua adalah orang Iban dan Kantu mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya perladangan daur ulang terutama di lahan kering dan perbukitan, serta berkebun atau merantau untuk memperoleh pengalaman baru sambil mencari uang dari sektor nonpertanian. Kelompok ini mengutamakan prinsip-prinsip egaliter, terbuka, dan demokratis yang dilandasi oleh dua nilai utama yakni kerjasama dalam kelompok dan persaingan sehat antarindividu. Kelompok ketiga adalah orang Tamambaloh dan Kayan yang mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya perladangan daur ulang lahan kering dan basah, serta berkebun. Kelompok ini mempunyai struktur kekuasaan berdasarkan sistem pelapisan sosial yang ketat dan berlapis-lapis yang masih mewarnai kehidupan sehari-hari, saat upacara adat, dan proses pengambilan keputusan yang berkenaan

35

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dengan hukum adat dan alokasi pemanfaatan sumberdaya alam. Pemahaman budaya dan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar TNBK dengan konteks letak geografis serta singgungan terhadap masyarakat lainnya adalah pijakan dasar untuk mengembangkan TNBK. Pelestarian kenaekaragaman hayati hanya demi konservasi memang sudah bukan jamannya lagi. Masyarakat sekitar perlu diupayakan mempunyai kegiatan dan penghasilan ekonomi agar cukup untuk menghidupi dirinya. Cara yang ideal untuk memberdayakan masyarakat ini adalah dilibatkan dalam kegiatan yang langsung dikelola oleh unit TNBK, sehingga mereka merasa turut memiliki dan berusaha menjaganya. 4. Rencana Pengelolaan Dalam kaitan rencana pengelolaan TNBK dihasilkan rancangan sebagai berikut. Rencana pengelolaan tetap mengacu pada UU No. 5 tahun 1990 dan mengikuti pedoman SK Dirjen PHPA No. 59/Kpts/DJ-VI/1993. Dalam kaitan dengan pengembangan regional (Lihat Hamid 1998), diacu Perda Kalbar No. 1 Tahun 1995 tentang Rencana Tata Ruang Kalbar yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Kalbar No. 23 Tanggal 23 Desember 1995 Seri D No. 22. Rencana pengelolaan TNBK ini merupakan rangkuman hasil dari diskusi awal antara para pakar TNBK yang akan dibahas lebih lanjut dalam lokakarya pada tanggal 29 - 30 April, dan 1 Mei 1998 di Pontianak. Hasil akhir rencana pengelolaan TNBK diharapkan selesai pada akhir tahun 1998. Untuk sementara, usulan sistem zonasi (pemintakatan) di TNBK ini adalah sebagai berikut. Zona inti meliputi daerah berlereng terjal yaitu di sekitar Gunung Betung, Gunung Lobang Anginribut, Gunung Lawit, Bukit Ulu Seluwa, Bukit Belabi, Bukit Unjuk Balui, Gunung Cemeru, Gunung Jemuki, dan Gunung Kerihun. Zona lain meliputi sebagian kawasan Sungai Tekelan, Sungai Menyakan, Sungai Bungan; termasuk didalamnya zona rehabilitasi/pengembangan Gaharu di Sungai Kanyau dan zona pemanfaatan traditional di Sungai Pono, Bulit, dan Lango. Sedangkan zona pemanfaatan adalah di Nanga Tekelan, Nanga Naris, Nanga Menyakan, Nanga Kanyau, dan Nanga Bungan (Gambar 5). Berdasarkan kondisi lapangan, TNBK dapat dibagi menjadi empat seksi wilayah pengelolaan sesuai dengan pembagian sub DAS (gambar 6). Bagian barat meliputi kawasan dari Gunung Betung sampai lereng barat Gunung Lawit, bagian tengah dimulai dari Gunung Lawit ke Gunung Balui sampai Hulu Sungai Siyai, dan bagian timur mulai dari Hulu Sungai Siyai sampai ke Gunung Cemeru di

36

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

perbatasan Propinsi Kalimantan Timur. Kantor pusat akan berada di Ibukota Kabupaten Kapuas Hulu di Putussibau, sedangkan kantor seksi akan berada di Sadap untuk seksi wilayah konservasi Embaloh, seksi wilayah konservasi Sibau di Nanga Potan, seksi wilayah konservasi Mendalam di Pagung, dan di Nanga Bungan untuk seksi wilayah konservasi Kapuas Koheng-Bungan. Setiap wilayah konservasi akan mempunyai tiga zonasi dengan masing-masing pertimbangan pelestarian jenis dan ekosistemnya. Fasilitas minimal yang diperlukan di setiap wilayah adalah alat transportasi dan komunikasi, pondok kerja, pondok jaga, pos jaga, menara pengintai, perumahan pegawai, setasiun penelitian permanen, laboratorium lapangan, jalur ekowisata, dan helipads di daerah yang penting dan terpencil. Pintu gerbang TNBK sebanyak dua buah dan sebaiknya diletakkan di jembatan Mataso untuk bagian barat dan di dusun Sungai Ulu Palin di bagian tengah. Pintu gerbang barat untuk arus wisata yang datang melalui pintu barat yang bisa menggunakan jalur Lubo Antu (Sarawak), Nanga Badau, dan Nanga Kantu. Pintuk gerbang tengah yang masuk melalui jalur Putussibau dan gerbang ini sekalian sebagai gerbang BUNDAYATI (Kebun Budaya dan Sumberdaya Hayati) Uncak Kapuas yang diusulkan dibangun di sekitar rumah panjang (betang) dusun Sungai Ulu Palin. BUNDAYATI Uncak Kapuas ini dimaksudkan sebagai tempat konservasi eksitu baik kekayaan budaya maupun sumberdaya hayati Kabupaten Kapuas Hulu.

37

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pintu gerbang TNBK ini akan dilengkapi dengan visitor center/information center selain yang di Putussibau dan Nanga Bungan. Pondok jaga diusulkan dibangun di Bukit Condong, Hulu Sungai Peyang, Gunung Lawit, Hulu Sungai Jenait, Bukit A (1.1420 m), Bukit B (1.520 m), dan Hulu Sungai Bungan. Dari usulan tersebut, sebanyak tiga pos jaga telah dibangun oleh Sub Balai KSDA Kalimantan Barat yaitu yang di Nanga Bungan, di Nanga Potan, dan yang di Sadap. Sedangkan pos jaga diusulkan dibangun di Nanga Pakararu; Nanga Apeyang; Nanga Pari, Hulu Sungai Bulit, dan Hulu Riam Matahari. TNBK juga memerlukan menara pengintai untuk memantau bahaya kebakaran dan mengamati flora dan fauna. Berdasarkan obyeknya, menara ini sebaiknya dibangun di Nanga Apeyang, Nanga Tekelan, Derian, Bukit Condong, Sepan (tempat binatang biasa minum) di hulu Sungai Damalun di DAS Embaloh, dan yang di DAS Sibau di Sepan Sungai Seluang, Sepan Sungai Payau, yang di DAS Mendalam di Sepan Hulu Jut Balui dan Sepan Sungai Halaoi, dan yang di DAS Kapuas Koheng berada di Sepan Sungai Tahum, serta yang di DAS Bungan di Sepan Sungai Pono. Berdasarkan usulan tersebut diatas telah dibangun satu menara di Nanga Apeyang DAS Sibau dan dua menara di DAS Embaloh yaitu satu di Nanga Tekelan dan satu lagi di Nanga Derian. Akses dan jalur masuk ke kawasan sangat penting untuk pengembangan TNBK di masa datang. Jalur sungai adalah akses yang telah tersedia yaitu Sungai Embaloh di kawasan barat, Sungai Sibau dan Mendalam di kawasan tengah, dan Sungai Kapuas di kawasan timur. Dari Putussibau ke kawasan barat akan memerlukan waktu sekitar 9 jam berperahu setelah menghiliri Sungai Kapuas lalu memudiki Sungai Embaloh sampai ke kampung terakhir yaitu Sadap setelah melewati Banua Martinus, Ibukota Kecamatan Embaloh Hulu. Dari kampung Sadap keperbatasan TNBK memerlukan waktu sekitar 3 jam lagi. Melalui jalur Sungai Sibau dan Sungai Mendalam hanya diperlukan waktu sekitar 5 jam untuk mencapai perbatasan TNBK. Sedangkan ke kawasan timur dengan memudiki Sungai Kapuas sampai kampung Nanga Bungan di perbatasan TNBK memerlukan waktu 10 jam berperahu dan bila ingin melanjutkan ke Tanjung Lokang yang merupakan kampung Punan Hovongan di dalam kawasan TNBK diperkukan 9 jam berperahu dengan melintasi 3 jeram besar yaitu jeram Homatop, Hororoy, dan Bakang. Oleh karena itu keberadaan jalur jalan darat lintas utara dari Putussibau ke Nanga Badau sangat penting untuk pengembangan TNBK. Jalur ini ini tidak saja mempercepat perjalanan dari Putussibau ke Sadap, tapi juga sangat penting untuk pengembangan wisata ekologi di Kabupaten Kapuas Hulu selaras dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan Barat. Proyek

40

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Taman Nasional Bentuang Karimun sangat mengharapkan makin dipercepatnya penyelesaian dan peningkatan kualitas jalur lintas utara ini. Suatu taman nasional mensyaratkan adanya bagian yang diperuntukkan untuk penelitian dan pengembangannya. Di dalam TNBK terdapat beberapa tempat yang sangat tepat untuk daerah penelitian permanen dinamika hutan hujan tropik. Paling tidak terdapat tiga kawasan yang sangat cocok untuk setasiun penelitian jangka panjang bagi ekologi, suksesi, dan dinamika ekosistem hutan yaitu kawasan Sub-DAS Tekelan dari DAS Embaloh, Sub-DAS Menyakan dari DAS Sibau, dan Sub-DAS Bungan dari DAS Kapuas Koheng. Ketiga kawasan tersebut mempunyai kekhasan masing-masing. Kawasan pertama yaitu Setasiun Tekelan (ST) secara geologi termasuk dalam Kelompok Embaloh (KTe) dengan keanekaragaman ekosistem dari hutan dipterocarpaceae dataran rendah sampai hutan sub gunung di Gunung Condong (1.245 m) dan Gunung Betung (1.150 m) serta riwayat aktivitas manusia. Aktivitas manusia tersebut adalah pembukaan ladang oleh PARAKU pada tahun sekitar 1970an, sehingga di sebagian kawasan Tekelan ini bisa digunakan untuk mempelajari suksesi hutan. Keberadaan beberapa hutan sekunder dengan tahapan suksesi yang berbeda ini sangat ideal untuk melihat dinamika hutan dan interaksinya dengan manusia. Kawasan penelitian kedua adalah setasiun Menyakan (SM) dengan spesifikasi mempunyai keanekaragaman hutan yang relatif tak terganggu (undisturbed oldgrowth) mulai dari ekosistem hutan dipterocarpaceae dataran rendah sampai hutan lumut di Gunung Lawit (1.770 m) walaupun secara geologi sama dengan ST yaitu Kelompok Embaloh (KTe). Kelompok Embaloh menyusun sekitar 85% dari seluruh kawasan TNBK. Setasiun penelitian ketiga adalah Setasiun Bungan (SB) dengan spesifikasi sejarah geologi yang berbeda dengan kedua setasiun sebelumnya dan lebih kompleks yaitu perpaduan antara Batuan Gunung api Nyaan (Ten), Kompleks Kapuas (JKlk), Batuan Gungapi Lapung (Tml), dan Batuan Terobosan Sintang (Toms). Dari segi vegetasi, variasi ekosistem hutan di SB juga beranekaragaman mulai hutan dipterocarpaceae sampai hutan kapur di pegunungan tinggi (Gunung Kerihun; 1.960 m). Stasiun Menyakan selain ideal untuk lokasi penelitian juga dapat difungsikan sebagai pondok jaga untuk mengamankan "jalur Sibau". Sungai Sibau adalah pintu gerbang yang termudah untuk memasuki kawasan TNBK. Jalur ini juga merupakan jalan yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk perjalanan dari Putussibau ke Sarawak (Sungai Bintulu) maupun jalan pintas untuk ke Sungai Embaloh di bagian barat dan Sungai Mendalam di bagian timur.

41

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Sebagian wilayah TNBK juga sangat indah untuk tujuan wisata alam. Langkah strategis yang diambil adalah untuk membangun citra yang komprehensif, dalam konteks pasar wisata yang baru, melalui kebijakan (1) pembentukan citra, (2) pengelolaan kawasan secara bio-regional, (3) kerjasama regional dengan industri turisme Sarawak, (4) menyusun peraturan dan kebijakan berkelanjutan yang memberikan insentif bagi pengelola namun peka terhadap hak-hak alam dan masyarakat setempat. Berdasarkan usulan Rahzen & Soedjito (1998), pengembangan wisata di TNBK dapat dibagi menjadi tiga wilayah yang orientasi pengembangannya diarahkan pada karakter wilayahnya masing-masing. Pertama adalah wilayah Embaloh yang orientasi utamanya diarahkan untuk wisata pendidikan dan penelitian (Educational Tour). Kedua adalah wilayah Sibau yang orientasinya diarahkan pada wisata yang berbasis pengembangan masyarakat (Eco-community based tourism). Sedangkan ketiga adalah wilayah Bungan yang orientas pengembangannya diarahkan untuk wisata petualangan (Adventure tourism). Sebagai ilustrasi potensi wisata TNBK adalah penggal Sungai Tekelan yang sangat tepat untuk wisata ekologi (ecotourism). Hanya dengan perjalanan selama satu jam bisa dijumpai berbagai variasi pemandangan tepi sungai dari kerimbunan bambu, naungan kanopi Dipterocarpus oblongifolius, tebing batu yang masif, gua kecil dengan kelelawarnya, permukaan air yang tenang sampai yang berriak kecil dan berjeram besar. Berbagai bunga anggrek dan burung Pecuk Ular, Raja Udang, serta Rangkong Gading melintasi sungai. Sesekali gelantungan Kelasi dan Kelempiau bisa dilihat juga. Ujung dari perjalanan menembus hutan tropis ini adalah jeram Naris yang perahu tidak bisa melintasinya. Daerah wisata ekologi lainnya adalah penggal Sibau. Dari Putussibau ke Serawak hanya ditempuh selama satu hari berperahu dan satu hari berjalan kaki. Pemandangan sepanjang jalur ini pun cukup indah tanpa ada jeram yang besar dan membahayakan sehingga ideal untuk wisatawan yang hanya mempunyai waktu sempit dan daya petualangan yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan bagi wisatawan yang mempunyai cukup waktu dan jiwa petualangan yang besar bisa memilih jalur mudik Sungai Kapuas ke Propinsi Kalimantan Timur. Jalur ini akan mengarungi tiga jeram besar di Sungai Bungan lalu jalan kaki menerobos hutan di Pegunungan Muller lalu turun di kampung Long Apari di hulu Sungai Mahakam. Ini adalah jalur ekspedisi pakar Belanda yaitu Anton W. Nieuwenhuis yang memakai jalur ini pertamakalinya pada tahun 1894. Berdasar pada pengalaman dan hasil pengamatan di lapangan terdapat tiga hal yang nampak menonjol untuk diperhatikan. Satu hal yang sangat menonjol adalah

42

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

potensi pengembangan ekowisata di jalur lintas utara antara Lubuk Antu - Nanga Badau - Putussibau. Data yang rinci mengenai letak obyek wisata dan atraksi apa saja yang bisa dikembangan telah dikumpulkan dan tinggal bagaimana mengemasnya. Diperhitungkan bila jalan lintas utara ini telah diaspal semua, wisatawan dari Malaysia melalui Lubuk Antu - Nanga Badau akan menyerbu Kapuas Hulu. Selama ini makin hari makin banyak saja orang Malaysia yang ingin melihat kawasan Indonesia. Hal kedua yang penting adalah pengembangan kerajinan rakyat. Kerajinan yang bisa dikembangan dengan cepat dan menguntungkan masyarakat adalah kerajinan yang berbahan dasar Bamban (Donax cannaeformis). Tumbuhan ini banyak tumbuh di daerah basah, mudah dikerjakan, kualitas cukup lumayan, dan masih banyak ibu-ibu yang terampil menganyam. Dengan bimbingan mengaluskan pola tradisional yang sudah ada, memodifikasi sesuai dengan permintaan pasar, dijamin usaha ini akan menguntungkan secara ekonomi. Pasarnya adalah Malaysia. Modalnya pun bisa diusahakan dari dana "INPRES KAWASAN LINDUNG". Kerjasama antara masyarakat, LSM, dan Pemda Tingkat II Kapuas Hulu untuk membuat proposal pengembangan masyarakat kawasan penyangga patut dimulai agar dana yang dikelola BAPPEDA Tingkat I ini bisa termanfaatkan. Banyak hal dapat dikembangan dari tema "kerajinan dan ekowisata" di daerah sekitar kawasan konservasi. Hal ketiga yang amat sangat perlu diperhatikan adalah menyangkut sumberdaya manusia. Selama kerja lapangan teramati bahwa di beberapa desa terdapat anakanak yang cerdas namun terancam tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena keterbatasan biaya. Anak-anak yang cerdas ini bisa ditolong dan sekaligus didorong untuk menjadi agen pengembangan desanya. Sebagai misal adalah disediakan beasiswa untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pariwisata dengan harapan menjadi pemandu wisata spesialisasi ekowisata. Mereka sudah tentu lebih akrab dengan alam pedesaan dan hutan karena mereka lahir di lingkungan seperti itu. Sekolah lanjutan diperlukan untuk menambah wawasan dan khasanah teknis penyampaian kepada wisatawan. Anak yang cerdas ini bisa juga diarahkan menjadi "ranger" (jagawana) sehingga langsung terlibat dalam pengelolaan TNBK. Sedangkan dana beasiswanya bisa diusahakan dari bapak angkat atau bahkan dicantumkan resmi di dalam anggaran Pemerintah baik APBN instansi tingkat kabupaten, propinsi, maupun pusat. Ketiga hal penting tersebut yang sekaligus juga merupakan saran, untuk mewujudkannya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi dengan kerjasama dari berbagai pihak dan komitmen yang kuat dari setiap

43

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

unsurnya serta tekat bulat mau bekerja keras, tugas berat bisa menjadi ringan. Kami yakin Kabupaten Kapuas Hulu menyimpan kekayaan yang unik, yang diperlukan untuk mengembangkannya adalah konsep yang jelas, terjamin tahapan pelaksanaannya, dan kegigihan manusia yang ingin mewujudkannya. Yang dulu mungkin khayalan bisa menjadi kenyataan. Sistem pengelolaan yang lebih rinci dengan sumberdaya manusia serta jaringan kerjanya masih terus didiskusikan bersamaan dengan pengumpulan informasi dan kondisi lapangan yang lebih mendalam. Selain itu, nama Bentuang dan Karimun perlu diluruskan karena tidak ada acuannya di lapangan. Kemungkinan hal yang dimaksud adalah Gunung Betung di bagian barat dan Gunung Kerihun di bagian timur berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Oleh karena itu agar masyarakat mudah mengacunya disarankan sebutan Taman Nasional Bentuang Karimun menjadi Taman Nasional Betung Kerihun dengan singkatan sama yaitu TNBK. Daftar Pustaka Arman, S. 1998. Potensi dan Kendala Pembangunan Masyarakat Di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun: Khususnya Daerah Perbatasan. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Atok, K. 1998. Pemberdayaan Masyarakat Adat Dayak Punan di Sekitar dan Dalam Taman Nasional Bentuang Karimun Dengan Cara Pemetaan Partisipatif. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Caniago, I. 1998. Jaringan Perdagangan Gaharu Dan Sarang Burung, Pemasukan Daerah, Dan Kaitannya Dengan Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998.

44

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Chazine, J.M. 1994. New archaeological perpectives for Borneo and especially Kalimantan provinces. Makalah pada 25thConference of the Indo-Pacific Prehistoric Association, Chiangmai, Thailand, Januari 1994. Gurmaya, K.J., Boeadi, S. Iskandar, A. Susilo, dan A.R. Sudrajat. 1998. Keanekaragaman Jenis Mamalia di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Iskandar, D.T., D.Y. Setyanto, dan D. Liswanto. 1998. Keanekaragaman Herpetofauna di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Jantop TNI AD. 1974/1975. Peta Ikhtisar Topografi Kalimantan: Pegunungan Kapuas Helai 13/V, Sekala 1:250.000. Jantop TNI AD, Jakarta. Jantop TNI AD. 1974. Peta Ikhtisar Topografi Kalimantan: Putussibau Helai 13/VI, Sekala 1:250.000. Jantop TNI AD, Jakarta. Jantop TNI AD. 1974/1975. Peta Ikhtisar Topografi Kalimantan: Nanga Badau Helai 12/V, Sekala 1:250.000. Jantop TNI AD, Jakarta. Jantop TNI AD. 1974. Peta Ikhtisar Topografi Kalimantan: Sintang Helai 12/VI, Sekala 1:250.000. Jantop TNI AD, Jakarta.

45

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ngo, M. 1998. Profil Kelompok-Kelompok Dayak Dan Pengembangan Partisipasi Di Taman Nasional Bentuang Karimun. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Nieuwenhuis, A.W. 1994 (1900). Di Pedalaman Borneo: Perjalanan dari Pontianak ke Samarinda 1894 (In the Middle of Borneo: Journey From Pontianak to Samarinda 1894). Gramedia Pustaka Utama & Borneo Research Council (Pengantar oleh /Introduction by Bernard Sellato). Partomihardjo, T., Syahirsyah, dan Albertus. 1998. Flora Pohon dan Tipe Hutan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Phillips, A. 1997. Editorial - The Parks For Peace Conference. Parks, 7(3):1-2, IUCN. Pieters, P.K., Surono, & Y. Noya. 1993. Geology Lembar Nangaobat, Kalimantan (1517); Geologi Lembar Putussibau, Kalimantan (1616); Geologi Lembar Pegunungan Kapuas, Kalimantan (1617). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rachmatika, I. dan Haryono. 1998. Ikhtiofauna Dan Pengembangan Perikanan di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Raharjaningtrah, W. dan H. Prayogo. 1998. Keanekaragaman, Distribusi, Ekologi Serta Aspek Konservasi Burung di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998.

46

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Rahzen, T. dan H. Soedjito (1998). Strategi Pengembangan Ekoturisme Taman Nasional Bentuang Karimun. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Reid, C. 1996. Keanekaragaman Insekta di Taman Nasional Bentuang Karimun (Diversity of Insets in Bentuang Karimun National Park, West Kalimantan). Laporan interen. Santoso, P. dan E.T. Haryanto. 1998. Pemetaan Bentang Lahan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson. 1951. Raifall Types Based on Wet And Dry Period Ratios for Indonesia With Western New Guinea. Verhandelingen No. 42, Biro Reproduksi Djatop, Djawatan Meteorologi dan Geofisik, Jakarta. Soedjito, H. and K. Kartawita. 1995. Long-Term Ecological Research in Indonesia: Achieving Sustainable Forest Management. in R.B. Primack and T.E. Lovejoy (Eds.). Ecology, Conservation, and Management of Souteasth Asian Rainforests. Yale University Press, New Haven and London. pp. 129-139. Soedjito, H. (Ed.) 1998. ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997: Report of Indonesian Team. WWF Indonesia Programme, Pontianak, April 1998. Supardiyono dan H. Soedjito (1998). Pengetahuan Tradisional dan Etnoekologi Masyarakat Dayak di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Makalah pada Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak, 29 April - 1 Mei 1998.

47

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tantangan, Kendala, dan Peluang Dalam Mengelola Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun

Hings Abdillah Karim Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat 1. Pendahuluan Pembangunan taman nasional bukan merupakan kegiatan sekali jadi, namun merupakan rangkaian proses yang dilakukan secara bertahap. Bagi taman nasional yang baru terbentuk seperti Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) yang ditetapkan tahun 1995 seluas 800.000 hektar, paling tidak ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengelolaannya, yaitu kemampuan unsur-unsur pengelolaan taman nasional, informasi potensi taman nasional, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar, serta pengembangan wilayah di luar batas fisik taman nasional. Mengingat keterbatasan yang ada dan luasnya cakupan masalah yang dihadapi, maka pengelolaan harus didasarkan pada skala prioritas kegiatan yang bersifat jangka pendek, namun tetap berada dalam kerangka visi jangka panjang pembangunan taman nasional. Maka hal ini tergantung kepada kepekaan dan kemampuan perencana atau pengelola taman nasional menangkap kekuatan, kepentingan dan isu-isu yang sedang berkembang atau yang mungkin akan timbul. 2. Kondisi Pengelola Taman Nasional Sebagai taman nasional yang baru ditunjuk tahun 1995, pengelolaan Bentuang Karimun dapat dikatakan baru dimulai. Sebelum organisasi Unit Taman Nasional Bentuang Karimun dibentuk (1997), pengelolaan taman nasional ini berada dibawah tanggung jawab Sub Balai KSDA Kalimantan Barat yang juga mengelola seluruh kawasan konservasi di Propinsi Kalimantan Barat (12 kawasan dengan luas 1,4 juta hektar). Mengingat luasnya kawasan dan keterbatasan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusianya maupun sarana prasarananya, kondisi pengelolaan TNBK relatif masih sangat rendah.Dari segi sumber daya manusia, saat ini tercatat 9 (sembilan) orang personil.

48

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

TNBK di mana 4 orang diantaranya adalah Jagawana. Dari 9 personil tersebut, 1 orang berpendidikan S2 (Kepala Unit) dan 8 orang lainnya setingkat SLTA. Untuk membantu tugas-tugas lapangan, tahun ini telah direkrut sebanyak 10 orang dari penduduk setempat sebagai petugas lapangan. Namun petugas lapangan ini tidak bersifat permanen karena tergantung pada ketersediaan dana proyek selama tahun anggaran berjalan. Sementara itu jumlah sarana prasarana kerja di TNBK juga masih terbatas. Kondisi saat ini baru terdapat 1 buah mobil operasional, 1 buah sepeda motor, 1 unit radio komunikasi, 3 pos jaga (tanpa fasilitas kerja) dan 2 menara pengamat. Kantor Unit yang direncanakan berkedudukan di Kabupaten Kapuas Hulu masih bersifat sementara (sewa). Penataan batas kawasan TNBK sebagai persyaratan untuk penetapannya masih belum temu galang, sehingga secara hukum kondisi yang demikian ini akan menghadapi masalah manakala timbul pelanggaran-pelanggaran di lapangan. Kejelasan tata batas amat sangat penting pada kawasan yang langsung berbatasan Negara Bagian Sarawak Malaysia di bagian utara TNBK. Dengan adanya proyek PD 26/93 Rev. 1 (F) Development of Bentuang Karimun Nature Reverse as a National Park yang merupakan hibah ITTO kepada Departemen Kehutanan c.q. Direktorat Jenderal PHPA, walaupun masih terbatas pada penyiapan model rencana pengelolaan TNBK, kegiatan pengelolaan di lapangan sudah mulai tampak hasilnya. Proyek ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan ke 6 Joint Committee on Forestry Between Indonesia and Malaysia tanggal 8-11 Desember 1993 di Surabaya, dimana kedua delegasi setuju adanya Joint Cooperation on Developing Transfrontier Reserve yaitu antara Bentuang Karimun (Kalbar) dan Lanjak Entimau (Sarawak). 3. Potensi TNBK Meskipun baru sedikit informasi yang diperoleh tentang potensi TNBK, namun dari hasil survey yang dilakukan WWF-IP (sampai dengan Maret 1998) menunjukkan bahwa ekosistem dan keanekaragaman hayati TNBK sangat tinggi; begitu juga halnya tentang potensi wisata dan sosial budayanya. Dari hasil ekspedisi di DAS Embaloh, paling tidak terdapat 6 (enam) tipe ekosistem di TNBK, yaitu hutan Dipterocarpaceae dataran rendah, hutan aluvial, hutan sekunder tua, hutan Dipterocarpaceae bukit, hutan sub-pegunungan dan hutan pegunungan. Dari kelompok Dipterocarpaceae umumnya didominasi oleh genus

49

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea dan Vatica, dimana 50 jenis diantaranya adalah endemik Borneo. Secara hidrologis TNBK memiliki 3 wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Embaloh (barat), DAS Sibau (tengah) dan DAS Kapuas Koheng (timur). Keanekaragaman flora tercermin pada tingginya jumlah jenis tumbuhan dimana dari kelompok pohon tercatat tidak kurang dari 361 jenis, 126 marga dan 75 suku. Tumbuhan suku Dipterocarpaceae memiliki jumlah jenis terbesar yaitu 62 jenis, diikuti Euphorbiaceae 53 jenis, Myrtaceae 34 jenis dan Meliaceae 21 jenis. Dari kelompok anggrek tercatat 89 jenis yang tergolong dalam 40 marga, kelompok palem 60 jenis dalam 17 marga, jamur 12 jenis dan lumut 133 jenis. Sementara ini keanekaragaman faunanya antara lain tercatat 48 jenis mamalia dimana 6 jenis diantaranya adalah primata (terutama orang utan), 235 jenis burung (54 jenis diantaranya dilindungi undang-undang), 104 jenis herpetofauna (amfibia dan reptilia), 76 jenis ikan (25 jenis diantaranya berpotensi untuk budidaya) serta paling sedikit 170 jenis insekta. Lokasi yang berpotensi untuk wisata alam sementara ini tercatat sepanjang jalur Sungai Tekelan dengan jeram Narisnya, jalur Sungai Sibau Menjakan dan jalur lintas utara antara Putussibau Nanga Badau Lubuk Antu. Bagi petualang, jalur mudik Sungai Kapuas (menuju Kalimantan Timur), jeram-jeram Sungai Bungan dan Pegunungan Muller (menuju hulu sungai Mahakam), merupakan alternatif obyek wisata alam yang cukup menantang. Untuk wisata budaya, dapat dijumpai beberapa kehidupan dan adat istiadat penduduk asli dengan rumah betangnya dari etnik Dayak yang meliputi 8 kelompok etnik yaitu Iban, Tamambaloh, Taman Sibau, Kantu, Kayan, Mendalam, Bukat Mendalam, Bukat Metelunai dan Punan Hovongan. 4. Kondisi Sosial Ekonomi Kehidupan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, terutama pada Kecamatan Embaloh Hulu, Batang Lupar dan Badau dimana masyarakatnya tergolong dalam etnik Dayak Iban dan Tamambaloh, umumnya masih tergantung kepada pemanfaatan langsung potensi sumber daya alam, baik terhadap produk-produk pertanian tanaman pangan, perkebunan (seperti karet), perikanan dan kehutanan (kayu, rotan, gaharu, buah tengkawang, sarang burung walet dll). Di beberapa tempat dijumpai adanya kegiatan penambangan emas, namun secara tradisional dan beberapa tanpa ijin.

50

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Distribusi produk-produk tersebut selain ke Pontianak, pada umumnya dipasarkan ke Sarawak Malaysia, baik melalui jalan lintas utara Putussibau Mataso Lanjak Nanga Badau Lubuk Antu maupun jalur sungai (seperti Sungai Sibau). Dengan peningkatan mutu jalur utara yang saat ini sedang dikembangkan, diduga akan memberikan dampak adanya peluang usaha baru bagi masyarakat, disamping semakin lancarnya distribusi produk-produk tersebut ke arah Sarawak. Dengan dimulainya pengembangan perkebunan kelapa sawit oleh pihak swasta, diharapkan pula dapat menyerap tenaga kerja serta memberikan peluang usaha bagi masyarakat setempat. Bagi sektor kehutanan apabila pemahaman terhadap kelestarian fungsi hutan (terutama hutan lindung) dan kawasan konservasi (taman nasional) rendah, maka pemanfaatan produk-produk sumber daya alam secara langsung akan menimbulkan dampak negatif. Tanda-tanda dampak ini sudah mulai terlihat di dalam TNBK, seperti penebangan kayu, pencarian gaharu, penambangan emas liar, pengambilan sarang burung walet, pemburu satwa liar, pengambilan rotan, perladangan, penangkapan ikan dalam kawasan dll. Adanya pendatang dari luar yang memanfaatkan kondisi masyarakat setempat akan memperbesar timbulnya dampak dan gejala ini sudah mulai nampak. 5. TNBK Dan Pengembangan Wilayah Pengelolaan TNBK tidak bisa lepas dari pengembangan wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, begitu juga sebaliknya; bahkan terhadap pengembangan Propinsi Kalimantan Barat. Secara ekologis (pusat keanekaragaman hayati) maupun hidrologis (tata air), peran TNBK terhadap wilayah regional sangat strategis, dan peran ini sudah diketahui masyarakat umum walaupun dengan tingkat kesadaran yang berbeda-beda. TNBK dengan 3 (tiga) wilayah DAS-nya merupakan daerah tangkapan dan pengendali air bagi wilayah hilir mulai dari Kapuas Hulu sampai Pontianak. Peran ini menjadi sangat penting mengingat bahwa sungai di Kalimantan Barat, terutama S. Kapuas, berfungsi sebagai sumber kegiatan ekonomi (potensi air dan biotanya) dan sebagai sarana transportasi (barang dan orang) bagi masyarakat. Kelangsungan Suaka Margasatwa Danau Sentarum yang juga berada di Kabupaten Kapuas Hulu sangat erat kaitannya dengan eksistensi TNBK, baik biologis maupun hidrologis. Studi ODA Inggris menunjukkan bahwa pada musim penghujan 50% aliran air permukaan DAS Kapuas mangisi Danau Sentarum sebelum melimpah ke S. Kapuas. Secara alami juga terjadi alur pemijahan berbagai

51

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

jenis ikan dari S. Kapuas ke Danau Sentarum atau sebaliknya. Perlu diketahui bahwa 70% produksi ikan air tawar di Kalimantan Barat berasal dari Danau Sentarum. Dengan gambaran di atas jelas bahwa secara biologis maupun hidrologis pengelolaan TNBK sangat menentukan kelestarian dan kualitas sumber daya alam dan kehidupan masyarakat Kalimantan Barat, baik masyarakat sekitar maupun masyarakat lainnya (pengguna) yang memperoleh manfaat dari keberadaan TNBK. Untuk itu guna kelangsungan peran dan fungsi TNBK maka pengaruh birokrasi baik dari Pemda Tk. II Kapuas Hulu maupun Pemda Tk I Kalbar dalam pengelolaan TNBK sangat diperlukan; begitu juga keterpaduan institusi dan partisipasi masyarakat. Satu hal yang masih belum banyak digali yaitu peran ekonomi secara langsung dari TNBK sebagai kawasan lindung terhadap masyarakat dan wilayah sekitar. Perlu diketahui bahwa 70% lahan di Kapuas Hulu berstatus sebagai kawasan lindung yang sebagian besar berupa hutan lindung dan kawasan konservasi. Keadaan ini sempat menimbulkan persepsi berbagai pihak bahwa peningkatan PAD Kapuas Hulu sulit dicapai karena kawasan lindung memberikan sedikit peluang terhadap pengembangan ekonomi. Untuk itu maka pengelola TNBK harus mampu meyakinkan berbagai pihak bahwa TNBK memiliki potensi yang secara ekonomis dapat dikembangkan. Namun untuk percepatannya perlu dukungan berbagai instansi dari berbagai bidang. Sebagai contoh pengembangan jalur darat lintas utara antara Putussibau Mataso Lanjak Nanga Badau Lubuk Antu, merupakan salah satu upaya percepatan dimaksud. Pengembangan sarana dan fasilitas pariwisata di sekitar TNBK, juga merupakan alternatif upaya penggalian potensi ekonomi TNBK. Menyerahkan pengelolaan TNBK hanya kepada aparat pengelola saja, manfaaat ekonomi TNBK bagi wilayah akan sulit dicapai atau paling tidak memerlukan waktu sangat lama.

52

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

6. Visi Pengelolaan Pengelolaan TNBK merupakan proses kegiatan yang dinamis dan bertahap. Dinamika ini seirama dengan perkembangan masyarakat, baik persepsi, aktifitas, budaya dan pendidikannya. Maka yang penting bahwa pengelolaan taman nasional harus mempunyai visi jangka panjang yang jelas agar arah pengelolaannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Visi jangka panjang pengelolaan taman nasional adalah konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pengembangan ekonomi berbasiskan konservasi. Visi ini memberikan arah perimbangan antara aspek ekologis dan ekonomis dalam jangka panjang. Visi jangka panjang tersebut belum tentu sejalan dengan kepentingan atau isu yang timbul saat ini, baik dari dalam maupun dari luar kawasan TNBK. Sering ditemui kesulitan bagaimana menerangkan visi jangka panjang pengelolaan taman nasional dengan kepentingan atau isu yang mempunyai tujuan jangka pendek. Bagaimana kita menerangkan visi jangka panjang kepada kepentingan ekonomi yang bicara jangka pendek; bagaimana menjelaskan tujuan pelestarian keanekaragaman hayati kepada keluarga miskin di sekitar taman nasional yang hidupnya subsistence (makan hari ini besok belum tentu). Visi jangka panjang memang tidak boleh dilupakan, namun tujuan jangka pendek juga perlu diakomodir dan diantispasi. Di beberapa tempat menunjukkan bahwa kegagalan pengelolaan taman nasional diakibatkan karena terlalu berkonsentrasi pada visi jangka panjang, sementara tujuan-tujuan jangka pendek terlupakan (development for the future generation, nothing for the current generation). Dan perlu diketahui bahwa tujuan jangka pendek tadi akan berubah seiring dengan perkembangan masyarakat (persepsi, aktifitas, pendidikan dan budaya). Jadi pengelolaan taman nasional yang benar yaitu bahwa visi jangka panjang diwujudkan bersamaan dengan upaya mengantisipasi kepentingan atau tujuan jangka pendek. Sebagai ilustrasi bahwa di sekitar TNBK terdapat 4 desa terdekat (desa Toba, Pulau Manak, Sibau Hulu dan Bungan Jaya), maka lebih baik kepentingan desadesa tersebut dikembangkan untuk menangkap manfaat TNBK dalam jangka pendek (short-term benefit) sambil membangun apresiasi masyarakat desa terhadap visi jangka panjang taman nasional (long-term appreciation). Ingat bahwa masyarakat lokal adalah the best guard atau the best protector taman nasional, dan itu akan terjadi apabila interaksi antara kepentingan jangka pendek masyarakat dengan visi jangka panjang taman nasional positif.

53

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kemudian dalam pengembangan tersebut harus melibatkan generasi muda, karena generasi tua tidak akan mewakili the future generation. 7. Konsep Pengelolaan Mengingat bahwa visi pengelolaan taman nasional adalah untuk konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta untuk pengembangan ekonomi berbasiskan konservasi, maka diperlukan adanya kompromi yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan yang relevan dengan fungsi dan peranan taman nasional, yaitu dalam bentuk penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya, budaya dan wisata alam. Dalam pola penataan ruang mikro, gagasan penetapan konsep zona pemanfaatan dalam taman nasional, disamping zona inti dan zona rimba, merupakan salah satu upaya kompromi dimaksud. Di zona pemanfaatan dan zona rimba itulah kepentingan-kepentingan bergabung dan melakukan negosiasi. Namun kompromi tidak cukup hanya dengan penataan ruang, sebab tujuan dari masing-masing kepentingan mungkin masih berbeda walaupun ruang geraknya sudah dibatasi. Kita masih memerlukan kompromi terhadap kegiatan-kegiatan apa yang perlu diselaraskan. Jalan keluarnya adalah sebagaimana tertuang dalam strategi konservasi yang menyebutkan adanya tiga pokok kegiatan konservasi, yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari. Maka dalam setiap zonasi, ketiga kegiatan pokok tersebut merupakan pembatas dari setiap kepentingan untuk mencapai tujuan. Tinggal kegiatan mana yang akan menjadi prioritas. Konsep tersebut menggambarkan bahwa di dalam sebuah taman nasional terdapat berbagai-bagai pengguna, dan interaksinya tidak hanya terjadi pada daerah yang berbatasan dengan taman nasional namun lebih luas dari itu. Bahkan dalam pengelolaan taman nasional, kegiatannya dapat dilakukan di luar batas fisiknya. Sebagai ilustrasi misalnya masyarakat menebang pohon di dalam taman nasional, kemudian dijual ke kota maka orang kota juga berinteraksi dengan kawasan taman nasional dan menjadi bagian dari taman nasional. Kekuatan ekonomi biasanya yang terlihat lebih jelas dan sering kita lihat mempunyai interaksi yang cukup luas. Permasalahan lebih lanjut, mampukah pengelola taman nasional mengakomodir kekuatan-kekuatan di atas ke dalam satu pola pengelolaan taman nasional? Disinilah perlunya dibentuk suatu kelembagaan (tim, konsorsium atau apapun

54

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

namanya) di mana kekuatan-kekuatan tadi bisa duduk bersama untuk merumuskan suatu tujuan. Dalam kelembagaan ini, berbagai kepentingan dimasukkan dalam satu pola pengelolaan yang kemudian menghasilkan integrated programs yang bisa memberikan jawaban kepada tujuan kepentingan tersebut. Inti dari integrated programs ini adalah bahwa persepsi (komponen budaya dan tata nilai), keperluan dan aktifitas manusia (komponen ekonomi) harus diarahkan agar serasi dengan pemeliharaan keanekaragaman hayati (komponen ekologi), sedangkan kawasan taman nasional harus diintegrasikan dengan lingkungan alami dan binaan yang ada di luar batas fisik administrasi taman nasional (buffer zone dan pengembangan wilayah). Dengan pendekatan demikianlah pengelolaan taman nasional dapat berlaku cukup fleksibel untuk memberikan jawaban dan mengantisipasi berbagai macam kepentingan atau isu yang dihadapi. Mengingat bahwa di luar kawasan TNBK terdapat kawasan lain yang juga berstatus sebagai kawasan lindung, seperti Suaka Margasatwa Danau Sentarum dan hutan-hutan lindung, maka prinsip Biodiversity Regional (Bioregional) perlu diterapkan dalam pengelolaan TNBK. Dalam prinsip bioregional, kawasankawasan yang berpotensi sebagai pusat keanekaragaman hayati dalam satu region dikelola dalam satu sistem jaringan (network). Maka di lapangan sangat dimungkinkan adanya jalur atau ruang yang berfungsi sebagai koridor. Secara garis besar dapat diringkas di sini bahwa konsep pengelolaan taman nasional sebaiknya menggunakan cara-cara pendekatan sebagai berikut: 1. Menerapkan pendekatan pengelolaan bioregional (kewilayahan) atau ekosistem. 2. Menggunakan teknik pengelolaan yang cukup akomodatif dan adaptif terhadap situasi atau kepentingan-kepentingan yang timbul atau mungkin terjadi. 3. Memiliki strategi dan rancang tindak yang jelas (applicable). Konsep lama yang hanya menekankan pada aspek perlindungan kawasan dan berkonsentrasi pada biotanya saja, sudah sulit untuk digunakan saat ini. Pengelolaan keanekaragaman hayati pada dasarnya memiliki aspek cakupan yang sangat luas dan tidak lagi terkonsentrasi hanya pada keanekaragaman biotanya saja.

55

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

8. Rencana Pengelolaan TNBK Pengelolaan TNBK merupakan proses kegiatan yang bersifat dinamis dan bertahap. Hal ini berarti perlu prioritas kegiatan dari berbagai arternatif kegiatan yang memungkinkan. Dalam penetapan prioritas kegiatan harus didasarkan pada hasil analisis dan proyeksi data atau informasi tentang kondisi potensi kawasan, beberapa aspek pengelolaan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, rencana pengembangan wilayah dan beberapa kepentingan atau isu yang sedang berkembang. Berdasarkan uraian pada bab di atas, dapat diperoleh gambaran informasi tentang beberapa kondisi antara lain sebagai berikut: 1. Bahwa potensi TNBK baru sebagian kecil diketahui dan digali. Dari potensi flora dan faunanya, belum seluruhnya diketahui fungsi maupun manfaatnya (sementara ini baru terkumpul informasi ekologis atau biologisnya saja). 2. Bahwa unsur-unsur pengelolaan TNBK masih sangat lemah, terutama dari aspek sumberdaya manusianya (sebagai pengelola) dan sarana prasarananya. 3. Bahwa status hukum kawasan TNBK masih lemah mengingat penataan batas belum selesai dan secara juridis kawasan TNBK belum ditetapkan/dikukuhkan (baru ditunjuk). 4. Bahwa kehidupan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan sangat tergantung terhadap produk-produk hasil hutan, sehingga telah berkembang kegiatankegiatan masyarakat untuk memanfaatkan secara langsung produk-produk tersebut dari dalam TNBK. 5. Bahwa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan taman nasional cenderung meningkat, seperti penebangan/pencurian kayu, pengambilan gaharu, penambangan emas secara liar, pemburuan satwa yang dilindungi dan lain-lain. 6. Bahwa peran ekonomis TNBK sebagai kontribusi terhadap peningkatan PAD Kabupaten Kapuas Hulu masih belum banyak digali. Berdasarkan informasi kondisi tersebut di atas, tentunya harus dicari alternatifalternatif kegiatan pokok yang mungkin dapat menjawab kondisi tersebut di atas. Salah satu alternatif prioritas kegiatan tersebut antara lain sebagai berikut:

56

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

8.1. Peningkatan dan pengembangan penelitian Penelitian diprioritaskan terhadap penelitian terapan (applied research), bukan terhadap penelitian dasar (basic research). Sasaran penelitian lebih diutamakan kepada pengkajian potensi TNBK yang memiliki nilai ekonomi yang dalam jangka pendek dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Mengingat salah satu pemanfaatan taman nasional adalah untuk mendukung kegiatan budidaya, maka penelitian terhadap flora fauna yang berpotensi untuk dibudidayakan perlu didahulukan. Kegiatan penelitian bersifat jangka panjang, maka dalam pelaksanaannya perlu dilibatkan aparat pengelola TNBK dan masyarakat setempat, selain tenaga fungsional peneliti. Bagi masyarakat, melalui kegiatan penelitian ini dapat mendatangkan tambahan penghasilan. Sebagai konsekuensinya, maka perlu diadakan pelatihan terhadap masyarakat sehingga mampu berperan sebagai pembantu peneliti di lapangan. Untuk mendukung kelancaran penelitian dan untuk memperluas cakupan penelitian, perlu dibangun stasiun-stasiun penelitian. Stasiun penelitian ini minimal dibangun pada setiap wilayah DAS (Embaloh, Sibau dan Kapuas Koheng) yang mungkin memiliki karakteristik ekologi atau ekosistem yang berbeda. 8.2. Peningkatan unsur-unsur pengelolaan Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan TNBK. Dari aspek sumber daya manusia, peningkatan jumlah personil diutamakan terhadap tenaga-tenaga fungsional teknisi (setingkat D3 dan S1) dan Jagawana (SLTA). Khusus untuk tenaga Jagawana, pengangkatan diutamakan dari mereka yang berasal dari masyarakat setempat yang terpilih. Terhadap tenaga Jagawana yang sudah ada, peningkatan kualifikasi sebagai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) perlu ditindaklanjuti. Dari aspek sarana dan prasarana, yang sangat mendesak untuk ditingkatkan adalah pembangunan kantor TNBK (di Putussibau), pondok-pondok jaga (di lokasi), sarana transportasi (terutama long-boat) dan sarana komunikasi radio (dengan tenaga solar-shell). Sarana transportasi (long boat) dan radio komunikasi ini adalah persyaratan minimal yang harus ada pada setiap pondok jaga. Mengingat luasnya kawasan dan kondisi geografis TNBK, pada lokasi-lokasi tertentu perlu dibangun helipads.

57

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

8.3. Pemantapan kawasan Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat status juridis kawasan (pengukuhan kawasan) dan untuk memperjelas batas-batas kawasan di lapangan, baik batas luar maupun batas fungsi, sehingga dapat mempermudah penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan. Untuk batas luar, pada tahap awal perlu didahulukan pada bagian-bagian yang berbatasan langsung dengan negara bagian Sarawak (bagian utara TNBK). Bagi TNBK, batas fungsi yang dimaksud di sini adalah batas zonasi kawasan yang meliputi zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan. Penetapan zonasi ini sangat mendesak guna mengakomodir dan mengantisipasi berbagai kepentingan (pemanfaatan) potensi kawasan, terutama untuk masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Mengingat luasnya kawasan, penetapan zonasi ini dapat dilakukan untuk setiap wilayah DAS yang ada di dalam TNBK. 8.4. Pengembangan ekotourisme Kegiatan ini dimaksudkan terutama untuk memberikan alternatif usaha bagi masyarakat setempat. Maka keterlibatan masyarakat setempat sebagai pelaku ekonomi (pemandu lapangan, transportasi dan akomodasi) dalam kegiatan ini harus diutamakan. Konsekuensinya adalah perlu dilakukan kegiatan kursus atau pelatihan di bidang wisata bagi masyarakat setempat. Jalur-jalur wisata yang perlu dikembangkan dalam tahap awal ini diarahkan pada lokasi-lokasi yang sudah dikenal umum, yaitu pada jalur Sungai Embaloh, Sungai Sibau Menjakan dan Sungai Mendalam. Sedangkan jalur darat diarahkan pada penggalan jalan antara Putussibau Martinus Lanjak Nanga Badau Lubuk Antu. Pada jalur-jalur wisata ini perlu dibangun beberapa visitor lodge. 8.5. Peningkatan partisipasi masyarakat Disamping untuk meningkatkan kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap eksistensi dan fungsi TNBK, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memberikan alternatif usaha dan menambah penghasilan bagi masyarakat setempat. Bentukbentuk kegiatannya antara lain berupa pelatihan home industry dan pengembangan budidaya/penangkaran produk-produk yang berasal dari dalam kawasan TNBK. Kegiatan ini merupakan bagian dari pengembangan daerah penyangga.

58

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kegiatan lainnya yaitu melatih tenaga-tenaga muda setempat untuk kemudian dipekerjakan sebagai pembantu petugas-petugas lapangan yang tersebar di seluruh bagian kawasan. Kepada tenaga-tenaga tersebut diberikan insentif serta identitas tertentu dari pengelola TNBK. 8.6. Perlindungan dan Pengamanan Bagi TNBK kegiatan prioritas perlindungan dan pengamanan yang diperlukan saat ini adalah peningkatan patroli rutin atau operasi fungsional dan penertiban perijinan. Dengan patroli secara rutin oleh petugas Jagawana, diharapkan kegiatan-kegiatan pelanggaran yang sedang maupun yang akan terjadi dapat terpantau. Kehadiran petugas Jagawana secara rutin di lokasi akan memberikan dampak psikologis bagi pelaku pelanggaran. Patroli secara rutin lebih efektif mencegah pelanggaran dibandingkan dengan operasi fisik yang dilaksanakan hanya sesaat. Penertiban perijinan dimaksudkan untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan pemanfaatan produk-produk kawasan agar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pada dasarnya pemanfaatan produk-produk kawasan konservasi oleh masyarakat setempat tidak dilarang, namun harus melalui ketentuan yang berlaku, baik lokasi maupu prosedurnya. Hal ini penting dalam pengelolaan TNBK mengingat saat ini sudah dijumpai adanya kegiatan masyarakat (setempat dan pendatang) yang memanfaatkan produk-produk tersebut, namun belum didasarkan pada ketentuan yang berlaku (seperti pengambilan sarang burung walet, biji tengkawang, ikan, gaharu dll). 8.7. Peningkatan kerjasama dan kemitraan Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjamin keberhasilan pengelolaan TNBK melalui kerjasama dan koordinasi lintas sektoral (pertanian, pariwisata, pendidikan, pemerintah daerah dll), lintas lembaga (penelitian, perguruan tinggi), badan usaha swasta yang terkait, serta lembaga swadaya masyarakat. Kerjasama dan koordinasi ini perlu diwujudkan dalam satu bentuk wadah komunikasi yang berperan membantu pengelolaan, pemecahan masalah, data dan informasi serta saran-saran. Bentuk dari wadah ini bisa berupa Tim seperti TPKSDA (Tim Pengarah Konservasi Sumber Daya Alam) Kalimantan Barat atau Konsorsium seperti Konsorsium GEDEPAHA (Gede Pangrango dan Halimun) di Jawa Barat.

59

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

10. Penutup Sebagai suatu sistem pengelolaan, taman nasional memiliki pengertian yang sangat luas dari sekedar pengertian fisik kawasan. Maka seorang perencana atau pengelola taman nasional harus memiliki wawasan keluar batas administrasinya dan mampu menyatukan kekuatan-kekuatan atau kepentingan-kepentingan yang bertumpu pada potensi taman nasional ke dalam visi jangka panjang pengelolaan taman nasional.

Daftar Pustaka Haeruman, H. 1997. Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia Tanpa Batas Administrasi. Kantor BAPPENAS. Budiman, A. 1997. Pendekatan Bioregional Dalam Manajemen Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. Anonim. 1996. Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Jakarta.

60

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun Bagi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat Jacobus F. Layang Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Kapuas Hulu 1. Gambaran Umum Taman Nasional Bentuang Karimun Secara geografis lokasi Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) membentang antara sungai Embaloh dan sungai Kapuas/Koheng yang terletak di perbatasan Kalimantan Barat dan Serawak. Kawasan ini secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Kapuas Hulu yang meliputi total area 800.000 hektar yang terbentang pada 112o15'- 114o10' BT dan 0o40' -1o35' LU. Ketinggian wilayah ini berkisar antara 200 m sampai dengan 1.906 m dari permukaan laut dengan variasi kelerengan dari landai, curam sampai sangat curam. Topografi alam yang demikian berkisar antara landai (1%-10%), curam (10%25%) dan sangat curam (> 45%), dengan medan yang relatif keras ini, akses menuju TNBK hanya melalui sungai dan menggunakan pesawat Cessna sedangkan akses jalan menuju kawasan tersebut sangat terbatas. Bagi Kabupaten Kapuas Hulu, wilayah yang merupakan jalur lintas batas (Transfrontier Reserve) antara Kalimantan Barat dan Serawak yang terletak di hulu sungai Kapuas dan sungai Embaloh, fungsinya sangat besar terutama dalam menjaga kelestarian Sumber air, sehingga ketersediaan air bagi masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu akan selalu lestari. Khusus bagi masyarakat dayak yang mendiami kawasan tersebut, dengan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai Taman Nasional menjadikan mereka sebagai bagian tak terpisahkan dari kawasan yang akan dilestarikan tersebut, karena disamping akan menjaga kelestarian alam fungsi kawasan tersebut juga sebagai cagar budaya dan keaslian budaya mereka yang belum tersentuh oleh pengaruh dunia luar menjadi suatu potensi yang layak untuk dibina dan dijaga kelestariannya. Disamping hal tersebut diatas, dengan ditetapkannya kawasan tersebut menjadi Taman Nasional, akan membatasi ruang gerak masyarakat baik didalam kawasan maupun di kawasan penyangga dalam hal memanfaatkan sumber alam yang ada

61

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

didalamnya, sehingga diperlukan perhatian secara khusus untuk membina masyarakat disekitar kawasan, sehingga posisi mereka sebagai pelestari budaya akan terus dipertahankan dan mereka yang tergantung pada alam dapat dialihkan dari pola yang selama ini mereka lakukan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu sangat menyambut baik keberadaan TNBK, dengan suatu harapan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah mencapai 11,32% dapat terus ditingkatkan. Dengan ditetapkannya kawasan ini menjadi Taman Nasional menjadikan ruang gerak dari masyarakat dibatasi sehingga berakibat menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah ada apalagi secara pasti pertumbuhan itu akan turun yang diakibatkan oleh krisis moneter yang masih berlangsung sekarang ini. 2. Manfaat Taman Nasional Bentuang Karimun. Kawasan TNBK yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:67/KPTS-II/1995 tanggal 5 September 1995 akan memberi manfaat yang sangat besar terhadap kepentingan dunia karena di kawasan ini terdapat berbagai type ekosistem yang jarang ditemukan dalam satu kawasan. Ada 5 type ekosistem yang ada di kawasan tersebut diantaranya : Ekosistem Hutan Dataran rendah; Ekosistem Hutan berbukit yang lembab; Ekosistem Hutan Pegunungan; Ekosistem Hutan Berlumut; Ekosistem Hutan Berkapur. Sehingga dengan keadaan tersebut akan terdapat berbagai flora, fauna, jenis burung dan insekta yang mendiami kawasan tersebut dengan ciri khas yang dipengaruhi oleh 5 type ekosistem tersebut diatas. Dengan potensi yang dimiliki TNBK tersebut, dapat ditarik suatu manfaat terhadap kepentingan umum yang menyangkut dunia internasional terutama peran hutan hujan tropis sebagai "paru-paru" dunia, sumber air dan keseimbangan ekosistem, serta dapat memberikan sumbangan yang besar pula terhadap pengembangan keilmuan terutama bidang botani dan zoologi yang merupakan tempat potensial bagi penelitian keilmuan. Bagi kepentingan Nasional, dengan adanya kawasan ini karena letaknya pada perbatasan antar negara dan berbatasan langsung dengan Cagar Alam Lanjak Entimau di Serawak menunjukkan perhatian yang sama dari pemerintah kita

62

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

terhadap upaya pelestarian alam. Khusus bagi pemerintah kabupaten Kapuas hulu, upaya kita untuk mengelola kawasan ini terutama untuk meningkatkan PAD menemui kendala, hal ini terutama disebabkan oleh : 1. Policy Dunia, yang mengharuskan hutan hujan tropis sebagai salah satu kawasan yang dijadikan "paru-paru" Dunia. KTT Bumi di Rio de Janeiro Brasilia telah mengisyaratkan hal ini dan Indonesia yang menjadi salah satu anggotanya harus mendukung kebijakan tersebut; 2. Policy Pemerintah Pusat yang menetapkan kawasan ini menjadi Taman Nasional. Dua kebijakan tersebut diatas, mengharuskan kawasan tersebut sebagai kawasan hutan yang lestari dengan berbagai macam spesies yang ada didalamnya, sedangkan kita dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu sangat mengharapkan agar kawasan hutan tersebut dapat dikelola sehingga dapat meningkatkan Income perkapita masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). 3. Gambaran Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu. Untuk melihat lebih jauh tentang manfaat kawasan TNBK terhadap peningkatan PAD Kabupaten Kapuas Hulu maka terlebih dahulu perlu diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang ada mencapai 11,32% hal ini dipastikan akan mengalami penurunan, yang disebabkan oleh kondisi moneter kita yang mengalami masa krisis. Adapun pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu dapat dilihat gambarannya selama Pelita VI dengan melihat kontribusi dari berbagai sektor terhadap angka perkapita. Untuk sektor pertanian kontribusi terhadap PDRB mengalami penurunan dari 54,37% pada tahun 1993 menjadi 45,13% pada tahun 1998. Sedangkan sektor Industri mengalami 6 peningkatan dari 3,72% pada tahun 1993 menjadi 4,28% pada tahun 1998, sektor perdagangan dan jasa juga mengalami peningkatan dari 22,62% pada tahun 1993 menjadi 24,58% pada tahun 1998, sehingga dari ketiga sektor yang memberi kontribusi terbesar terhadap PDRB hanya sektor pertanian yang mengalami penurunan.

63

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Untuk itu diperlukan perhatian kita bersama dalam mendorong tumbuh kembangnya sektor pertanian terutama jika masyarakat di kawasan TNBK dapat diarahkan untuk menggarap lahan pertanian secara tetap sehingga mereka tidak memanfaatkan hasil hutan secara besar-besaran terutama jika kebijakan ini dapat didukung melalui kompensasi (grant) oleh dunia Internasional. Dari sisi pendapatan perkapita masyarakat, pada tahun 1993 tercatat sejumlah Rp. 893.367/tahun dan pada tahun 1998 meningkat menjadi Rp. 1.743.876/tahun. Bila diperhatikan perkiraan pendapatan perkapita Kabupaten Kapuas Hulu masih dibawah pendapatan perkapita penduduk Kalimantan Barat oleh karena itu perlu menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan daerah. Disamping hal tersebut diatas, perlu diketahui pula sejauh mana kondisi PAD Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu yang merupakan komponen penting dalam membiayai urusan rumah tangga daerah. Adapun hasil yang kami peroleh dari PAD sampai dengan akhir Maret 1998, jumlah PAD Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak Rp.437.004.593,- (Empat Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Empat Ribu Lima Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah) sehingga dengan pendapatan yang masih minim tersebut terutama untuk membiayai urusan rumah tangga daerah perlu sumber yang dapat dihandalkan untuk peningkatan PAD tersebut. Dengan adanya proyek TNBK ini diharapkan dapat dikelola dengan dipercayakan sepenuhnya kepada pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu, terutama untuk menarik kembali minat masyarakat dibidang pertanian, dalam usaha peningkatan perkapita, yang berpengaruh pula secara langsung terhadap peningkatan PAD. 4. Hambatan Dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dengan Adanya Taman Nasional Bentuang Karimun. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa hambatan yang ditemukan dalam peningkatan PAD adalah dikarenakan adanya kebijakan Taman Nasional tersebut. Kondisi masyarakat yang ada di kawasan tersebut menjadi terjepit, karena tidak bisa lagi menggarap hasil hutan yang selama ini mereka lakukan. Seandainya mereka kita biarkan menggarap hasil hutan tersebut, kita tentunya berkeyakinan bahwa Income Perkapita mereka akan meningkat, akan tetapi jika hal tersebut dilakukan tentunya akan bertentangan dengan policy Nasional dan policy Dunia.

64

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Untuk itu perlu suatu solusi dan kesepakatan bersama dalam menghadapi masalah tersebut. Hal ini jika dibiarkan berlarut-larut akan memaksa masyarakat untuk kembali pada kebiasaan semula yaitu berburu dan memanfaatkan hasil hutan. Dengan merubah kebiasaan tersebut, melalui lapangan kerja baru, misalnya dengan pencetakan sawah baru, pembangunan irigasi dan pembinaan secara terpadu dan berkesinambungan, maka hal ini akan menambah income perkapita masyarakat dan dengan meningkatnya income perkapita masyarakat tersebut tentunya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. 5. Harapan Masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Seiring dengan kemajuan zaman, tuntutan hidup masyarakat dari hari ke hari akan semakin meningkat, dan kita memerlukan sumber penghasilan untuk digarap. Di Kabupaten Kapuas Hulu saat ini, salah satu lahan yang menjadi garapan masyarakat yaitu pemanfaatan hasil hutan. Dari sudut pandangan masyarakat, ada kewajiban untuk meningkatkan taraf hidupnya sehingga di sektor masyarakat akan ada peningkatan pendapatan perkapita sehingga keberadaan hutan menjadi sangat penting bagi memperbaiki taraf hidup mereka. Sedangkan bagi Pemerintah Kabupaten Kapuas hulu, sebagai wujud dari pelaksanaan Otonomi Daerah, maka Daerah diminta untuk mampu membiayai urusan rumah tangganya sendiri karena dalam pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri terkandung beban dari Pemerintah Pusat untuk dapat membuat perencanaan sendiri, pelaksanaan sendiri dan kemampuan untuk membiayai pembangunan Di Daerah melalui keuangan yang dihasilkan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk terus menjaga agar kawasan TNBK tetap lestari perlu adanya kebijakan secara Internasional melalui Kompensasi (Grant). Oleh karena itu pemberian kompensasi (grant) baik itu Block Grant atau Special Grant perlu segera diwujudkan dalam Tahun Anggaran 1998/1999 ini, dan pengelolaan hendaknya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu. Hal ini semua dimaksudkan agar masyarakat yang berada di kawasan TNBK dapat dimanfaatkan dengan hadirnya proyek TNBK, mengingat pentingnya keberadaan TNBK yang dapat dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata ekologi (Ecotourism), karena keindahan, kekayaan dan keunikan alam serta adat istiadat suku etnik Dayak yang menarik untuk diteliti dan dikunjungi.

65

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Secara Nasional Perhatian Pemerintah terhadap kawasan yang wajib dilestarikan telah dilakukan melalui Proyek Inpres Hutan Lindung yang pengelolaanya telah diserahkan pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu melalui Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah. Demikian besarnya perhatian pemerintah terhadap kelestarian sumber daya hayati sehingga pada dua tahun terakhir ini Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu telah mendapat Bantuan Dana dari Proyek Inpres Hutan Lindung yaitu pada Tahun Anggaran 1997/1998 sebesar Rp.1.236.420.000,- (Satu Milyar Dua Ratus Tiga Puluh Enam Juta Empat Ratus Dua Puluh Ribu rupiah) dan pada Tahun Anggaran 1998/1999 mendapat. Bantuan Inpres Hutan Lindung sebesar Rp.1.236.459.000,- (Satu Milyar Dua Ratus Tiga Puluh Enam Juta Empat Ratus Lima Puluh Sembilan Ribu Rupiah). Pada kesempatan ini kami sangat mengharapkan pula disamping pencairan dana dari proyek Hutan Lindung tersebut dapat tepat waktu juga pada masa-masa mendatang kami mengharapkan juga agar bantuan Inpres Hutan Lindung dapat terus ada dengan jumlah yang memadai pula dan dapat difokuskan pada pengelolaan kawasan TNBK. Dalam kesempatan yang sangat berbahagia ini marilah kita bersama-sama memikirkan sehingga dengan hadirnya proyek TNBK akan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat sehingga memberi kontribusi terhadap peningkatan PAD Kabupaten Kapuas Hulu. Demikian makalah ini telah saya presentasikan semoga menjadi pemikiran kita bersama untuk memadukan dua konsep pembangunan tersebut.

66

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Dalam Kaitan Pengelolaan dan Pembangunan Regional Kalimantan Barat Rusnawir Hamid BAPPEDA DT I Kalimantan Barat Kata Pengantar Rencana pengelolaan (Management Plan) TNBK tidak hanya dapat dilihat dari perspektif lokal kawasan, tetapi sangat erat terkait dengan pengembangan wilayah yang lebih luas. TNBK adalah merupakan salah satu kawasan konservasi yang penting tidak hanya dalam konteks lokal kabupaten Kapuas Hulu atau regional Kalbar, tetapi juga dalam konteks nasional bahkan internasional. Berkenaan dengan tingkat kepentingan kawasan tersebut dalam konteks regional, maka upaya penyusunan Management Plan kawasan dimaksud harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan makro pembangunan daerah dan nasional, dan kesepakatan internasional (Indonesia merupakan salah satu negara penandatangan kesepakatan Rio yang pada prinsipnya menuju pada pembangunan yang berkelanjutan sustainable development dan berwawasan lingkungan). Akhir-akhir ini cenderung terjadi polarisasi yang cukup tajam diantara para ahli dalam melihat perspektif pembangunan, yaitu ada yang lebih menitik beratkan pada aspek ekonomi, namun ada pula yang lebih pada aspek lingkungan. Dalam penyusunan Management Plan TNBK ini, maka kedua aspek di atas dicoba dikaji secara proporsional, dimana akan sulit dielakkan kepentingankepentingan yang ada, baik dari sisi kepentingan pemerintah, masyarakat setempat, maupun masyarakat internasional. Penyusunan Management Plan TNBK disadari tidak dapat dilihat hanya dalam konteks kawasan konservasi dimaksud, tetapi sebenarnya kawasan tersebut merupakan satu ekosistem dengan beberapa kawasan konservasi disekitarnya seperti TNDS, dan khususnya adalah LEWS yang terletak berbatasan langsung

67

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tetapi masuk dalam wilayah administrasi Sarawak. Paling tidak perlu ada kesamaan persepsi antar kedua pemerintahan yang kemudian disosialisasikan ke masyarakat untuk memperlakukan kawasan tersebut, mulai dari penetapan fungsi dan delineasi kawasan sampai dengan rencana teknis pengelolaannya. Untuk itu akan dilakukan pembahasan secara bersama antara kedua otoritas, paling tidak dalam tahap awalnya adalah dari segi ilmiahnya. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu negara penandatangan kesepakatan Rio de Jeneiro tahun 1992 yang lalu, maka konsekuensinya Indonesia harus mampu menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang tertuang di dalam perjanjian tersebut. Bagi Indonesia sebetulnya prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sudah menjadi komitmen sejak lama. Hal ini antara lain ditandai dengan ditetapkannya sebidang lahan di Depok Jawa Barat seluas 6 hektar menjadi cagar alam Pancoran Mas pada tahun 1789 dalam upaya penyelamatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sejak itu sampai dengan Nopember 1996 di Indonesia telah ditetapkan 363 lokasi kawasan lindung yang mencakup areal seluas hampir 19,5 juta hektar yang terbagi atas 16,5 juta Ha kawasan daratan dan 3 juta Ha kawasan perairan. Sesuai fungsinya, kawasan tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi cagar alam, taman hutan raya, dan taman buru. Hutan lindung yang difungsikan sebagai pengatur tata air, saat ini diperkirakan mencakup luas menjadi 49,5 juta hektar. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan ditegaskan bahwa pada setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu dipertahankan areal sebagai kawasan hutan yang luasnya paling sedikit 30% dari DAS tersebut. Di Kalimantan Barat, sesuai Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1995 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) kawasan hutan ditetapkan seluas 9.136.700 Ha atau 60% luas propinsi. Dari luas kawasan hutan di atas, 3.961.100

68

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ha atau hampir 4 juta Ha diantaranya ditetapkan sebagai kawasan lindung (20% luas propinsi atau 40% luas kawasan hutan). Sebaran kawasan lindung di Kalimantan Barat sebagian besar berada di Kabupaten Kapuas Hulu yang mencakup 44% luas kabupaten (1.747.700 Ha), kemudian kabupaten Sintang 22%, dan sisanya terbagi di di lima Dati II lainnya. Salah satu kawasan lindung terbesar di kabupaten Kapuas Hulu menurut RTRWP adalah Hutan Suaka Alam Bentuang Karimun yang luasnya 783.000 Ha, atau meliputi 40% luas kawasan lindung di kabupaten Kapuas Hulu dan kemudian disebut Taman Nasional Bentuang Karimun. Secara historis penetapan status hukum Taman Nasional Bentuang Karimun adalah sebagai berikut : a. Tahun 1992 sesuai SK Menhut Nomor: 118/Kpts-II/92 kawasan Bentuang Karimun ditetapkan sebagai kawasan cagar alam dengan luas 800.000 Ha. b. Tahun 1995 (Januari), menurut Perda Nomor 1 Tahun 1995 tentang RTRWP kawasan tersebut ditetapkan sebagai hutan suaka alam dengan luas 783.000 Ha (batas delineasi kawasan adalah sama, cuma ada perbedaan dalam perhitungan luas). c. Tahun 1995 (September) sesuai SK Menhut Nomor: 467/Kpts-II/1995 kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional. Terlepas dari status hukum penetapan kawasan di atas tetapi yang jelas Taman Nasional Bentuang Karimun prinsipnya adalah merupakan kawasan yang berfungsi lindung terutama untuk melindungi kawasan bawahannya. Masalahnya kemudian (implikasi lebih lanjut) daripada penetapan kawasan taman nasional yang meliputi 20% luas kabupaten tersebut atau keseluruhan kawasan lindung di kabupaten Kapuas Hulu yang mencakup 50% luas kabupaten atau bersama-sama dengan kawasan hutan produksi lainnya meliputi >70% luas kabupaten dinilai oleh pemerintah kabupaten sebagai pembatas gerak pembangunan kabupaten bersangkutan. Ironinya lagi sangat terkesan pemerintah dan masyarakat kabupaten Kapuas Hulu harus mengamankan kawasan bawahannya (mulai dari kabupaten Sintang sampai kotamadya Pontianak) dengan membatasi gerak pembangunan dikawasannya yang seringkali diilustrasikan sebagai pembangunan ekonomi dengan tolok ukur pendapatan per kapita, yang implikasinya jelas secara ekonomis kabupaten ini kemudian relatif tertinggal dibanding Dati II lainnya di Kalbar.

69

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dilain sisi pemerintah kabupaten bersangkutan dibebani target pertumbuhan ekonomi tertentu oleh Pemda Tingkat I padahal kasat mata potensi yang dimiliki oleh kabupaten Kapuas Hulu sangat bertumpu pada sumber daya alam yang notabene adalah hutan. Sementara pembangunan yang dilaksanakan menganut prinsip atau ditekankan pada menjaga kelestarian alam. Mencoba menggali potensi dibalik rahasia alam (hutan) terbentur pada kualitas sumber daya manusia yang masih sangat rendah (lebih dari 80% berpendidikan SD ke bawah) demikian pula dengan keterbatasan sumber daya buatan (prasarana dan sarana) sehingga permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat kabupaten Kapuas Hulu menjadi (semakin) kompleks. Dan secara ekonomis sangat sulit pula dikalkulasi asset yang dimiliki kabupaten bersangkutan, serta implikasi seandainya kawasan hutan yang dimiliki kabupaten bersangkutan dieksploitasi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kelestarian alam (sebagai perbandingan). Pendekatan kompromistis akhirnya memang harus dilakukan, yaitu bagaimana membudidayakan kawasan hutan yang melingkupi sebagian besar wilayah kabupaten Kapuas Hulu tanpa harus mengorbankan kelestarian alam (yang tidak dapat dinilai harganya). Upaya pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) melalui suatu konsep management plan yang pas diharapkan dapat menjadi salah satu contoh dari upaya di atas. Dalam konteks ini, ada dua sudut pandang (pendekatan) yang harus diperhatikan, yaitu pertama internal (TNBK), dan yang kedua adalah eksternal (TNBK). Pendekatan internal harus mengkaji dari aspek potensi dan permasalahan yang ada di dalam kawasan TNBK, sedang pendekatan eksternal lebih melihat atau memposisikan TNBK dalam konteks regional kabupaten Kapuas Hulu dan atau yang lebih luas. 1.2. Maksud dan Tujuan Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas diketahui, bahwa upaya pengelolaan TNBK tidak terlepas kaitannya dengan upaya pengembangan wilayah kabupaten secara keseluruhan, serta potensi dan permasalahan yang ada dalam lingkup wilayah TNBK.

70

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Oleh sebab itu, maksud penyusunan makalah ini adalah dalam rangka memberi perspektif pengembangan wilayah dalam upaya penyusunan management plan bagi pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun. Sedang tujuannya adalah : a. Memposisikan TNBK dalam perspektif wilayah kabupaten, propinsi, dan regional yang lebih luas. b. Memanfaatkan potensi pengembangan yang dimiliki untuk meningkatkan pembangunan daerah dan sekaligus pemberdayaan masyarakat setempat. c. Sebagai dasar rancang bangun dalam penyusunan program atau rencana pengembangan/pembangunan wilayah kabupaten Kapuas Hulu dikaitkan dengan rencana pemanfaatan lahan secara optimal baik di dalam kawasan TNBK, maupun disekitarnya. 1.3. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam upaya mengkaji perspektif pengembangan wilayah dalam upaya pengelolaan TNBK dikaitkan dengan potensi dan permasalahan yang ada dengan sasaran keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pendekatan kewilayahan ini menjadi sangat penting, karena keterpaduan semua sektor dalam upaya perumusan rencana akan dapat dilihat secara lebih jelas apalagi dikaitkan dengan posisi wilayah yang terletak di daerah perbatasan dengan segala keterbatasan yang dimiliki (SDM = sumber daya manusia dan SDB = sumber daya buatan). 1.4. Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan makalah ini dibatasi pada konteks wilayah kabupaten dan propinsi dengan perikiraan implikasinya. Hal ini perlu dipertegas mengingat pembahasan perspektif wilayah ini seharusnya memperhatikan pula potensi dan permasalahan yang ada di kawasan LEWS serta konsepsi pengembangannya.

71

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2. Deskripsi Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun 2.1. Kedudukan TNBK dalam Konteks Nasional dan Regional Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) semula dalam Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1982 (TGHK = Tata Guna Hutan Kesepakatan) dan Keputusan Menteri Kehutanan Tahun 1992 ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar alam dan kemudian menjadi hutan suaka alam. Namun perkembangannya selanjutnya, sesuai dengan potensi kawasan serta karakteristik fisik dan sosial ekonomi kawasan, maka kawasan tersebut kemudian ditetapkan menjadi taman nasional. Penetapan fungsi kawasan sebagai taman nasional tidak terlepas kaitannya dengan upaya pemanfaatan kawasan tersebut sebagai pusat kegiatan ekonomi terbatas, khususnya untuk kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian, dan kepariwisataan selain tentu fungsinya sebagai kawasan berfungsi lindung. Pentingnya kedudukan TNBK dalam konteks nasional tidak terlepas kaitannya dengan letaknya yang berbatasan langsung dengan negara tetangga (Sarawak) yang eksistensinya sangat bergantung pada pola pengelolaan kawasan sekitar TNBK antara kedua negara tersebut. Kawasan ini dengan demikian rawan terhadap masalah-masalah hubungan perbatasan antar dua negara. Dalam posisi letak di atas, TNBK merupakan salah satu bagian wilayah perbatasan yang diprioritaskan pengembangannya dan tentunya disesuaikan dengan potensi pengembangan yang dimiliki dikaitkan dengan ciri-ciri kawasan perbatasan, sebagai kawasan terpencil, akses sulit, sarana dan prasarana terbatas sehingga secara keseluruhan relatif tertinggal dibanding bagian wilayah lainnya. Selain itu letak TNBK berada dihulu DAS Kapuas, dan merupakan sumber air kawasan bawahannya yang dengan demikian berarti kelangsungan kelangsungan kegiatan sosial ekonomi di kawasan tersebut. Selanjutnya penduduk sekitar kawasan TNBK sebagian besar merupakan penduduk miskin yang menjadi salah satu sasaran kebijaksanaan pembangunan nasional untuk segera ditanggulangi. Potensi kawasan dengan kekayaan fauna dan flora (keanekaragaman hayati) menjadikan kawasan ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata hutan tropis utama, serta tujuan-tujuan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan lainnya. Dalam konteks ini jelas bahwa upaya menjadikan TNBK sebagai salah

72

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

satu daya tarik pengembangan wisata alam menjadi sangat penting (kebijaksanaan disektor kepariwisataan). Sementara dalam konteks regional propinsi dan kabupaten, kawasan TNBK sangat penting terutama dikaitkan dengan potensi-potensi dan permasalahan yang ada pada kawasan tersebut antara lain: (Tabel 1, Tabel 2, dan Gambar 1). a. Luas kawasan berfungsi lindung yang ditetapkan ditingkat propinsi Kalbar sekitar 27% luas total propinsi, sebagian besar merupakan hutan lindung (12,6%) dan hutan suaka alam (6,4%) sedang taman nasional (3,9%). b. Taman Nasional Bentuang Karimun dalam sistem kawasan lindung (butir 1 di atas) masih masuk dalam kelompok hutan suaka alam sesuai hasil penetapan RTRWP Dati I Kalbar. c. Ditinjau dari sebarannya, sebagian besar kawasan lindung berada di Kabupaten Kapuas Hulu (44,12% dari luas total kawasan lindung di Kalbar) kemudian kabupaten Sintang 22,31% atau keduanya mencakup lebih dari 66% luas kawasan lindung di Kalbar. d. Untuk TNBK sendiri luasnya meliputi hampir 50% luas total kawasan lindung di Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan demikian eksistensi TNBK sangat penting tidak hanya dalam konteks wilayah kabupaten Kapuas Hulu tetapi juga Kalbar secara keseluruhan terutama dalam hubungannya sebagai kawasan lindung. e. Potensi yang dimliki TNBK tidak hanya sebatas karena fungsinya sebagai kawasan resapan air atau sumber air daerah bawahannya tetapi juga dengan keanekaragaman hayati yang dimiliki sangat potensial dikembangkan sebagai laboratorium hutan tropika terbesar dan terlengkap. f. Masalahnya kemudian kawasan TNBK menjadi salah satu kawasan yang menjadi tempat dimana penduduk sekitar dan pendatang mencari nafkah, antara lain berburu kayu gaharu, sarang burung walet, dan lain-lain serta permukiman di dalam kawasan TNBK tersebut.

73

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 1. Luas Kawasan Lindung di Propinsi Kalimantan Barat


No. A Nama Kawasan Kawasan yg memberi perlindungan Daerah bawahannya 1 Kawasan Hutan Lindung (HL) 2 Kawasan Bergambut (Gbt) 3 Kawasan Resapan Air (KRA) B Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya 1 Kawasan Hutan Suaka Alam (HSA) 2 Kawasan Cagar Alam Laut & Perairan Lainnya (SAL) 3 Kawasan Pantai Berhutan Bakau (Bk) 4 Taman Nasional dan Wisata Alam (TN/TWA) JUMLAH 936,200 29,300 175,500 567,100 3,961,100 23.63 0.74 4.43 14.32 100.00 6.38 0.20 1.20 3.86 26.98 1,842,400 199,500 211,100 46.51 5.04 5.33 12.55 1.36 1.44 Luas (Ha) % Thd Kaw. Lindung % Thd Luas Propinsi

Tabel 2. Penyebaran Kawasan Lindung Per Kabupaten


No. Kabupaten 1 Sambas 2 Pontianak 3 Sanggau 4 Ketapang 5 Sintang 6 Kapuas Hulu Kawasan Lindung (Ha) TN/TW Bk H S A SAL A 13,000 7,600 110,100 63,400 4,000 103,500 161,100 125,000

HL 52,500 55,400 138,000 288,500 626,600 681,400

Gbt 75,700 64,800 59,000

KRA -

Total 183,200 359,800 149,400 637,200 883,800 1,747,700

% 4.62 9.08 3.77 16.09 22.31 44.12 100.00

8,300 157,000 7,400 96,100 99,300 -

5,500 153,200 21,700 783,000 -

1,842,40 199,500 211,100 175,500 936,200 29,300 0

567,100 3,961,100

Selanjutnya hasil penelitian Overseas Development Adminitrative (ODA) tahun 1997 mengindikasikan adanya keterkaitan yang erat antara kawasan TNBK dengan kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (juga terletak di kabupaten Kapuas Hulu atau disebelah barat lokasi TNBK). Keterkaitan tersebut diindikasikan dari fungsi TNBK sebagai sumber plasma nutfah dan bibit ikan yang memasok danau Sentarum yang kemudian menjadi

75

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

sumber prduksi ikan air tawar (ditingkat nasional lebih dari 50% produksi ikan air tawar yang diasinkan berasal dari kawasan danau Sentarum dan sekitarnya). Selain itu diindikasikan juga bahwa kedua kawasan tersebut merupakan satu kesatuan ekosistem yang ditunjukkan dari adanya pergerakan (migrasi) satwa antar kedua kawasan tersebut. Sehubungan dengan hal-hal di atas maka kebijaksanaan pengembangan kawasan TNBK dan sekitarnya dalam kacamata propinsi dan kabupaten diarahkan pada : a. Pemantapan kawasan sebagai kawasan berfungsi lindung. b. Pengembangan kegiatan penelitian untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan. c. Pengembangan kegiatan ecotourism. d. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi yang tetap mampu menjaga kelestarian kawasan bersangkutan. 2.2. Letak dan Pencapaian Lokasi Secara geografis kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) terletak pada 112015' 114010 BT dan 0040 1035 LU. Sedang secara administrasi kawasan TNBK terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: : a. Sebelah utara berbatasan dengan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary (LEWS) Sarawak Malaysia. b. Sebelah timur berbatasan dengan propinsi Kalimantan Timur c. Sebelah barat berbatasan permukiman-permukiman di Sarawak. d. Sebelah selatan berbatasan dengan hutan lindung. Pencapaian lokasi dapat dilakukan melalui dua pintu utama utama, yaitu Pontianak Putussibau (melalui jalan darat, sungai, atau udara) TNBK (melalui sungai). Dan yang kedua adalah melalui Kuching Lubuk Antu/Nanga Badau Putussibau TNBK (Gambar 2). Waktu tempuh menggunakan jalan darat untuk alternatif pertama (sampai Putussibau) sekitar 12-14 jam sedang alternatif kedua sekitar 4-5 jam. Selanjutnya perjalanan melalui sungai ditempuh dalam waktu sekitar 5-8 jam, kecuali pada musim kering (dapat lebih lama atau sulit dicapai). Keadaan konstruksi dan kondisi jalan sekitar kawasan TNBK dapat dilihat melalui Gambar 2 berikut.

76

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ada dua hal yang harus diperhatikan dari penjelasan di atas, yaitu : a. Pengamanan kawasan TNBK erat terkait dengan ancaman intervensi kegiatan masyarakat sekitar TNBK baik dari barat, utara, maupun selatan. b. Pencapaian lokasi TNBK lebh akses melalui Kuching (Sarawak). 2.3. Karakteristik Fisik Berdasar hasil penelitian RePPProT, dan kajian terhadap peta topografi (Jantop) skala 1 : 250.000, serta hasil penelitian Tanah Tinjau oleh IPB, kawasan TNBK mempunyai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Ketinggian Sebagian besar wilayah TNBK terletak pada ketinggian lebih dari 500 meter dpl. Dengan kondisi ini sesuai PP Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan, kawasan tersebut masuk dalam kriteria kawasan hutan lindung. 2. Kelerengan Ditinjau dari aspek ini, hampir seluruh bagian wilayah TNBK kecuali pada daerah lembah dan sekitar sungai merupakan kawasan dengan kelerengan di atas 40%. Dengan kondisi ini dan dikaitkan dengan ketentuan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan TNBK tersebut merupakan kawasan yang mempunyai fungsi lindung. 3. Curah hujan Curah hujan di wilayah TNBK dikenal sangat tinggi, yaitu 4.400 4.620 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan 173-198 per tahun. Bulan yang agak kering adalah Juni September tetapi dengan curah hujan masih di atas 100 mm per bulan. Data yang ada menunjukkan bahwa hampir tidak ada bulan kering untuk kawasan tersebut (untuk Kalbar 5 12 bulan basah). Menurut Schmidt & Fergusson wilayah TNBK termasuk iklim selalu basah type A. 4. Keadaan geologi Mengacu pada hasil-hasil studi sebelumnya, batuan utama di TNBK diduga berupa gneis, sekis, filit, kuarsit, andesit, dan basalt. Batuan-batuan tersebut terdapat sebagai blok-blok terpatah yang memanjang seluas kira-kira satu kilometer persegi sampai berupa potongan-potongan kecil seperti genting dengan ukuran beberapa meter persegi. 5. Jenis tanah Mengacu hasil studi RePPProT, jenis tanah di TNBK diduga berupa kompleks podsolik merah kuning dan latosol. Tanah latosol merupakan tanah mineral dengan perkembangan profil sangat rendah di atas batuan kukuh dengan ketebalan kurang dari 50 cm. Di TNBK. Tanah tersebut

78

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kemudian berasosiasi dengan tanah podsolik merah kuning membentuk kompleks podsolik merah kuning dan latosol. Tanah jenis ini sangat rawan erosi terutama pada daerah-daerah yang sudah terbuka. 6. Hidrologi Hasil studi RePPProT mengindikasikan bahwa pola drainase Kalimantan Barat didominasi oleh Sungai Kapuas yang mengalir dari Kabupaten Kapuas Hulu ke wilayah pantai di barat. Secara indikatif kemudian melalui Gambar 3 berikut dapat diketahui keadaan DAS yang ada di Kalimantan Barat. 7. Penggunaan tanah Dari Citra Landsat dan laporan hasil penelitian lapangan menunjukan, bahwa sebagian besar penggunaan lahan di TNBK berupa hutan, sedang sebagian kecil kawasan telah dikelola oleh masyarakat setempat menjadi tempat-tempat lokasi permukiman, terutama di kawasan sepanjang pinggir sungai. Jenis hutan sebagian besar berupa hutan primer (lebih dari 99%). Dengan kondisi fisik sebagaimana di atas, sangat wajar jika kemudian kawasan TNBK ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi yang sangat penting tidak hanya untuk wilayah bawah di Kalimantan Barat, tetapi juga daerah sebelahnya (Sarawak). Fungsi utama kawasan tersebut adalah sebagai sumber air, pengatur iklim, dan penyangga kawasan bawahannya. Selain itu, kawasan TNBK juga (berdasar hasil penelitian lapangan), merupakan kawasan plasma nutfah yang sangat potensial, dan memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat kaya, bahkan ada yang belum pernah dikenal sama sekali sebelumnya. Kekayaan alam yang sangat luar biasa di atas, ternyata tidak hanya dapat dinilai dari segi kepentingan fisik lingkungan tetapi jika dikelola secara tepat dapat menjadi salah satu motor ekonomi yang penting yang dapat dikembangkan bagi mendukung pembangunan dan pengembangan wilayah kabupaten Kapuas Hulu khususnya. Diantara potensi-potensi tersebut antara lain perkebunan, perikanan, pemanfaatan/pengelolaan hasil hutan, kepariwisataan, dan kegiatan-kegiatan ekstraktif lainnya.

79

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.4. Karakteristik Sosial Ekonomi Kajian terhadap aspek sosial kependudukan meliput dua aspek perwilayahan, yaitu internal dan eksternal (sekitar) TNBK. Berdasar hasil penelitian tim sosek di lapangan diketahui antara lain : 2.4.1. Di dalam Kawasan TNBK a. Terdapat kelompok etnik Dayak, antara lain Iban, Tamambaloh, Taman Sibau, Kantu, Kayan Mendalam, Bukat Mendalam, Bukat Metelunai, dan Punan Hovongan. b. Jumlah penduduk 381orang (tahun 1997). c. Mata pencaharian utama penduduk adalah berladang, berburu, mengumpulkan hasil hutan, dan menangkap ikan. Selain itu akhir-akhir semakin berkembang kegiatan komersial, seperti pengambilan gubal kayu gaharu, sarang burung walet, dan penambangan emas tanpa ijin. Dua kegiatan terakhir sangat potensial mengancam kelestarian kawasan. d. Sebagian besar produksi berasal dari sektor pertanian secara umum, yang antara lain terdiri dari perladangan tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan hasil-hasil hutan lainnya seperti rotan, sarang burung walet, madu, sampai kayu gaharu. e. Pemasaran dari hasil kegiatan-kegiatan di atas adalah Sarawak. f. Pembukaan lahan untuk kegiatan perladangan umumnya dilakukan dengan membakar hutan. g. Sangat terkesan (berdasar hasil penelitian tim lapangan) pemanfaatan SDA dilakukan dengan cara tidak konsepsional dan bahkan cenderung mengancam kelestarian alam, misalnya untuk kegiatan-kegiatan perburuan kayu gaharu, sarang burung walet, dan penambangan emas tanpa ijin. h. Hasil produksi umumnya dipasarkan ke Sarawak (Malaysia) karena harga jual yang lebih baik. Sistem ijon dikenal pula dalam sistem perdagangan. 2.4.2. Disekitar Kawasan TNBK a. Terdapat variasi kelompok etnik, yaitu selain Dayak dan Melayu, adalah kaum pendatang. b. Jumlah penduduk (pada kawasan bersinggungan) 1.935 orang. c. Mata pencaharian penduduk relatif sama dengan yang ada di dalam kawasan TNBK dan intervensi penduduk luar kawasan TNBK terhadap kawasan TNBK cukup tinggi, tidak saja dalam internal wilayah kabupaten Kapuas Hulu tetapi juga para migran dari Kaltim dan Kalteng (Tabel 3). d. Untuk kegiatan perladangan dikenal dua pola, yaitu lahan basah dan lahan kering. Pembukaan lahan dilakukan dengan pembakaran. Masa rotasi

81

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

perladangan adalah antara 7 8 tahun. e. Aktivitas utama kawasan ini adalah perkebunan rakyat yang berorientasi pemasaran ke Sarawak. Ironinya dalam kegiatan perdagangan, harga jual komoditi umumnya ditentukan oleh pedagang Sarawak demikian pula jika penduduk ingin membeli kebutuhan sehari-hari dari Sarawak harga beli produk dari Sarawak ditentukan oleh pedagang Sarawak. Implikasinya adalah tingkat ketergantungan penduduk setempat terhadap Sarawak sangat tinggi. Kondisi ini lebih lanjut menunjukkan adanya eksploitasi sumber daya dari daerah Kalbar (sekitar TNBK khususnya) oleh Sarawak. f. Sangat terkesan ketergantungan penduduk sangat tinggi terhadap kegiatankegiatan ekstraktif untuk mata pencahariannya. Ironinya belum ada suatu konsep yang dapat menjadi acuan bagi penduduk dalam melaksanakan kegiatannya. Kondisi ini (kegiatan eksploitasi SDA) dikhawatirkan akan dapat menjadi ancaman yang serius terhadap kelestarian alam. g. Terjadi pergeseran nilai, dimana generasi muda cenderung keluar dari lingkungan lokal, baik dalam rangka mencari kerja maupun melanjutkan pendidikan. Tabel 3. Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Embaloh Hulu Mata Pencaharian Petani pemilik Penggarap Nelayan Kerajinan Pedagang Pelayanan umum Militer Pensiunan Lain-lain Jumlah Jumlah 1,974 2,982 99 21 43 116 21 0 0 5,256 % 37.56 56.74 1.88 0.40 0.82 2.21 0.40 0.00 0.00 100.00 Batang Lupar Jumlah 2,634 1,310 102 0 27 150 18 10 309 4,241 % 62.11 30.89 2.41 0.00 0.64 3.54 0.42 0.24 7.29 100.00 Badau Jumlah 1,536 0 346 0 32 97 18 3 1,816 2,029 % 75.70 0.00 17.05 0.00 1.58 4.78 0.89 0.15 89.50 100.00 Jumlah Jumlah 6,144 4,292 547 21 102 363 57 13 2,125 11,526 % 53.31 37.24 4.75 0.18 0.88 3.15 0.49 0.11 18.44 100.00

h. Tingkat pendidikan penduduk untuk tiga kecamatan, Batang Lupar, Badau, dan Embaloh Hulu adalah sebagai berikut: (Tabel 4) 1. Sebagian besar penduduk berpendidikan SD kebawah (>80%). 2. Terbesar penduduk adalah kategori tidak sekolah (40 - 50%). 3. Dengan kondisi sebagaimana di atas, kualitas penduduk pada ketiga kecamatan di atas relatif rendah.

82

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 4. Struktur Penduduk Menurut Pendidikan


Batang Lupar Pendidikan Belum Sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi Tidak Sekolah Jumlah Jumlah 487 757 675 573 125 10 2,003 4,630 % 10.52 16.35 14.58 12.38 2.70 0.22 43.26 100.00 Badau Jumlah 493 238 987 369 200 16 1,545 3,848 % 12.81 6.19 25.65 9.59 5.20 0.42 40.15 100.00 Embaloh Hulu Jumlah 420 478 638 511 428 25 2,756 5,256 % 7.99 9.09 12.14 9.72 8.14 0.48 52.44 100.00 Jumlah Jumlah 1,400 1,473 2,300 1,453 753 51 6,304 13,734 % 10.19 10.73 16.75 10.58 5.48 0.37 45.90 100.00

2.5. Aktivitas Sekitar Kawasan TNBK Peruntukan lahan sekitar kawasan TNBK antara lain hutan lindung (selatan), dan sebagian LEWS serta kawasan permukiman di barat dan utara (Sarawak). Sampai saat ini tidak/belum ada intervensi kegiatan budidaya ke dalam TNBK kecuali permukiman-permukiman yang sudah ada di dalam TNBK. Terdapat beberapa konsesi HPH yang berada di selatan TNBK (dalam hutan lindung), dan satu diantaranya berdasarkan hasil tim lapangan ternyata merupakan tempat habitat primata. Peruntukan kawasan lainnya disekitar TNBK selain untuk hutan lindung adalah untuk kawasan hutan produksi (HPT), sedikit PLK (Pertanian Lahan Kering) dan PLB (Pertanian Lahan Basah). Beberapa HPH saat ini masih beroperasi pada kawasan HPT Kawasan PLB umumnya mengambil lokasi pada sekitar pesisir sungai dan diperuntukkan bagi kegiatan pertanian tanaman pangan penduduk setempat. Sedang untuk PLK yang berbatasan pula dengan taman nasional Danau Sentarum telah diarahkan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit.

83

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.6. Rangkuman a. Kedudukan TNBK baik dalam konteks nasional maupun regional sangat penting, baik dalam posisinya sebagai kawasan lindung maupun pengembangan kegiatan ekonomi kabupaten dan propinsi secara keseluruhan. b. Luas kawasan lindung yang terlalu besar terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu dianggap oleh pemda setempat sebagai membatasi gerak pembangunan yang dapat dilakukan oleh kabupaten bersangkutan. c. Pencapaian TNBK lebih akses melalui Kuching dibanding Pontianak. d. Kawasan TNBK secara fisik rawan longsor dan erosi. e. Kawasan TNBK menjadi sumber air kawasan bawahannya dan untuk danau Sentarum menjadi sumber plasma nutfah dan pasokan bibit ikan. f. Kualitas penduduk ditinjau dari aspek pendidikan relatif rendah, dan generasi muda cenderung keluar, baik mencari kerja ataupun melanjutkan pendidikan. g. Potensi utama kawasan TNBK yang dimanfaatkan masyarakat setempat saat ini adalah hasil hutan, perladangan, dan pertambangan emas. h. Kegiatan budidaya pertanian secara umum yang dilakukan masyarakat belum tertata dengan baik (baru berupa pengambilan langsung dari hutan) dan kemudian dipasarkan khususnya Sarawak. i. Tingkat ketergantungan ekonomi antara Kalbar terhadap Sarawak sangat tinggi, yang dipengaruhi selain oleh harga jual yang lebih baik juga akses yang tinggi. j. Selayaknya kajian terhadap TNBK dikaitkan dengan kajian terhadap LEWS, Taman Nasional Danau Sentarum, dan Batang Ai National Park karena merupakan satu ekosistem. 3. Konsepsi Dasar Rancangan Pengembangan Taman Nasional Bentuang Karimun

3.1. Dasar-dasar Pertimbangan 3.1.1. Pertimbangan eksternal: 1. TNBK merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary (LEWS), Batang Ai National Park (BANP), dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS). 2. Hasil studi ODA yang mengindikasikan: Perlu ada koridor antar kedua kawasan (berupa kawasan hutan baik lindung maupun produksi) untuk migrasi hewan. Perlu diciptakan kegiatan alternatif untuk masyarakat lokal agar tidak mengganggu fungsi kedua kawasan.

84

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kawasan dapat dieksploitasi secara terbatas. Perlu pengaturan penduduk migrasi masuk dan keluar kawasan. Perlu pembatasan jumlah penduduk dalam kawasan. Akses sekitar kawasan dibatasi dan yang masuk ke dalam kawasan perlu direncanakan dengan hati-hati. Perlu diciptakan upaya meningkatkan nilai tambah masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan ikutan (madu, sarang burung walet, dll). TNBK terletak di kawasan perbatasan yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Pengendali (Keppres Nomor 44 Tahun 1994) sehingga disini perlu klarifikasi tugas dan tanggung jawab instansi terkait. Kebijaksanaan pengembangan sistem perwilayahan Kalbar Rencana pengembangan gerbang kedua dalam hubungan Kalbar Sarawak, yaitu di Nanga Badau. Adanya hubungan kerjasama sosial ekonomi antar Kalbar Sarawak dalam forum SOSEK MALINDO. Adanya hubungan perdagangan antar wilayah perbatasan Kalbar Sarawak. TNBK merupakan kawasan hulu kapuas dengan fungsi utama catchment area DAS Kapuas. Dengan demikian prinsip pokok pengembangan TNBK harus tetap dalam konteks menjaga kelestarian lingkungan.

3.1.2. Pertimbangan internal: 1. Potensi fisik wilayah yang kurang diimbangi dengan ketersediaan SDM berkualitas. 2. Perlunya peningkatan spesialisasi wilayah. 3. Kebijaksanaan pengembangan wilayah propinsi dan kabupaten dengan prinsip-prinsip sustainable development. 4. Permukiman masyarakat asli yang ada di dalam TNBK dipertahankan (dinilai sudah menjadi satu ekosistem dengan TNBK), dengan maksud sebagai pengawas dan mendukung pengembangan kegiatan ecotourism (dengan dasar sistem nilai yang ada). 5. Akses ke lokasi yang sulit, intervensi aktivitas penduduk ke dalam kawasan (eksploitasi), dan kesadaran/kepedulian akan kelestarian lingkungan yang masih rendah. 3.2. Tujuan Pengembangan Tujuan pengembangan TNBK pada prinsipnya tidak terlepas kaitannya dengan upaya pengembangan wilayah propinsi secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, sesuai kebijaksanaan pembangunan daerah maka tujuan pembangunan TNBK adalah :

85

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

a. Memantapkan fungsi lindung dan sekaligus mengamankan kawasan TNBK dari perambahan atau perusakan oleh masyarakat sekitar serta memanfaatkan eksistensi TNBK sebagai salah satu pusat pengembangan kegiatan ekonomi kabupaten Kapuas Hulu melalui kegiatan ecotourism. b.Optimalisasi pemanfaatan lahan disekitar dan di dalam kawasan TNBK bagi mendukung kegiatan penelitian dan ecotourism. Menentukan sistem zonasi TNBK. Mengatur lay out bagi akses internal (antar aktivitas). Merumuskan dan mengatur elemen-elemen pendukung (fasilitas) termasuk permukiman penduduk (asli). Merumuskan dan mengatur kantong-kantong produksi untuk kegiatan ekonomi internal. 3.3. Konsep Pengembangan Dengan dasar-dasar dan tujuan pengembangan di atas, maka konsep pengembangan kawasan TNBK dirancang sebagai berikut : a. Penegasan penetapan kawasan berfungsi lindung, baik dari hasil kajian terhadap tata ruang wilayah, maupun hasil-hasil studi lain (termasuk ODA), serta kajian teknis lapangan. b. Penetapan dan pemantapan kawasan-kawasan produksi. c. Pengembangan sentra-sentra produksi sebagai lokasi kegiatan ekonomi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak perlu intervensi ke dalam TNBK untuk kegiatan sosial ekonominya. d. Pengembangan sistem jaringan jalan inter dan intra regional dikaitkan dengan outlet Nanga Badau dan pencapaian lokasi TNBK. e. Pengembangan koridor TNBK TNDS untuk migrasi hewan antar kedua kawasan tersebut. f. Pengembangan dan pemantapan pusat-pusat permukiman sebagai pusatpusat pertumbuhan wilayah. Upaya pengembangan kawasan TNBK dan sekitarnya selanjutnya dituangkan dalam konsep pengembangan sebagai berikut. 3.4. Strategi Pengembangan Dalam upaya pemantapan kawasan berfungsi lindung, maka ada dua alternatif yang mungkin dikembangkan, yaitu : Mengeluarkan semua kegiatan budidaya dari kawasan lindung (termasuk

86

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

TNBK). Membatasi kegiatan-kegiatan budidaya di dalam kawasan lindung. Untuk kasus TNBK, kiranya akan sulit mengeluarkan kegiatan-kegiatan permukiman yang ada disana sehingga pilihan yang lebih tepat disini adalah membatasi kegiatan-kegiatan masyarakat di dalam kawasan tersebut. Hal ini juga didukung oleh kondisi dimana masyarakat yang berada di dalam TNBK tersebut sebenarnya sudah merupakan bagian satu ekosistem yang saling menunjang. Sementara untuk kawasan hutan lindung (selatan TNBK) yang sekaligus menjadi buffer TNBK tetap dipertahankan, dalam arti kegiatan-kegiatan budidaya tidak diperkenankan berkembang di daerah tersebut. Konsekuensi hal ini, konsesi HPH atau kegiatan-kegiatan lain yang mengeksploitasi lahan berskala besar harus dikeluarkan. Untuk pengembangan kawasan budidaya, baik yang berada di dalam atau disekitar kawasan TNBK harus dikaitkan dengan kondisi fisik kawasan (jenis tanah, topografi, dan curah hujan) serta aspek-aspek sosial ekonomi lainnya (seperti kepemilikan lahan, pemasaran, dan lain-lain). Dikaitkan dengan karakteristik fisik dan sosial ekonomi wilayah setempat serta kecenderungan pemasaran, maka kegiatan yang diprioritaskan pengembangannya adalah kegiatan perkebunan dan hortikultura yang berorientasi ekspor (Sarawak). Dalam konteks ekspor maka eksistensi jaringan jalan yang memadai tentunya sangat diperlukan. Oleh sebab itu disini diusulkan agar upaya peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat tersebut harus diprioritaskan penanganannya. Sementara pengembangan sentra-sentra produksi erat terkait dengan pengembangan pusat-pusat permukiman yang sekaligus menjadi pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Dalam konteks ini, pusat-pusat permukiman yang diprioritaskan pengembangannya adalah Putussibau, Lanjak, dan Nanga Badau. Pengembangan pusat-pusat di atas dikaitkan pula dengan upaya pengembangan kegiatan ecotourism yang diharapkan akan menjadi kegiatan utama pengembangan TNBK. Terakhir, adalah pengembangan koridor TNBK TNDS yang dikaitkan penetapan fungsi kawasan hutan pada kedua areal tersebut dikaitkan dengan kebijaksanaan pembangunan daerah. Dalam konteks ini perlu penegasan fungsi

87

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kawasan hutan (produksi) yang dapat menjadi koridor antara kedua kawasan di atas. 3.5. Rangkuman Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat dirumuskan hal-hal berikut: a. Meskipun diakui bahwa TNBK, TNDS, BANP, dan LEWS merupakan satu kesatuan ekosistem wilayah dengan fungsi utama lindung dan saling terkait namun dalam penterjemahannya masih sangat terbatas. Dalam konteks ini perlu dilakukan kerjasama penanganan antar kawasan-kawasan tersebut oleh kedua pemerintahan. b. TNBK diharapkan dapat menjadi salah satu motor penggerak pembangunan ekonomi bagi wilayah kabupaten Kapuas Hulu Kalbar umumnya. c. Upaya pembangunan atau pengembangan kawasan TNBK tetap harus dalam konteks pelestarian alam dan lingkungan. Oleh sebab itu rencana pengembangan atau pengelolaan kawasan TNBK harus dikaitkan dengan upaya pengembangan kegiatan ekonomi produktif pada sekitar kawasan. d. Dalam upaya pengembangan TNBK, maka eksistensi jaringan jalan yang berkualitas sangat diperlukan. e. Perlu dilakukan kerjasama pengembangan kawasan TNBK dengan kawasan serupa di Sarawak.

88

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Potensi Dan Kendala Pembangunan Masyarakat Di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun Khususnya Daerah Perbatasan, Kalimantan Barat Syamsuni Arman Kepala Pusat Kajian Ilmu-Ilmu Sosial UNTAN Abstrak Dalam membahas kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sekitar TNBK penulis mencatat adanya 3 prakondisi yang perlu diperhatikan yang mewarnai interaksi masyarakat di sekitar TNBK dengan alam sekitarnya, yaitu keberadaan mereka disekitar bahkan sebagian di dalam TNBK, lokasi TNBK yang terletak diantara garis batas dengan Serawak di sebelah utara dan sabuk Hutan Lindung di sebelah selatan, dan keberadaan pemukiman yang telah berlangsung jauh sebelum TNBK dan Hutan Lindung ditetapkan. Lebih lanjut dalam membahas potensi dan kendala pembangunan masyarakat sekitar TNBK penulis mempergunakan pendekatan integrated conservation and development concept (ICDC) yang melihat upaya pelestarian yang berintegrasi dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan kegiatan pembangunan. Interaksi yang telah berjalan sejak beberapa dekade telah berlangsung dengan relatif harmonis, namun karena adanya sejumlah akses baik melalui aliran sungaisungai dan danau-danau maupun melalui jalan darat terutama sejak dibukanya Jalan Lintas Utara maka keharmonisan itu terganggu karena meningkatnya kedatangan penduduk dari luar kawasaan yang bertujuan turut memanfaatkan keberlimpahan sumber daya alam yang terdapat di dalam dan di sekitar Hutan Lindung dan TNBK. Sebagai contoh dapat disebutkan meningkatnya penebangan kayu yang tadinya hanya bersifat tradisional menjadi bersifat komersial, penambangan emas yang semula hanya untuk keperluan sendiri, kini meluas menjadi penambangan untuk dipasarkan hasilnya. Eksploitasi bahan-bahan lain seperti sarang burung dan gaharu yang juga merupakan komoditas yang tinggi harganya terancam oleh merosotnya potensi yang tersedia antara lain karena over eksploitasi, kurangnya upaya-upaya pelestarian, dan terjadinya pemborosan dan inefisiensi dalam

89

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

pengumpulan dan pengolahan. Untuk mengatasi masalah-masalah yang dikemukakan diatas perlu digalakkan upaya mengikut sertakan masyarakat misalnya dengan menerapkan pendekatan yang biasa disebut dengan istilah community-making paradigm. Paradigma ini bertumpu pada 6 prinsip utama yang mencakup pembentukan sosial capital, civic infrastructure, asset orientation, collaboration, vision and strategic action, dan menerapkan the art of democracy terhadap masyarakat disekitar TNBK. Seni demokrasi yang dimaksud adalah yang memuat 10 cara, yaitu active listening, creative conflict, mediation, negotiation, political imagination, public dialogue, public judgement, celebration and appreciation, evaluation and reflection, dan Mentoring. Metode tersebut akan sangat efektif dalam rangka mendorong masyarakat untuk mengembangkan semacam teknologi tepat guna yang bertujuan menciptakan pola interaksi yang lebih efisien dengan alam lingkungannya dan dalam rangka menghindari pemborosan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia.

1. Pendahuluan Bahan yang saya pergunakan untuk menulis makalah ini saya ramu dari hasil pengamatan langsung terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang berdiam di sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun yang saya lakukan selama beberapa periode sepanjang tahun 1997 yang lalu, baik selaku peneliti yang bergabung dalam kegiatan WWF-Indonesia maupun sebagai peserta ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997 di Kabupaten Kapuas Hulu dan Daerah Sri Aman di Serawak Malaysia (Arman. 1997a; 1997b; 1998). Dipandang dari sudut ekologi manusia kehidupan masyarakat di sekitar TNBK adalah sangat unik: Pertama, karena keberadaan mereka yang sangat berdekatan dengan, dan sebagian bahkan berada di dalam TNBK, kedua bahwa TNBK di batasi secara unik, di utara oleh garis perbatasan dengan Serawak, dan disebelah selatan oleh sebuah sabuk Hutan Lindung yang memanjang dari Barat ke Timur, dan ketiga bahwa keberadaan mereka baik di dalam TNBK maupun di dalam Hutan Lindung tersebut sudah berlangsung lama bahkan sejak sebelum wilayah tersebut dinyatakan sebagai Hutan Lindung dan TNBK. Ketiga faktor ini merupakan prakondisi bagi setiap upaya untuk membahas kehidupan masyarakat wilayah ini maupun bagi upaya untuk me-ngembangkannya.

90

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Di kalangan pakar yang berkecimpung dalam upaya pelestarian sumber daya hayati kini berkembang suatu pendekatan yang sering disebut dengan pendekatan integrated conservation and development concept disingkat ICDC (Brown dan WyckoffBaird, 1992). Pendekatan ini menganjurkan agar kegiatan konservasi tidak dilakukan semata-mata sebagai upaya pelestarian an sich, karena pendekatan yang demikian cenderung menyampingkan kepentingan masyarakat setempat, dan menghambat upaya pembangunan yang diprakarsai pemerintah. Sebaliknya, pendekatan yang dianjurkan adalah yang mencakup ketiga aspek tersebut secara terpadu. Bagi suatu masyarakat yang sedang berkembang kegiatan pembangunan merupakan upaya mutlak yang harus dilakukan. Oleh sebab itu kegiatan konservasi perlu diserasikan dengan upaya pembangunan yang sedang berjalan. Dengan demikian kehidupan masyarakat akan dapat berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat lainnya diluar TNBK. Kita mengakui bahwa upaya yang demikian lebih mudah diucapkan dari dilaksanakan. Tetapi bagi pengelola TNBK hal ini tidak mungkin dielakkan. Bertolak dari ICDC tersebut dalam makalah ini penulis mencoba mengangkat beberapa fakta yang berhasil ditemukan dalam survey dan expedisi tersebut dan membahasnya dalam suatu pendekatan yang kini sedang ngetren yaitu pendekatan yang oleh sejumlah pakar disebut community-making paradigm. Pendekatan ini dikembangkan oleh pakar pembangunan di Amerika Serikat dan diaplikasikan secara berhasil pada masyarakat kota selama pemerintahan Clinton. Meskipun situasi dan kondisi kita jauh berbeda namun menurut hemat penulis cukup relevan untuk diangkat sebagai bahan rujukan. Sebelum kita membahas lebih lanjut perspective yang penulis sebutkan diatas baiklah penulis perkenalkan terlebih dahulu beberapa aspek kehidupan masyarakat di sekitar TNBK sepanjang yang dapat penulis tangkap dalam interaksi singkat selama bergaul secara intensive dengan mereka dalam kegiatan survey dan expedisi tersebut diatas. 2. Kelompok Masyarakat Di Sekitar TNBK Wilayah yang penulis sebut dengan istilah sekitar TNBK merupakan daerah yang luas tetapi mempunyai penduduk yang sangat jarang dan tersebar dengan tidak merata. Sebagaimana umumnya berlaku di Kalimantan permukiman penduduk tumbuh disepanjang aliran sungai, karena sebelum jalan-jalan dibangun maka sungailah yang merupakan jalur lalu lintas baik untuk angkutan orang maupun

91

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

barang. Bagi perkembangan TNBK dimasa yang akan datang terdapat beberapa aliran sungai yang sangat penting untuk diperhatikan, seperti (1) Sungai Embaloh, (2) Sungai Palin, (3) Sungai Nyabau, (4) Sungai Sibau, (5) Hulu Kapuas, dan (6) Sungai Bungan. Sungai-sungai ini sering dipergunakan orang sebagai akses mendekati bahkan memasuki wilayah TNBK untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi. Kampung-kampung seperti Sadap di hulu Sungai Embaloh, Sungai Ulu Palin di Sungai Palin, Nanga Nyabau di muara Batang Nyabau, Nanga Potan di Sungai Sibau, Nanga Bungan di muara Sungai Bungan, dan Tanjung Lokang di hulu Sungai Bungan, merupakan batu loncatan terakhir bagi orang untuk memasuki TNBK. Oleh sebab itu maka penduduk yang mendiami kampungkampung tersebut dan permukiman lain yang berdekatan merupakan masyarakat di sekitar TNBK seperti yang dimaksud dalam makalah ini. Penduduk yang mendiami kampung-kampung ini terdiri dari berbagai kelompok suku Dayak yang sejak lama mendiami wilayah tersebut: 1. Suku Tamambaloh (sering juga disebut Embaloh atau Maloh) yang mendiami aliran Sungai Embaloh mulai dari Ulak Pauk sampai Pinjawan di sebelah utara. Bagian dari kelompok ini juga mendiami Sungai Ulu Palin dan Nanga Nyabau. Di Sungai Ulu Palin mereka menempati salah satu rumah panjang atau betang tertua dan tertinggi di Kalimantan Barat yang masih relatif asli baik bentuk maupun bahan bangunannya. Rumah panjang ini sebagian sudah rusak dan hancur, namun bagian yang masih utuh terdiri atas 54 pintu dengan panjang 286 m dan tinggi lantai rata-rata 8 m. 2. Suku Iban yang mendiami Hulu Sungai Tamambaloh mulai dari dusun Madang, Sadap, dan desa-desa di sebelah utara yang terletak di sepanjang Jalan Lintas Utara sampai di Kecamatan Lanjak dan Kecamatan Badau di perbatasan Serawak. 3. Suku Bukat yang mendiami Hulu Sungai Sibau di sekitar Ng.Potan yang kemudian berpindah ke Hulu Sungai Mendalam dan menetap di dusun Ng Hovat. 4. Suku Punan yang mendiami kampung-kampung di sepanjang Sungai Bungan mulai dari Nanga Bungan sampai Tanjung Lokang. Di samping suku-suku tersebut terdapat juga suku-suku lain dalam jumlah kecil yang berintegrasi melalui proses perkawinan atau kerjasama.

92

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3. Potensi Dan Kendala Pembangunan Masyarakat Menurut hemat penulis pembangunan masyarakat sangat tergantung dari adanya sejumlah faktor utama, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Disamping itu beberapa keunikan wilayah seperti yang penulis ungkapkan dalam pendahuluan diatas turut memberikan warna terhadap pola interaksi faktor-faktor tersebut dalam konteks riil. Di sekitar TNBK masih tersedia sumber daya alam yang berlimpah, seperti flora, fauna, dan lahan yang luas. Karena wilayah ini termasuk ke dalam kategori Taman Nasional dan Hutan Lindung maka sumber daya alam yang terdapat disitu masih relatif terpelihara dari kerusakan. Namun, karena kekayaan dan kualitas yang demikian wilayah ini justru menjadi makin menarik bagi manusia untuk mengeksploitasinya baik secara resmi maupun tidak. Diantara sumber daya alam yang cukup menonjol yang menjadi pilihan penduduk setempat antara lain adalah: 1. Lahan untuk pertanian; 2. Berbagai species kayu bermutu tinggi; 3. Berbagai species ikan yang enak dimakan; 4. Emas yang ditambang secara tradisional; 5. Kayu gaharu yang tersebar di hutan; 6. Sarang Burung Walet. Untuk sekedar memberikan gambaran selintas mengenai pemanfaatan berbagai sumber daya alam tersebut penulis mencoba memberikan informasi yang berikut. 3.1. Lahan untuk Pertanian Potensi lahan kering di wilayah ini masih berlimpah mengingat penduduknya yang masih jarang. Sampai saat ini lahan kering yang tersedia di wilayah ini baru dimanfaatkan untuk berladang, berkebun karet, dan menanam komoditi lain secara sporadis misalnya lada. Lahan basah yang terdapat disepanjang aliran sungai juga dimanfaatkan secara terbatas, misalnya disepanjang Sungai Embaloh bagian hilir. Metode perladangan yang diterapkan masih dalam bentuk tebang bakar dengan

93

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

hasil yang sulit diprediksikan jumlahnya. Dalam bentuk yang ideal teknik tebang bakar ini memang dapat dilakukan secara berkelanjutan, dan hasilnya akan dapat memenuhi kebutuhan keluarga apabila dilakukan dengan sistem diversifikasi usaha. Hal semacam itu pernah dipraktekkan oleh seorang petani di kampung kecil Nanga Potan, di Hulu Sungai Sibau, Kecamatan Kedamin. Petani tersebut pada waktu mudanya sangat gigih dan produktif. Di samping berladang dia juga menanam sayur mayur, kacang-kacangan, dan ubi-ubian yang dikelola sepanjang tahun. Selain itu dia juga menangkap ikan dan berburu. Ternyata hasil kegiatan lainnya tersebut mencapai 2 sampai 4 kali nilai padi yang diperolehnya dalam setahun. Seandainya kegiatan lainnya tersebut terhambat maka hasil padi yang diperolehnya pasti tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya. Sekarang binatang buruan seperti babi, rusa, dan binatang-binatang kecil yang dapat diburu sudah banyak berkurang, ikan-ikan yang biasanya berlimpah di Sungai Pengkaran dekat kampung mereka sudah mulai berkurang karena terlalu sering di panen, dan lagi petani ideal ini sudah menjadi semakin tua sehingga sudah tidak mungkin bekerja seperti dulu lagi, sedangkan anak-anaknya sudah cendrung berorientasi ke kota untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan yang lebih ringan. Yang ingin saya tekankan adalah bahwa untuk menilai apakah teknik tebang bakar itu baik atau tidak harus kita lihat konteksnya dan harus dikaitkan dengan alternatif yang dapat kita tawarkan. Apabila kita hanya dapat memberikan label tetapi tidak dapat memberikan solusinya maka upaya kita tidak akan menghasilkan apa-apa. 3.2. Pengambilan Kayu di Hutan Di muka, penulis menyatakan bahwa wilayah ini ada yang termasuk Taman Nasional dan selebihnya termasuk Hutan Lindung. Dengan demikian semestinya tidak ada lagi species kayu dari kedua jenis hutan tersebut yang boleh ditebang dan dijual secara komersiil. Tetapi kenyataannya masih ada juga penebangan kayu yang berlangsung. Berkenaan dengan pemanfaatan kayu di hutan perlu diingat bahwa pada suku Iban terdapat suatu tradisi yang menghendaki bahwa rumah panjang harus mempunyai sebidang hutan yang dicadangkan sebagai kampung galau yaitu rumah masa depan. Maksudnya kayu-kayu di hutan tersebut hanya boleh ditebang untuk keperluan sendiri seperti membangun rumah panjang dan membuat perahu.

94

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Di desa Sungai Sedik, Kecamatan Lanjak terdapat sebuah rumah panjang yang memiliki sebuah hutan yang masih utuh yang mereka cadangkan sebagai kampung galau tersebut. Kebetulan di hutan tersebut terdapat pula tempat-tempat bersejarah menurut tradisi suku Iban seperti adanya Kolam Batu Ancau (dahulu tempat ular bertapa), air terjun yang airnya mengalir sepanjang tahun tempat para leluhun bertapa, dan tapak Bunganuing yaitu bekas tapak kaki seorang demi god atau setengah manusia setengah dewa dari suku Iban yang dipercayai pernah singgah di desa ini. Tokoh Bunganuing ini ternyata (menurut cerita) pernah pula singgah di Sadap dan meninggalkan bekas gigitan pada sebuah mangkuk yang kini masih disimpan oleh seorang tokoh di sana. Bahkan di hulu Sungai Delok di Kawasan Lubok Antu terdapat sebuah riam yang disebut kujur atau panah Bunganuing. Adanya aktivitas masyarakat yang terkait dengan hutan sudah tentu perlu diperhitungkan secara matang dalam mencari pola pengembangan yang tepat tanpa merugikan kepentingan konservasi yang ingin kita capai dengan ditetapkannya kawasan Taman Nasional dah Hutan Lindung tersebut. Tradisi masyarakat yang bernuansa pelestarian dapat pula dipergunakan sebagai entry point bagi penyampaian ide-ide pelestarian yang kita anut. 3.3. Penangkapan Ikan Menurut informasi yang berhasil penulis kumpulkan di wilayah ini berlaku penangkapan species ikan besar yang rasanya sangat enak dan digemari oleh penduduk seperti ikan Saladang, Ikan Semah dan lain-lain, bahkan kedua jenis ikan ini merupakan dagangan yang laku pula dijual di Lubok Antu, Serawak. Yang agak merisaukan kita adalah bahwa proses penangkapannya kadang-kadang tidak memperhitungkan aspek kesinambungan baik dipandang dari aspek bisnis maupun dari aspek kelestarian species yang dijadikan sasaran penangkapan. Ikanikan ini ada yang ditangkap di sungai-sungai yang banyak terdapat di wilayah ini dan ada pula yang terdapat di danau-danau seperti Danau Sentarum dan Danau Luar. Diantara praktek yang dimaksudkan disini termasuk hal-hal yang berikut: 1. Penangkapan pada waktu ikan bertelur; 2. Penangkapan dengan menggunakan bahan-bahan kimia beracun; 3. Penangkapan dengan alat yang menjaring ikan dari segala ukuran;

95

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4. Penangkapan pada saat ikan bermigrasi menjelang musim kering dan pada awal musim hujan dimuara sungai-sungai yang berpangkal di danau-danau. Praktek-praktek yang penulis sebutkan itu jelas memberikan dampak negative terhadap upaya pelestarian yang ingin dicapai. Oleh sebab itu perlu diupayakan tindakan-tindakan penanggulangannya dengan segera. 3.4. Penambangan Emas Secara Tradisional Penambangan emas di wilayah ini telah berlangsung sejak beberapa dekade yang lalu. Pada awalnya kegiatan ini hanya dilakukan untuk keperluan sendiri misalnya sebagai perhiasan atau diberikan kepada orang lain sebagai hadiah. Namun sejak kira-kira lima tahun yang lalu banyak penggali emas dari luar kawasan yang datang untuk beroperasi disitu. Gold rush tersebut diperkuat lagi dengan meningkatnya kemampuan penduduk untuk membeli mesin-mesin speed boat sehingga tempat penambangan yang tadinya cukup jauh kini seolah-olah menjadi dekat. Biasa penambangan dilakukan dengan membentuk kelompok dibawah seorang bos atau cukong yang menyediakan semua bahan keperluan dan peralatan. Kemudian semua ongkos dibagi rata, demikian juga hasilnya. Apabila dipergunakan mesin pompa maka mesin pompa itu sendiri dianggap satu orang dan mendapat bagian dari hasil kerja seperti pekerja lainnya. Jadi seorang bos mendapat keuntungan dari harga barang yang dibelinya untuk keperluan kelompok, dan hasil dari peralatan yang dipergunakan. Pada waktu penulis malakukan studi lapangan bulan April 1997 yang lalu di Desa Nanga Bungan penulis mencatat tidak kurang dari 12 kelompok pendulang emas yang beroperasi dengan jumlah pekerja sebanyak 468 orang terbagi atas: 7 kelompok dari Putussibau dengan jumlah pekerja 320 orang; 1 kelompok dari Boyan dengan jumlah pekerja 100 orang; 2 kelompok dari Nanga Bungan dengan jumlah pekerja 18 orang; 1 kelompok dari Nanga Lapung dengan jumlah pekerja 10 orang; 1 kelompok dari Sungai Mendalam dengan jumlah pekerja 20 orang. Para penambang tersebut mempergunakan 46 mesin pompa berkekuatan 5PK 15Pk terdiri atas merk Dompeng, Dung Dung, dan Robin. Setiap mesin rata-rata ditunjang oleh 10 orang tenaga kerja dan hasil yang diperoleh berkisar antara 10 gr sampai 300 gr sehari tergantung dari besarnya kemampuan mesin dan kekayaan diposit yang dikerjakan.

96

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dipandang dari lamanya beroperasi penambang-penambang tersebut dapat dibagi menjadi: 1 tahun - 3 kelompok (31 orang); 2 tahun - 4 kelompok (247 orang); 3 tahun - 1 kelompok (20 orang); 4 tahun - 2 kelompok (50 orang); 5 tahun - 2 kelompok (120 orang). Emas pasir yang dihasilkan dijual kepada pembeli yang selanjutnya memprosesnya menjadi emas siap olah di Kedamin Hilir, Pasar Laut Putussibau, Pantai Sibau, Pasar Inpres Putussibau, dan pedagang-pedagang emas lainnya. Emas dijual kepada pembeli-pembeli tersebut sebelum diolah dengan menggunakan timbangan tradisional Cina dengan pemberat berukuran dan nama tertentu seperti sahang, saga, amas, dan bungkal. Satu sahang = berat 1 biji lada putih, 1 saga - 4 sahang, 1 amas - 12 saga, dan 1 bungkal = 16 amas. Menurut informasi 1 saga beratnya berkisar antara 0,33-0,375 gr. Pada saat kajian ini dilaksanakan harga 1 saga = Rp6.300,-. Metode yang dipergunakan adalah dengan menggali parit-parit atau membongkar tebing sungai yang diduga mengandung emas. Dengan metode ini maka air buangan disalurkan kembali ke sungai berikut lumpur, dan mungkin juga emas halus yang tidak tertangkap dengan metode sederhana ini. Diantara dampak yang dapat dilihat adalah adanya bekas-bekas parit dan tebing yang menganga serta air sungai yang berubah warna karena kontaminasi lumpur. Sepanjang yang dapat penulis ketahui emas yang dihasilkan tidak diolah di lokasi penambangan, sehingga kekhawatiran akan pencemaran limbah air raksa tidak terjadi. Lokasi penambangan terletak disebelah atas Riam Matahari (Bon Matonlo) yang terkenal itu. Kelompok-kelompok penambang tersebar pada beberapa aliran sungai seperti: 1. Sungai Halemu; 6. Sungai Konalau; 2. Sungai Hangai; 7. Sungai Lintang; 3. Sungai Habean; 7. Sungai Keruh; 4. Sungai Keluang; 8. Hulu Kapuas sampai perbatasan 5. Sungai Tosapan; dengan Serawak. Diantara hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai penambangan emas ini, selain dari kerusakan lingkungan yang sudah penulis paparkan diatas, adalah masalah

97

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

timbangan emas yang masih mempergunakan alat tradisional padahal ditempat lain sudah mempergunakan alat timbangan yang sudah dibakukan dan ditera oleh Departemen Perdagangan. Disamping itu mengenai kemungkinan pemungutan retribusi bagi penggalian dan perdagangannnya yang merupakan potensi PAD yang cukup besar. 3.5. Pengumpulan Kayu Garu Menurut para ahli kayu garu sebenarnya tidak menghasilkan getah dengan bau yang harum sekiranya kehidupannya tidak terganggu. Getah yang harum tersebut mungkin merupakan suatu strategy of survival dari species ini. Tetapi malang, strategi yang mungkin ampuh menghadapi kendala alam hutan, justru menjadi malapetaka ketika berhadapan dengan manusia. Berbeda dari kelompok penambang emas maka kelompok pencari garu tidak dikepalai oleh seorang bos. Semua anggota statusnya sama, dan di hutan masingmasing mengambil arah sendiri-sendiri dan baru berkumpul kembali menjelang malam di pondok sementara di tengah hutan. Kerjasama yang terjadi adalah untuk meringankan biaya pengangkutan, dan untuk saling membantu pada waktu ada kesulitan atau kecelakaan. Tidak jarang seorang Punan yang terkenal ahli di hutan, juga bisa tersesat dan perlu dicari beramai-ramai sampai berhari-hari. Ada kalanya seorang pencari ditimpa dahan yang jatuh atau dipatuk ular sehingga perlu pertolongan segera. Selama tahun 1996 dan paruh pertama tahun 1997 telah terbentuk 7 kelompok pencari garu dengan anggota kelompok berkisar antara 4 sampai 11 orang. Mereka berangkat meninggalkan anak istrinya di kampung untuk waktu kira-kira 2 - 3 minggu, dan waktu yang dipilih adalah sesudah musim panen dan sebelum musim tanam. Dengan demikian kepergian mereka mencari garu tidak akan mengganggu jadwal perladangan mereka yang sudah baku. Pada musin yang baru berlalu kelompok-kelompok itu berhasil mengumpulkan garu antara 7 - 36 kg garu dari berbagai kualitas. Sedangkan harga masing-masing kualitas pada waktu itu adalah sebagai berikut: 1. Super = Rp.1.000.000/kg; 2. AB = Rp. 800.000/kg; 3. TGA = Rp. 700.000/kg; 4. TGB = Rp. 500.000/kg; 5. TGC = Rp. 300.000/kg; 6. TK = Rp. 200.000/kg;

98

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

7. Teri 8. Saba 9. MD

= Rp. 125.000/kg; = Rp. 40.000/kg = Rp. 5.000 -

Rp.15.000/kg

Kehidupan para pencari gaharu ini nampaknya cukup makmur. Ini terbukti bahwa di Desa Nanga Bungan (Bungan Jaya) yang berpenduduk 38 keluarga (178 orang) terdapat 6 generator listrik dan 3 chainsaw yang biasa mereka pergunakan untuk membuat bahan bangunan atau perahu dan menebang pohon untuk berladang. Kendala utama yang mereka hadapi adalah makin sulitnya mencari kayu garu yang mengandung getah yang mahal itu. Akhir-akhir ini mereka terpaksa mengais bekas-bekas pohon yang sudah membusuk untuk mencari sisa-sisa garu yang masih tertinggal, dan ternyata cara inipun dapat memberikan hasil yang memuaskan. Upaya pembudidayaan species pohon garu maupun merangsang produksi getah yang berharga itu masih belum pernah mereka coba, kendatipun kabarnya di Udayana Bali sudah ada upaya ke arah itu. 3.6. Panen Sarang Burung Walet Kegiatan memanen sarang burung walet banyak dilakukan penduduk disekitar Tanjung Lokang. Menurut seorang informant disana terdapat tidak kurang dari 22 gua atau diang yang dijadikan burung walet sebagai tempat membuat sarang. Gua-gua kapur ini ada yang dimiliki oleh individu dan ada pula yang dimiliki secara bersama oleh beberapa orang. Disamping ada yang merupakan gua warisan dari generasi sebelumnya ada pula yang baru ditemukan oleh generasi sekarang. Diantara pemilik-pemilik tersebut ada yang memiliki atau turut memiliki beberapa gua sekaligus. Berikut ini adalah pembagian gua atas dasar jumlah pemiliknya: 1. Gua dimiliki 1 orang - 6 buah; 2. Gua dimiliki 2 orang - 7 buah; 3. Gua dimiliki 3 orang - 4 buah; 4. Gua dimiliki 4 orang - 3 buah; 5. Gua dimiliki 5 orang - 2 buah; Selain dari 22 gua tersebut masih banyak gua-gua lainnya yang tidak terdaftar di Kantor Kepala Desa, dan diantara gua-gua yang ada di wilayah ini ada pula gua kosong tanpa dihuni oleh burung walet. Seperti juga makhluk lainnya walet tidak selamanya menetap di satu gua, ada kalanya mereka berpindah tempat mengikuti selera masing-masing dan tidak jarang pula pindah beramai-ramai mirip seperti transmigrasi bedol deso yang pernah kita lakukan.

99

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Menurut pengalaman penduduk, waktu yang ideal untuk memanen adalah 45 hari sesudah burung mulai membuat sarangnya. Pada usia ini sarang burung sudah cukup ukuran dan beratnya, dan anak-anaknya sudah cukup kuat untuk terbang memulai kehidupannya. Berat ideal untuk sarang burung yang pernah dicapai di wilayah ini adalah 35 sarang per kg atau rata-rata 30 gram per sarang. Namun seringkali pemilik gua terpaksa memanen lebih awal dengan resiko bahwa sarang yang dipanen belum cukup ukuran dan anak burung banyak yang mati jatuh ke jurang. Untuk panen cepat-cepatan semacam itu berat sarang hanya mencapai separonya, sehingga untuk mendapatkan 1 kg diperlukan sekitar 60 sarang atau lebih. Adapun hal-hal yang mendorong pemilik gua untuk memanen lebih awal antara lain adalah: 1. Pemilik memerlukan uang segera; 2. Pemilik tidak mampu menjaga gua dari kemungkinan pencurian; 3. Pemilik bersaing dengan pemakan sarang dan anak walet seperti burung buas, kelelawar, dan tikus. Diantara ketiga alasan tersebut diatas maka yang paling ditakuti oleh pemilik adalah pencurian sarang walet karena hal ini sering terjadi dan sangat merugikan, bahkan pernah terjadi dengan kekerasan. Oleh sebab itu, pemilik dari gua-gua produktif biasanya tidak segan menyewa penjaga untuk keamanan gua mereka. Biasanya satu gua dijaga oleh 2 orang, sedang upahnya ada yang dibayar cash sebesar Rp500.000,- sebulan per orang. Disamping upah tersebut pemilik gua juga menyediakan makanan dan rokok bagi penjaga-penjaganya. Ada cara lain yang juga sering diterapkan yaitu membayar upah penjaga dengan memberikan 10% dari hasil gua kepada penjaga-penjaganya. Produktivitas gua-gua sarang walet sangat bervariasi ada gua yang hanya menghasilkan 1 kg semusim tetapi ada pula yang menghasilkan 36 kg dalam satu kali panen. Menurut data yang berhasil penulis kumpulkan 49 pemilik (90%) berhasil mengumpulkan antara 1 - 5 kg sekali panen, selain itu 3 pemilik mengumpulkan masing-masing 6 kg, dan hanya 1 pemilik yang berhasil mengumpulkan 36 kg. Pasaran sarang burung tidak pernah jenuh karena permintaan terus bertambah sedangkan produksi tidak pernah meningkat, bahkan ada kecendrungan menurun. Berdasarkan pengamatan sepintas dan menurut pendapat dari pemilik-pemilik gua tersebut, adanya kecendrungan penurunan produktivitas mungkin disebabkan oleh sejumlah kendala, antara lain: 1. Pelaksanaan panen yang terlalu dini, sehingga dengan jumlah sarang yang sama jumlah beratnya jauh menurun;

100

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2. Perubahan yang terjadi pada habitat baik habitat walet maupun habitat serangga yang dikonsumsi walet; 3. Karena frekuensi panen meningkat dengan interval yang pendek maka tingkat stress yang dialami walet diperkirakan meningkat pula sehingga banyak yang bermigrasi mencari tempat-tempat yang lebih aman; 4. Metode panen yang diterapkan masih belum efisien sehingga banyak sarang yang rusak dan menimbulkan gangguan terhadap populasi burung. Pada waktu kajian ini dilakukan sarang burung yan sudah dibersihkan dapat mencapai harga Rp750.000,- per kg. Jumlah ini cukup banyak bagi kehidupan yang jauh dari gemerlapnya kota. Penduduk Tanjung Lokang dimana sebagian besar pemilik gua berdiam menunjukkan beberapa ciri kemajuan misalnya diantara penduduk yang berjumlah 90 keluarga (399 orang) 40,22% memiliki speedboat, 23,33% memiliki generator listrik, 16% memiliki mesin penggilingan padi, 25,56% memiliki TV berwarna, 21% memiliki parabola, dan 16% memiliki chainsaw. Namun, berlimpahnya alat-alat mekanis dan electronik tersebut memerlukan biaya pemeliharaan dan operasional yang tinggi, sehingga sebagian besar dana yang dihasilkan dari kemurahan alam disekitar mereka dipergunakan untuk itu, dan bukan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik seperti perbaikan gizi, ditabung untuk tujuan investasi yang lebih menguntungkan, atau untuk mengirimkan anakanak mereka ke sekolah yang lebih tinggi. Dikhawatirkan apabila sumber daya alam yang ada mulai menyusut maka kehidupan merekapun turut menjadi surut. 4. Paradigma Pengembangan Masyarakat Pada bagian terdahulu saya telah menggambarkan beberapa contoh keberhasilan masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia secara berlimpah-limpah disekitar mereka. Tetapi kita mengetahui bahwa kecepatan eksploitasi oleh penduduk jauh melampaui kemampuan alam untuk memulihkan diri, apalagi diantara sumber daya yang mereka manfaatkan tidak bersifat renewable, contohnya emas. Sumber-sumber lain seperti hutan, ikan, dan walet, meskipun dapat memulihkan diri sesudah mengalami gangguan, tetapi disana-sini proses alamiah kembali terhambat oleh gencarnya upaya manusia untuk memanfaatkannya. Disini kita berhadapan dengan variable yang bersifat volatail atau tidak stabil yaitu prilaku manusia itu sendiri. Upaya pembangunan yang direncanakan dengan baik sekalipun sering terbentur pada pelaksanaan di lapangan oleh faktor-faktor yang

101

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tidak terduga. Demikian juga halnya upaya pelestarian yang kita kaitkan dengan upaya membangun kesejahteraan masyarakat, tentu menjadi lebih sulit lagi. Dalam konteks ini penulis ingin mengetengahkan suatu pendekatan yang sudah teruji keberhasilannya di tempat lain, yang mungkin juga dapat diterapkan dengan sukses disini, yaitu pendekatan yang dalam literatur disebut community-making paradigm atau pendekatan pengembangan masyarakat. Masyarakat di sekitar TNBK perlu dikembangkan agar dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari interaksi mereka dengan alam di sekeliling mereka. Lebih dari itu, mereka juga perlu diajak untuk turut aktif memelihara kelestariannya. Allan D. Wallis (1996) menulis bahwa sejak 1970an muncul paradigma baru yang melihat suatu masyarakat sebagai suatu wujud yang utuh. Konsep pengembangan bertujuan untuk memberikan empowerment bagi masyarakat dalam merumuskan masalah-masalah yang dihadapi dan mencari solusinya sendiri. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan rational planning paradigm yang berpretensi bahwa mereka harus diberitahu tentang masalah yang dihadapi dan diajari pula cara memecahkannya, seperti seorang dokter yang mendiagnosekan penyakit-penyakit dan kemudian memberi obatnya, tanpa menghiraukan bagian-bagian lain yang dianggap masih sehat. Pendekatan baru ini bertumpu pada 6 prinsip utama yaitu: (1) modal masyarakat (social capital), yaitu pengembangan yang ditujukan kepada pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kesadaran mengenai kerjasama dan nilai-nilai yang disepakati; (2) infrastruktur masyarakat (civic infrastructure), yaitu pengembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan informal yang berorientasi kepada kemajuan; (3) orientasi kepemilikan (asset orientation), pengembangan yang bertumpu pada penggalian kemampuan masyarakat sebagai modal pengembangan; (4) kerjasama (collaboration), yaitu mengembangkan pola kerjasama yang tumbuh dari dalam; (5) visi dan tindakan strategis (vision and strategic action), yaitu membangun visi-visi dan mengidentifikasi langkah-langkah strategis oleh masyarakat; dan (6) seni demokrasi (art of democracy), yaitu mempromosikan cara-cara bertindak yang merangsang partisipasi dan tumbuhnya inisiatif dari dalam. Lebih lanjut menurut Francis Moore Lappe dan Paul Dubois (dalam Wallis, 1996) ada 10 seni demokrasi yang perlu dikembangkan oleh agent pembangunan dalam upaya memberdayaan masyarakat yaitu: (1) Active listening: banyak mendengar sambil berusaha menangkap makna dari apa yang dibicarakan masyarakat.; (2) Creative conflict: menonjolkan perbedaan yang merangsang pertumbuhan; (3) Mediation: memberikan fasilitas agar pihak-pihak yang berbeda pendapat dapat mendengar pendapat satu sama lain;

102

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Negotiation: penyelesaian masalah yang menyentuh kepentingan kunci dari semua pihak yang terlibat; (5) Political imagination: memberikan gambaran masa depan sesuai dengan nilai yang dianut bersama; (6) Public dialogue: pembicaraan di depan umum tentang hal-hal yang menyentuh kepentingan bersama; (7) Public judgement: memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih diantara alternatif yang mereka bersedia melaksanakannya; (8) Celebration and appreciation: mengekspressikan kegembiraan dan penghargaan atas apa yang dipelajari dan apa yang dicapai; (9) Evaluation and reflection: menilai kembali dan mempergunakan hasilnya dalam tindakan; (10) Mentoring: membimbing dan membantu anggota masyarakat dalam proses belajar tentang seni kehidupan bermasyarakat.
(4)

Pendekatan yang penulis paparkan diatas akan dapat membantu manajemen Taman Nasional dan agent pembangunan lain dalam menggalang kerjasama dan partisipasi masyarakat dalam menerapkan ide-ide pelestarian dalam tindak nyata. Apabila ide-ide tersebut sudah dapat mereka terima maka langkah selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan pola interaksi mereka dengan alam disekitarnya sehingga tindakan mereka tidak hanya berguna bagi kehidupan mereka tetapi juga berguna bagi keaneka ragaman hayati disekeliling mereka. Dalam pengamatan penulis metode yang ditempuh masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di wilayah mereka terkesan masih belum efisien dan masih banyak mengakibatkan terjadinya pemborosan, baik pemborosan tenaga, waktu, maupun sumber daya alam yang mereka olah. Misalnya dalam sistem perladangan yang bersifat extensive banyak sekali tenaga dan waktu yang diperlukan dalam proses pengolahannya, terutama karena faktor jarak yang harus ditempuh dan luas lahan yang harus diolah untuk mencapai sasaran produksi. Penebangan kayu di hutan juga demikian, dan kayu yang sudah ditebang sering tidak dapat diangkut karena kondisi perairan yang penuh dengan riam-riam. Penambangan emas tradisional juga banyak menimbulkan kerusakan lingkungan dan sebagian dari biji emas yang ditemukan hanyut terbuang karena metode penyaringan yang kurang sempurna. Pengumpulan garu di hutan terancam oleh kebangkrutan karena menipisnya sumber daya sedangkan upaya pembudidayaan dan pelestarian masih belum dilaksanakan. Demikian juga pengumpulan sarang burung masih belum diikuti dengan upaya pemeliharaan dan pengkayaan yang sungguh sangat diperlukan.

103

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Memperhatikan gejala-gejala tersebut tidak ada jalan lain kecuali memperkenalkan kepada masyarakat di wilayah ini upaya pengembangan teknologi sederhana yang mampu mereka serap dan bermanfaat bagi mereka untuk memperbaiki pola interaksi mereka dengan alam disekitarnya. Pengambilan renewable resources yang terdapat di wilayah ini perlu ditunjang dengan teknologi yang sesuai. Adapun teknologi yang penulis maksudkan misalnya bagaimana caranya memelihara dan menyadap karet supaya lebih banyak hasilnya dan lebih mudah melakukannya. Teknologi menanam dan menyadap karet yang mereka terapkan tidak pernah berubah sejak lebih setengah abad yang lalu. Metode ladang lahan kering tanpa olah tanah (TOT) yang kabarnya sangat mudah dan berhasil di tempat lain belum pernah diuji cobakan di daerah ini. Upaya memanfaatkan sumber daya ikan di sungai-sungai dan danau-danau perlu ditunjang dengan pengembangan teknologi yang sesuai sehingga kesinambungan dan kekayaan alam tidak menyusut secara drastis, dan hasil produksi yang diperoleh tidak menjadi rusak sebelum sampai kepada konsumen. Produksi kayu garu yang merupakan komoditas langka kiranya perlu dilindungi dari kehancuran, karena disamping nilai ekonomisnya memang tinggi komoditi ini juga bisa menaikkan prestasi dan prestise daerah. Demikian juga produksi sarang walet perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan menciptakan metode-metode yang efisien dan lestari. Penebangan kayu hendaknya dikembangkan dengan memperkecil jumlah limbah yang terbuang, dan menerapkan metode pengawetan yang rasional baik dengan memanfaatkan dan mengembangkan metode tradisional maupun dengan teknologi yang lebih maju. Bagi non-renewable resources seperti penambangan emas perlu dikembangkan metode yang lebih efisien dan bersahabat dengan lingkungan, terutama metode yang dapat mencegah polusi terhadap perairan, karena dikhawatirkan polusi tersebut akan mengganggu kelestarian populasi ikan di perairan di sebelah hilir dan mengganggu kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai tersebut.

104

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

5.

Kesimpulan

Hubungan masyarakat di sekitar TNBK dengan lingkungan alamnya dapat dikatakan telah berjalan secara harmonis sejak berabad-abad. Namun, dengan adanya sejumlah akses baik melalui sungai-sungai maupun melalui Jalan Lintas Utara yang baru dibangun maka wilayah ini mulai dikunjungi oleh orang-orang dari luar wilayah yang berupaya mengambil manfaat dari berlimpahnya berbagai sumber daya alam yang dimilikinya. Metode extraksi yang mereka terapkan sering tidak menghiraukan kepentingan kelestarian dan cendrung bersifat destruktif. Untuk memulihkan agar hubungan itu bisa berlangsung secara harmonis kembali diperlukan upaya pengembangan dengan menempatkan masyarakat sebagai subject dan bukan sebagai objek. Berdasarkan pertimbangan objektif maka pendekatan semacam community-making paradigm mungkin merupakan pilihan yang tepat, karena pendekaan ini akan menumbuhkan kemandirian, dan kepercayaan diri yang lebih besar bagi masyarakat dalam memformulasikan dan merumuskan pemecahan masalah-masalah aktual yang dihadapinya. Dalam pendekatan ini pemerintah lebih bersifat sebagai fasilitator daripada sebagai dukun atau dokter yang serba bisa. Pemanfaatan sumber daya alam yang diterapkan oleh masyarakat masih perlu dikembangkan karena beberapa aspeknya masih belum berjalan secara efisien dan di sana-sini masih terjadi pemborosan-pemborosan baik pemborosan energi dan waktu maupun pemborosan sumber daya alam yang berharga. Untuk mengatasi hal ini agent pembangunan perlu mendorong terciptanya teknologi sederhana yang dapat mudah diserap oleh masyarakat dan teruji keampuhannya dalam meningkatkan produktivitas dan mengurangi pengeluaran tenaga dan waktu oleh masyarakat.

105

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Daftar Pustaka Arman, Syamsuni. 1997a. Socioeconomic Study of Bentuang-Karimun Nasional Park, Kapuas Hulu Regency West Kalimantan Province (Embaloh Hulu, Batang Lupar, and Badau Districts), Expedition and Survey Report, WWF-ITTO. ------------------------------. 1997b. Socioeconomic Study of Batang Ai National Park, Serawak, Malaysia (Expedition Report), WWF-ITTO. ------------------------------. 1998. Socioeconomic Study of Bentuang-Karimun National Park Kapuas Hulu Regency West Kalimantan Province (Putussibau and Kedamin Districts), Survey Report, WWF. Wallis, Allan D. 1996. Toward a Paradigm of Community-Making. Winter 1996 Vol.85 No.4.

106

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pemetaan Partisipatif Kawasan Sumber Daya Alam Masyarakat Dayak Punan Di Sekitar dan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat Kristianus Atok PPSDAK Yayasan Pancur Kasih Abstrak Masyarakat adat Dayak Punan yang bermukim di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, sudah ada jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan taman nasional. Sebagai salah satu komponen ekosistem di dalam kawasan taman nasional, kehadiran dan eksistensi mereka justru dapat berkontribusi pada nilai tambah secara keseluruhan dari taman nasional tersebut (bukan sebaliknya). Kiprah mereka dalam pengelolaan Ruang Tradisional menunjukkan tidak sembarang kawasan dijelajahi dan digunakan untuk survive mereka, bahkan pengelolaan ruang perladangan gilir balik misalnya, berkontribusi sangat tinggi pada peningkatan populasi fauna herbivora dan pelestarian plasma nutfah tumbuhan pangan. Kegiatan Pemetaan Partisipatif dengan sangat jelas menunjukan hal ini. Yang justru dapat mengancam pengelolaan taman nasional adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh orang dari luar kampung-kampung disekitar taman nasional. Untuk mencegah hal ini pemberdayaan masyarakat adat Punan mendapat momentum yang tepat, antara lain dengan program Revitalisasi Adat. Jika adat mereka dikuatkan, instrumen ini dapat digunakan untuk membatasi akses orang luar masuk dalam kawasan taman nasional, tentu saja dibarengi dengan sanksi adat sebagaimana nenek moyang mereka dahulu telah terapkan. program pemberdayaan lainnya yang sepadan adalah pengembangan ekonomi kerakyatan, misalnya dengan pembangunan koperasi yang ditingkatkan kualitasnya. Keserasian antara revitalisasi adat, pengembangan ekonomi kerakyatan dan pengelolaan taman nasional lainnya akan menciptakan sistem pengelolaan taman nasional yang berciri khas dan bernilai tambah. Kata Kunci : Pemetaan Partisipatif, revitalisasi Adat dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan.

107

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sering kita mendengar dongeng tentang Dayak Punan yang tidak mempunyai rumah karena mereka hidup hanya dari umbi dan buah-buahan serta binatang buruan tak ubahnya seperti orang hutan (Pongo pygmaeus). Hal ini menunjukkan betapa rancunya anggapan awam. Celakanya dongeng begini seringkali pula membuat kita bahkan pihak-pihak penentu kebijakan larut, percaya dan bahkan berancang-ancang untuk program pengentasan persoalan ini. Sebagai komunitas, Dayak Punan adalah manusia-manusia yang sama persis dengan Dayak lainnya bahkan dengan manusia lainnya. Yang membedakannya adalah Kawasan tempat hidupnya yang unik yaitu di kawasan paling hulu dari Sungai-sungai besar, sebutlah misalnya di hulu sungai Kapuas, hulu sungai Melawi, hulu sungai Bahau, dlsb. Yang paling unik lagi dari kelompok Dayak ini adalah bahwa mereka hidup dengan lingkungan yang biodiversity paling tinggi di dunia (baca Altieri et al.1987, Clawson 1985). Hal ini jelas menunjukkan bahwa pola hidup keseharian mereka sangat memperhatikan kelestarian lingkungan. Studi tentang Dayak Punan dan studi tentang Kalimantan pada umumnya sudah sangat sering kita dengar, begitupun hasil-hasilnya. Namun seringkali pula kita dengar bahkan lihat banyak program pengentasan yang cantolannya tidak jelas. Penyebabnya adalah program-program tersebut Top-down dan rasa memiliki dari masyarakat terhadap program tersebut sangat rendah. Sebagai langkah awal untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Tidak terkecuali dalam program Taman Nasional Bentuang Karimun. Membuat peta secara partisipatif adalah langkah awal dari keseluruhan proses ini. Apalagi dalam program konservasi. Peta sebagai salah satu sumber informasi dan alat perencanaan pembangunan, selain validitasnya tinggi juga harus dapat dipahami oleh berbagai pihak, tidak terkecuali termasuk masyarakat adat. (Momberg, Kristianus, Sirait, 1996) Dalam kaitan dengan usaha-usaha konservasi, pendekatan-pendekatan baru telah dikembangkan untuk menjamin keterpaduan antara kepentingan konservasi dengan kebutuhan-kebutuhan penduduk lokal yang bermukim di atau sekitar kawasan konservasi. Proyek-proyek Konservasi dan Pengembangan Terpadu telah dilaksanakan untuk menggantikan sistem konservasi yang kaku, yang tidak memperhitungkan keberadaan penduduk yang bermukim di atau sekitar kawasan konservasi. Namun Proyek Konservasi dan Pengembangan Terpadu tersebut

108

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

masih dinilai berorientasi top-down. (Momberg et al, 1995) Sementara itu konservasi tidak akan bertahan tanpa menghormati hak-hak masyarakat adat yang bermukim di dalam atau di sekitar kawasan konservasi. (Kemf, 1993 dalam Momberg et al, 1995) Pemetaan partisipatif dipilih sebagai metode yang berorientasi bottom-up. Pemetaan partisipatif selain bertujuan untuk zonasi juga dapat digunakan untuk perencanaan pemanfaatan tanah (Handiman Rico, 1996) dan dasar pengelolaan daerah penyangga. (Elvian & Erwin A. Perbatakusuma, 1996) Di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (kawasan bukit Betung Kerihun), jauh sebelum adanya Taman Nasional tersebut bahkan jauh sebelum republik ini terbentuk telah bermukim masyarakat adat Dayak Punan. Masyarakat adat ini telah hidup dengan masuk sebagai bagian dari ekosistem di kawasan ini. Peta-peta yang dibuat secara partisipatif bersama mereka mampu mengungkapkan seberapa jauh tingkat interaksi antara masyarakat adat dayak Punan dengan pendukung ekosistem lainnya di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun. (Lihat juga Zulhan A. Harahap, 1996) 1.2. Tujuan dan Pendekatan Secara lebih fokus, Pemetaan Partisipatif di kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun ini adalah menyiapkan data dasar untuk menentukan zonasi Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun yang partisipatif. Masyarakat adat Punan menyambut positif kegiatan ini. Mereka merasa bagian dari keseluruhan program yang akan dilakukan. Pendekatan secara partisifatif dimaksudkan sebagai media pelibatan warga masyarakat dalam setiap tahap kegiatan membuat peta, dengan demikian mereka merasa memiliki kegiatan dimaksud. Selain itu output dari kegiatan ini valid dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun sosial kemasyarakatan. Peta yang dibuat dengan cara ini menggunakan perangkat peta dasar seperti peta topografi skala 1:250.000, 1:50.000, peta citra satelit, peta RePPProt, dan peta-peta resmi yang dicetak dan dipublikasikan baik oleh Jantop TNI-AD maupun Bakosurtanal. Untuk survey lapangan menggunakan GPS (Global Positioning System), kompas dan meteran. Pengopersian alat-alat ini mudah, sehingga penduduk desa dapat melakukannya sendiri hanya dengan membimbingnya dalam waktu relatif singkat.

109

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Sebagai langkah teknis awal dalam membuat peta partisipatif ini adalah masyarakat dusun dibagi dalam kelompok-kelompok sesuai jenis kelamin dan statusnya: kelompok ibu-ibu, kelompok remaja, kelompok laki-laki dewasa dan lain sebagainya. Setiap kelompok ditugaskan membuat peta sketsa semampunya dan mempresentasikannya dihadapan kelompok lainnya. Setelah semua kelompok mempresentasikan peta-peta sketsa mereka fasilitator mencoba merangkum peta sketsa ini menjadi peta sketsa kesepakatan untuk disetujui oleh semua lapisan masyarakat. Langkah teknis selanjutnya adalah merancang bersama-sama survey lapangan untuk kawasan dalam peta sketsa yang sulit dideteksi dalam peta dasar yang ada. Untuk kawasan dalam peta sketsa yang nampak jelas di peta dasar, survey lapangan hanya berfungsi untuk memastikan lokasi saja, misalnya daerah aliran sungai, gunung dan sebagainya. Selanjutnya untuk kawasan-kawasan yang secara teknis tidak mungkin dapat disurvey dengan GPS, dilakukan metode PRA (Participatory Rural Appraisal), metode ini lebih ditekankan pada penguasaan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang dimiliki setiap unsur dalam masyarakat. 2. Peta Tata Ruang Asli Dusun Nanga Bungan Dan Tanjung Lokang Dalam sistem tata ruang asli pada kedua dusun ini yang sangat dominan adalah Hutan lindung dan yang berikutnya adalah ladang gilir balik. Di kawasan tertentu terdapat juga gua-gua sarang burung walet dan kawasan penambangan emas secara tradisional. Bentang alam yang dominan adalah kawasan pegunungan, dengan berpuluh-puluh puncak bukit. Secara lebih rinci penjelasan setiap pola pengelolaan ruang mereka adalah sebagai berikut: 2.1. Daerah Perladangan Gilir Balik Lokasi ladang gilir balik1 di kedua dusun ini dijumpai pada pinggir-pinggir sungai dengan radius 6 km dari pusat pemukiman. Ladang-ladang ini berkisar 0,6-2
1 Ladang gilir balik adalah pengganti sebutan ladang berpindah. Istilah ladang berpindah dinilai tidak mencerminkan hal yang sebenarnya di lapangan. Masyarakat adat Dayak di Kalimantan tidak berpindah semau-maunya, tetapi berpindah pada tanah yang di masing-masing dusun secara adat dialokasikan untuk perladangan. Hal itu dilakukan untuk memberi kesempatan kepada tanah untuk subur kembali. Pola demikian mencerminkan masyarakat Dayak Arif terhadap lingkungan hidup. Dengan masa bera di atas 7 tahun biodiversitas normal kembali.

110

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ha/kepala keluarga untuk satu bidang, dan biasanya mereka berkelompok 2-10 kepala keluarga sangat jarang yang membuka ladang sendirian saja. Sejarah perpindahan pusat kampung dimasa lalu menyebabkan penyebaran lokasi ladang hampir di sepanjang sungai utama seperti sungai Bulit di Tanjung Lokang dan sungai Bungan di Nanga Bungan. Lokasi-lokasi ladang terbaru kampung Nanga Bungan di sungai Kapuas baru berumur 10 - 15 tahun. Lokasi-lokasi ladang itu jaraknya berkisar antara 300 m - 1200 m dari pinggir sungai. Pembukaan hutan primer untuk lokasi ladang di Nanga Bungan sejak 20 tahun terakhir ini tidak terjadi lagi. Sementara itu masyarakat dusun Tanjung Lokang sudah 2 generasi terakhir tidak membuka ladang di hutan primer lagi. Hal ini dimungkinkan karena lokasi-lokasi ladang yang sudah ada dengan rotasi yang normal (7 tahun ke atas) sudah mencukupi bagi jumlah penduduk setempat. Praktek perladangan masyarakat adat di kedua dusun ini sama sekali tidak dapat dimasukkan sebagai faktor yang dapat mengganggu pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun dikemudian hari. Hal ini disebabkan karena suksesi vegetasi di lokasi-lokasi ladang yang diberakan sangat cepat dan dikawasan demikian dijumpai berbagai binatang seperti rusa, kijang, pelanduk dan berbagai jenis burung. Pembukaan lokasi ladang secara fisik memang tampak seperti pengrusakan areal hutan, tetapi dari aspek ekosistem merupakan tindakan yang berdampak positif, terutama bagi keberlangsungan hidup hewan-hewan herbivora dan tentu saja masyarakat adat itu sendiri. 2.2. Kawasan Hutan Sebagian besar kawasan hutannya masih primer, dalam arti bahwa pohon-pohon utamanya belum pernah ditebangi atau dieksploitasi. Didalam kawasan ini terdapat usaha-usaha ekonomi masyarakat. Sejauh usaha ini hanya dilakukan oleh masyarakat asli, tanpa campur tangan pihak luar, usaha-usaha ini tidak mengancam Taman Nasional. Usaha-usaha tersebut adalah : 1. Berburu 2. Mencari Emas 3. Gua Sarang Burung Walet 4. Mencari Gaharu 5. Mencari Rotan dan Bahan-bahan Anyaman lain 6. Tempat Mencari Ikan

111

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.2.1. Berburu Berburu adalah pekerjaan para lelaki, hampir setiap hari ada saja masyarakat kampung yang berburu. Tujuannya jelas untuk memperoleh daging pelengkap makan keluarga, disamping dijual dalam skala kecil dalam kampung untuk mendapatkan uang tunai. Dalam berburu yang selalu dibawa adalah beberapa ekor anjing yang sangat gesit dan tombak. Mereka kebanyakan berburu di lokasi perladangan yang sedang diberakan dan hutan-hutan lindung yang berada dekat dengan pemukiman. Hewan-hewan buruan adalah hewan-hewan yang merusak perladangan penduduk seperti babi hutan. Hewan-hewan lain sangat jarang diburu penduduk. Hal ini terjadi berhubungan dengan kebiasaan makan penduduk. Penduduk setempat kurang menyukai daging kijang, kera dan rusa. Itulah sebabnya populasi hewan-hewan ini tidak terganggu. Walaupun hewan-hewan tersebut paling mudah dijumpai. 2.2.2. Lokasi Mencari Emas

Emas telah dikenal sejak lama di daerah ini, dan mencarinya melibatkan semua anggota keluarga pada musim-musim tertentu. Dilokasi-lokasi yang diyakini banyak emasnya banyak dijumpai pondok-pondok kecil mirip perkampungan mini. Mereka tinggal di tempat ini dapat mencapai 3 bulan, sebelum akhirnya pindah lagi ke lokasi lain pada tahun berikutnya. Lokasi mencari emas adalah sungai-sungai yang airnya dangkal disekitar pemukiman penduduk. Alat yang digunakan penduduk adalah alat-alat tradisional yang tidak menggunakan bahan bakar minyak, bebas polusi bunyi, air dan udara. Penduduk setempat tidak menggunakan air raksa untuk memurnikan emas. Karena emas merupakan komoditi ekonomi yang tinggi, maka orang-orang tertentu dari kota masuk dengan perangkat perlengkapan peralatan modern. Merekalah yang menyebabkan sungai Kapuas terpolusi. Dengan peralatan modern inilah tepi-tepi sungai puluhan anak sungai Kapuas di perhuluan dibongkar untuk dijarah butir-butir emasnya. Akibat kegiatan ini sungai Kapuas terpolusi yang tentu saja sangat mengganggu populasi ikan-ikan batu di perhuluan. Kegiatan ini dimasa depan sangat mengancam pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun.

112

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.2.3. Gua-gua Sarang Burung Walet Sebelum mengenal komoditi ini, banyak warga Tanjung Lokang pindah ke Muara Sungai Bungan dengan harapan dapat lebih mudah berakses keluar dan demi kehidupan yang lebih baik. Penduduk jauh sebelum sarang burung walet ini diperdagangkan telah lama menggunakan gua-gua tersebut untuk kepentingan perlindungan leluhur yang telah meninggal. Gua-gua tesebut umumnya tinggi, terjal dan jauh dari upaya pencurian, itulah sebabnya di puncaknya biasanya diletakkan peti mati orang tua mereka, berikut harta yang diberikan kepadanya. Ketika itu kehadiran-burung-burung waled sama sekali tidak tersentuh. Gua-gua itu karena berhubungan dengan leluhur dimiliki oleh keluarga, sedangkan gua-gua kecil yang belakangan dicari karena ada kebutuhan mencari sarang burung walet, dimiliki secara individual dan secara kelompok, apabila gua itu ditemukan oleh kelompok. Gua-gua ini jika tidak dipelihara, misalnya dengan menebangi pohonpohon atau merusak ekosistemnya, akan ditinggal oleh burung walet. Oleh sebab itu kawasan ini dijaga sangat ketat oleh sipemilik gua. Sarang ini kini bernilai ekonomis. Pendapatan dari hasil sarang burung walet ini oleh penduduk dimanfaatkan untuk membeli keperluan-keperluan rumah tangga yang tak terjangkau oleh hasil ladang. Gua-gua ini berlokasi dibeberapa anak Sungai Bulit dan gunung di sekitar dusun. Dari segi pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun pemanfaatan sarang burung walet tidak mengganggu, karena sistem pembudidayaannya justru menghendaki kondisi hutan dan alam yang lestari. 2.2.4. Lokasi Mencari Gaharu Gaharu (Aquilaria beccariana) yang sangat berharga itu tumbuh tersebar diseluruh kawasan TNBK. Upaya pencarian komoditi ini umumnya dilakukan oleh orang luar. Menurut informasi lapangan, semua kawasan termasuk kawasan yang terjal dan tinggi telah dijelajahi oleh manusia untuk mencari komoditi ini. Penduduk asli sebenarnya tidak terlalu menghiraukan kegiatan ini. Yang justru banyak melakukannya adalah orang-orang luar yang dipasok oleh orang-orang di kota. Secara fisik, tidak banyak pohon yang ditebang akibat kegiatan ini, tetapi banyaknya populasi manusia yang bergerilya di kawasan TNBK ini sangat mengganggu ketentraman binatang-binatang yang hidup di kawasan ini. Solusi terbaik mengatasi kondisi ini adalah intensifikasi penyebaran informasi kepada

113

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

masyarakat umum di Kalimantan Barat perlu digalakkan. Salah satu cara adalah dengan seringnya memuat informasi TNBK dalam mass media lokal di daerah ini. 2.2.5. Lokasi Mencari Rotan dan Bahan-bahan Anyaman Rotan (Calamus spp.) belum dijadikan komoditi ekonomi secara khusus di kawasan ini. Lokasi pencariannya sama dengan bahan-bahan anyaman lainnya yaitu hanya di sekitar kawasan pemukiman saja. yang banyak melakukannya adalah kelompok perempuan. Sampai saat ini belum ada orang luar yang turut menggarap kegiatan ini. Pencarian rotan dan bahan-bahan anyaman tidak mengganggu keberadaan TNBK sebagai suatu kawasan konservasi saat ini maupun dikemudian hari. Oleh masyarakat adat rotan dan bahan-bahan anyaman lainnya diramu sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya budaya yang bernuansa adat Dayak. Pengelolaan TNBK tentu menghendaki hal-hal yang demikian juga, di samping konservasi alamnya. 2.2.6. Tempat Mencari Ikan Ikan adalah sumber protein bagi penduduk, hampir setiap keluarga memiliki pukat dan perahu untuk usaha ini. Populasi ikan masih sangat banyak, dan penduduk sangat mengenal sungai-sungai yang ikannya sangat enak. Sungai-sungai demikian biasanya sama sekali belum terganggu lingkungannya. Lokasi pencarian ikan adalah sungai-sungai di sekitar tempat pemukiman saja. Walaupun ikan secara ekonomis cukup tinggi nilainya tetapi masyarakat adat mencari ikan bukan ditujukan untuk kepentingan ekonomi ini tetapi lebih banyak dituntut oleh kebutuhan keluarga akan makanan berprotein. Pencarian ikan oleh masyarakat adat tidak mengganggu pengelolaan TNBK, walaupun banyak ikan tertangkap tetapi populasinya terus bertambah. Populasi ikan ini sangat ditentukan oleh polutan air bukan oleh pengambilan tradisional masyarakat adat.

114

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3. Zonasi Dan Pengetahuan Tradisional Dalam Mendukung Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun Batas terjauh kawasan perladangan masyarakat adat hendaknya dijadikan penentuan zonasi. Kawasan perladangan ini tetap harus dipertahankan justru ditujukan agar selain penduduk dapat bercocok tanam, dikawasan ini juga ditemukan berbagai jenis hewan herbivora berkembang biak. Penentuan Zonasi hendaknya tidak berdasarkan posisi geometris dan topografis semata, tetapi berdasarkan usaha apa yang masyarakat adat lakukan di kawasan ini. Perlu dipertimbangkan pengetahuan tradisional masyarakat adat yang tidak menjadikan semua lokasi untuk kawasan berladang dan usaha lainnya. Pengetahuan dan kearifan tradisional yang masih hidup di dalam masyarakat adat Dayak Punan seperti berburu hanya dengan anjing, sumpit dan tombak; berladang di lokasi yang memang dialokasikan untuk ladang; mencari emas dengan alat-alat tradisional saja; mencari ikan tidak dengan cara menuba/racun, dapat memberikan andil yang positif dalam pengelolaan TNBK. Penentuan zonasi yang hanya didasarkan atas kondisi alam, posisi geografis dan topografis hanya demi memenuhi keseluruhan luas TN berdasarkan SK Pemerintah, selain bertendensi formal juga akan sulit mempertahankannya. Karena petugas TN tidak mungkin melakuakn pengawasan selama-lamanya maka pengawasan haruslah oleh semua masyarakat adat setempat. Sebagai prasyaratnya tentu saja adat-istiadat mereka dikuatkan terlebih dahulu. Karena dengan instrumen adat inilah masyarakat adat dapat berbicara. Instrumen perundangundangan maupun Peraturan Pemerintah dapat pula diberlakukan, tetapi haruslah juga didukung oleh pelaksanaan yang baik ditingkat lapangan. Pembuatan patok-patok yang dapat dimengerti oleh berbagai pihak untuk setiap zonasi perlu dilakukan. Hal ini akan menjadi alat kontrol bagi yang berakses ke TNBK. Tanpa ini rasanya sulit mengetahui apakah posisi kita ketika berada di dalam TNBK masih berada di zonasi penyangga atau di zonasi lainnya. Alangkah baiknya apabila pengelola TNBK menerbitkan buku tentang TNBK yang memuat secara rinci dan baik tentang zonasi-zonasi pengelolaannya.

115

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4. Penutup 4.1. Kesimpulan Adanya masyarakat adat Dayak Punan yang telah lama bermukin di dan sekitar TNBK dapat menyumbang nilai tambah dalam pengelolaan TNBK dan bukan sebaliknya. Pembangunan eknomi rakyat seperti koperasi, sangat cocok dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam pengelolaan TNBK. Kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan masih dalam tatanan budaya dan sangat arif lingkungan. Dapat memberi warna tersendiri bagi pengelolaan TNBK dan hendaknya jangan terburu-buru untuk mengintrodusir suatu komoditi dari luar, yang semi dipaksakan untuk dikembangkan rakyat, karena selain usaha ini nantinya tidak akan permanen dilaksanakan rakyat, juga tidak essensial.

4.2. Saran Penentuan zonasi Pengelolaan TNBK, yang didasarkan kepada pengelolaan ruang tradisional masyarakat adat Punan, pada dasarnya sudah dapat dilakukan. Supaya setiap zonasi tersebut efektif, penggunaan patok-patok hendaknya dilakukan. Penerbitan buku khusus tentang TNBK, yang memuat informasi-informasi keanekaragaman hayati dan model pengelolaannya, adalah sesuatu yang sangat penting dilaksanakan. Daftar Pustaka Awabalik, Gabriel, Benny P.A. dan Zulfira Warta, 1996: Pemetaan Partisipatif Zona Pemukiman Taman Nasional Wasur, Irja, WWF TNW. Elfian dan Erwin A.P., 1996: Pengelolaan Daerah Penyangga dalam Melestarikan Taman Nasional Gunung Leuser, Pemetaan Partisipatif Salah Satu Instrumen Penting, WWF-TNKS. Handiman Rico, 1996: Perencanaan Penggunaan Tanah dengan Metode Pemetaan Partisipatif, WWF-TNKS. Momberg, Frank; Ketut Deddy, Jessup, Timothy, Fox, Jefferson, 1995: Drawing

116

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

on Local Knowledge, Community Mapping as a Tool for Peoples Participation in Conservation Management, WWF-East West Center-Ford Foundation. Momberg, Frank; Kristianus Atok; Sirait, Martua,1996: Menggali dan Mengembangkan Pengetahuan Setempat, WWF IP. Sirait, Martua, 1996: Simplifying Natural Resource, A Descriptive Study of Village Land-Use Planning, Ateneo de Manila University. Harahap, Zulhan A., 1996: Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Masyarakat Setempat, Taman Nasional Bunaken, WWF-TNB.

117

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Lampiran
1. Lokasi Pengambilan Titik Gps Nanga Bungan NO. STASIUN 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. NAMA TEMPAT Puskesmas Nanga Bungan Kopuroi Riam Menuhut II Riam Bangbe Muara Hopuroi Muara Tahanyam Aso Muara Aso Riam Daeng Sungai Apin /Riam Apin Sungai Horirap Riam Patuhang Lubang Honyoon Suwok Ara Holobabak Riam Hariu Dangitik Dangitik (Ladang Baru ) Holonang Tosapan Kampung Nanga Bungan Depan Rumah Pak Tiken Kebun Jagung Kebun Singkong Jembatan Ladang Lama (3 th) Jembatan Muara sungai Pono Riam Bakang Muara sungai Langau Ladang di Muara Aso ladang Tua di Muara Aso TITIK GPS 49N 790796 UTM 107211 49 N 793373 UTM 0110658 49 N 0793440 UTM 0111049 49 N 793351 UTM 111537 49 N 0793523 UTM 0110312 49 N 0792827 UTM 0105408 49 N 791414 UTM 107851 49 N 791294 UTM 107531 49 N 786038 UTM 105913 49 N 786861 UTM 106019 49 N 786895 UTM 106041 49 N 787966 UTM 105948 49 N 788459 UTM 106177 49 N 789006 UTM 106529 49 N 790120 UTM 106923 49 N 791053 UTM 106396 49 N 791321 UTM 106122 49 N 791306 UTM 105762 49 N 791642 UTM 105215 49 N 791722 UTM 104624 49 N 790694 UTM 107029 49 N 0791010 UTM 107347 49 N 791037 UTM 107324 49 N 0790897 UTM 107328 49 N 0790869 UTM 107284 49 N 0790848 UTM 107233 49 N 0790709 UTM 107303 49 N 796943 UTM 100746 49 N 797474 UTM 099967 49 N 797463 UTM 099558 49 N 791253 UTM 107512 49 N 0791192 UTM 0107491

2. Lokasi Pengambilan Titik Gps Tanjung Lokang NO.STASIUN 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19. 20. NAMA TEMPAT Muara Sungai Pono Riam Bakang Muara Sungai Langau Riam Hororoi Tabiang Tingang Seberang Omano Rumah Ngnap di Tj.Lokang Sungai Deren Deren Muara Dua Bekas Ladang Berarek Bawas Pak Laden Batas dengan Langau-Buung Batas dengan Langau-Buung Ladang Pak Ala Bawas Pak Taha Bawas Isin Bawas Isin Ladang Jeranding Tatang Nyuung Doa TITIK GPS 49 N 796943 UTM 100746 49 N 797474 UTM 099967 49 N 797463 UTM 099558 49 N 798947 UTM 0970664 49 N 798359 UTM 096822 49 N 799004 UTM 695348 49 N 799050 UTM 093812 49 N 0798498 UTM 93977 49 N 0798192 UTM 0094067 49 N 0797891 UTM 0093886 49 N 0797897 UTM 0093882 49 N 0797763 UTM 0093778 49 N 0797849 UTM 0093649 49 N 0797746 UTM 0093725 49 N 0797891 UTM 0093886 49 N 0797926 UTM 0093895 49 N 0798542 UTM 0094229 49 N 07798453 UTM 00942189 49 N 0798832 UTM 0093915 49 N 0799072 UTM 0093168

118

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. Batu Tupo Batu Tupo Lolang Longu Longu Sungai Kiham Nalo Gua Kanyat Gua Konyat Biu Betakan Biu Sunge Bunong Biu Nawit Biu Pahi Tatang Daru Nanga Bulit SDN 25 Tanjung Lokang Hulu Kampung Lokang Bt. Nyutung Ladang Pak Haang Ladang Pak Mering Suak Bukit Lasan Pengunungan Losan Puncak Lusan Saok Lasan Moang (Parong) Bukit Muung Bukit Muung Daerah Bukit Muung Saok Muung Bukit Anak Muung Bukit Nanoa Saak Nanoa Bukit Nanoa Bukit Nanoa Kaki Bukit Nanoa Belakang Kp. Lokang Tebian Pane Natai Taranuat Ladang Pak Hurong Sungai Longu Sungai Data Tuak Uncak Gunung Tolok Daerah Kesak Dare Data Bakang Ladang Lisak Ladang Pak Uteng Pondok Data Opet Karang Sungai Bulit Ladang Arifin Riam Balu Sungai Bulit/Dara Opet Ladang Pak Lisok Kaki Diang Balu Bekas Ladang Utung Bawas Ajung Sungai Lubang Keang Jaang Muara Diang Awi Sungai Tapeloparang Sungai Serot Bukit Serot Bawas Ajung 49 N 0799017 UTM 0092994 49 N 0799499 UTM 0092784 49 N 0799388 UTM 0092530 49 N 0799438 UTM 0092440 49 N 0799303 UTM 0092402 49 N 0800004 UTM 0091987 49 N 0800444 UTM 0091929 49 N 0800567 UTM 0091817 49 N 0800567 UTM 00918795 49 N 0800818 UTM 0091750 49 N 0801046 UTM 0091997 49 N 0801207 UTM 0091779 49 N 0801216 UTM 0091650 49 N 0801550 UTM 0091631 49 N 0802089 UTM 0091352 49 N 0799006 UTM 0093827 49 N 0798937 UTM 0093343 49 N 0798930 UTM 0093256 49 N 0798891 UTM 0093245 49 N 0798741 UTM 0093085 49 N 0798557 UTM 0092992 49 N 0798460 UTM 0092966 49 N 0798401 UTM 0092978 49 N 07989 UTM 00923 49 N 0798266 UTM 0093191 49 N 0798266 UTM 0093283 49 N 0798184 UTM 0093352 49 N 0798258 UTM 0093711 49 N 0798296 UTM 0093571 49 N 0798606 UTM 0093704 49 N 07987650 UTM 0093638 49 N 0798755 UTM 0093638 49 N 0798775 UTM 0093646 49 N 0798940 UTM 0093639 49 N 0799019 UTM 0093645 49 N 0799153 UTM 00926239 49 N 0799258 UTM 0092475 49 N 0799390 UTM 0092376 49 N 0799434 UTM 0092200 49 N 0799932 UTM 0090521 49 N 0801956 UTM 0089037 49 N 0802282 UTM 0089122 49 N 0802904 UTM 0089059 49 N 0803114 UTM 0088900 49 N 0803335 UTM 0088873 49 N 0803428 UTM 0088901 49 N 0803417 UTM 0088872 49 N 0803519 UTM 0088932 49 N 0803981 UTM 0089199 49 N 0803445 UTM 0088924 49 N 0803569 UTM 088985 49 N 0803550 UTM 080965 49 N 0799346 UTM 0094784 49 N 0799636 UTM 0094861 49 N 0799664 UTM 0094903 49 N 0799986 UTM 0095116 49 N 0799991 UTM 0095226 49 N 0799978 UTM 0095147 49 N 0800438 UTM 0094749 49 N 0800190 UTM 0094714 49 N 0800224 UTM 0094735

119

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. Mokusuk Bawas Jaang Ladang Mahang Lapangan Pesawat Ilin Tasoing Liong Jembatan Sungai Deren Pondok data Opet Sungai Uhang Masi Depan rumah Pak Tiken Kebun Jagung Loing Bukit Loing Bukit Loing Anak Sungai Jalon Pertengahan Gunung Loing Bukit Naing Ladang Baru Jaang Pinggir Ladang Pak Jaang Ladang Baru Hajau Tepi Sungai Bungan Tolo Batu Asa Ladang Baru Pak Yudi Sungai Bulit / Data Opet Ladang Pak Nanyak Kaki Diang Balu Sungai Data Tuak Tolok Deng Titi Talok Ladang Baru Data Bakang 49 N 0799 49 N 0799493 49 N 0799433 49 N 0799064 49 N 0798868 49 N 0798812 49 N 0799258 49 N 0803408 49 N 0800329 49 N 0791010 49 N 0791037 49 N 0799252 49 N 0799407 49 N 0799425 49 N 0799630 49 N 0799644 49 N 0799679 49 N 0799546 49 N 0799396 49 N 0799257 49 N 0799178 49 N 0801943 49 N 0802988 49 N 0803095 49 N 0803445 49 N 0803569 49 N 0803550 49 N 0799932 49 N 0801452 49 N 0800693 49 N 0801960 49 N 0803181 49 N 0803342 49 N 0802964 UTM 00949 UTM 0094567 UTM 0094513 UTM 0094495 UTM 0094235 UTM 0094002 UTM 0092475 UTM 0088896 UTM 0089187 UTM 107347 UTM 107324 UTM 0093536 UTM 0093600 UTM 0093711 UTM 0093812 UTM 0093888 UTM 0093978 UTM 0094067 UTM 0093936 UTM 0093938 UTM 0093805 UTM 0089058 UTM 0089276 UTM 0088875 UTM 0088924 UTM 0088985 UTM 0089065 UTM 0090525 UTM 0089080 UTM 0089762 UTM 0089065 UTM 0088830 UTM 0088953 UTM 0088937

3. Lokasi Ladang Kampung Nanga Bungan 3.1. Anak-anak Sungai Di Sepanjang Sungai Kapuas Riam Daeng, Sungai Horirap, Riam Apin/Horirap, Riam Patuhang, Lubang Honyoan, Suwok Ara, Holobabak, Nanga Sungai Bungan, Kopurai, Menuhut, Hopurai, Sungai Aso, Holobusu, Pulas, Lubang Sengiro, Puluk Pangin, Bukit Hang, Lubuk Hoyan, Suwa Hara, Batu Hang, Kekonye. 3.2. Anak-anak Sungai di Sepanjang Sungai Bungan Hariu, Tatang Bacam, Sungai Dangitik, Dangitik, Tosapan,Isan Kiat, Kobahatan, Harumut, Homatop, Uwo, Sampai Sungai Pono, Harapon. 4. Lokasi Pencarian Emas Kampung Nanga Bungan 4.1. Lokasi di Anak-anak Sungai di Sepanjang Sungai Kapuas

120

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Holomu, Hodewang, Tesapan, Sungai Othahun, Muara Sagan, Sungai Horajab, Holobi, Sungai Pulau Batu, Haangai. 4.2. Lokasi di Sepanjang Sungai Bungan Uwo, Homatop, Dahabi, Kobahatan, Isan Kiat, Sungai Bulit, Hobujak, Sungai Kepang , Hororumet, Sungai Nahalo. 5. Lokasi Pencarian Gaharu Di Kampung Nanga Bungan Bukit Kerihun, Bukit Nahalo, Bukit Lili, Bukit Lubang Hout, Bukit Aso, Bukit Menuhut, Bukit Sengiro, Bukit Tepalang Bangun, Bukit Cemeru, Bukit Namanyam

6. Lokasi Pencarian Rotan Dan Bahan Anyaman Kampung Nanga Bungan


Sungai Bangbe, Sungai Hupongoi, Sungai Dangiti, Sungai Pono, Buakanyet, Uman Pahi, Sungai Heng, Henansit, Sungai Posan, Sungai Awi, Sungai Tahacang, Riam Delapan.

7. Lokasi Kuburan Kampung Nanga Bungan


1. Sungai Horonamet 2. Muara Sungai Pono 3. Muara Sungai Kolobabat 8. Lokasi Berburu Kampung Nanga Bungan 1. 2. 3. 4. 5. Sungai Pono Sungai Dongitik Sungai Tahanyan Sungai Lubang Sengiro Sungai Tosapan 6. 7. 8. 9. 10. Sungai Munuhut Sungai Bangbe Sungai Seronang Sungai Kolosuan Sungai Kelemasan

9. Lokasi Mencari Ikan Kampung Nanga Bungan


1. 2. 3.

Sungai Kapuas Sungai Bungan Sungai Pono

4. Sungai Langau 5. Sungai Tahanyan

121

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

10. Lokasi Pencarian Damar Kampung Nanga Bungan 1. 2. 3. 4. Bukit Kerihun Bukit Tepalang Bangun Bukit Bilabuhok Bukit Cemeru 5. 6. 7. 8. Bukit Batu Kule Bukit Naharo Sungai Pono Sungai Tahanyan

11. Lokasi Perladangan Dusun Tanung Lokang Sepanjang Sungai Bungan, Muara Sungai longo, Sungai Data Tuak, Sungai Belahane, Daerah Bukit Loing, Sungai Batu Asah, Sungai Naabit, Nanga Sungai Bulit, Sungai Lubang Keang, Sungai Paeloperang, Sungai Mokusuk, Tebirang Tingang, Sungai Humounying, Sungai Temelaka, Sungai Tohuran, Sungai Lowu Uhang, Bukit Lauun Otan, Antara Sungai Lubang dengan Sungai Hange, Hisan Tingan, Sungai Kebian Bane, Sungai Tiang, Sungai Pilung, Daerah Karo, Deren, Losan, Sungai Bulit (data opet), Sungai Buah Kanyet, Sungai Kiham, Bukit Naing, Sungai Diang Awi, Sungai Sorot, Riam Bakang, Sungai Bungan Sampai Muara S. Siange 12. Lokasi Sarang Burung Walet Kampung Tanjung Lokang Bukit Diang/Kaung, Bukit Kemurun, Diang Nutung Behong, Diang Borok Osong, Diang Bowok, Diang Deret, Diang Mahang, Diang Tahaapung, Diang Arang, Diang Sapat Boang, Soak Diang Kaun, Bukit/Tolok, Diang Balu, Diang Pehang, Diang Tarang Tuang, Diang Sio, Diang Sungai Singun, Diang Lakori, Lubang Porong, Diang Nginget, Diang Tonokong, Soak Arania

13. Lokasi Pencarian Rotan Dan Bahan Anyaman Kampung Tanjung Lokang Sungai Belahane, Sungai Deren, Sungai Hororoi, Sungai Boong, Sungai Ungan omano, Sungai Daang Bua, Daang Baban, Kihan Semoko, Sungai Patak, Sungai Isang, Sungai Lokang, Sungai Hange, Sungai Soam, Sungai Lapun Tepaha, Sungai Saok Sorak, Sungai Bilak, Sungai Songang, Sungai Ungam Daru, Sungai Holomutoi, Tape Leparang, Bukit Jahan, Bukit Ahu, Kerewok, Sungai Nonoa, Sungai Nabua, Sungai Bulit, Sungai Diari, Sungai Beroii.

122

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

14. Lokasi Mencari Emas Kampung Tanjung Lokang 1. 2. 3. 4. 5. Sungai Bungan Sungai Beroii Batu Tupo Sungai Berahan Hulu Sungai Amek 6. 7. 8. 9. Sungai Bulit Sungai Hororumet Sungai Marung Sungai Homounying

15. Lokasi Perburuan Warga Kampung Tanjung Lokang


1. Sungai Pono 2. Sungai Hororoi 3. Sungai Bulit 4. Serberang Batu Tupo 5. Sungai Langau 6. Sungai Belahane 7. Sungai Beroii

16. Lokasi Kuburan Dan Tempat Keramat Kampung Tanjung Lokang 1. 2. 3. 4. Gua Peang 5. Gua Nutung Behang 6. Gua Tolok 7. Seberang Kampung ke Hulu Gua Bowok Gua Kemurun Gua Balu 8.

Ke H

123

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Profil Kelompok-Kelompok Dayak Dan Pengembangan Partisipasi Di Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat Mering Ngo WWF Indonesia-TNBK Abstrak Makalah ini menggambarkan latar budaya (cultural setting) dan struktur masyarakat (social structure) berbagai kelompok Dayak di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) termasuk strategi pengembangan partisipasi yang sesuai dengan karakteristik berbagai kelompok etnis tersebut. Ditinjau dari struktur masyarakat dan corak mata pencarian, kelompok-kelompok Dayak di TNBK ternyata mewakili tiga dari empat tipologi berbagai kelompok Dayak di seluruh Kalimantan atau Borneo. Pertama, orang Punan dan Bukat mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu, terikat dalam kelompok-kelompok kecil, serta struktur kepemimpinan berdasarkan senioritas dan kecakapan. Karakter kelompok ini sangat individualistis, pragmatis, dan oportunistis karena terbiasa hidup dalam kelompokkelompok kecil yang amat independen dan bermobilitas tinggi guna mengumpulkan hasil hutan nonkayu. Dengan demikian, strategi pengembangan partisipasi pada kedua kelompok mesti bertumpu pada pemahaman dan pendekatan yang komprehensif mengenai jaringan sosial pengelompokan-pengelompokan kecil yang merupakan kumpulan keluarga luas satu garis keturunan (puhu) dan berkerabat dekat satu masa lain (hino pahari-hari). Kedua, Orang Iban dan Kantu mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya perladangan gilir balik lahan kering dan perbukitan, serta berkebun. Kelompok ini mengutamakan prinsip-prinsip egaliter, terbuka, dan demokratis yang dilandasi oleh dua nilai utama yakni kerjasama dalam kelompok (gerempung penemu) dan persaingan sehat antarindividu (bepaket). Karakter individu dan kelompok yang bercorak dinamis dan pragmatis

124

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

sering mewarnai berbagai aspek kehidupan sehari-hari termasuk tradisi bepergian atau merantau (bejalai) untuk memperoleh pengalaman baru sambil mencari uang dari sektor nonpertanian. Dengan demikian, strategi pengembangan partisipasi pada kedua kelompok mesti mengindahkan kaidah-kaidah demokrasi, keterbukaan, dan kesamaan derajat dalam memperoleh peluang dan akses terhadap informasi. Ketiga, Orang Tamambaloh dan Kayan mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya perladangan gilir balik lahan kering dan basah, serta berkebun. Kehadiran agama dan pendidikan modern sejak awal abad ke-20, serta pengaruh paham negara-bangsa telah mengikis struktur kekuasaan berdasarkan sistem pelapisan sosial yang ketat dan berlapis-lapis (stratified society). Namun, tatanan kekuasaan yang lama masih mewarnai kehidupan sehari-hari, saat upacara adat, dan proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan hukum adat dan alokasi pemanfaatan sumberdaya alam. Dengan demikian, strategi pengembangan partisipasi di kalangan Tamambaloh dan Kayan harus memperhatikan secara jeli eksistensi dan jaringan pengaruh keluarga-keluarga golongan bangsawan (samagat/Tamambaloh; hipi/Kayan) yang berada di desa termasuk pengaruh golongan bangsawan yang telah menetap di luar desa. 1. Pendahuluan Makalah ini menggambarkan secara sekilas latar budaya (cultural setting) dan struktur masyarakat (social structure) berbagai kelompok Dayak yang bermukim di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK). Juga disinggung beberapa isu yang berkenaan dengan strategi pengembangan partisipasi yang sesuai dengan karateristik berbagai kelompok etnis tersebut guna menjamin eksistensi TNBK dimasa depan. Dengan sengaja makalah ini memilih format yang ringkas karena kebutuhan penyusunan rencana pengelolaan taman nasional untuk 25 tahun, pada dasarnya, lebih bersifat indikatif-perspektif2. Namun, terdapat sejumlah
2 Format makalah yang ringkas ini sesuai dengan kebutuhan dari Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, No. 59/Kpts/DJ-IV/1993 tentang pedoman penyusunan rencana pengelolaan taman nasional yang terdiri dari tiga buku. Buku I memuat analisis dan proyeksi untuk jangka 25 tahun, sementara Buku II memuat data, proyeksi, dan analisis untuk lima tahun, dan Buku III memuat rencana tapak untuk setiap tahun.

125

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

catatan kaki untuk menelusuri data dan informasi atau penjelasan lebih rinci tentang aspek-aspek tertentu. 2. Profil Kelompok-Kelompok Dayak Secara umum, penduduk asli yang bermukim di sekitar dan di dalam kawasan TNBK disebut Suku Dayak, sebuah nama kolektif yang digunakan pihak luar sejak 1757 pada berbagai kelompok etnis di Kalimantan atau Borneo. Namun, sehari-hari penduduk setempat menyebut diri sesuai dengan kesamaan bahasa antara bahasa mereka dan bahasa kelompok lain di sekitar, dan disertai dengan nama-nama sungai, bukit, gunung, atau lokasi pemukiman setempat (autonym). Ditinjau dari segi struktur masyarakat dan corak mata pencarian, ada empat tipologi kelompok Dayak di seluruh Kalimantan atau Borneo. Pertama, kelompok berlatar budaya berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu, terikat dalam kelompok-kelompok kecil (band) dengan struktur kepemimpinan berdasarkan senioritas dan kecakapan. Contohnya, Orang Bukat dan Punan. Kedua, kelompok berlatar budaya perladangan gilir balik lahan kering dan perbukitan, terikat dengan rumah panjang dan struktur kepemimpinan yang egaliter serta demokratis. Contohnya, Orang Iban, Kantu, Mualang, Seberuang, Bidayuh, Selako, Banana, Kanayatn, Pompangtn, Rungus dan Lotud. Ketiga, kelompok berlatar budaya perladangan gilir balik lahan kering dan basah, terikat dengan rumah panjang serta mengenal sistem pelapisan sosial secara ketat. Contohnya, Orang Kayan, Kenyah, Modang, Melanau, dan Tamambaloh/Taman/Banuaka. Keempat, kelompok berlatar budaya perladangan gilir balik lahan kering dan basah, terikat dengan rumah panjang, memiliki ciri-ciri campuran antara egaliter dan sistem pelapisan sosial, serta mengenal tradisi penguburan kedua melalui pembakaran tulang belulang para leluhur. Contohnya, Orang Ot Danum, Ransa, Ngaju, Maanyan, Bentian, Tunjung, Luangan, Benua, Lun Dayeh, dan Kelabit3. Dari kajian lapangan di sekitar dan di dalam kawasan TNBK serta telaah kepustakaan tercatat bahwa berbagai kelompok Dayak di sini mewakili tiga dari empat tipologi tersebut. Kelompok-kelompok itu adalah Orang Punan
3Untuk

mengetahui lebih jauh karakteristik latar budaya berbagai kelompok Dayak tersebut, lihatlah kumpulan kajian etnografi terpilih dari Appell (1976), King (1978), Ave, King, dan deWit (1983), Ave dan King (1986). Lihat juga Andasputra dan Julipin (1997), Dove (1981), Ngo (1988), Sellato (1994).

126

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Hovongan, Hovorit, Hovoung, dan Kereho di Sungai Bungan, Kapuas, Langau, Keriau, serta Orang Bukat di Sungai Kapuas, Mendalam, dan Sibau. Kemudian terdapat Orang Kantu di hulu Sungai Sibau, Orang Iban dan Tamambaloh di Sungai Embaloh, serta Orang Kayan di Sungai Mendalam dan Orang Taman, Aoheng, dan Semukung di sungai-sungai Sibau, Mendalam dan Kapuas. 2.1. Kelompok Punan Dan Bukat Orang Punan dan Bukat yang diulas dalam makalah ini mendiami desa-desa Bungan Jaya dan Beringin Jaya, Kecamatan Kedamin Hulu, serta Dusun Nanga Obat, sebuah dusun dalam wilayah Desa Datah Diaan, Kecamatan Putussibau4. Dalam peta, pemukiman dan sebagian besar wilayah kegiatan mata pencarian kelompok-kelompok etnis ini berhimpitan dengan, atau berada di dalam kawasan TNBK dan hutan lindung. Jumlah Orang Punan dan Bukat di sini adalah 1556 jiwa. Mayoritas Orang Punan dan Bukat memeluk agama Katolik dan Kristen Protestan (Gereja Firman Allah). Sebagian kecil pendatang yang berusaha di sini atau kawin dengan penduduk setempat menganut agama Islam. Tingkat pendidikan umumnya tidak tamat SD atau tamat SD. Sebagian kecil yang berhasil menamatkan SLTP dan SMU. Umumnya kepala desa atau kepala dusun dijabat oleh mereka yang berpendidikan SLTP atau SMU.5 Kelompok Punan terbagi lagi dalam tiga pengelompokan kecil yang terdiri dari sejumlah keluarga luas dan para kerabatnya berdasarkan satu garis keturunan yang sama (puhu).6 Pengelompokan kecil atau sub-kelompok ini adalah Punan Hovongan, Hovorit, dan Hovoung.7 Ketiga sub-kelompok ini berasal dari hulu Sungai Bungan, Bulit dan Langau. Punan Hovongan
Rincian jumlah penduduk, agama dan tingkat pendidikan setiap dusun yang didiami oleh Orang Punan dan Bukat ini terdapat dalam Ngo (1996) dan Arman (1997).
4 5Rincian

jumlah penduduk, agama dan tingkat pendidikan setiap dusun yang didiami oleh Orang Punan dan Bukat ini terdapat dalam Ngo (1996) dan Arman (1997).
6Puhuxy ini kurang lebih sama dengan pengertian band dalam literatur antropologi tentang masyarakat berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu. 7Sub-kelompok

lain seperti Punan Kereho mendiami Sungai Keriau, cabang Sungai Kapuas. Sebagian sub-kelompok ini juga mendiami hulu cabang-cabang Sungai Barito di Kalimantan Tengah. Subkelompok inilah fokus utama penelitian Bernard J.L. Sellato (1994). Ia juga meneliti Orang Bukat di Metelunai, Sungai Kapuas dan sekitarnya kecuali Orang Bukat di Sungai Mendalam dan Sibau, yang pernah dilaporkan oleh Ngo (1986; 1997)

127

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dan Hovorit telah bergabung di Dusun Tanjung Lokang sejak enam generasi lalu. Pada 1970, Punan Hovoung asal Sungai Langau dan Boung juga bergabung di sini karena ingin mengumpulkan sarang burung walet dan emas. Sebagian lagi, terutama dari sub-kelompok Punan Hovoung dan Hovongan, bergabung di Dusun Nanga Lapung lantaran mau mencari gaharu secara intensif di hulu Sungai Kapuas. Merekalah cikal bakal penduduk Nanga Lapung. Pada akhir 1970, sebagian sub-kelompok Punan Hovongan dan Hovorit pindah lagi ke muara Sungai Bungan karena ingin mencari emas dan gaharu di hulu Sungai Kapuas. Para warga inilah pemukim pertama Dusun Nanga Bungan. Kelompok Bukat di sekitar TNBK mengenal sembilan pengelompokan kecil (puhu). Sub-kelompok ini adalah Bukat Tovaliu, Tain Kiat, Soa Kalop, Holoi, Temoan, Mekajo, Koyan, Hovut, serta Tayung, sebuah subkelompok yang telah punah. Boleh jadi nasib serupa akan dialami oleh subkelompok Hovut yang sekarang mendiami Nanga Potan, hulu Sungai Sibau.8 Sebagian besar warga sub-kelompok Hovut sudah kawin-mawin dengan sub-kelompok Tovaliu dan Tain Kiat, sub-kelompok mayoritas di Dusun Nanga Obat, Sungai Mendalam, serta sebagian lagi mati karena wabah sampar pada 1947 dan penyakit lain yang bertubi-tubi menyerang mereka tatkala mendiami Nanga Potan.9 Adapun sub-kelompok Soa Kalop, Tain Kiat, dan sedikit sisa keturunan sub-kelompok Koyan, mendiami Desa Beringin Jaya. Sub-kelompok Mekajo, Temoan, dan Holoi, rupanya saling meleburkan diri menjadi Belatung, Belatei, dan Metevulu sehingga seperti sub-kelompok baru. Sekarang, ketiga sub-kelompok ini menyebar di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, dan hulu Sungai Balui dan Aya, Sarawak, Malaysia Timur. Pusat pemukiman Orang Bukat adalah di sekitar Sungai Mendalam dan anak-anak sungai ini. Dari sini mereka menyebar ke Sungai Kapuas dan Sungai Aya di Sarawak. Sejak 1910, pemerintah kolonial Belanda mengupayakan pemukiman mereka mendekati perkampungan Orang Kayan di hilir supaya terjangkau oleh administrasi pemerintahan. Ketika itu, Orang Bukat masih bermukim di Sungai Temoan. Dengan dukungan
8Sellato

(1994: 27) hanya menyebut 8 puhuxy lantaran ia tak mempunyai data primer dan meragukan keberadaan sub-kelompok Hovut di Sungai Sibau karena diduga telah punah. Hovut juga nama sebuah sungai, anak Sungai Sibau. Oleh Orang Taman Sibau, nama sungai ini disebut Sungai Jut (Jut Besar dan Jut Kecil).
9Dalam

Bahasa Bukat, penyebutan Dusun Nanga Obat dan Nanga Potan yang benar adalah Along Hovat dan Along Potan.

128

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tentara Belanda yang pernah bertugas di Aceh dan Tigaang Aging, seorang pemimpin Orang Kayan sub-kelompok Umaa Aging, Orang Bukat berangsur-angsur mendekati perkampungan Orang Kayan. Mula-mula mereka mendiami Sungai Palit, lalu Sungai Savangan, Salua, muara Sungai Along Hovat, dan akhirnya menetap di Dusun Nanga Obat sejak 1967. Sebagian kecil yang tak setuju sepak terjang Belanda pindah ke Sungai Salirung, lalu ke Gunung Sorop, muara Sungai Berarap dan Linga hingga mendiami Nanga Potan. Wabah sampar pada 1947 menyebabkan mereka pindah kembali ke Sungai Salua bergabung dengan Orang Bukat ketika masih berada di sini. Warga yang tertinggal kawin-mawin dengan Orang Taman sehingga sekarang tinggal lima keluarga Bukat di Nanga Potan.10 2.2. Karakteristik Kelompok Punan Dan Bukat Sesungguhnya Orang Punan dan Bukat tidak mengenal rumah panjang kecuali semacam miniatur rumah panjang yang merupakan rangkaian sejumlah rumah tunggal yang dihuni sejumlah keluarga segaris keturunan (pabut).11 Hidup dalam rumah panjang kurang seirama dengan corak mata pencarian yang bertumpu pada perburuan dan pengumpulan hasil hutan nonkayu yang menuntut mobilitas tinggi guna memenuhi berbagai keperluan pokok. Dengan kata lain, spesialisasi sebagai pemburu dan pengumpul hasil hutan nonkayu menuntut bentuk-bentuk pemukiman dan tipe keluarga yang kecil supaya mudah berusaha dari satu tempat ke tempat lain.12 Satuan sosial terkecil adalah keluarga (kevian/Punan; kajan/Bukat). Kedua istilah ini juga berarti rumah dalam arti fisik. Seorang anak perempuan cenderung menetap di dusun, di kelompok, atau di rumah keluarga asalnya. Dengan kata lain, seorang laki-laki dari luar dusun atau kelompok yang
10Sebenarnya

tinggal dua kepala keluarga saja yang asli Orang Bukat. Tiga keluarga lain adalah pasangan campuran antara Bukat dan Taman Sibau serta Kantuxy. ini diadopsi dari Orang Aoheng (Penihing), Semukung, dan Seputan yang lebih sering berhubungan dengan Orang Kayan di Mendalam atau Kalimantan Timur. Bagi Orang Kayan, pabut adalah gabungan sejumlah pondok kerja di ladang atau rangkaian rumah tunggal yang bersifat sementara manakala rumah panjang sedang diperbaiki atau dibangun. Kalaupun Orang Punan dan Bukat mengenal rumah panjang (lovuxy daru/Punan; lavu loweng/Bukat), itupun diadopsi dari Orang Aoheng dan Kayan.
12Alasan 11Istilah

inilah yang mendorong perempuan Punan dan Bukat amat mengenal jenis-jenis rumput atau daun tertentu guna menjarangkan atau meniadakan kehamilan. Idealnya, pihak BKKBN meneliti kandungan senyawa kimiawi aktif jenis-jenis rumput atau daun yang digunakan supaya ada program KB alternatif yang asli, mudah dijangkau, dan akrab lingkungan (Ngo, 1986).

129

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kawin dengan perempuan Punan atau Bukat cenderung menetap di lingkungan isterinya (uxorilocal).13 Prinsip uxorilokal semakin ketat kalau seseorang merupakan anak perempuan tertua atau terbungsu yang ditetapkan orangtuanya tinggal di rumah asal (ngevian tahakan/Punan; iten kajan/Bukat) untuk mengelola harta dan warisan serta mengurus orangtua. Dalam kasus ini, seorang laki-laki dapat saja mengajak anak perempuan tersebut keluar dari rumah asal. Namun, mas kawin dalam kasus ini amat besar ketimbang kalau si laki-laki ikut keluarga si perempuan. Seorang anak perempuan yang ditetapkan di rumah asal berkewajiban mengatur tata cara pemanfaatan dan pembagian hasil atas harta dan warisan keluarga tersebut yang umumnya berupa kebun-hutan bekas pemukiman lama atau gua sarang burung walet. Anak perempuan ini dibantu oleh suaminya. Dengan kata lain, hak milik dan jatah yang lebih besar atas harta dan warisan keluarga ada pada anak perempuan ini.14. Saudara-saudaranya memperoleh bagian yang lebih sedikit, dan memiliki hak pakai atas seizin si perempuan. Berbeda dengan kelompok Dayak yang berlatar budaya berladang dan berkebun, watak dasar Orang Punan dan Bukat adalah amat individualistis, pragmatis, dan opurtunistis. Ikatan kekerabatan kadang tak terlalu diindahkan manakala kepentingan diri seseorang atau keluarga terganggu oleh pihak lain.15 Watak dasar ini berkaitan dengan corak mata pencarian sebagai pengumpul hasil hutan nonkayu yang menuntut tingkat independensi yang tinggi. Dengan demikian, pengembangan partisipasi di lingkungan Orang Punan dan Bukat mesti didekati secara berbeda ketimbang upaya serupa pada kelompok Iban atau Tamambaloh, misalnya. Soal ini akan diulas kembali pada bagian mengenai strategi dan pilihan pengembangan partisipasi di bagian lain dari makalah ini.
13Menurut

Sellato (1994: 157-158), pola menetap sesudah kawin yang uxorilokal ini sebenarnya diadopsi dari kelompok Dayak yang berladang dan berkebun, serta telah lama menetap. Sebelumnya, Orang Punan dan Bukat cenderung menganut pola utrolokal yakni bebas memilih dan menetap pada salah satu keluarga (keluarga si laki-laki atau si perempuan). Bahkan, ada pula pada Orang Punan dan Bukat yang menganut pola neolokal sebagaimana pada Orang Iban dan Kantuxy. Selain aspek-aspek eksternal, pemahaman terhadap pola menetap sesudah kawin ini penting karena berkaitan erat dengan akar-akar legitimasi kultural pola penguasaan lahan (land tenure) setiap kelompok Dayak di Kalimantan atau Borneo.
14Prinsip

inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh laki-laki dari luar atau bukan Punan agar memperoleh legitimasi adat dan akses langsung atas gua-gua sarang burung walet (Ngo, 1996; 1997).
15Untuk

mengetahui soal ini lebih jauh, lihatlah Sellato (1994: 215-220).

130

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kepemimpinan pada orang Punan dan Bukat berdasarkan asas kecakapan dan kekayaan sosial. Walaupun seseorang merupakan keturunan pemimpin kelompok pada masa lalu, kalau tak cakap sulit ditunjuk sebagai pemimpin. Seorang warga biasa dapat secara bebas menyoal kepemimpinan seseorang kalau melakukan kelalaian. Dengan kata lain, kepemimpinan lebih didasarkan pada kesamaan hak dan kemampuan meraih prestasi. Seseorang dianggap cakap kalau pandai berburu, berdebat, menguasai adat istiadat dan hukum adat. Sekarang, selain cakap dalam berburu, kriteria kekayaan sosial seorang laki-laki juga dipengaruhi oleh seberapa banyak ia memiliki perabotan modern seperti mesin padi, televisi, parabola, radio, atau peralatan elektronik lainnya. Sejak pemerintah melancarkan program penggabungan desa pada 1980-an, selain tumenggung dan para tetua adat (daang tahakan/Punan; dangan toke/Bukat), juga terdapat unsur kepemimpinan formal seperti Kepala Desa dan Kepala Dusun. Dalam menyelesaikan perkara tertentu, selain pimpinan desa, peran tetua adat masih menentukan. Selain tua dalam usia, umumnya mereka juga kaya akan pengalaman hidup, gemar merantau (nome), atau fasih dalam bahasa dan adat istiadat lama.16 Struktur politik ini berbeda tatkala Orang Punan dan Bukat masih mengembara. Setiap kelompok dalam perkemahan basis hanya mempunyai seorang laki-laki senior sebagai kepala kelompok. Ia tak memiliki kekuasaan yang bersifat memaksa sesuai dengan kehendaknya. Keputusan ditetapkan secara bersama-sama dan si pemimpin sekadar memberikan nasihat atau usulan tindakan. 2.3. Kelompok Iban Dan Kantu'

16Sejak

1982, desa-desa yang berpenduduk kurang dari 2500 jiwa digabungkan dengan desa lain agar memenuhi persyaratan UU No. 5/1979 tentang pemerintahan desa. Banyak desa berubah menjadi dusun. Sayangnya, undang-undang ini kurang memperhatikan afiliasi etnis yang menjadi fondasi pembentukan sebuah kampung atau desa gaya lama. Misalnya, Kepala Desa Beringin Jaya yang berasal dari kelompok Bukat dan membawahi dusun yang dihuni oleh kelompok Punan, sering mengalami kesulitan dalam menjalankan roda pemerintahan lantaran pada masa lalu terdapat independensi dan kompetisi yang tajam antara kedua kelompok ini. Implikasi lain dari pemberlakuan undang-undang ini adalah pemerintahan desa menjadi kurang demokratis karena cenderung berorientasi ke atas. Proses pelembagaan kurang disesuaikan dengan situasi dan karakteristik wilayah setempat sehingga fungsi dan efektivitas pemerintahan desa menjadi tumpul. Soal serupa dikemukakan pula dalam sebuah disertasi pada Universitas Indonesia yang berdasarkan penelitian di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (lihatlah Jatiman, 1995).

131

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Orang Iban dan Kantu yang diulas dalam makalah ini mendiami Desa Toba dan Sibau Hulu, Kecamatan Embaloh Hulu dan Putussibau.17 Dalam peta, pemukiman Orang Iban berada di luar kawasan TNBK. Namun, pemukiman Orang Kantu di Nanga Potan, Dusun Tanjung Lasah, Desa Sibau Hulu, berhimpitan dengan hutan lindung yang memagari TNBK.18 Jumlah Orang Iban dan Kantu di sini adalah 592 jiwa. Mayoritas Orang Iban dan Kantu beragama Katolik. Tingkat pendidikan umumnya tamat SD. Sekitar 5% dari penduduk setempat yang menamatkan SLTP dan SMU.19 Baru sekitar tiga hingga empat generasi yang lalu Orang Iban menetap di Desa Toba. Bahkan, Orang Iban di Dusun Madang baru mendiami dusun ini pada 1967 karena alasan-alasan keamanan seusai peristiwa PGRS/Paraku pada 1962. Adapun Orang Kantu di Nanga Potan baru mendiami rukun tetangga (RT) ini pada akhir 1970. Sebelumnya, Orang Iban di Sadap mendiami Sungai Matu dan Sadap sehingga di wilayah ini terdapat sisa-sisa pemukiman lama yang sekarang telah menjadi kebunhutan (tembawai). Sementara itu, Orang Iban di Madang berasal dari sekitar Sungai Binalik, hulu Dusun Sadap, dan Orang Kantu di Nanga Potan berasal dari Sungai Kapuas. 2.4. Karakteristik Kelompok Iban Dan Kantu Sekarang Orang Kantu di Nanga Potan hanya mendiami rumah-rumah tunggal.20 Adapun Orang Iban di Desa Toba masih mendiami rumah panjang (rumah panjai). Pemimpin rumah panjang disebut tuai rumah. Pembagian ruang dalam rumah panjang meliputi bagian tengah rumah
17Nama

lama Desa Toba adalah Sadap. Nama ini berubah ketika seorang Camat asal Sumatera Utara memimpin wilayah ini pada 1980-an.
18Masalah

akurasi tata batas di lapangan ini mesti dikaji kembali oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Proyek TNBK-WWF, dan komunitas setempat, baik dengan kegiatan baku penataan tata batas atau pemetaan partisipatif yang sampai sekarang belum dilakukan pada daerah ini.
19Rincian

jumlah penduduk, agama, dan tingkat pendidikan setiap dusun yang didiami Orang Iban dan Kantuxy di sini terdapat dalam Ngo (1996) dan Arman (1997).
20Pada

dasarnya, Orang Kantuxy memiliki sifat-sifat dasar kelompok yang sama dengan Orang Iban. Mengingat jumlah mereka yang sedikit di sekitar TNBK serta adanya kemiripan sifat-sifat kelompok antara Orang Kantuxy dan Iban maka makalah ini tidak akan banyak mengulas kelompok Kantuxy. Namun, bagi yang memerlukan keterangan khusus tentang Orang Kantuxy, lihatlah Dove (1981; 1985).

132

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

panjang untuk kegiatan umum (ruai), tempat menjemur padi dan lain sebagainya di depan rumah (tanju), bilik-bilik keluarga (bilek), loteng (sadau), dan bagian dapur. Pembagian ruang ini mencerminkan pula pembagian arena sosial untuk umum atau publik dan pribadi. Jati diri Orang Iban sebagai pribadi atau individu maupun sebagai kelompok atau kolektif terekatkan oleh eksistensi rumah panjang. Dengan demikian, pemahaman atas Orang Iban mesti beranjak dari pembahasan mengenai rumah panjang dan keluarga bilik.21 Keluarga bilik terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum kawin serta orang lanjut usia. Jika seorang anak sudah kawin, untuk sementara waktu ia boleh tetap tinggal di rumah asal. Kerabat dekat disebut kaban mandal yang meliputi saudara sepupu derajat pertama hingga derajat ketiga. Kerabat jauh (kaban tampil) meliputi saudara sepupu derajat keempat hingga derajat keenam. Di luar itu, walaupun warga serumah panjang, disebut orang lain (orang bukai). Jika seorang anak sudah kawin, untuk sementara ia boleh tinggal di rumah keluarga asal. Kalau sudah mampu, dia dan isteri atau suaminya boleh keluar dari rumah asal dan membuat rumah tunggal yang bersifat sementara, atau bilik tersendiri, yang umumnya berdekatan atau bersambung dengan rumah panjang (neolocal). Dengan demikian, keanggotaan dan hak-hak seseorang terkait dengan sebuah bilik. Kalau memilih ikut keluarga isteri atau suami (ngugi), seseorang tidak lagi mempunyai hak milik atas harta dan warisan bilik asalnya. Ia cuma memiliki hak pakai yang cara pembagian dan jumlahnya ditentukan oleh seorang kerabatnya yang tetap tinggal di rumah asal dan ditetapkan sebagai pengelola harta dan warisan bilik asal. Anak yang ditetapkan menjadi pengelola harta dan warisan bilik asal ini dapat seorang anak tertua atau terbungsu, laki-laki atau perempuan. Orang Iban mengutamakan kekompakan sebagai kelompok (gerempung penemu) sekaligus pula persaingan sehat antarindividu (bepaket). Nilai-nilai kerjasama dalam kelompok dan persaingan sehat antarindividu telah ditanamkan sejak kanak-kanak dan disosialisasikan dalam rumah panjang. Orang Iban malu kalau kalah dalam persaingan (malu alah). Dimasa lampau, untuk memenangkan persaingan dengan teman sebaya, atau melamar seorang perempuan, seorang pemuda
21Perintis

utama kajian mengenai struktur masyarakat Iban adalah Derek Freeman, seorang antropolog dari Australia. Soal ini secara panjang lebar diulas dalam beberapa beberapa karyanya (Freeman, 1960; 1970). Karya-karyanya pula yang menarik perhatian para peneliti bukan Belanda untuk mengkaji lebih seksama dan sistematis tentang Orang Iban dan aneka kelompok Dayak lainnya.

133

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

mesti trampil berburu atau mencari kepala musuh. Kini, para pemuda cukup mencari harta dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Perladangan gilir balik lahan kering dan perbukitan adalah ciri lain dari Orang Iban dan Kantu. Fakta yang cukup mencolok adalah lelaki Iban agak enggan merumput. Pekerjaan ini dianggap kurang mencerminkan citra keperkasaan dan dinamisme seorang laki-laki. Inilah alasan-alasan mengapa Orang Iban gemar bepergian guna memperoleh pengalaman baru sambil mencari penghasilan nonpertanian (bejalai) diantara musim merumput dan panen. Dengan demikian, merumput lebih banyak dilakukan oleh para perempuan. Dewasa ini, pekerjaan ini semakin dipercepat dan mudah berkat pemakaian berbagai herbisida.22 Secara umum pemimpin disebut tuai, yakni kedudukan sosial bagi seseorang yang telah tua atau dituakan, serta memiliki kecakapan dan pengetahuan mendalam mengenai bidang tertentu. Dengan demikian, pengertian pemimpin dapat berarti pemimpin wilayah tertentu (tuai menua), pemimpin adat (tuai adat), pemimpin dalam menafsirkan pertanda-pertanda dari burung (tuai burong), atau pemimpin rumah panjang (tuai rumah). Dewasa ini, hanya pemimpin rumah panjang yang boleh dikatakan masih efektif. Peran dan posisi kepemimpinan dalam struktur politik lama kian memudar sejalan dengan masuknya agama dan pendidikan modern berikut tatanan desa gaya baru. Namun, corak dan proses pengambilan keputusan tingkat komunitas rumah panjang, atau pemilihan seorang pemimpin, masih bersifat terbuka dan demokratis. Seisi rumah panjang dapat secara terbuka mengemukakan pendapat mereka dalam pemilihan seorang pemimpin rumah panjang, kepala desa, atau menentukan kegiatan tertentu yang menyangkut seisi rumah panjang (baum). 2.5. Kelompok Tamambaloh Dan Kayan Orang Tamambaloh yang diulas dalam makalah ini mendiami Dusun
pula sejumlah komunitas Iban di Sungai Sedixy, Mungguk, dan Sungai Utik yang memanfaatkan lahan basah. Namun, pengetahuan dan teknologi perladangan lahan basah ini sebetulnya dipelajari dari Orang Tamambaloh. Faktor lain adalah karena keterbatasan lahan kering dan perbukitan sehingga mereka mau juga berladang lahan basah, yang menuntut curahan tenaga kerja lebih banyak pada masa merumput ketimbang lahan perbukitan dan lahan kering. Perdebatan latar belakang pemilihan jenis lahan perladangan Orang Iban ini, antara lain, dikemukakan pula oleh Freeman (1970) dan Padoch (1982). Untuk mengetahui analisis yang rinci tentang motivasi bejalai pada Orang Iban, lihatlah Kedit (1993) dan Sutlive (1992). Adapun analisis terbaru mengenai perkembangan ekonomi dan politik Orang Iban dewasa ini, lihatlah Jawan (1994).
22Ada

134

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pinjawan, Desa Pulau Manak, Kecamatan Embaloh Hulu.23 Adapun ulasan tentang Orang Kayan adalah mereka yang mendiami Desa Padua dan Datah Diaan di Sungai Mendalam, Kecamatan Putussibau.24 Dalam peta, pemukiman Orang Tamambaloh dan Kayan berada di luar kawasan TNBK dan hutan lindung. Jumlah Orang Tamambaloh di sini adalah 535 jiwa, sementara Orang Kayan berjumlah 1646 jiwa. Hampir semua Orang Tamambaloh dan Kayan beragama Katolik kecuali Orang Kayan di Dusun Tanjung Karaang, yang separuh warganya juga menganut agama Islam.25 Umumnya Orang Tamambaloh dan Kayan telah menamatkan SLTP, bahkan SMU dan perguruan tinggi.26 Sekitar 20 generasi lalu, Orang Tamambaloh bermukim di Sungai Bunut, salah satu anak Sungai Kapuas. Dari sini mereka migrasi ke Sungai Embaloh mencari lahan pertanian yang lebih subur. Adapun Orang Kayan berasal dari Dataran Tinggi Apo Kayan, Kalimantan Timur. Mereka ke wilayah Kalimantan Barat melalui daerah Sarawak, lalu masuk lewat hulu Sungai Kapuas dan percabangannya sejak 8 generasi yang lalu. Sebelum mendiami kedua desa, Orang Kayan pernah mendiami Sungai Kapuas, Sibau, Sambus, bahkan sub-kelompok umaa Suling pernah sampai Ulak Pauk, muara Sungai Embaloh.27 Berbeda dengan Orang Tamambaloh di Sungai Embaloh, Orang Kayan terbagi atas tiga sub-kelompok (umaa)
23Kelompok

ini disebut berbeda-beda oleh sejumlah orang. Misalnya, disebut Maloh (King, 1985; Harrison, 1965), Banuakaxy (Layang, 1992), atau Taman (Diposiswoyo, 1985; Anyang, 1996; Bernstein, 1996). Makalah ini lebih cenderung mengikuti penamaan kelompok menurut penamaan yang dilafalkan oleh komunitas bersangkutan. Dengan demikian, Orang Tamambaloh adalah penamaan diri dari komunitas-komunitas yang mendiami sepanjang Sungai Embaloh (Ngo, 1996).
24Untuk

mengetahui organisasi sosial dan kehidupan ekonomi Orang Kayan di Sungai Balui, Sarawak, Malaysia, dan di Kalimantan Timur, lihatlah Rousseau (1974; 1978: 78-91) dan Gueirreiro (1989). Di Kalimantan Timur, Orang Kayan dikenal dengan nama Orang Bahau.
25Agama

Islam dianut Orang Kayan hampir bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Katolik sejak awal abad ke-20. Salah satu Orang Kayan yang boleh dianggap mubaligh setempat adalah Haji Yahya Higaang Ubung. Dia menunaikan haji sebanyak dua kali, antara lain bersama Hamka, seorang tokoh sastra Indonesia asal Sumatera Barat. Walaupun berbeda agama, kehidupan Dusun Tanjung Karaang berjalan seperti biasa lantaran warga penganut kedua agama, bagaimanapun, masih berkerabat satu sama lain.
26Agama

Katolik dan pendidikan modern masuk Sungai Embaloh pada akhir abad ke-19. Dari sini, seorang Tamambaloh bernama A. Korak menyebarkan agama Katolik dan pendidikan barat kepada Orang Kayan di Sungai Mendalam diawal abad ke-20 (Ngo, 1997).
27Untuk

mengetahui lebih jauh tentang analisis etnohistori Orang Tamambaloh berdasarkan sejarah lisan dan rekonstruksi bekas pemukiman, lihatlah King (1976; 1978; 1985). Untuk analisis asal usul dan sejarah migrasi Orang Kayan di Sungai Mendalam (bulaak), lihatlah Ngo (1988; 1991).

135

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

yakni Aging, Suling dan Pagung. Sub-kelompok Pagung pernah mendiami Sungai Kapuas, dan hidup berdampingan dengan Orang Aoheng dan Semukung. 2.6. Karakteristik Kelompok Tamambaloh Dan Kayan Sekarang Orang Tamambaloh dan Kayan tidak mendiami rumah panjang lagi. Perubahan menjadi rumah-rumah tunggal sedikit banyak dipengaruhi oleh kehadiran agama dan pendidikan modern sejak awal abad ini. Pada 1972, rumah panjang Kayan terakhir milik sub-kelompok Suling dibongkar. Sementara rumah panjang Orang Tamambaloh sudah menghilang sejak 1960 kecuali pada Orang Taman di Semangkok, Sungai Mendalam, dan di sepanjang Sungai Kapuas, yang hingga kini masih tinggal dalam rumah panjang. Satuan sosial terkecil adalah keluarga (kaiyan/Tamambaloh; amin/Kayan). Setelah tidak mendiami rumah panjang, rata-rata tipe keluarga Tamambaloh dan Kayan menjadi keluarga batih dua dan tiga generasi. Pada Orang Tamambaloh, kerabat dekat (saparanak inso) meliputi saudara sepupu derajat pertama hingga kelima, dan kerabat jauh (saparanak bajau) meliputi saudara sepupu derajat keenam hingga ketujuh. Di luar itu disebut orang lain (tau bokan). Pada Orang Kayan, kerabat dekat (paharin jelang) meliputi sepupu derajat pertama hingga ketiga, dan kerabat jauh (paharin suu) mencakup saudara sepupu derajat keempat hingga kelima. Di luar itu disebut orang lain (kelunan bale). Ada kecenderungan anak perempuan Tamambaloh yang telah kawin memilih tetap tinggal di keluarga asal ketimbang anak laki-laki. Khususnya, anak perempuan yang tertua (anak danginan) ataupun anak terbungsu (anak mundi). Orang Kayan juga menganut prinsip serupa kecuali urutan prioritasnya lebih tegas dan telah terkontaminasi oleh paham patrilinealisme lewat pemelukan agama-agama semit (Katolik atau Islam). Dengan kata lain, prioritas pengelola berbagai harta dan warisan keluarga asal dipegang oleh anak tertua (anak ayaan), perempuan maupun laki-laki. Jika si anak dianggap tak cakap ataupun memilih ikut keluarga suami atau isterinya maka prioritas kedua jatuh pada anak terbungsu (anak uk), baik perempuan maupun laki-laki. Warisan keluarga asal biasanya berupa kebun karet, tengkawang, dan kebun-hutan (balean sao/Tamambaloh; lepuun/Kayan) yang pemanfaatannya dikonsultasikan dengan para keluarga keturunan bangsawan (samagat/ Tamambaloh; hipi/ Kayan).

136

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Sistem pelapisan sosial berlapis-lapis (stratified society) dan perladangan gilir balik lahan kering dan basah adalah dua elemen penting yang membedakan Orang Tamambaloh dan Kayan dengan Orang Punan, Bukat, Iban dan Kantu.28 Kendati semakin memudar seiring dengan masuknya agama, pendidikan barat, dan hilangnya rumah panjang, sistem pelapisan sosial masih mewarnai proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan upacara panen padi (pamole beo/Tamambaloh; dange/Kayan), hukum adat (adat jolon/Tamambaloh; lalii una/Kayan), dan penguasaan lahan. Dengan demikian, identifikasi kelompok kerabat para bangsawan dan keturunannya mesti dilakukan tatkala pihak luar hendak bergiat di daerah ini.29 Orang Tamambaloh dan Kayan berkebun dan berladang lahan kering dan basah sejak dulu. Kedua etnis telah mengenal karet sejak 1906.30 Patut dikemukakan perladangan Orang Tamambaloh di lahan rawa-rawa atau di sekitar pinggiran sungai (tana paya/tana dasapui danum). Berbeda dengan Iban, lelaki Tamambaloh lebih aktif dalam memangkas ranting dan dahan, merumput, atau membakar ulang ladang lahan basah. Rajin, teliti, dan hemat lahan adalah ciri-ciri umum para peladang Tamambaloh atau Taman. Prinsip gilir balik yang intensif amat kentara dalam perladangan Tamambaloh. Lahan basah yang sama sering dimanfaatkan secara berturutturut dalam dua tahun. Pendapat tentang praktik perladangan Orang Tamambaloh bukan hanya diungkapkan oleh para peneliti dari luar tetapi juga oleh Orang Iban dan Kayan. Tak heran kalau Orang Tamambaloh atau Taman sering menjadi pemasok beras Orang Iban tatkala kekurangan panen, atau memasok beras secara rutin pada Orang Punan yang kurang

28Perlu

disebutkan disertasi Anyang tentang sistem pelapisan sosial etnis ini (1996). Ia menegaskan, Orang Taman di Sungai Kapuas yang sekelompok dengan Tamambaloh, sesungguhnya tidak mengenal sistem pelapisan sosial. Menurut Anyang, sistem ini baru muncul dan mantap setelah Orang Taman semakin intensif bergaul dengan kesultanan atau panembahan Melayu di hilir. Para peneliti Belanda kurang mencermati fakta ini sebagaimana tertuang dalam berbagai laporan mereka. Sayangnya, berbagai laporan tersebut menjadi bahan kajian para peneliti bukan Belanda sesudah masa kemerdekaan sampai sekarang sehingga ada gambaran bahwa Orang Taman dan Tamambaloh mengenal pelapisan sosial yang hierarkhis sebagaimana dikemukakan oleh King. Diskusi mengenai kedua kesimpulan ini serta mana yang lebih sahih, tidak akan diulas dalam makalah ini.
29Legitimasi

mitologis yang bersifat sakral atas tatanan bangsawan, rakyat biasa, dan budak pada Orang Tamambaloh dan Kayan terlihat dalam lantunan silsilah para leluhur (baranangis/Tamambaloh; nangaran takulung/Kayan) tatkala upacara adat panen padi dan peristiwa adat penting lainnya (periksalah King, 1985; Ngo, 1988; 1989; 1991).
30Sejarah

masuknya karet di kalangan Orang Tamambaloh dan Kayan terlihat dalam kajian Ngo (1988). Lihat juga keterangan Uljee (1925).

137

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

intensif berladang.31 3. Diskusi: Strategi Pengembangan Partisipasi Pengembangan partisipasi adalah kata-kata yang sering disebut-sebut oleh berbagai pihak dengan berbagai pengertian yang berbeda satu sama lain serta jarang menggunakan kriteria yang jelas dan obyektif. Alhasil, istilah ini menjadi kabur, rancu, dan bersifat subyektif sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan pihak yang bersangkutan. Makalah ini ingin menegaskan bahwa sesungguhnya intisari dari pengembangan partisipasi adalah kesadaran yang kuat untuk selalu mendorong kemandirian individu, kelompok, atau komunitas sasaran agar memiliki kapasitas membangun diri sendiri berdasarkan kemauan, kepentingan, ketrampilan, potensi sumberdaya, dan solusi setempat. Ada empat kriteria untuk menilai visi pengembangan partisipasi seperti ini. Pertama, individu, kelompok, atau komunitas sasaran semakin sadar akan berbagai faktor penghambat upaya pengembangan jati diri dan kemandirian. Kedua, ketergantungan pada bantuan pihak luar semakin berkurang. Ketiga, semakin percaya diri dan mampu mengatasi unsur-unsur penghambat kemandirian. Keempat, menguatnya pranatapranata dan kohesivitas diantara sesama warga setempat. Penggunaan keempat kriteria ini tentu saja disesuaikan dengan realitas dan pemahaman terhadap latar budaya, struktur masyarakat, dan corak mata pencarian setiap kelompok Dayak. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, Orang Punan dan Bukat di wilayah TNBK adalah gambaran dari kelompok Dayak berlatar budaya berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu dan telah menetap. Kehidupan dalam pemukiman yang permanen ini telah menggeser beberapa aspek kebudayaan masa lalu. Misalnya, tipe keluarga yang dimasa lalu dominan keluarga batih sekarang menjadi dominan keluarga luas. Pola menetap sesudah kawin yang dulu bersifat neolokal sekarang cenderung menjadi uxorilokal, sebuah pola yang lazim ditemukan dalam kelompok-kelompok Dayak yang berlatar budaya berladang dan berkebun, dan hidup dalam pemukiman permanen.
31Penelitian

King awal 1970-an telah memperlihatkan bahwa Orang Iban di Desa Toba sering membeli beras dari Orang Tamambaloh jika mereka mengalami kekurangan atau gagal panen (King, 1976). Demikian pula kajian Ngo (1996) memperlihatkan bahwa Orang Punan, yang pada dasarnya bukan peladang tulen, sering membeli beras dari Orang Taman di Ingkoxy Tambe dan sekitarnya. Uang untuk membeli beras berasal dari pengumpulan hasil hutan nonkayu.

138

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pada masa lalu, selain laki-laki, perempuan Punan dan Bukat juga mencari sagu dan berburu satwa liar. Dewasa ini, setelah menetap, kaum perempuan lebih banyak mengurusi ladang ketimbang para lelaki yang lebih suka berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu guna membeli beras dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Dengan kata lain, ciri-ciri kehidupan dalam kelompok-kelompok kecil dimasa lalu agaknya belum betul-betul sirna. Alhasil, dalam kenyataan sehari-hari, sifat-sifat yang pragmatis, individualistis, dan oportunistis masih menonjol. Sifat-sifat ini tercermin dalam kasus-kasus sengketa sarang burung walet dan penebangan kayu liar. Selain menghadapkan mereka dengan pihak luar, kasus-kasus ini juga menggambarkan pertentangan kepentingan diantara sesama warga yang masih berkerabat satu sama lain.32 Dengan demikian, strategi pengembangan partisipasi pada kelompok Punan dan Bukat sebaiknya bertumpu pada pendekatan-pendekatan terhadap berbagai pengelompokan kecil yang merupakan sekumpulan keluarga luas yang dekat satu sama lain, serta satu garis keturunan (hino pahari-hari). Adapun Orang Iban dan Kantu secara relatif mengutamakan keutuhan dan kerjasama kelompok (gerempung penemu) sekaligus juga persaingan sehat antarindividu (bepaket). Kedua nilai ini mewarnai dinamisme dan pragmatisme mereka dalam berladang, berkebun, berburu, atau merantau untuk memperoleh pengalaman baru sambil mencari tambahan penghasilan dari sektor nonpertanian (bejalai). Nilai-nilai ini pula yang memberikan corak demokratis struktur kepemimpinan dan proses pengambilan keputusan dalam hampir semua aspek kehidupan kelompok Iban. Watak terbuka ini, antara lain, melatarbelakangi keheranan mereka atas nama Taman Nasional Bentuang Karimun karena di daerah ini tak ada gunung atau bukit yang bernama Bentuang. Gunung atau bukit yang dikenal adalah Bukit Betung.33 Namun, observasi pada Orang Iban di Sadap memperlihatkan bahwa nilai
32Untuk

mengetahui pertentangan diantara sesama kerabat di kalangan Orang Bukat dan Punan dalam kasus-kasus sarang burung walet dan pengumpulan kayu secara ilegal ini, lihatlah Ngo (1997). Untuk mengetahui kajian tentang jaringan pengumpul dan pemodal dalam kegiatan pengumpulan sarang burung walet dan gaharu, lihatlah Chaniago (1997).
33Orang

Punan di Sungai Bungan juga heran di mana lokasi Gunung Karimun. Menurut Orang Punan, gunung yang terdapat di daerah ini adalah AGunung Kerihun. Nama gunung ini juga tertera dalam peta kerja para penerbang pesawat MAF atau peta baku internasional. Dengan kata lain, kalau mau mengawali pengembangan partisipasi yang sejati, pendapat penduduk setempat seperti ini patut disimak sehingga nama taman nasional ini mungkin dapat berubah menjadi Taman Nasional Betung Kerihun.

139

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

persaingan sehat antarindividu mulai terkontaminasi oleh pertentangan kepentingan antarklik yang tajam sebagai akibat dari melemahnya kohesivitas kelompok dan tatanan kekuasaan asli setempat. Di dusun ini, misalnya, terdapat empat klik yang saling bersaing satu sama lain dalam setiap kegiatan dusun. Persaingan tersebut terkadang masih dalam batasbatas wajar. Akan tetapi, dalam aspek-aspek yang berkenaan dengan alokasi kekuasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam seperti hasil hutan nonkayu, masing-masing klik tak jarang menebarkan desas-desus dan rasa iri hati satu sama lain. Menariknya, tiga dari empat klik masih dapat berinteraksi satu sama lain, dan satu klik lainnya hanya mau bergaul dengan klik terbesar di sini. Selain itu, persaingan antarklik ini bertali-temali dengan desakan kepentingan individu-individu yang semakin egosentris dan proses pelembagaan pemerintahan desa gaya baru.34 Walaupun demikian, strategi pengembangan partisipasi pada kelompok Iban sebaiknya tetap mengutamakan prinsip-prinsip keterbukaan dan demokratis. Penilaian kinerja individu, kelompok, atau program mestilah menggunakan sejumlah tolok ukur obyektif dan disepakati bersama. Sementara itu, karakteristik dasar Orang Tamambaloh dan Kayan yang semula didasarkan pada sistem pelapisan sosial secara ketat sekarang ini telah berubah dan terdapat kecenderungan menyerupai karakteristik struktur sosial kelompok Iban. Seperti diuraikan sebelumnya, selain paham negara kebangsaan, agama dan pendidikan barat adalah dua elemen penting yang mendorong sejumlah individu Tamambaloh dan Kayan, khususnya golongan rakyat biasa, untuk membongkar tatanan yang serba mengikat tersebut. Bagi golongan rakyat biasa, kehadiran misionaris Belanda sejak awal abad ke-20, benar-benar merupakan momentum untuk melepaskan diri dari belenggu para bangsawan. Bahkan, pihak Belanda mulai menghapuskan sistem perbudakan sejak 1896. Serangkaian usaha demokratisasi ini mencapai puncaknya pada 1970 ketika diadakan sebuah pertemuan besar guna menghapuskan sistem pemeringkatan sosial lama. Dewasa ini, struktur kepemimpinan desa telah mengikuti tatanan desa gaya baru. Namun, sebagaimana hasil observasi, sejumlah individu keturunan bangsawan, selain menduduki posisi dewan adat setempat, juga menempati tatanan pemerintahan desa gaya baru. Alhasil, pendapat dan pandangan golongan bangsawan masih mewarnai upacara adat, corak kepemimpinan desa, atau
34Analisis

sosiogram mengenai pertentangan antarklik di dusun ini diuraikan dalam Ngo (1997).

140

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

proses pengambilan keputusan tentang hukum adat. Sebagai contoh, pembangunan jalan desa dan sawah irigasi teknis di sekitar Dusun Pinjawan, Sungai Embaloh, atau pembukaan lokasi HTI-Transmigrasi dekat Dusun Pagung, Sungai Mendalam, sampai sekarang belum berjalan mulus lantaran keturunan keluarga bangsawan yang mewarisi tanah di lokasi-lokasi tersebut jarang diajak bermusyawarah.35 Dengan kata lain, strategi pengembangan partisipasi di kalangan Tamambaloh dan Kayan harus memperhatikan eksistensi dan jaringan pengaruh keluarga-keluarga golongan bangsawan. Strategi pengembangan partisipasi sebaiknya bertitik tolak dari pemahaman yang menyeluruh terhadap karakteristik latar budaya, struktur masyarakat dan corak mata pencarian setiap kelompok etnis. Adalah keliru kalau pemahaman tersebut semata-mata berdasarkan hasil sebuah perampatan, etnosentrisme pihak luar, atau pertimbangan bersifat parsial karena keterbatasan waktu, dana, dan sumberdaya peneliti. Salah satu modal awal untuk mengembangkan partisipasi yang sejati adalah menyimak dengan seksama pertanyaan-pertanyaan sederhana yang sering diajukan oleh penduduk setempat. Misalnya, penduduk setempat masih mempertanyakan batas-batas antara pemukiman dan kawasan TNBK termasuk wilayah mana yang boleh dimanfaatkan untuk bercocok tanam, berkebun, berburu, atau mengumpulkan hasil hutan nonkayu. Pengembangan partisipasi untuk menjamin eksistensi TNBK dimasa depan patut memperhatikan tolok ukur yang obyektif supaya mudah dikaji dan dinilai oleh berbagai pihak yang berkepentingan atas kehadiran taman nasional ini. Terdapat sejumlah indikator proksi (pro indicator) untuk mengetahui derajat partisipasi dalam tahap-tahap penyusunan Rencana Pengelolaan TNBK.36 Dalam perencanaan, indikator proksi tersebut adalah: (1) keterlibatan komunitas sasaran dalam menggagas langkahlangkah penyusunan Rencana Pengelolaan TNBK; (2) komunitas sasaran ikut merencanakan format dan susunan Rencana Pengelolaan TNBK; dan, (3) komitmen komunitas sasaran dalam menyusun Rencana Pengelolaan TNBK. Dalam implementasi dan pemantauan, indikator proksinya adalah: (1) kontribusi tenaga dan dana secara tak langsung dari komunitas sasaran;
35Uraian

khusus tentang kasus-kasus sengketa tanah di Pinjawan dan Pagung terlihat dalam Ngo (1989; 1992; 1996; 1997).
36Sejumlah

indikator proksi ini adalah modifikasi dari indikator-indikator proksi yang dikemukakan oleh Davis-Case (1989) dan Moris dan Copestake (1993). Penerapan sejumlah indikator proksi yang dimodifikasi ini sudah dilakukan dalam proses penyusunan Rencana Pengelolaan Kesatuan Pengusahaan Hutan Produksi (KPHP) di Provinsi Jambi (Ngo, 1997).

141

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

(2) keterlibatan dalam implementasi; (3) pemanfaatan pengetahuan dan ketrampilan asli setempat dibandingkan dengan ketergantungan mereka terhadap dukungan dan bantuan dari luar; (4) keikutsertaan lembaga sosial setempat dalam pelaksanaan. Dalam tahap pemeliharaan program dan hasil-hasilnya, indikator proksinya adalah: (1) pemanfaatan pengetahuan asli dan ketrampilan komunitas sasaran dalam program-program TNBK; dan, (2) ada rasa memiliki sehingga mau mengawasi program TNBK. Dengan kata lain, amatlah penting untuk selalu mengembangkan partisipasi dalam tiga tingkatan. Pertama, membuka dan menyediakan informasi, serta mendiskusikan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan kehadiran dan proses penyusunan Rencana Pengelolaan TNBK. Kedua, memperkukuh komitmen komunitas sasaran dan mengikutsertakan mereka dalam diskusi, penelitian, atau kegiatan lapangan lainnya. Ketiga, mengadopsi prakarsaprakarsa komunitas setempat guna menjamin integritas dan eksistensi Taman Nasional Bentuang Karimun dimasa depan.37 4. Kesimpulan Secara singkat makalah ini telah menggambarkan latar budaya, struktur masyarakat, dan corak mata pencarian berbagai kelompok Dayak yang mendiami lima daerah aliran sungai (DAS) utama di sekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun. Telah diuraikan bahwa Orang Punan dan Bukat adalah kelompok etnis yang mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu. Karakter dua kelompok etnis ini bercorak invidualistis, pragmatis, dan oportunistis karena terbiasa hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang independen dan bermobilitas tinggi guna mempertahankan hidup dari hasil hutan nonkayu. Dengan demikian, strategi pengembangan partisipasi pada kelompok Punan dan Bukat mesti bertumpu pada pendekatanpendekatan terhadap jaringan pengelompokan kecil kumpulan keluarga luas satu garis keturunan (puhu) dan berkerabat dekat satu sama lain (hino paharihari). Makalah ini juga telah menguraikan pula bahwa Orang Iban dan Kantu merupakan dua kelompok etnis yang mewakili tipologi masyarakat Dayak
tingkatan pengembangan partisipasi ini merupakan modifikasi dari gagasan yang pernah dikemukakan oleh Gardiner dan Lewis (1996) dalam menelaah berbagai gagasan tersembunyi (hidden ideas) dibalik perdebatan dan permainan wacana (discourse) tentang partisipasi dari berbagai kalangan.
37Tiga

142

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

berlatar budaya perladangan lahan kering dan perbukitan. Karakter kelompok etnis ini umumnya terikat dengan prinsip-prinsip egaliter, terbuka, dan demokratis yang dilandasi oleh dua nilai utama yakni kerjasama dalam kelompok (gerempung penemu) dan persaingan sehat antarindividu (bepaket). Sifat-sifat kelompok dan individu yang dinamis dan pragmatis adalah latar belakang dari kegemaran merantau untuk mencari pengalaman baru sambil mengumpulkan uang dari sektor nonpertanian (bejalai). Dengan demikian, strategi pengembangan partisipasi pada kelompok etnis ini mesti mengutamakan kaidah-kaidah keterbukaan dan demokrasi. Dengan kata lain, pendapat individu, kelompok, atau komunitas sasaran terhadap proses penyusunan dan program-program TNBK dimasa depan mesti dikaji dan dinilai menurut sejumlah tolok ukur obyektif yang disepakati bersama-sama. Uraian terdahulu juga sudah menggambarkan bahwa Orang Tamambaloh dan Kayan adalah dua kelompok etnis yang mewakili tipologi masyarakat berlatar budaya perladangan lahan kering dan basah. Sistem pelapisan sosial yang ketat dan berlapis-lapis masih mewarnai kehidupan sehari-hari, saat upacara adat, atau dalam proses pengambilan keputusan tentang hukum adat dan aspek-aspek kepemimpinan tingkatan komunitas setempat. Dalam beberapa aspek, agama dan pendidikan modern, serta paham negara-bangsa telah mengikis struktur kekuasaan lama sehingga sekarang karakter kedua kelompok etnis ini seolah-olah menyerupai karakter kelompok Iban atau Kantu. Namun, berdasarkan publikasi pemakalah terdahulu dan observasi terlibat di lapangan selama ini terungkap bahwa sejumlah kecil warga keturunan dan kerabat golongan bangsawan (samagat/Tamambaloh; hipi/Kayan) masih berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan tataran komunitas setempat. Dengan kata lain, strategi pengembangan partisipasi di kalangan kelompok Tamambaloh dan Kayan harus memperhatikan secara jeli eksistensi dan jaringan pengaruh keluarga-keluarga golongan bangsawan yang berada di desa maupun yang telah menetap di luar desa. Strategi pengembangan partisipasi perlu memperhatikan sejumlah indikator proksi (pro indicators) yang bukan sekadar bersifat kuantitatif tetapi juga kualitatif supaya dapat dikaji dan dinilai secara terbuka oleh berbagai pihak yang berkepentingan atas kehadiran Taman Nasional Bentuang Karimun. Secara singkat, indikator-indikator proksi tersebut berkenaan dengan kesediaan pihak pengelola membuka dan mendiskusikan berbagai informasi yang berkenaan dengan proses penyusunan Rencana Pengelolaan TNBK. Kedua, memperkukuh komitmen komunitas sasaran terhadap kehadiran

143

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

TNBK dan selalu mengikutsertakan komunitas sasaran dalam kegiatan diskusi, penelitian, atau pekerjaan lapangan lainnya. Ketiga, mencermati dan mengadopsi prakarsa-prakarsa komunitas setempat yang relevan dalam format struktural Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun.

Daftar Kepustakaan Andasputra, Nico; Vincentius Julipin. 1997. Orang Kanayatnkah atau Orang Bukit? dalam Mencermati Dayak Kanayatn (Nico Andasputra dan Vincentius Julipin, ed.), hlm. 1-18. Pontianak: Institute of Dayakology Research and Development (IDRD). Anyang, Thambun. 1996. Daya Taman Kalimantan: Suatu Studi Etnografis Organisasi Sosial dan Kekerabatan dengan Pendekatan Antropologi Hukum. Nijmegen: Nijmegen University Press. Appell, George. 1976. Preface and Introduction, dalam The Societies of Borneo: Explorations in the Theory of Cognatic Social Structure (George Appell, ed.), Special Publication No. 6, hlm. 1-15. Washington DC: American Anthropological Association. Arman, Syamsuni. 1997. Socio-economic Study of Bentuang Karimun National Park, Kapuas Hulu Regency, West Kalimantan Province. Pontianak: Laporan Penelitian untuk Yayasan WWF Indonesia. Ave, Jan B.; Victor T. King; Joke de Wit. 1983. West Kalimantan: A Bibliography. Leiden: Foris/KITLV. Ave, Jan B.; Victor T. King. 1986. Borneo, the People of the Weeping Forests: Tradition and Change in Borneo. Leiden: National Museum of Ethnology. Bernstein, Jay H. 1996. The Gender of Plants and Inanimate Objects: Ethnobotany and Symbolic Representation in Borneo. Makalah disampaikan pada Fourth Biennial International Conference of the Borneo Research Council, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam (10-15 Juni). Brosius, J. Peter. 1995. Borneoan Forest Trade in Historical and Regional

144

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Perspective: The Case of Penan Hunter Gatherers of Sarawak dalam Society and Non-timber Forest Products in Tropical Asia. (J. Fox, ed.), Environment Series No. 19. Honolulu: East-West Center. Chaniago, Izefri. 1997. Pengkajian terhadap Kesinambungan Dua Sumberdaya Alam, Gaharu dan Sarang Burung Walet, dan Prospek Pengembangannya di dalam dan di sekitar Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Pontianak: Laporan Penelitian untuk Yayasan WWF Indonesia. Davis-Case, DxyArcy. 1989. Community Forestry: Participatory Assessment, Monitoring, and Evaluation. Rome: FAO. Diposiswoyo, Mudiyono. 1985. Tradition et Changement Sociale: Etude Ethnographique des Taman de Kalimantan Quest [Tradisi dan Perubahan Sosial: Studi Etnografi Orang Taman di Kalimantan Barat]. Disertasi Doktor Antropologi pada Ecole de Hautes Etudes en Sciences (EHESS), Paris, belum diterbitkan. Dove, Michael R. 1981. Studi Kasus tentang Sistem Perladangan Suku Kantuxy di Kalimantan, dalam Prisma, no. 4, hlm. 63-77. Jakarta: LP3ES. 1985. Mitos Rumah Panjang Komunal dalam Pembangunan Pedesaan: Kasus Suku Kantuxy di Kalimantan, dalam Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Pembangunan (Michael R. Dove, ed.), hlm. 67-121. Jakarta: Yayasan Obor. Freeman, Derek J.1960. The Iban of Western Borneo, dalam Social Structure in Southeast Asia (George P. Murdock, ed.). Chicago: Quadrangle Press. 1970. Report on the Iban. London School of Economic Study, Monograph on Social Anthropology, no. 41. New York: Anthlone Press. Gardiner, Katy; David Lewis. 1996. Anthropology, Development, and the Postmodern Challenge. London: Pluto Press. Guerreiro, Antonio. 1989. Cash Crops and Subsistance Strategies: Towards a Comparison of Kayan and Lahanan Economics, dalam Sarawak Museum Journal, Vol. XXXIX, no. 60, hlm. 15-52. Kuching: Sarawak Museum.

145

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Harrison, Tom. 1965. The Malohs of Kalimantan: Ethnological Notes, dalam Sarawak Museum Journal, no. 13, hlm. 236-350. Kuching: Sarawak Museum. Hoffman, Carl L. 1981.Some Notes on the Origins of the Punan of Borneo, dalam Borneo Research Bulletin, vol. 13, no. 2, hlm. 71-75. Williamsburg, VA: Borneo Research Council. 1985. Punan Liar di Kalimantan: Alasan Ekonomis, dalam Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi (M. R. Dove, ed.), hlm. 123-161. Jakarta: Yayasan Obor. Jatiman, Sardjono. 1995. Dari Kampung Menjadi Desa: Studi Sosiologi Perubahan Pemerintahan Desa di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Disertasi Doktor Sosiologi pada Universitas Indonesia, Jakarta, belum diterbitkan. Jawan, Jayum Anak. 1994. Iban Politics and Economic Development: Their Patterns and Change. Bangi, Selangor: Universiti Kebangsaan Malaysia. Kartawinata, Ade M. 1993. Masyarakat Punan di Kalimantan Barat, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia (Koentjaraningrat, ed.), hlm. 100-119. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kedit, Peter M. 1993. Iban Bejalai. Kuala Lumpur: Goldana Corp. Sdn. Bhd. King, Victor T. 1974. Notes on Punan and Bukat in West Kalimantan, dalam Borneo Research Bulletin, no. 6, hlm. 31-38. Williamsburg, Virginia: Borneo Research Council. 1976. Some Aspects of Iban-Maloh Contact in West Kalimantan dalam Indonesia, no. 21, hlm. 85-114. New York: Cornell University Press. 1978 The Maloh dalam Essays on Borneo Societies (Victor T. King, ed.), Hull Monographs on Southeast Asia No.7, hlm.193-214. Hull: Oxford Univ. Press. 1985 The Maloh of West Kalimantan: Ethnographic Study of Social Inequality and Social Change among an Indonesian Borneo People. Dordrecht: Foris.

146

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Langub, Jay L. 1996. Penan Response to Change and Development, dalam Borneo in Transition: People, Forests, Conservation and Development (Christine Padoch dan Nancy Peluso, ed.), hlm. 103-120. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Layang, S. Jacobus E.F. 1992. The Death Rituals of the Banuakaxy Dayak of Kapuas Regency, West Kalimantan. Makalah disampaikan pada Second Biennial International Conference of the Borneo Research Council. Kota Kinabalu, Sabah (5-10 Juli). Moris, Jon; James Copestake. 1993. Qualitative Enquiry for Rural Development. London: Overseas Development Institute. Ngo, Mering. 1986. Orang Bukat: Penghuni Hutan Lebat Kalimantan Barat, dalam Mutiara, no. 358. Jakarta: PT. Sinar Harapan. 1988. Lumaxy Umaaxy: Suatu Kajian Perladangan Ulang Alik Orang Kayan di Desa Padua, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Tesis Sarjana Antropologi pada Universitas Indonesia, Jakarta, belum diterbitkan. 1989. Antara Pemilik dan Pemanfaat: Kisah Penguasaan Lahan Orang Kayan di Kalimantan Barat, dalam Prisma, no. 4, hlm. 73-86. Jakarta: LP3ES. 1991. Les Ancestres, les Chefs et leurs Descendants [Para Leluhur, Pemimpin, dan Keturunannya], dalam Borneo: Des Chasseurs de Tetes aux Ecologistes (A. Guerreiro dan P. Couderc, ed.), Autrement No. 52, hlm. 118-124. Paris. 1992. Hak Ulayat Masyarakat Setempat: Pelajaran dari Orang Kayan dan Limbai, dalam Prisma, no. 6, hlm. 51-58. Jakarta: LP3ES. 1996. A New Perspective on Property Rights: Examples from the Kayan of Kalimantan, dalam Borneo in Transition: People, Forests, Conservation, and Development (C. Padoch dan N. Peluso, ed.), hlm. 137-149. Kuala Lumpur: Oxford Univ. Press. 1996. Etnografi Pengelolaan Sumberdaya Alam Masyarakat Dayak di dalam dan

147

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat: Beberapa Implikasi terhadap Pengelolaan Kawasan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Taman Nasional Bentuang Karimun. Pontianak (13-14 November). 1997. Nested Disputes: Promoting A Structural Mediation Process for the Punan in Bentuang Karimun National Park, West Kalimantan, dalam Conflict and Collaboration in Community Management of Forest Lands (J. Fox, L. Fischer, dan C. Cook, ed.), hlm. 136-152. Honolulu, Hawaixyi: East-West Center. 1997. Incorporating Socio-cultural Assessment and Structural Participation into Betung Kerihun National Park: An Expedition Report on the Iban and Tamambaloh in Embaloh Region, West Kalimantan. Laporan ekspedisi untuk ITTO-Yayasan WWF Indonesia. 1997. Dekat dengan Hutan, Jauh dari Kekuasaan: Marjinalitas Struktural Orang Bukat dan Punan di Kalimantan Barat. Makalah disampaikan pada Kongres Nasional Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI). Jakarta (2628 Agustus). 1997. Ketika Menjadi Praktisi dan Pialang Kultural: Pengalaman dalam Tiga Proyek Kehutanan, dalam Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia (E.K.M. Masinambow, ed.), hlm. 105-125. Jakarta: Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) dan Yayasan Obor. Padoch, Chistine. 1982. Migration and Its Alternatives among the Iban of Sarawak. The Hague: Martius Nijhoff dan KITLV. Rousseau, Jerome, 1974. The Social Organization of Baluy Kayan. Disertasi Doktor Antropologi pada University of Cambridge, belum diterbitkan. 1978. The Kayan, dalam Essays on Borneo Societies (Victor T. King, ed.), Hull Monographs on Southeast Asia No. 7, hlm. 78-91. Hull: Oxford University Press. Sellato, Bernard J.L. 1994. Nomads of the Borneo Rainforest: The Economics, Politics, and Ideology of Settling Down. Honolulu: University of Hawaixyi Press.

148

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Sutlive, Vinson H. 1992. The Iban of Sarawak: Chronicle of a Vanishing World. Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co. and Waveland Press. Uljee, G.L. 1925. Handboek voor de Residentie Westerafdeling van Borneo [Buku Pegangan bagi Keresidenan Kalimantan Bagian Barat]. Weltervreden: Visser. Wariso, RAM. 1971. Suku Daya Punan: Sebuah Laporan Survey Sosial di Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Laporan penelitian untuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura dan Departemen Sosial. Pontianak.

149

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Jaringan Perdagangan Gaharu Dan Sarang Burung, Pemasukan Daerah Dan Kaitannya Dengan Keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Izefri Caniago Abstrak Kegiatan ini betujuan untuk mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, konfliks, lokasi, pengelolaan, praktek pengumpulan sumber daya hutan terutama gaharu dan sarang burung walet di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun serta mengkaji jaringan pemasarannya dan kemungkinan budidaya kedua sumber daya alam tersebut. Pemakaian kedua sumber daya alam ini dilakukan oleh penduduk baik yang berasal dari daerah setempat maupun yang berasal dari daerah lain. Pemasaran gaharu dan sarang burung walet sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dari para pelaku kegiatan. Produksi sarang burung walet yang terus menurun di daerah Tanjung Lokang, tempat yang dijadikan studi kasus, merupakan salah satu akibat dari sistim sosial ekonomi yang berjalan. Untuk melakukan kegiatan pengumpulan hasil hutan bukan kayu yang berkesinambungan seperti kedua sumber daya alam ini, bantuan dari semua pihak, baik pengumpul/petani, pedagang dan pihak pemerintah sangat diharapkan. Diharapkan dari pengelolaan yang berkesinambungan akan berakibat positif mensinambungkan pendapatan masyarakat pengelolanya. Kalau pengelolaannya diiringi dengan budidaya yang baik, di masa yang datang akan dapt menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial. 1. Pendahuluan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) yang terletak di Kalimantan Barat adalah kawasan konservasi terbesar di daerah tersebut. Selain berbatasan dengan provinsi dan negara lain, di dalam provinsi sendiri kawasan ini berbatasan dengan berbagai kelompok ethnis dayak. Kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat yang berdiam disekitar kawasan berkaitan erat dengan hutan dan isinya yang terdapat di dalam TNBK. Hasil hutan bukan kayu berupa emas, sarang burung walet, hewan buruan, gaharu, kayu ulin dan hasil hutan lainnya, merupakan kegiatan utama untuk menunjang kehidupan mereka

150

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

sehari-hari. Seiring dengan rencana pembuatan rencana pengelolaan TNBK yang membawa misi program pembangunan yang berkelanjutan atau program pembangunan yang berlandaskan konservasi, informasi mengenai kegiatan sosial ekonomi masyarakat terutama yang berdomisili di dalam dan sekitar kawasan TNBK dirasakan sebagai suatu kebutuhan penting. Dua jenis komoditi hasil hutan bukan kayu yang utama, gaharu dan sarang burung walet, diambil studi kasus dalam kegiatan ini sebagai langkah awal untuk melihat kemungkinan budidaya dan kesinambungan sumber daya kedua hasil hutan tersebut. Tujuan dari kegiatan ini untuk mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi, konfliks, lokasi, pengelolaan, praktik pengumpulan sumber daya hutan terutama gaharu dan sarang burung walet di kelompok-kelompok masyarakat Dayak di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun serta mengkaji jaringan pemasarannya dan kemungkinan budidaya kedua sumber daya alam tersebut. 2. Tempat Penelitian dan Methoda Data primer di dapat dengan cara mewawancarai beberapa responden pelaku kegiatan ekonomi kedua sumber daya alam secara acak tanpa mengingat latar belakangnya. Wawancara mendalam dilakukan terhadap semua responden. Responden juga diajak untuk berdiskusi tentang kemungkinan-kemungkinan budidaya, pemecahan masalah dan kendalanya untuk mendapat hasil yang sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka. Untuk komoditi sarang bururng walet pengamatan dilakukan terhadap keadaan sekitar gua di daerah desa Bungan Jaya, baik di dalam maupun di luar gua. Dua tempat dikunjungi untuk melihat habitat dan penyebaran gaharu secara umum. Tempat pertama di hulu sungai dekat Nanga Hovat, hulu Sungai Mendalam sampai dengan ketinggian 450m dpl. Tempat kedua di daerah Sungai Bara dari ketinggian sekitar 120m sampai dengan ketinggian 1550m dpl.

151

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3. Hasil Dan Pembahasan 3.1. Gaharu 3.1.1. Daerah Asal Pencari Gaharu Masyarakat yang memanfaatkan sumber daya alam ini bukan saja berasal dari dalam atau berbatasan dengan kawasan TNBK saja, tapi juga masyarakat yang berasal dari luar kawasan. Salah satu kecamatan di Kapuas Hulu yang memproduksi pencari gaharu ini adalah Kecamatan Mandai. Desakan ekonomi merupakan alasan utama mengapa penduduk di daerah ini banyak yang bekerja sebagai pencari gaharu. Keadaan tanah yang tidak subur dan hasil pertanian yang kurang memuaskan menyebabkan mereka terpaksa bekerja sebagai pencari gaharu. Tetapi tekanan ekonomi bukan satu-satunya alasan untuk melakukan kegiatan pengumpulan hasil hutan di kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun ini. Alasan yang lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier seperti parabola, mesin speed, pakaian bagus, TV dll ditemui di daerah Desa Bungan Jaya. 3.1.2. Sistem Organisasi Pencari Gaharu Berdasarkan sistim organisasinya, ada tiga macam tipe pencari gaharu di kawasan TNBK ini. Tipe pertama, pencari gaharu yang tidak terikat dengan bos gaharu tertentu, tidak bekerja untuk siapapun dan bekerja berdasarkan modal sendiri. Pada tipe kedua, pencari gaharu hanya meminjam bahan makanan yang diperlukan untuk bekal dan untuk keluarga yang ditinggalkan selama pencarian gaharu. Biaya transportasi ke lokasi pencarian gaharu diusahakan oleh pencari gaharu sendiri. Sedangkan tipe ketiga, kebalikan dari bentuk yang pertama tadi. Pada sistim yang ketiga ini, pencari gaharu terikat secara ekonomi kepada bos gaharu dan harus menjual hasilnya kepada bos yang membiayai pencarian gaharu tersebut. 3.1.3. Kualitas dan Harga Kualitas gubal gaharu ditentukan oleh kandungan getah yang dikandung dan bentuk serta penampilannya. Harga gubal gaharu berbeda-beda pada masing-masing tingkat pembeli. Penentuan kwalitas yang lebih banyak berdasarkan pada subjektifitas masing-masing pembeli ini pada dasarnya merugikan pihak penjual (pencari gaharu). Pembeli, dengan mengharapkan keuntungan yang lebih, menilai kwalitas gaharu lebih rendah daripada

152

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kwalitas sebenarnya. Penurunan kwalitas ini juga untuk menjaga kemungkinan dalam waktu penjualan gubal gaharu di tingkat pembeli yang lebih tinggi terjadi penurunan penilaian gubal gaharu tersebut. 3.1.4. Pendapatan Rata-rata pendapatan kotor dari empat trip dari empat group pencari gaharu yang berbeda dengan mengabaikan kemampuan maing-masing pencari gaharu Rp 23.851,-. Kalau diperkirakan biaya buruh per hari di daerah ini Rp 12,500,-/hari, yang berkisar antara Rp. 10.000,- Rp 15.000,maka hasil bersih yang didapat per hari Rp 13.851,-. Hasil ini memang masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usaha lain seperti bekerja sebagai buruh harian pada HPH atau HTI. Semua hasil gaharu tersebut diatas adalah hasil kelompok dimana hasil pencarian gaharunya dijual di Putussibau. Pendapatan perorangan dalam kelompok juga ditentukan oleh kemahiran dalam menentukan kandungan gubal pohon gaharu. Saat dibandingkan dua kelompok yang berbeda kemampuan perorangannya dalam menentukan kandungan gubal gaharu, Net Financial Return yang didapat Rp. 13.690,untuk kelompok yang lebih mahir dan Rp. 9012,-. untuk kelompok yang kurang pengalamannya. Tidak dapat dipastikan apakah faktor pengalaman hanya satu-satunya faktor penentu dalam keberhasilan pendapatan atau ada faktor lain seperti densitas gaharu, lokasi pencarian, persentase keberisisan pohon gaharu yang mengandung gubal, dan faktor keberuntungan yang juga berpengaruh dalam keberhasilan pencarian gaharu ini. 3.1.5. Konfliks Konfliks yag terjadi dalam pengumpulan salah satu sumber daya alam ini umumnya terjadi antara penduduk yang tinggal berdekatan dengan lokasi pencarian gaharu dengan pencari gaharu yang berasal dari daerah lain. Penduduk yang berdekatan dengan lokasi gaharu tersebut menyatakan bahwa areal hutan yang dijadikan lokasi pencarian gaharu adalah hutan masyarakat mereka (communal property). Para pencari gaharu yang mengadakan kegiatan di daerah tersebut seharusnya minta izin kepada masyarakat setempat dan memberikan sumbangan buat kas Desa. Sedangkan dari pihak pencari gaharu sendiri menganggap bahwa gaharu yang tumbuh di hutan tersebut bukan milik siapa-siapa atau milik umum (common property).

153

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.2. Sarang Burung Walet Di daerah Tanjung Lokang sendiri, pemanenan sarang burung ini sudah berlangsung sejak tahun 1910. Harga jual yang lebih bagus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya merupakan alasan utama bertambahnya jumlah gua yang ditemukan dari tahun ke tahun. Jumlah gua di Tanjung Lokang yang ditemukan berisi sarang burung walet jumlahnya dari hanya 11 sebelum tahun 1984 meningkat menjadi 54 sampai tahun 1997. Berdasarkan jenis burung walet yang memproduksinya, ada dua jenis sarang burung yang dikoleksi di di sekitar Tanjung Lokang dan Nanga Bungan yaitu burung walet hitam (Collocalia sp.) dan burung walet putih (Collocalia fuciphaga). 3.2.1. Kepemilikan Gua Dalam hal kepemilikan gua di Desa Bungan Jaya ini, sebuah gua dapat dimiliki oleh satu orang atau lebih. Gua yang dimiliki oleh lebih dari satu orang dinamakan kongsi. Proses pemilikan gua secara kongsi ini beberapa macam. Ada yang disebabkan waktu mencari dan menemukan gua dilakukan bersama-sama. Ada juga yang disebabkan oleh si pemilik gua lama menjual kepada orang lain, pembagian harta kekayaan di dalam keluarga sendiri (warisan), bahkan ada yang disebabkan karena hutang budi atau hutang uang kepada pihak lain. Gua sarang burung walet di daerah ini oleh penduduk setempat dinilai sebagai milik umum (common property) yang dapat dicari oleh siapa saja dan dapat dimiliki oleh siapa saja yang menemukan dan menjaganya (private property). Sistim ini memberi kesempatan kepada masyarakat pendatang untuk mempunyai hak atas beberapa gua di Tanjung Lokang. Untuk mempertegas hak kepemilikan, setiap petani sarang burung yang mempunyai produksi sarang burung sama atau lebih besar dari 5 kg mempunyai surat kepemilikan yang bersegel dan ditanda tangani oleh kepala desa. 3.2.2. Penjagaan dan Tuyul Pencuri sarang burung (Tuyul) di Tanjung Lokang merupakan salah satu faktor yang mengurangi produksi sarang burung, baik secara fisik maupun secara psikologis. Ancaman utama datang dari pencuri (tuyul) yang berasal dari orang kampung sendiri. Untuk melakukan penjagaan, pemilik gua

154

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

memakai tenaga mereka sendiri, keluarga, bergantian dengan anggota kongsi atau menyewa penjaga yang berasal dari kampung lain tergantung kemampuan keuangan masing-masing. Upah untuk penjaga yang berdasarkan atas perjanjian 10:1. Dari sepuluh bagian hasil produksi, penjaga mendapat 1 bagian. Ini merupakan hasil bersih yang diterima oleh penjaga diluar biaya makan dan rokok yang ditanggung oleh pemilik gua. Sebenarnya hukum adat sendiri mengatur mengenai pencurian atas hak seseorang. Kalau ada kasus yang bersangkutan dengan sarang burung walet, diselesaikan dengan adat dulu. Kalau masalah tidak dapat diselesaikan, baru dipakai hukum negara. Tetapi walaupun demikian, kasus pencurian sarang burung tetap terjadi. Apakah ini karena adanya pihak yang mempunyai uang dan kuasa yang terlalu melibatkan diri seperti yang dilaporkan Ngo (1997) sehingga hukum tradisional dan hukum negara terabaikan belum pasti hubungannya. Hal itulah yang memaksa para pemilik menjaga guanya 24 jam sehari untuk melindungi sarang burung mereka. 3.2.3. Panen Pengelolaan masing-masing kelompok dalam memanen sarang burung tergantung dari kesepakatan masing-masing anggota kelompok. Tergantung kepada kebutuhan ekonomi anggota, keamanan gua dan saling pengertian sesama anggota. Giliran dan jangka waktu pemanenan disepakati sebelumnya diantara pemilik hak panen. 3.2.4. Harga Dibandingan dengan gubal gaharu sarang burung walet lebih jelas penentuan harganya. Penampakan fisik hasil produksi dari burung yang berlainan jenis ini jauh berbeda sehingga gampang dibedakan. Pada sarang burung walet hitam yang bernilai ekonomi hanya bagian kaki sarangnya, karena bagian daunnya sangat sedikit mengandung air liur. Di pasaran Putussibau sarang pasir ini bisa laku dijual antara Rp. 100.000,- dan Rp. 250.000,-. Sedangkan pada sarang burung walet putih seluruh bagian sarang, dari kaki hingga daunnya bernilai ekonomis karena mengandung kadar air liur yang tinggi. Alasan kedua, perbedaan harga (pada sarang burung walet putih) hanya berdasarkan bentuk sarang. Secara umum, bentuk sarang dibagi atas tiga bagian: kaki, setengah, dan penuh. Kaki adalah bagian sarang yang dibuat oleh induk walet yang merupakan dasar dari pembentukan daun. Setengah, adalah sarang burung yang sudah mempunyai daun tapi belum sempurna pembentukannya. Sedangkan penuh adalah sarang burung yang sudah sempurna, pada fase ini burung walet sudah siap

155

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

untuk bertelur. 3.2.5. Produksi Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan pada 29 lokasi gua (67%), mean produksi sarang burung di Tanjung Lokang dari tahun 1984 pada dasarnya terus menurun dari tahun ketahun. Pada tahun 1988 memang terjadi pelonjakan
Gambar 1. Produksi Sarang Burung Walet di Tanjung Lokang 12.0 10.0 Kilogram 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 70 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97

Series1

produksi yang tinggi karena ditemukannya beberapa buah gua (n=8) pada tahun 1987 terutama dua buah lokasi yang kapasitas produksinya sangat tinggi dibandingkan dengan gua-gua lainnya di Tanjung Lokang. Dua buah gua yang dimaksud adalah gua kepunyaan Pak Lacik, kepala dusun Nanga Bungan yang masing-masing hasil panennya 30 kg dan 46 kg. Tapi sejak tahun 1989 grafik mean produksi di Tanjung Lokang kembali menunjukkan penurunan. Grafik sedikit menaik pada tahun 1994 dengan ditemukannya kembali beberapa buah gua (n=9) yang berkapasitas produksi kecil pada tahun 1992/1993. Ada dua macam alasan teknis turunnya produksi sarang burung walet di Tanjung Lokang ini. Pertama, diasumsikan berkurangnya jumlah individual burung yang berada pada masing-masing gua. Walaupun ada beberapa pemilik gua yang meninggalkan beberapa sarang waktu panen (tomoku38),
38 Pada suatu kasus gua yang hanya dimiliki oleh satu orang ditemukan data yang menarik. Pada sampel nomor 6 di tabel # dapat dilihat bahwa jumlah produksi kembali ke seperti semula setelah dilakukan tomoku atas lokasi gua tersebut. Informasi awal ini bisa dijadikan sumber refferensi untuk rencana pemanenan yang berkelanjutan selanjutnya.

156

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tapi secara keseluruhan diasumsikan jumlah burung muda yang lahir tidak seimbang dengan tingkat kematian induk burung walet yang tua. Asumsi kedua mengapa produksi sarang burung walet di Tanjung Lokang berkurang, karena disebabkan berat sarang burung per satuan berkurang karena belum cukupnya waktu yang diperlukan oleh induk walet untuk membuat sarang yang sempurna. 3.2.6. Analisa Ekonomi 3.2.6.1. Methoda Analisa ekonomi produksi sarang burung walet di Tanjung Lokang ini dilakukan berdasarkan produksi yang dihasilkan oleh tiap-tiap lokasi gua, harga jual rata-rata per kg, biaya yang dikeluarkan oleh pemilik gua dari mulai penjagaan sampai pemanenan, dan daily capital cost (biaya modal harian) selama waktu tersebut. Pendapatan kotor didapat dengan mengalikan jumlah produksi dengan harga pasaran yang berlaku di Tanjung Lokang pada tahun 1997 yaitu Rp. 700.000,-./kg. Biaya penjagaan gua selama satu bulan Rp.500.000, sedangkan biaya modal harian Rp. 12.500,. Net Financial Return (NFR) dihitung dari pendapatan kotor dikurangi biaya yang dikeluarkan oleh pemilik gua dan biaya modal harian. Penghasilan kotor pemilik gua walet di Tanjung Lokang mean-nya Rp.3.665.232,-. per tahun. Itu kalau diperhitungkan jumlah panen rata-rata 4,5 kali per tahun (berkisar antara 4-5 kali). Kalau dihitung per bulannya maka penghasilan kotor yang didapat tiap pemilik gua adalah sekitar Rp. 305.436.-. Suatu jumlah yang bisa dikatakan tidak tinggi untuk ukuran tingkat pengeluaran di daerah ini. Setelah dikurangi dengan biaya penjagaan yang bisa mencapai Rp. 500.000,-. per bulan maka mean pendapatan bersih yang didapat yaitu Rp. 1.598.027,-. per tahun atau Rp.133.169,-. per bulan. Dari 43 sample yang diambil dua lokasi sarang burung yang memproduksi sama atau kurang dari 1,2 kg per panen memberikan hasil yang negatif atau dengan kata lain, pemilik gua mengalami kerugian. Mean NFR per tahun (n=43) Rp. 553.343,-. Per tahun atau Rp. 46.111,-. Per bulan. NFR yang positif, 33% (n=14), hanya ditemukan pada pemilik gua yang mempunyai produksi besar dari 3 kg sarang burung per panen. Sebanyak 67% (n=29) dari 43 sample yang diambil mempunyai nilai NFR yang negatif.. Dengan kata lain: usaha sarang burung di Tanjung Lokang ini secara ekonomis tidak memberi keuntungan.

157

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.2.6.2. Kesinambungan Panen (Suistainable Harvesing) Kesinambungan panen (sustainable harvesting) dari sarang burung walet di daerah Tanjung Lokang di khawatirkan tidak tercapai kalau perilaku pemanenan yang sekarang tidak diubah. Jangka waktu pemanenan yang rata-rata kurang dari dua bulan sejak induk burung mulai membangun sarang tidak cukup bagi induk burung walet untuk bertelur dan menetaskan telur, apalagi untuk membesarkan anak mereka. Diperlukan waktu lebih kurang 4 bulan dari saat pembuatan sarang sampai anak burung bisa terbang. Waktu ini harus ditambah dengan waku yang diperlukan oleh burung muda untuk bisa hidup dan mencari makan sendiri. Tapi bahkan ada pemilik gua yang melakukan panen dalam waktu 1 bulan 10 hari. Cara ini malah tidak akan memberi kesempatan sama sekali bagi burung walet untuk bertelur. Walaupun begitu, pemanenan lebih cepat yang dilakukan oleh pengumpul sarang burung dari segi ekonomi memang lebih efisien. Peningkatang berat sarang burung dan nilai jualnya tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan oleh mereka. Peningkatan berat sarang burung berkurang dengan bertambahnya waktu, sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik gua berlangsung secara deret hitung. Selain itu Nugroho (1991) juga menyatakan bahwa waktu panen yang dilakukan penduduk sekarang, (kurang dari 2 bulan), memang saat yang terbaik untuk mendapat hasil panen yang berkwalitas terbaik. Penurunan hasil panen mungkin disebabkan oleh berkurangnya jumlah pasangan burung yang tinggal di gua. Jikalau hal ini berlangsung terus, tidak mustahil pada suatu saat produksi sarang burung akan berhenti, atau dengan kata lain semua pasangan burung yang berada di dalam gua musnah karena usia. Kekhawatiran akan berkurangnya sarang burung dari panen ke panen diungkapkan oleh semua sample responden yang mempunyai gua atau yang mempunyai hak produksi. Namun karena khawatir sarang burung mereka lenyap diambil tuyul, pemilik gua tidak mempunyai pilihan selain memanen sarang burung mereka setelah pembentukan daun mendekati sempurna. 4. Pemasaran Gubal Gaharu Dan Sarang Burung Walet 4.1. Jaringan Pemasaran

158

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dalam perdagangan gaharu dan sarang burung walet ini sistim pasarnya sudah terbangun dari pelaku ekonomi pembeli tingkat paling bawah (pedagang pengumpul 1) sampai ke tingkat pedagang pengumpul besar di Singapura. Antara pelaku ekonomi tingkat paling bawah (pencari gaharu dan pemilik sarang burung walet) dan pedagang pengumpul I kadangkala ditambah lagi dengan pedagang perantara resmi maupun tidak resmi. Diantara pedagang-pedagang inipun sudah terjalin suatu perjanjian yang tidak tertulis untuk tidak saling menyikut atau mencampuri pasar masingmasing. Pada pasar gubal gaharu lebih spesifik untuk tidak menerima hasil penarian gaharu dari pencari gaharu yang berusaha lari dari kewajibannya, menyerahkan hasil pencarian dan membayar biaya pencarian (makanan dan uang kontan). Selain jalur perdagangan resmi yang harus diikuti oleh pelaku ekonomi gubal gaharu dan sarang burung walet ini, mereka juga harus melalui jalur khusus yang berada di antara mata rantai-mata rantai pelaku ekonomi tersebut. Agak sulit memberi nama kepada pelaku ekonomi khusus ini. Fungsinya yang kadang hanya meminta bagian dari hasil transaksi dagang antara pencari gaharu/sarang burung dan pembeli I lebih berfungsi sebagai preman daripada calo. Pada gambar 9 calo hanya di gambarkan pada posisi antara pencari gahari/walet dan pedagang pengumpul menengah di Putussibau, karena calo pada tingkat inilah yang paling berpengaruh terhadap pencari gaharu/walet dan pedagang pengumpul kecil. Calo yang beraksi di antara mata rantai pelaku ekonomi selanjutnya tidak digambarkan disini. Gambar 2. Jaringan Pemasaran Gubal Gaharu dan Sarang Burung Walet.

Pedagang Internasional Pedagang Besar Pedagang Pengumpul Menengah Calo

1. Mandor 2.. Pedagang Pengumpul Kecil Pencari Gaharu/Walet


159

Pencari gaharu/walet

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Jaringan pasar yang solid ini membuat pencari gaharu/walet tidak mempunyai pilihan lain atau mengalami kesulitan untuk mencoba keluar dari sistim pasar yang sudah ada. Kalau ada yang mencoba untuk menjual hasil gaharu mereka ke pada pedagang lain, dengan mengharapkan hasil jual yang lebih baik, mereka biasanya dipermainkan. Lebih sering mereka terpaksa menjualnya dengan harga yang jauh lebih rendah daripada harga sebenarnya. 4.2. Praktek Perdagangan Sarang Burung Walet di Tanjung Lokang Antara pemilik gua dan pedagang sarang burung walet di Tanjung Lokang sudah ada perjanjian untuk tidak membeli sarang burung hasil curian. Pedagang diwajibkan mencatat semua hasil pembelian sarang burung, lengkap dengan nama dan jumlah sarang burung yang dijual. Berdasarkan catatan ini diharapkan pencuri sarang burung yang beraksi dapat diketahui39. Walaupun belum pasti dapat menghentikan pencurian sarang burung secara total, tetapi hal ini sekurang-kurangnya dapat menyulitkan tuyul untuk menjual hasil curiannya, terutama untuk hasil curian yang hanya beberapa ons. 5. Pengelolaan Gaharu Pelarangan pencarian gaharu di kawasan Taman Nasional dalam saat sekarang sulit dilakukan, terutama karena belum adanya alternatif kegiatan ekonomi untuk para pencari gaharu dalam bentuk lain. Hal ini lebih sulit dilakukan terutama pada daerah yang tradisi berburu dan meramunya masih sangat kuat (Bukat dan Penan). Status kepemilikan pohon gaharu yang berada di dalam kawasan Taman Nasional juga merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh pengelola Taman Nasional. Menurut peraturan pemerintah, pohon gaharu yang tumbuh di areal kawasan adalah milik negara (state property-dalam hal ini taman nasional) tetapi menurut pandangan pencari gaharu pohon gaharu merupakan milik umum (common
39 Saat diwawancarai pedagang pembeli mengaku mengikuti peraturan tersebut. Tapi dari informasi beberapa orang pemilik gua dan dari catatan penjualan pedagang pembeli yang sempat dilihat, ada kemungkinan dia menerima barang jualan yang tidak diketahui asalnya. Ada tiga transaksi yang tidak mempunyai nama penjualnya pada buku catatan penjualannya pada bulan Desember 1996. Waktu dikonfirmasikan, dia mengatakan bahwa yang menjualnya orang dari Kaltim. Yang agak sulit dipercayai disini mengapa orang dari Kaltim mau membawa sarang burung yang jumlahnya cuma 1 kg jauh-jauh ke Kalbar?

160

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

property) atau milik masyarakat lokal (communal property) yang boleh di ambil oleh siapa saja. Ada beberapa pilihan untuk mengelola pencarian gaharu sebelum pilihan pelarangan secara pencarian gaharu di dalam Taman Nasional dilakukan. Pilihan dibawah ini dibuat berdasarkan pertimbangan kelangsungan mata pencarian para pencari gaharu: 1. Untuk menjaga supaya pohon Aquilaria spp yang memproduksi gubal gaharu ini dapat terus beregenerasi secara berkesinambungan, sebaiknya produksi gubal gaharu pada suatu daerah dibatasi (quota). Informasi yang akurat mengenai penyebaran gaharu dan regenerasinya sangat diperlukan dalam hal ini. 2. Pembuatan areal pencarian gaharu untuk masing-masing kelompok, baik berdasarkan hukum tradisional setempat ataupun hukum negara perlu dipertimbangkan. Dengan adanya batas daerah kerja dari masingmasing pencari gaharu, quota yang akan ditentukan menjadi lebih mudah. 3. Walaupun pada sebagian masyarakat sudah ada kepedulian terhadap kelestarian dan kesinambungan hasil hutan, penyuluhan dari pihak pengelola Taman Nasional tetap mutlak diperlukan mengingat perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat sendiri. Terutama tentang kemungkinan musnahnya spesies pohon penghasil gaharu kalau di produksi melewati batas ambang batas produksi optimum. 5.1. Budidaya Secara teknis teori memang memungkinkan untuk membudidayakan pohon gaharu, seperti yang dilakukan penduduk di Desa Nanga Kalis dan Desa Pinjawan. Tapi tetap diperlukan penelitian yang lebih lanjut tentang proses gubalisasinya sebelum mengambil keputusan program implementasi. Karena pada implementasi program tersebut kepercayan masyarakat terhadap pengelola Taman Nasional akan diuji. Kendala yang dihadapi dalam budidaya gaharu bukan saja dari segi ekologinya tapi juga dari segi sosialnya. Pencari gaharu yang terlibat dalam wilayah Taman Nasional Bentuang Karimun kebanyakan bukan berasal dari penduduk yang mendiami areal di dalam atau di sekitar Taman Nasional. Desa Nanga Kalis adalah salah satu produsen pencari gaharu yang paling besar dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Alasan utama mereka melakukan pencarian gaharu karena tekanan ekonomi. Usaha untuk

161

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

meningkatkan ekonomi masyarakat disekitar daerah ini dapat dikonsentrasikan ke komoditi lain, seperti tanaman pertanian jangka pendek. Budidaya gaharu kalau diterapkan di daerah seperti Nanga Kalis tingkat efektifitas dan efisiensinya mungkin rendah dibandingkan kalau mengadakan budidaya di habitat aslinya. Jenis tanah yang berbeda merupakan salah satu faktor kendala dalam hal ini. Tapi seperti yang disebutkan sebelumnya, masalah teknis budidaya bukan faktor kendala yang terbesar. Yang paling penting disini adalah kemauan dari masyarakat untuk membudidayakannya sudah ada, tinggal bagaimana mengarahkannya. Walaupun dampak ekologi dari proses pemanenan gaharu secara tradisioal terhadap kawasan secara keseluruhan kecil karena jumlah pohon dan biomasa yang diambil per area kecil namun dampaknya terhadap jenis pohon gaharu sendiri sangat berbahaya (Paoli, 1997). Hal ini membutuhkan penanganan lebih lanjut dari pengelola kawasan untuk konservasi spesies penghasil gaharu di Taman Nasional Bentuang Karimun. Untuk melindungi para pencari gaharu, beberapa tindakan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah40 dalam perdagangan gubal gaharu: Diperlukan standarisasi kriteria penentuan kwalitas gaharu supaya penjual (terutama pencari gaharu) tidak dipermainkan dalam proses penjualan. Standarisasi kwalitas gaharu sendiri dapat dilakukan dengan jalan panduan tertulis yang menyebutkan ciri/tanda fisik pada masingmasing tingkat kualitas. Menambah pengetahuan para pencari gaharu, terutama bagi yang belum berpengalaman, tentang penentuan kwalitas gaharu untuk mencegah permainan harga oleh pedagang pembeli. Informasi yang benar mengenai harga pasar. Suatu organisasi masyarakat yang kuat dan kompak diperlukan untuk menghadapi tekanan dari pihak luar, terutama dalam perdagangan gaharu. Suatu kerjasama (secara formal atau hanya koordinasi) antara seluruh pencari gaharu mutlak diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan menghindari permainan licik dari bos gaharu. Untuk mencapai hal tersebut bantuan dari pemerintah dan pihak yang peduli sangat diperlukan.

40 Saran diatas ini dengan catatan pencarian gaharu di dalam kawasan Taman Nasional telah disetujui oleh pihak pengelola kawasan dengan pertimbangan-pertimbangan: dapat dilaksanakan dengan berkelanjutan dan bermanfaat secara ekonomi terhadap masyarakat dan pemerintah daerah.

162

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

6. Pengelolaan Sarang Burung Walet Masalah yang dihadapi untuk panen kesinambungan, dengan menjaga hasil panen yang berkwalitas, mau tidak mau masyarakat harus melakukan pola pengelolaan yang berbeda dari sistim sekarang. Ada beberapa opsi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Opsi-opsi dan kemungkinan-kemungkinannya dijabarkan seperti yang dibawah ini: Walaupun ada disebutkan dalam PERDA No. 3 Kabupaten Kapuas Hulu, dan tim dari kecamatan pernah turung ke Tanjung Lokang serta pembimbing IDT yang memberikan penjelasan terhadap pemeliharaan dan kesinambungan produksi dari sarang burung, tetap diperlukan sebuah lembaga yang yang dapat memberikan pembinaan yang lebih serius dan lebih intensif. Penyuluhan berupa pentingnya kesinambungan dari hidup burung (species conservation) dan kesinambungan produksi (sustainable harvest) yang berdampak kepada kesinambungan sumber ekonomi (sustainable economic source) terhadap masyarakat perlu di tingkatkan pengertiannya. Kesinambungan semua ini sangat berarti bagi rencana pengelolaan mintakat penyangga (buffer zone) TNBK. Dikhawatirkan kalau berhentinya produksi sarang burung yang disebabkan oleh musnahnya burung walet di daerah ini akan mendorong masyarakat untuk melakukan usaha yang lebih berbahaya bagi lingkungan seperti mencari emas (PETI) yang lebih intensif di daerah hulu S. Bungan dan hulu S. Kapuas. Dari segi ekologi sendiri, dikhawatirkan punahnya jenis burung walet ini akan menyebabkan timbulnya serangan hebat (outbreak) dari species serangga yang biasa dimakan oleh burung ini. Serangan dapat berupa ancaman terhadap tanaman pertanian atau species tumbuhan yang ada di kawasan TNBK. Konservasi spesies tanpa konservasi habitat adalah suatu hal yang mustahil. Petunjuk yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu lewat PERDA No. 3 sudah jelas melarang pemilik gua untuk membuka hutan yang ada di sekitar gua. Kepada pemilik gua sebaiknya juga disarankan untuk tidak merusak bagian dalam gua (ornamen dan permukaan gua) seperti yang teramati. Kerusakan habitat burung walet, dalam hal ini gua kapur, tidak saja berakibat langsung terhadap produksi sarang burung, tetapi juga terhadap potensi ekowisata, kehidupan spesies lainnya yang ada di dalam gua, dan daur hidrologi gua. Penyuluhan terhadap pentingnya untuk memberikan kesempatan pada pasangan burung yang berada dalam gua mereka beregenerasi memerlukan strategi tersendiri. Melalui pemerintah daerah dan pihak pengelola Taman

163

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Nasional, para pemilik gua bisa diharapkan untuk minimal sekali setahun membiarkan burung walet mereka beregenarasi. Pemilik gua yang tidak mengikuti peraturan ini dapat di ancam dengan memakai konsep UU Lingkungan Hidup No. 4/1982, tentang tindakan yang mengancam kelestarian satwa. Selanjutnya, untuk setiap kali panen, tidak semua sarang dipanen, atau melakukan perlakuan Tomoku. Untuk mencapai point di atas tersebut, beberapa pendekatan dapat dilakukan. Pertama, memperkuat tatanan sosial masyarakat Tanjung Lokang sendiri. Kedua, menerapkan peraturan yang telah disepakati oleh masyarakat terhadap tata niaga jual beli sarang burung antara penjual dan pedagang di daerah mereka. Tanpa kerjasama dari pihak pedagang, usaha untuk mengontrol keadaan ini akan sia-sia. 6.1. Budidaya Burung Walet Ada beberapa kemungkinan untuk pembudidayaan sarang burung walet di daerah T. Lokang ini: Opsi 1. Cara yang paling aman dan pasti dijamin keberhasilannya adalah dengan membiarkan pasangan burung walet untuk melakukan regenerasi secara alami. Cara ini paling baik dipilih dengan pertimbangan masih belum banyak informasi mengenai ekologi burung walet di daerah ini. Logikanya, kalau jumlah produksi menaik, ekonomi pemilik gua juga akan lebih baik. Dengan membaiknya ekonomi, pendidikan dan kesadaran akan pentingnya untuk membiarkan pasangan burung untuk beregenerasi akan meningkat pula. Kalau hal ini dilakukan terus menerus, populasi burung akan meningkat terus. Dengan adanya peningkatan populasi burung, kemungkinan beberapa gua kosong yang ada disekitar Tanjung Lokang akan diisi oleh komunitas baru. Kendala: Kendala yang utama berasal dari ancaman pencuri sarang burung baik yang berasal dari luar maupun yang berasal dari dalam kampung sendiri. Kendala kedua adalah pada gua yang kepemilikannya lebih dari satu orang. Perbedaan persepsi dan kepentingan menyebabkan anggota kongsi tidak mempunyai kata sepakat dalam pengelolaan gua yang dimiliki bersama tersebut. Kendala lain

164

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

berasal dari tekanan ekonomi. Tekanan ekonomi bisa berupa keperluan terhadap uang kontan untuk membeli keperluan sehari-hari atau untuk membayar hutang dari barang-barang yang sudah diambil sebelumnya dari tengkulak. Solusi: Pengamanan gua dari pencurian dapat dilakukan dari dua aspek, fisik dan nonfisik. Secara fisik dapat dibuat pagar besi bergembok di mulut gua seperti yang dilakukan di daerah Kalimantan Timur. Tetapi karena struktur gua berbedabeda, masalahnya jadi tidak sederhana. Keadaan di dalam gua yang ruangnya saling berhubungan dengan ruangan lain, baik kepunyaan orang lain maupun yang tidak ada isinya, agak menyulitkan untuk membuat pagar di setiap lubang masuk (mulut gua). Biaya yang dikeluarkan akan menjadi terlalu banyak dan tidak efisien. Perlakuan ini hanya bisa dilakukan terhadap gua yang hanya mempunyai satu lubang masuk. Solusi non-fisik dilakukan dalam bentuk perbaikan tatanan sosial dalam masyarakat sendiri. Pengamanan gua secara fisik lainnya dilakukan oleh beberapa pemilik gua yang berinisiatif membuat perangkap di dalam gua. Perangkap yang dibuat ada yang berbentuk paku-paku yang ditanam di lantai gua atau lubang jebakan. Opsi 2. Burung walet hitam yang hidup bersama dalam gua dapat digunakan sebagai penetas telur burung walet putih. Waktu pemanenan yang dilakukan sekarang (1 1/2 bulan sampai 2 bulan) umumnya telah memberi kesempatan pasangan burung untuk bertelur. Telur burung walet putih yang sudah ada dapat diletakkan pada sarang burung walet hitam. Ada beberapa keuntungan dari opsi ini dibandingkan dengan opsi berikut (no.3). Anak burung yang baru lahir lebih mudah untuk memasuki tahapan selanjutnya dalam perkembangan hidup mereka. Induk pengeram mereka dapat melakukan peran pengganti induk genetis dalam pemberian makanan sampai anak baru bisa mencari makanan sendiri. Dari segi biaya, opsi ini juga bisa lebih murah dibandingkan dengan opsi no. 3. Kendala: Walaupun pada dulunya sarang burung walet hitam ini tidak diproduksi karena harga jual yang sangat rendah (Rp. 40.000,-/kg untuk kaki), tapi sejak tahun 1994 beberapa penduduk sudah mengambil sarang burung ini.

165

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ada responden yang pernah mencoba opsi ini menyatakan pernah mencoba menukar telur burung walet putih dengan burung walet hitam, tapi induk baru mereka tidak mau mengeraminya. Opsi 3. Perbanyakan anak burung walet dengan mengggunakan mesin penetas merupakan pilihan lain seperti yang dilakukan pada penetasan buatan ayam. Opsi ini dipilih kalau opsi 1 dan 2 tidak memungkinkan untuk dilakukan, disebabkan oleh terlalu sedikitnya produksi sarang burung walet dibandingkan dengan kebutuhan ekonomi pemilik gua yang harus dipenuhi. Kendala dari opsi ini yang pertama memerlukan waktu dan tenaga yang sangat besar serta biaya tinggi. Opsi 4. Pembuatan gua artifisial seperti yang sudah dilaksanakan di daerah lain merupakan opsi lanjutan dalam pengelolaan sarang burung walet ini. Terutama setelah jumlah pasangan burung walet berlimpah karena keberhasilan program 1, 2 atau 3. Pembuatan gua artifisial baru diperlukan kalau gua kosong disekitar Tanjung Lokang tidak cukup lagi menampung populasi burung walet atau tingkat ekonomi dan kesadaran masyarakat sudah cukup tinggi untuk melaksanakan opsi ini. Opsi ini dipakai terutama untuk mencegah berpindahnya pasangan burung yang dihasilkan lewat pembiakan ke daerah lain. 7. Kebijaksanaan Yang Berkaitan Dengan Pengelolaan Taman Nasional Dalam pembangunan pada umumya pihak pembangun di Indonesia menganut paradigma pembangunan yang mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui akumulasi kapital, sehingga seluruh sumberdaya dikerahkan untuk itu (Indriyo, 1997). Hal ini sangat berlawanan dengan konsep konservasi keanekaragaman hayati (Shiva, 1993). Usaha untuk memadukan kedua konsep yang berlawanan sekarang dikenal dengan Integrated Conservation and Development Program (ICDP). ICDP tidak hanya memperhatikan bagaimana mengekploitasi sumberdaya alam tetapi juga aspek konservasinya. Dengan menjalankan konsep ICDP ini, diusahakan supaya eksploitasi tesebut berjalan terus-menerus sehingga kegiatan ekonomi juga berjalan terus.

166

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Batas tingkat ekonomi atau kemakmuran yang diharapkan perlu dijabarkan dulu oleh pihak pelaksana kegiatan ICDP. Perlu juga dibuat garis pemisah sebelumnya pada konsep ini. Mana yang lebih diprioritaskan? Pembangunan atau Konservasi?. Harus ada tujuan atau komitmen bersama terlebih dulu antara pembangun (PEMDA) dan pihak Taman Nasional untuk meletakkan poin-poin yang tegas dan jelas. Banyak contoh proyek pembangunan di Indonesia yang lebih mementingkan pembangunan (baca: peningkatan ekonomi/bisnis) walaupun dari kajian ekologinya tidak layak yang bisa diambil sebagai pelajaran. Hal ini sangat penting diketahui karena daerah Tanjung Lokang, salah satu daerah yang mungkin dijadikan tempat proyek ICDP merupakan daerah yang sangat kritis terhadap kegiatan pertambangan. Ekosistim daerah kapur sepeti yang terdapat di Tanjung Lokang akan mengalami gangguan yang besar kalau kegiatan pertambangan emas atau kapur dilakukan dalam skala besar dilakukan di daerah ini. Patut dirujuk pendapat Korten (1990) yang menyatakan bahwa :kemiskinan dan kerusakan lingkungan, selain peperangan, merupakan krisis besar yang akan merenggut masa depan dunia secara sistematik karena manusia memperebutkan sumberdaya. 8. Dampak Sosial Ekonomis Dari Budidaya Sarang Burung Walet Di Tanjung Lokang Dan Kaitannya Dengan Rencana Pengelolaan Taman Nasional 1. Keberhasilan budidaya burung walet akan mengundang minat masyarakat yang berada di luar Tanjung Lokang untuk berimigrasi. Ada beberapa alasan perpindahan penduduk dari luar ke dalam Tanjung Lokang. Pertama, untuk melakukan hal yang serupa dan mencobanya pada gua-gua kosong yang tidak ada pemiliknya. Kedua, untuk menyediakan jasa dan barang. Membaiknya ekonomi akan meningkatkan daya beli materi dan jasa. 2. Kemungkinan migrasi penduduk dari daerah lain ini terutama akan terjadi pada fase-fase awal pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pada fase selanjutnya, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, generasi baru akan cenderung untuk berpindah ke daerah urban untuk mencari pendidikan formal. Dari sudut pandang pengelola daerah konservasi, memang sebaiknya jumlah penduduk yang berdiam dalam kawasan Taman Nasional ini dijaga jangan sampai meningkat drastis. Peningkatan jumlah penduduk di dalam kawasan Taman Nasional akan meningkatkan jumlah lahan yang diperlukan untuk berladang dan meningkatkan intensitas interaksi masyarakat terhadap daerah

167

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

konservasi (buffer zone dan core zone-akan dibentuk-). Walaupun ada kemungkinan bagi generasi baru Tanjung Lokang akan berdiam atau berpindah ke daerah urban, tapi untuk sama sekali meninggalkan daerah Tanjung Lokang tidak akan mungkin terjadi. Kemungkinan yang terjadi adalah bertukarnya komposisi masyarakat yang mendiami Tanjung Lokang. Masyarakat asli (Penan) yang berkecukupan secara ekonomi keluar, diganti oleh masyarakat yang berfungsi sebagai penjaga dan pekerja sarang burung dan pengolah lahan yang ditinggal. Persoalan akan bertambah kalau masayarakat pengganti ini lebih bersifat petani dibandingkan dengan Penan. Pihak pembuat Rencana Pengelolaan TNBK, sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tersebut dan mempersiapkan rencana tindakan yang perlu diambil sesuai dengan garis besar pengelolaan kawasan. Rencana tindakan yang perlu disiapkan antara lain, 1. Peraturan kepemilikan gua, terutama gua-gua kosong yang banyak terdapat di Tanjung Lokang. 2. Peraturan perpindahan penduduk, terutama yang dari luar Tanjung Lokang. Untuk perpindahan penduduk karena disebabkan ikatan perkawinan mungkin perlu pertimbangan lain yang sebaiknya dibicarakan dulu antara pihak pengelola dan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan konsensus antara masyarakat dan pengelola Taman Nasional di kemudian hari sebelum ICDP dilakukan. Hak kepemilikan gua (yang masih berproduksi ataupun yang masih kosong) harus didudukkan dulu. Terutama untuk pengelola Taman Nasional, perlu ada restriksi terhadap kemungkinan arus migrasi dari tempat lain. Seandainya pemungutan Iuran Hasil Hutan (IHH) ini diberlakukan, hendaknya ada kompensasi yang diterima oleh pemilik gua atau pedagang sarang burung tersebut. Sebagai pemilik gua yang terus berada dalam kekhawatiran hilangnya sarang burung mereka dari incaran tuyul yang bergentayangan, pemerintah sebagai pihak yang berwenang bekerjasama dengan pihak kepolisian harus menjamin keamanan gua-gua. Sistim pasar yang dikuasai oleh satu perusahaan (monopoli) dan tertutup yang berlangsung sekarang ini, sebaiknya dirubah menjadi sistim pasar yang lebih terbuka dan lebih kompetitif. Bentuk pemasaran sarang burung walet yang lebih menguntungkan kepada petani dan pemerintah daerah dapat dibuat dalam bentuk sistim pelelangan. Dalam bentuk pasar lelang,

168

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

pemerintah akan dapat memberi standarisasi harga kepada kedua hasil hutan ini. Disamping petani tidak lagi (atau mengurangi) dapat dipermainkan oleh calo atau pedagangnya sendiri, harga yang didapat bisa juga lebih tinggi karena jalur pemasaran yang birokratis (calo, preman, tingkatan pelaku ekonomi) sudah dipangkas menjadi hanya penjual dan pembeli saja. Pemerintah disini hanya berperan sebagai perantara yang menyediakan tempat untuk melaksanakan pelelangan dan mengawasi jalannya pelelangan. Dari pengawasan ini pemerintah daerah juga dapat mengawasi jumlah produksi yang pasti dari daerahnya, sehingga pajak yang ditarik dari masyarakat lebih representatif. Untuk menekan biaya transportasi, pencari gaharu dan pemilik sarang burung walet dapat menunjuk perwakilan saja yang membawa hasil usaha mereka ke pasar lelang. Untuk saat ini hal seperti tersebut sudah dilaksanakan sebagian oleh pencari gaharu di Nanga Bungan dengan mewakilkan pejualan hasil gaharu mereka kepada salah seorang pencari gaharu yang lebih tahu mengenai perbedaan kwalitas gubal gaharu dan harganya. 9. Kesimpulan Dan Saran Potensi Taman Nasional Bentuang Karimun dalam kaitannya dengan produksi gubal gaharu masih besar, terutama karena masih banyaknya daerah-daerah yang belum dijamah oleh pencari gaharu. Walaupun demikian, untuk kesinambungan jenis-jenis penghasil gubal gaharu ini, budidaya pohon gaharu ini sangat disarankan karena potensi pengembangannya juga tinggi. Harga yang sangat pantas dan keuntungan yang diperoleh dari budidaya gaharu dapat menjadi sumber ekonomi bagi pencari gaharu khususnya dan masyarakat di dalam dan disekitar kawasan TNBK umumnya. Disamping bermanfaat secara ekonomi untuk masyarakat, budidaya gaharu juga memudahkan pekerjaan pengawasan Taman Nasional dengan beralihnya kegiatan masyarakat dari penjelajah Taman Nasional menjadi petani gaharu. Usaha pengelolaan sarang burung walet secara tradisional di daerah Tanjung Lokang secara ekonomis tidak memberikan keuntungan kepada pemilik gua di sana, terutama bagi gua-gua yang produksi sarang burungnya dibawah 3 kg. Padahal sebagian besar (67%) gua-gua di daerah ini menghasilkan sarang burung dibawah 3 kg. Walaupun demikian, sarang burung walet sangat berpotensi untuk dikembangkan di daerah ini. Walaupun secara teknis teori budidaya (sarang) burung walet lebih mudah

169

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dilakukan dengan mengambil pelajaran dari kegiatan-kegiatan yang sudah banyak dilakukan di Indonesia dan Malaysia, dari segi kajian keadaan sosial lebih susah dilaksanakan dibandingkan dengan budidaya gaharu. Diperlukan strategi khusus, perhatian dan waktu yang lebih lama untuk proses awal implementasi program. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan kedua komoditi kedua sumber daya hutan ini selain hal yang disebutkan diatas adalah jaringan pemasarannya. Namun dengan bantuan pemerintah daerah dan pihak yang terkait (pengawas) dipastikan kendala ini bukan merupakan halangan yang berarti dalam pengembangannya dikemudian hari. Program budidaya gaharu dan (sarang) burung walet di dalam dan di sekitar kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun sangat disarankan untuk dilaksanakan dalam pengelolaan kawasan ini. Terutama untuk komoditi sarang burung walet, dimana keadaan kesinambungan hasilnya sangat mengkhawatirkan. Dari model regresi sederhana yang dijalankan, diperkirakan burung walet akan lenyap dari daerah Tanjung Lokang pada tahun 2018 kalau situasi sosial, kebijaksanaan dan teknis sekarang tidak berubah. Keberhasilan dari budidaya sumber daya alam asli daerah ini, diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, pemerintah daerah, dan melestarikan kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun sendiri.

Daftar Pustaka --------, 1996. Laporan: Pemetaan partisipatif dusun Nanga Bungan dan Tanjung Lokang Desa Bungan Jaya Kecamatan Puussibau Kabuaten Kapuas Hulu. PPSDAK Pancur Kasih WWF TNBK. --------. 1996. Budidaya dan Produksi Gaharu. Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram. Indonesia. Korten, David. 1990. Getting the 21th Century. Voluntary Action and Global Agenda. Ngo, M. 1996. Etnografi pengelolaan sumber daya alam masyarakat

170

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dayak di dalam dan sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat: Beberapa implikasi terhadap pengelolan kawasan. Makalah Lokakarya WWF-IP TNBK, ITTO dan Departemen Kehutanan. Pontianak. Paoli, G.D., Peart, D.R., Leighton, M.L., Samsoedin, I. In prep. The non-timber forest product gaharu wood (Aqualaria malaccensis) in Gunung Palung National Park, Indonesia: I. Population ecology and the impact extraction. Paper draft.

171

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pengetahuan Tradisional Dan Etnoekologi Masyarakat Dayak Di Sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat Supardiyono - Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia Herwasono Soedjito - WWF Indoensia - TNBK Abstrak Masyarakat etnik Dayak dikenal mempunyai pengetahuan yang ramah lingkungan dalam memanfaatkan sumberdaya hutan dan satuan lansekap di sekitarnya. Untuk mengkaji interaksi antara manusia dan hutan ini dilakukan studi di lima dusun yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun yaitu Dusun Sadap (etnik Dayak Iban), Sungai Ulu Palin (etnik Dayak Tamambaloh), Nanga Potan (etnik Dayak Kantu'), Along Hovat (etnik Dayak Bukat), dan Nanga Bungan (etnik Dayak Punan). Penggalian pengetahuan masyarakat dilakukan melalui metoda wawancara dan partisipasi langsung, sedangkan pendataan kuantitatif aspek biologi dan etnobotaninya digunakan metode petak kuwadrat. Petak cuplikan masingmasing berukuran 20 X 50 meter yang mewakili berbagai tahapan lansekap yang dimanfaatkan masyarakat. Masyarakat di kelima dusun ternyata masih mempraktekan perladangan daur ulang dan tetap mempertahankan konsep-konsep berladang dari nenek moyangnya. Dalam memanfaatkan satuan-satuan lansekap sedikit bervariasi tergantung dari kelompok etniknya. Telah diidentifikasi tidak kurang dari 315 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 183 marga dan 72 suku yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. 1. Pendahuluan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) secara tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya sebagai sumber penghidupan terutama hasil hutannya. Masyarakat yang tinggal di sekitar TNBK terdiri atas beberapa kelompok etnik Dayak yaitu Dayak Iban, Tamambaloh, Kantu', Bukat, dan Punan. Pada umumnya masyarakat ini bermatapencaharian peladang daur ulang, berburu, pengumpul hasil hutan,

172

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dan beberapa mengambil hasil hutan secara komersial (Soedjito, 1996a). Di kawasan Asia Tenggara hal seperti banyak dijumpai, dimana kehidupan masyarakat tradisional masih berhubungan erat dengan alam sekitarnya yang tercermin dari kegiatannya sebagai pengumpul, berburu, dan peramu (Whitmore 1984). Masyarakat Dayak Kalimantan Timur dikenal sangat paham bagaimana mengatur dan memanfaatkan tataruang (lansekap) dimana mereka bermukim (Soedjito & Kartawinata 1987). Praktik perladangan daur ulang menuntut peladang untuk memahami sistem ekologi hutan tropik yang umumnya tumbuh di tanah yang miskin hara. Dari pengalaman nenek moyangnya, masyarakat Dayak Kenyah mengetahui kapan mereka boleh membuka kembali lahan hutan sekunder yang kesuburan tanahnya telah terrehabilitasi. Tingkat kesuburan tanah ditera melalui indikator tumbuhan dan atau warna tanah. Sistem perladangan daur ulang sangat memperhatikan masa bera untuk rehabilitasi kesuburan lahannya. Sebenarnya, pembukaan hutan untuk lahan perladangan daur ulang ini mirip fenomena yang sering terjadi di alam yaitu terjadinya rumpang di dalam hutan tropis yang sangat dinamis (Soedjito & Kartawinata 1987, Soedjito & Pickett 1995). Budaya masyarakat tradisional Dayak Kalimantan Barat pun memandang hutan sebagai bagian dari hidupnya. Hutan bermanfaat secara sosial, ekonomi, bahkan terkait dengan religi. Oleh karena itu, Zakaria (1994) mengatakan bahwa masyarakat tradisional umumnya mempunyai pengetahuan kebudayaan yang berhubungan dengan model pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam hayati secara lestari. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pemanfaatan secara langsung seperti digunakan sebagai bahan kontruksi dan industri, sumber makanan dan obat-obatan, serta manfaat tak langsung untuk meningkatkan tehnologi dan ketrampilan (Prance et al 1987, Phillips & Gentry 1993a, 1993b, Phillips et al. 1994). Untuk melihat pengetahuan tradisional dan etnoekologi masyarakat Dayak Kalimantan Barat dalam memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan dan lansekap di lingkungannya dilakukan penelitian di sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun, Kabupaten Kapuas Hulu.

173

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2. Cara Kerja Penelitian ini menggunakan metoda partisipasi langsung di lapangan. Informasi kualitatif tentang pengetahuan masyarakat digali melalui wawancara langsung dengan penduduk yang meliputi keterangan praktik perladangan, kelembagaannya, serta pemanfaatan flora dan fauna di sekitarnya. Informasi kuantitatif yang meliputi struktur dan komposisi jenis di lansekap hutan, bekas ladang, ladang aktif, pekarangan di sekitar dusun dicuplik dengan menggunakan metoda kuadrat. Setiap spesimen bukti tumbuhan dicatat nama jenis, nama lokal, dan manfaatnya bagi masyarakat setempat, lalu dibuat herbariumnya. Herbarium spesimen bukti diproses dan diidentifikasi di Herbarium Bogoriense - LIPI, Bogor. Petak cuplikan dibuat untuk setiap bentuk lansekap dan tahapan suksesi di kelima dusun yang diteliti. Petak kuadrat berukuran 20 X 50 meter yang dibagi menjadi 10 anak petak dengan ukuran 10 X 10 meter. Tumbuhan yang terdapat didalam petak didata jenis dan jumlahnya dengan kategori tingkat pohon (berdiameter 10 cm), tingkat belta (berdiameter 2 - 10 cm), dan tingkat semai (berdiameter < 2 cm). Contoh tanah setiap petak diambil secara bersistem dan kondisi fisiknya dicatat yang meliputi kelerengan dan nama tempat. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Kondisi dusun Kelima dusun yang diteliti mempunyai ciri khas bentuk dusun di daerah pedalaman Kalimantan yaitu terletak memanjang mengikuti alur sungai karena sungai merupakan sarana perhubungan utama bagi masyarakat, tak tercuali di pedalaman Kalimantan Barat. Kawasan TNBK mempunyai lima sungai yang cukup besar yaitu Sungai Embaloh, Sungai Palin, Sungai Sibau, Sungai Mendalam, dan Sungai Bungan. Kelima sungai ini mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan jalan masuk ke dalam kawasan TNBK dan di hulu sungai inilah dijumpai lima dusun tersebut. Nama dusun biasanya diambil dari nama daerah percabangan antara sungai kecil dan besar dan gambaran kondisi kelima dusun yang diteliti adalah sebagai berikut: Dusun Sadap, Desa Toba, Kecamatan Embaloh Hulu, berada di Sub DAS Embaloh, masyarakatnya beretnik Dayak Iban dengan jumlah penduduk sebanyak 23 kk (87 jiwa). Mata pencaharian masyarakatnya

174

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

adalah berladang, tinggal di rumah panjang dengan 15 lubang pintu. Selain itu terdapat satu lokal bangunan sekolah SD Negeri, satu rumah Babinsa, satu rumah kantor desa, satu rumah mantri kesehatan, dan enam rumah tunggal. Terdapat pula empat rumah lumbung padi dan satu kandang ternak. Keperluan air bersih didapat dari sumber air yang disalurkan pipa plastik. Kondisi jalan di dusun masih berupa tanah dan dijumpai adanya bentuk pekarangan. usun Sungai Ulu Palin, Desa Nanga Nyabau, Kecamatan Embaloh Hilir, berada di Sub DAS Palin dengan anak sungai Batang Nyabau an Sungai Ulu, masyarakatnya beretnik Dayak Tamambaloh dengan jumlah penduduk sebanyak 82 kk (369 jiwa). Mata pencaharian masyarakatnya adalah berladang, tinggal di rumah panjang dengan 54 lubang pintu. Selain itu terdapat satu lokal bangunan sekolah SD Negeri, 28 rumah tunggal, dua gereja/kapel, satu rumah mantri kesehatan, satu MCK umum, dan tiga lanting tambat sampan dan MCK. Dusun ini juga mempunyai tiga buah lapangan olah raga yaitu dua lapangan voli dan satu lapangan bulutangkis. Keperluan air bersih diambil langsung dari air sungai dan air hujan. Kondisi jalan di dusun masih berupa tanah dan dijumpai adanya bentuk pekarangan. Dusun Nanga Potan, Desa Sibau Hulu II, Kecamatan Putussibau, berada di Sub DAS Sibau, mayoritas masyarakatnya bertnik Dayak Kantu dengan jumlah penduduk sebanyak 10 kk (45 jiwa). Mata pencaharian masyarakat sadalah berladang dan tinggak di 11 rumah tunggal. Selain itu, terdapat satu bangunan Pos Jaga milik TNBK dan 7 buah lanting tempat tambat sampan dan MCK. Keperluan air diambil langsung dari air sungai dan air hujan. Kondisi jalan dusun masih berupa tanah dan dijumpai adanya bentuk pekarangan. Dusun Nanga Hoobat atau disebut juga sebagai Along Hovat, Desa Datah Diaan, Kecamatan Putussibau berada di Sub DAS Mendalam, masyarakatnya beretnik Dayak Bukat dengan jumlah penduduk sebanyak 37 kk (70 jiwa). Mata pencaharian penduduk adalah berladang dan tinggal di 24 rumah tunggal serta mempunyai satu lokal bangunan sekolah SD Negeri, satu gereja/kapel, dan tiga lanting untuk menambatkan sampan dan MCK. Keperluan air diambil langsung daru air sungai dan air hujan. Kondisi jalan dusun telah diperkeras dengan semen dan dijumpai adanya bentuk pekarangan. Dusun Nanga Bungan, Desa Bungan Jaya, Kecamatan Kedamin, berada di Sub DAS Bungan, masyarakatnya beretnik Dayak Punan dengan jumlah penduduk sebanyak 29 kk (90 jiwa). Mata pencaharian prnduduk adalah berladang dan tinggal di 29 rumah tunggal, serta mempunyai satu lokal bangunan sekolah SD Negeri, satu Puskesmas

175

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

pembantu, satu bangunan gereja/kapel, dan satu Pos Jaga milik TNBK. Keperluan air diambil langsung dari air sungai dan air hujan. Kondisi jalan dusun sudah diperkeras dengan semen dan tidak dijumpai adanya bentuk pekarangan. Walaupun kelima dusun ini mempunyai ciri-ciri khas pemukiman di pedalaman Kalimantan, namun masih terdapat variasi kegiatan. Berdasarkan kondisi lingkungan dan kelompok etnik masyarakatnya, terdapat kegiatan lain seperti menambang emas, berburu binatang, mencari gubal Gaharu (Aquilaria spp.), mengumpulkan hasil hutan lainnya, memanen sarang burung, serta merantau dan bekerja di negara tetangga Malaysia. Secara tradisional, dahulu pemukiman Dayak selalu dekat dengan sumber makanan atau kemudahan untuk berniaga, tetapi sekarang tempat pemukiman ini makin berdekatan dengan poros lalulintas atau sungai (Sellato 1989). Hal ini juga masih tergambar pada pemukiman di lima dusun yang diteliti. Rumah panjang tradisional Dayak bagi masyarakat penghuninya dipandang sebagai suatu lembaga yang berperanan sangat penting secara sosial. Rumah panjang adalah simbol dalam menunjang proses atau cara hidup yang sesuai dengan tujuan, serta pandangan hidup mereka. Keberadaan rumah panjang dipahami sebagai suatu upaya melestarikan tradisi dan budaya yang mereka miliki secara turun temurun (Layang & Kanyan 1992). Dengan adanya rumah panjang ini pergaulan antar warga penghuni sangat erat dan dipandang sebagai satu keluarga. Sedangkan rumah tunggal memperlihatkan masyarakatnya menjadi hidup secara individu, rasa kekeluargaannya mulai berkurang. Kehidupan bergotong-royong menurun dan dengan rumah tunggalnya, perbedaan kehidupan antar rumah tunggal nampak nyata dan secara langsung menggambarkan atau ukuran kemampuan masing-masing keluarga (Layang dan Kanyan 1992). Sehingga adanya variasi kondisi kehidupan ini terlihat sebagai salah satu faktor yang menghambat untuk pergaulan yang erat antar warga masyarakat. Sellato (1989) mengatakan, bahwa masyarakat etnik Dayak Punan dan Bukat merupakan kelompok pengembara dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Bahkan kelompok Punan pernah terjadi berpindah tempat sejauh 500 km untuk mencari lingkungan hidup yang lebih aman. Kebiasaan sebagai pengembara dan tidak mempunyai tempat tinggal yang

176

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tetap inilah maka masyarakat Dayak Punan (Nanga Bungan) dan Bukat (Along Hovat) tidak mempunyai rumah panjang. Sellato (1989) menyimpulkan bahwa walaupun rumah panjang dapat dikatakan sebagai tempat hunian khas masyarakat Dayak, tetapi rumah panjang bukan ciri umum pada kelompok-kelompok masyarakat di pedalaman. Dusun yang berada di pedalaman ini masih mendapat perhatian dari pemerintah. Perhatian terhadap masyarakat pedalaman cukup baik tercermin dari adanya sarana-sarana pendidikan, ibadah dan kesehatan. Perhatian ini masih perlu terus ditingkatkan, terutama keberadaan dan jumlah guru sekolah dan petugas kesehatan. 3.2. Pekarangan Pekarangan didifinisikan sebagai suatu bentuk ekosistem yang khas. Ekosistem khas ini adalah pemukiman yang di dalamnya terdapat rumah yang disekitarnya ditumbuhi satu atau beberapa jenis tanaman dan terdapat pula jenis tumbuhan liar. Masyarakat memanfaatkan tanaman dan tumbuhan ini sebagai bahan makanan, sayuran, obat-obatan, atau keperluan lainnya. Disamping itu, pekarangan masih mempunyai hubungan kepemilikan dan atau hubungan fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Karyono (1977) menyatakan bahwa didalam pekarangan akan dijumpai berbagai jenis tanaman semusim dan menahun yang sering tumbuh tidak teratur sehingga mirip dengan bentuk semak belukar. Kemudian Terra (1953) menambahkan bahwa selain kondisi iklim dan edapik (tanah) ternyata kondisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan salah satu faktor yang menentukan struktur dan perkembangan pekarangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat satu dusun yaitu Nanga Bungan yang penduduknya beretnik Dayak Punan tidak secara jelas mempunyai ciri khas suatu pekarangan. Di dusun ini hanya tercatat beberapa jenis tanaman antara lain adalah Sipa (Areca catecu), Sowung (Nephelium rambutan-ake), Osum (Mangifera indica), Kolopepet (Mangifera sp.), Lensat (Lansium domesticum), Mudung (Carica papaya), Jatuk (Durio zibethinus), Nakan (Artocarpus heterophyllus), Lipuk (Eugenia jambon), dan Orusipa (Piper betel). Empat dusun yang lainnya mempunyai bentuk khas pekarangan dan berdasarkan struktur dan komposisi jenis tanaman penyusunnya masingmasing pekarangan bervariasi dengan perincian sebagai berikut:

177

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pekarangan di Dusun Sadap yang beretnik Iban dapat dijumpai Pohon Karet (Hevea brasilliensis), Ijak (Cocos nicifera), Buluh Untik (Gigantochloa hasskarhiana), Rian (Durio zibethinus), dan Sibau (Nephelium rambutan-ake). Dalam pekarangan ini pada tingkat pohon didominir oleh pohon Karet (Hevea brasilliensis) dengan kerapatan 460 individu/ha, basal area 16.45 m2/ha dan indek nilai penting 99.32, pada tingkat belta didominir oleh Ubah (Eugenia sp.) dengan kerapatan 140 individu/ha, basal area 0.27 m2/ha dan indek nilai penting 27.55, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi dijumpai pada Riang Kerura (Costus sp.) yaitu 7000 individu/ha. Pekarangan di Sungai Ulu Palin (Tamambaloh) dapat dijumpai Karet (Hevea brasilliensis), Derian (Durio zibethinus), Klotok (Nephelium cuspidatum), Pinang (Areca catecu), dan Lensat (Lancium domisticum). Pada pekarangan ini ditingkat pohon didominir oleh pohon Karet (Hevea brasilliensis) yaitu dengan kerapan 120 individu/ha, basal area 13.35 m2/ha dan indek nilai peting 71.28, pada tingkat belta didominir oleh Lensat (Lancium domisticum) yaitu dengan kerapatan 50 individu/ha, basal area 0.22 m2/ha dan indek nilai penting 69.53, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi dijumpai jenis Karet (Hevea brasilliensis) yaitu 44000 individu/ha. Pekarangan di Nanga Potan (Kantu') dapat dijumpai Nangka (Artocarous heterophyllus), Durian (Durio zibethinus), Sibau (Nephelium rambutan-ake), Pisang (Musa balbisiana><acuminata), dan Pedar (Litsea graciae). Pada pekarangan ini ditingkat pohon didominir oleh pohon Nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan kerapatan 160 individu/ha, basal area 5.35 m2/ha dan indek nilai penting 63.59, pada tingkat belta didominir oleh Durian (Durio zibethinus) yaitu dengan kerapatan 300 individu/ha, basal area 0.5 m2/ha dan indek nilai penting 44.59, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi dijumpai jenis Nenas (Ananas commosum) yaitu sebesar 37000 individu/ha. Pekarangan di Along Hovat (Bukat) secara umum dapat dijumpai Dujan (Durio zibethinus), Sibau (Nephelium rambutan-ake), Isan (Annanas commosum), Kerima (Litsea graciae), Sampelam (Mangifera sp.), dan Ulop (Baccaurea sp.). Pada pekarangan ini ditingkat pohon didominir oleh Dujan (Durio zibethinus) dengan kerapatan 260 individu/ha, basal area 20.49 m2/ha dan indek nilai penting 100.34, pada tingkat belta didominir oleh Kopi (Coffea arabica) dengan kerapatan 160 individu/ha, basal area 0.54 m2/ha dan indek

178

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

nilai penting 123.82, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi dijumpai pada jenis Nenas (Ananas commosum) yaitu sebesar 20000 individu/ha. Riswan dkk. (1992) mengemukakan hasil penelitiannya di Dusun Harowu, kecamatan Kahyan Hulu Utara, Kalimantan Tengah, bahwa pekarangan masyarakat dusun ini banyak ditanami tumbuhan yang bermanfaat sebagai tumbuhan obat yang dikumpulkan dari hutan. Dengan mengamati komposisi jenis tanaman di pekarangan dusun tercuplik, terlihat bahwa pekarangan disini sudah mengarah sebagai sumber produksi yang penting bagi masyarakat, bahkan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi usaha dibidang lainnya. Hal ini dapat dimungkinkan, karena fungsi pekarangan senantiasa terus berkembang selaras dengan perkembangan sosial ekonomi disuatu wilayah. Dan disini terlihat terutama di Sadap dan Sungai Ulu Palin terjadi perkembangan suatu pekarangan penghasil pangan berkembang menjadi pekarangan niaga (pekarangan komersial). 3.3. Perladangan Masyarakat di lima dusun yang teramati merupakan masyarakan peladang daur ulang di hutan sekitar mereka bermukim, hal ini sering diangkat sebagai pelaku-pelaku utama dalam kerusakan hutan. Secara adat dan tatacara yang berlaku dalam kehidupannya masyarakat setempat, masyarakat sebenarnya memahami benar tentang kearifan dalam menjaga kelestarian lingkungan hutan dimana tempat mereka tinggal. Secara hakiki sistem perladangan daur ulang merupakan tiruan dari fenomena gangguan hutan dalam tahapan suksesi empaq (hutan primer) pun sebenarnya terdiri atas tahapan rumpang, dan dalam kasus perladangan daur ulang dapat dianalogikan sebagai terciptanya rumpang. Secara tradisional pula masyarakat peladang daur ulang ini dalam mengatur rotasi perladangannya tidak diwujudkan dalam jumlah tahun, tetapi disesuaikan dengan indikator tanah subur, warna tanah, ukuran dan jenis kayu (Soedjito & Kartawinata 1987). Kemudian Walujo (1988 dan 1990) menambahkan, bahwa masyarakat suku Dani di lembah Baliem dan suku Dawam di Timor Tengah Utara mempunyai persamaan dalam mengukur daur perputaran perladangannya, yaitu dengan indikator ukuran pohon yang telah mendominasi dibekas ladangnya yang kemudian kayunya dapat

179

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dipergunakan untuk merehabilitasi pagar ladangnya, dan ini pula sebagai ukuran bahwa lahan sudah siap untuk diolah kembali. Kemudian Soedjito dan Kartawinata (1987) menambahkan, bahwa masyarakat suku Dayak di pedalaman Kalimantan mengenal dan memahami benar apa yang dinamakan empaq (hutan primer), jekau jue (hutan sekunder tua), jekau buet (hutan sekunder muda), jekau metan (belukar), kelimeng (ladang kecil), bekan (ladang yang baru saja ditinggalkan). Kesemuanya ini merupakan bentuk-bentuk satuan lansekap (tataruang) sebagai akibat dari kegiatan perladangan daur ulang. Para peladang daur ulang masyarakat Dayak di Kalimantan Timur mempunyai cara tradisional untuk melokalisasikan kebakaran hutan yang disebut nyaang, yaitu dengan cara membuat jalur bersih selebar 3-5 meter sekeliling calon ladang sebelum dibakar (Zakaria 1994). Begitu pula lima dusun yang tercuplik dalam penelitian ini, masyarakat setempat memahami benar tentang perilaku alam disekitarnya, sehingga mereka dengan jelas membagi tahapan-tahapan daerah perladangannya dan dalam berladang ini pula mereka juga mengenal tatacara adat dari nenek moyangnya yang mereka lestarikan hingga saat ini. Sebagai hasil yang diperoleh dari penelitian bentuk perladangan serta tahapan-tahapannya di lima dusun tercuplik adalah sebagai berikut: 3.3.1. Ladang aktif Secara umum kapan masyarakat mulai membuka hutan untuk berladang adalah sama yaitu diperhitungkan pada bulan 5 menurut kalender masyarakat setempat (bulan 6 kalender nasional) dan ini dilakukan bila dalam membuka hutan/belukar calon ladang tersebut pohonnya besarbesar (sebesar paha orang dewasa informasi masyarakat), sehingga perlu waktu untuk menebas dan menebangnya sebelum dilakukan pembakaran. Lebih kurang satu bulan sebelum membuka hutan untuk berladang masyarakat menginventarisir peralatan berladang seperti kapak, parang dan di bulan ini pula mereka membuat alat-alat tersebut secara gotong-royong serta bermusyawarah membentuk kelompok kerja dan diskusi untuk menentukan calon-calon ladangnya. Dalam tahapan ini jelaslah bahwa masyarakat sangat paham bagaimana hidup secara gotong-royong dan bermusyawarah serta menegakkan demokrasi. Masyarakat sangat paham jenis-jenis tanah yang bagaimana yang cocok

180

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

untuk berladang misalnya tanah berwarna kehitaman, sedikit berpasir, bila dipegang (dikepal) tidak lengket, bila mencabut tumbuhan tanahnya banyak yang lengket diakar, tanah tidak banyak mengandung akar-akar yang masih segar. Disamping indikator tanah, masyarakat juga mempergunakan indikator tumbuhan yang hidup diatasnya, antara lain ukuran besarnya pohon, kesuburan pohon-pohon diukur dengan melihat warna daunnya bila hijau berarti subur tanahnya, dijumpai Purang (Macaranga lapadanta), Mengkerubung (Macaranga gigantea), Binuang (Shorea laevifolia.), dan Akar Jelayan (Uncaria gambier). Jadi dalam pemilihan calon ladang ini masyarakat peladang etnik Dayak khususnya ke lima dusun yang tercuplik bukan hanya menggunakan ukuran lamanya tahun lahan diberakan, tetapi mengutamakan indikator-indikator tersebut diatas. Tahapan setelah menebas dan menebang calon ladang dibiarkan 1-2 bulan (menunggu kayu kering), setelah kayu kering diadakan pembakaran, kemudian ditunggu beberapa hari dan mengumpulkan kayu-kayu yang tidak terbakar yang kemudian membakarnya kembali. Setelah selesai membakar calon ladang didinginkan yaitu didiamkan selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan dengan menugal dan menanam benih padi. Pada ladang aktif ini selain padi masyarakat juga menanam berbagai jenis tanaman, antara lain Mentimun (Cucumis sativus), Ubi Kayu (Manihot esculenta), Terung (Melongea sp., M. melongea, dan M. torvum), Cabe Rawit (Capsicum frutescens), Lia (Zingiber officinale), Kacang Panjang (Vigna unguiculata), Katuk (Saurapus albicans), Tebu (Saccharum officinale), Labu (Lagenaria siceraria), dan Paria (Momordica charantia). Pada dasarnya penanaman sela selain padi ini adalah untuk persediaan konsumsi pada waktu kerja ladang atau kebutuhan bahan sayur keluarganya, bahkan dapat dimungkinkan sebagai komoditas yang dapat diandalkan untuk menopang perekonomian keluarga. Masyarakat Dayak, khususnya pada dusun yang tercuplik merupakan suku peladang ulung dan mereka dapat melestarikan pusaka warisan nenek moyangnya, dalam hal ini melestarikan benih padi lokal yang merupakan sumber plasma nutfah untuk masa depan perkembangan dan kekayaan varietas padi nasional yang terandalkan. Selama penelitian di lima dusun ini tercatat dan terkoleksi sejumlah 111 nomor padi yang terdiri 29 nomor/varietas pulut (Oryza glutinosa), dan 82 nomor/varietas Padi (Oryza sativa). Dengan distribusi sebagai berikut Dusun Sadap (Iban) 8 varietas Pulut dan 26 varietas Padi, Sungai Ulu Palin (Tamambaloh) 5 varietas Pulut dan 11 varietas Padi, Nanga Potan (Kantu') 8 varietas Pulut dan 32 varietas

181

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Padi, Along Hovat (Bukat) 6 varietas Pulut dan 8 varietas Padi, selanjutnya Nanga Bungan (Punan) 2 varietas Pulut dan 5 varietas Padi. Dijumpai beberapa varietas padi dan pulut dengan nama yang sama pada etnik yang berbeda, hal ini dapat dimungkinkan karena mereka dalam pergaulan antar etnik cukup akrab sehingga kemungkinan terjadi tukar menukar benih padi atau pulut, atau mungkin melalui hubungan kekerabatan yang erat antar etnik. Sebagai contohnya Pulut Meranau dapat dijumpai di Sadap dan Sungai Ulu Palin, Pulut Mas dapat dijumpai di Nanga Potan dan Along Hovat, Padi Salon dapat dijumpai di Sungai Ulu Palin dan Nanga Potan, serta Padi Ribau dapat dijumpai di Nanga Potan dan Along Hovat. Berdasarkan hasil varietas Padi dan Pulut yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa etnik Dayak merupakan etnik yang sangat kaya dengan varietas padi dan pulut, hal ini dapat menambahkan informasi dari hasil penelitian etnik Dayak lain di Kalimantan Timur yaitu Dayak Kenyah, di Long Sungai Barang, Apo Kayan diperoleh 25 varietas padi (Wijaya & Jessup 1986 dalam Soedjito 1996b), dan Damus (dalam Soedjito 1996b) memperoleh 58 varietas padi di dua desa kecamatan Pujungan dan 37 varietas di kecamatan Krayan. Masyarakat etnik Dayak Iban, Kantu' dan Tamambaloh dalam melestarikan padi yang berasal dari nenek moyangnya, mengenal istilah padi utama yaitu Padi Pun dan Padi Sanking untuk Iban, Padi Tutuk untuk Tamambaloh, dan Padi Pun bagi masyarakat Kantu'. Sedangkan untuk etnik Bukat dan Punan tidak mengenal istilah padi utama. Padi utama ini juga sebagai pertanda bahwa si empunya sudah dapat berdiri sendiri dan lepas dari tanggungan orang tuanya. Pembagian kerja antara kaum laki-laki dan wanita dalam mengelola ladang dari ke lima etnik terlihat sama, yaitu tugas laki-laki menebas, menebang, membakar dan menugal. Sedangkan wanitanya memelihara ladang antara lain merumput, dan mengetam. Biasanya laki-laki bila sudah selesai tugas berladang dan sambil menunggu panen padi mereka berburu hewan dihutan, mencari ikan, mencari gaharu, emas, atau merantau ke Malaysia. Pada ladang aktif ini apabila masyarakat masih menghendaki untuk dipergunakan menanam padi lagi pada musim menugal tahun berikutnya istilahnya berladang kerukuh bagi etnik Iban, manasap untuk etnik Tamambaloh yang ladangnya sendiri dinamakan tanah luloh, kemudian tempelai untuk etnik Kantu', koka untuk etnik Punan, sedangkan untuk

182

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

masyarakat etnik Bukat tidak dijumpai istilahnya. 3.3.2. Bekas ladang Masyarakat sebagai peladang daur ulang berarti dalam setiap tahunnya selalu meninggalkan bekas ladangnya yang tidak diaktifkan lagi untuk berladang padi atau dapat dikatakan bekas ladang ini adalah lahan yang sedang diistirahatkan dan diberakan. Lamanya waktu masa bera ini tidak tentu tergantung dari kondisi tanah untuk kembali menjadi subur, sehingga ada yang mencapai puluhan tahun. Berikut ini beberapa bekas ladang berdasarkan umurnya (lamanya diberakan) sebagai berikut : 3.3.2.1. Bekas ladang satu tahun. Bekas ladang yang telah ditinggalkan selama satu tahun masyarakat etnik Iban memberi nama temudak, Tamambaloh menyebut pemudak atau balae umang satu tahun, masyarakat Kantu' pemudak satu tahun, masyarakat Bukat menamakan bakek satu tahun, masyarakat Punan menamakan iwut satu tahun. Dan sebagai ciri khas bekas ladang satu tahun ini masih dijumpai adanya jerami Padi (Oryza sativa, Oryza glutinosa), Ubi Kayu (Manihot esculenta), dan Tebu (Saccharum officinale). Tercatat jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di bekas ladang satu tahun, adalah sebagai berikut : Bekas ladang satu tahun masyarakat Iban terdapat Digitaria adscendens (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 103.000 individu/ha, kemudian disusul Melastoma malabarincus (Melastomataceae), Themeda gigantea (Poaceae), Meremia umbellata (Convolvulaceae), dan Macaranga gigantea (Euphorbiaceae). Bekas ladang satu tahun masyarakat Tamambaloh terdapat Themeda gigantea (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 42.000 individu/ha dan kemudian disusul Themeda arguens (Poaceae), Melastoma malabarincus (Melastomataceae), Bellucia pentamera (Melastomataceae), dan Euphorbia contrata (Euphorbiaceae). Bekas ladang satu tahun masyarakat Kantu' terdapat Themeda gigantea (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 380.000 individu/ha dan kemudian disusul Melastoma malabarincus (Melastomataceae), Ageratum houstonianum (Asteraceae), Curculigo latifolia (Amaryllidaceae), dan Imperata cylindrica (Poaceae).

183

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Bekas ladang satu tahun masyarakat Bukat terdapat Melastoma malabarincus (Melastomataceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 21.000 individu/ha dan kemudian disusul Themeda gigantea (Poaceae), Paspalum conjungatum (Poaceae), Imperata cylindrica (Poaceae), dan Achasma megalocheilos (Zingiberaceae). Bekas ladang satu tahun masyarakat Punan terdapat Paspalum conjungatum (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 110.000 individu/ha dan kemudian disusul Diplazium esculentum (Ophioglossaceae), Passiflora foetida (Passifloraceae), Themeda gigantea (Poaceae), dan Cyathea sp. (Cyatheaceae). 3.3.2.2. Bekas ladang dua tahun. Bekas ladang yang telah ditinggalkan selama 2 - 3 tahun masyarakat etnik Iban menyebutnya dijab, masyarakat Tamambaloh menamakan pemudak 2-3 tahun atau balae umang 2-3 tahun, masyarakat Kantu' menamakan pemudak 2-3 tahun, masyarakat Bukat menamakan bakek 2-3 tahun, masyarakat Punan menyebutnya iwut 2-3 tahun. Tercatat pada bekas ladang yang telah ditinggal selama 2 - 3 tahun ini dapat ditemukan jenis-jenis tumbuhan pioner sebagai berikut : Bekas ladang 2 - 3 tahun masyarakat Iban terdapat Themeda gigantea (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 13.000 individu/ha dan kemudian disusul Melastoma malabarincus (Melastomataceae), Curculigo latifolia (Amaryllidaceae), Labisia pumila (Myrsinaceae), dan Digitaria adsendens (Poaceae). Bekas ladang 2 - 3tahun masyarakat Tamambaloh terdapat Diplazium esculentum (Ophioglossaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 48.000 individu/ha dan kemudian disusul Imperata cylindrica (Poaceae), Themeda gigantea (Poaceae), Themeda arguens (Poaceae), dan Mussaenda sp. (Rubiaceae). Bekas ladang 2 - 3 tahun masyarakat Kantu' terdapat Themeda gigantea (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 54.000 individu/ha dan kemudian disusul Melastoma malabarincus (Melastomataceae), Curculigo latifolia (Amaryllidaceae), Neproleppis biserrata

184

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

(Oleandraceae), dan Trema orientalis (Ulmaceae). Bekas ladang 2 - 3 tahun masyarakat Bukat terdapat Bellucia pentamera (Melastomataceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 20.000 individu/ha dan kemudian disusul Themeda gigantea (Poaceae), Spathoglottis sp. (Orchidaceae), Melastoma malabarincus (Melastomataceae), dan Saurauia sp.(Actiniadaceae). Bekas ladang 2 - 3 tahun masyarakat Punan terdapat Themeda gigantea (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 135.000 individu/ha dan kemudian disusul Musa sp. (Musaceae), Diplazium esculentum (Ophioglossaceae), Languas galanga (Zingiberaceae), dan Cyathea sp. (Cyatheaceae). 3.3.2.3. Bekas ladang lima tahun. Bekas ladang yang telah ditinggalkan selama 5 tahun atau lebih masyarakat etnik Iban menyebutnya damun, masyarakat Tamambaloh menamakan pemudak 5 tahun atau balae umang 5 tahun, masyarakat Kantu' menamakan pemudak tua, masyarakat Bukat menamakan talun 5 tahun, dan masyarakat Punan menamakan iwut 5 tahun. Tercatat pada bekas ladang umur 5 tahun ini beberapa jenis tumbuhan, sebagai berikut : Bekas ladang 5 tahun masyarakat Iban terdapat pada tingkat pohon didominir oleh Blechnum orientalis (Blechnaceae) dengan kerapatan 310 individu/ha, basal area 62.88 m2/ha dan indek nilai penting 134.52. Pada tingkat belta didominir oleh Bellucia pentamera (Melastomataceae) dengan kerapatan 510 individu/ha, basal area 0.76 m2/ha dan indek nilai penting 66.92. Kemudian pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan teringgi 16.000 individu/ha terdapat pada jenis Campnosperma squamatum (Anacardiaceae). Bekas ladang 5 tahun masyarakat Tamambaloh terdapat Themeda gigantea (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 174.000 individu/ha dan kemudian disusul Imperata cylindrica (Poaceae), Diplazium esculentum (Ophioglossaceae), Homalanthus sp. (Euphorbiaceae), dan Themeda arguens (Poaceae). Bekas ladang 5 tahun masyarakat Kantu' terdapat pada tingkat pohon

185

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

didominir oleh Macaranga gigantea (Euphorbiaceae) dengan kerapatan 100 individu/ha, basal area 2.41 m2/ha dengan indek nilai penting 44.54. Pada tingkat belta didominir oleh Ploiarium alternifolium (Theaceae) dengan kerapatan 570 individu/ha, basal area 1.12 m2/ha dan indek nilai penting 46.03. Kemudian pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi terdapat pada Themeda gigantea (Poaceae) yaitu 50.000 individu/ha. Bekas ladang 5 tahun masyarakat Bukat terdapat Themeda arguens (Poaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 20.000 individu/ha dan kemudian disusul Themeda gigantea (Poaceae), Achasma megalocheilos (Zingiberaceae), Eudia latifolia (Rutaceae), Neprolepis biserrata (Oleandraceae). Bekas ladang 5 tahun masyarakat Punan terdapat Diplazium esculentum (Ophioglossaceae) yang mempunyai nilai kerapatan tertinggi yaitu 37.000 individu/ha dan kemudian menyusul Pandanus sp. (Pandanaceae), Spathoglottis sp. (Orchidaceae), Themeda arguens (Poaceae), Phrinium sp. (Marantaceae). 3.3.2.4. Bekas ladang sepuluh tahun. Bekas ladang yang telah ditinggalkan selama 10 tahun atau lebih, masyarakat Iban menyebutnya pengerang, masyarakat Tamambaloh menamakan pengerang atau tanah tua, masyarakat Kantu' menyebutnya pengerang, masyarakat Bukat menamakan talun 10 tahun, dan masyarakat Punan menamakan beleang. Sebagai ciri khas bekas ladang pada tahapan ini adalah bila ingin membukanya kembali untuk diladang harus tebang kapak. Tecatat jenis-jenis tumbuhan sekunder yang dapat dijumpai pada bekas ladang 10 tahun atau lebih, sebagai berikut : Bekas ladang 10 tahun masyarakat Iban pada tingkat pohon didominir oleh Eugenia sp. (Myrtaceae) dengan kerapatan 120 individu/ha, basal area 10.19 m2/ha dan indek nilai penting 43.22. Pada tingkat belta yang mendominir dijumpai Eugenia sp. (Myrtaceae) dengan kerapatan 140 individu/ha, basal area 0.37 m2/ha dan indek nilai penting 27.55. Sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) yang paling tinggi nilai kerapatannya adalah 7000 individu/ha terdapat pada Costus sp. (Zingiberaceae). Bekas ladang 10 tahun masyarakat Tamambaloh pada tingkat pohon didominir oleh Gigantochloa hasskarliana (Poaceae) dengan kerapatan 30 rumpun/ha, basal area 86.57 m2/ha dan indek nilai penting 93.32. Pada

186

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tingkat belta yang mendominir Homalanthus sp. (Euphorbiaceae) dengan kerapatan 160 individu/ha, basal area 0.46 m2/ha dan indek nilai penting 42.62, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) Bellucia pentamera (Melastomataceae) dengan kerapatan 11.000 individu/ha. Bekas ladang 10 tahun masyarakat Kantu' pada tingkat pohon didominir Macaranga gigantea (Euphorbiaceae) dengan kerapatan 100 individu/ha, basal area 6.46 m2/ha dan indek nilai penting 75.84. Pada tingkat belta yang dominan adalah Pternandra azurea (Melastomataceae) dengan kerapatan 200 individu/ha, basal area 0.71 m2/ha dan indek nilai penting 30, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 15.000 individu/ha dijumpai Curculigo latifolia (Amaryllidaceae). Bekas ladang 10 tahun masyarakat Bukat pada tingkat pohon didominir oleh Macaranga triloba (Euphorbiaceae) dengan kerapatan 250 individu/ha, basal area 3.55 m2/ha dan indek nilai penting 63.89. Pada tingkat belta didominir oleh Bellucia pentamera (Melastomatacease) dengan kerapatan 300 individu/ha, basal area 1.04 m2/ha dan indek nilai penting 49.93, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 99.000 individu/ha terdapat pada Themeda gigantea (Poaceae). Bekas ladang 10 tahun masyarakat Punan pada tingkat pohon didominir oleh Pternandra azurea (Melastomataceae) dengan kerapatan 460 individu/ha, basal area 8.05 m2/ha dan indek nilai penting 82.02. Pada tingkat belta yang dominan dijumpai Pternandra azurea (Melastomataceae) dengan kerapatan 440 individu/ha, basal area 1.39 m2/ha dan indek nilai penting 62.73, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 36.000 individu/ha terdapat pada Themeda arguens (Poaceae). 3.3.2.5. Bekas ladang lebih dari 30 tahun. Bekas ladang yang telah ditinggalkan selama lebih dari 30 tahun masyarakat Iban, Tamambaloh, Kantu' dan Bukat menyebutnya rimba, sedangkan masyarakat Punan menamakan tuan. Tercatat jenis-jenis tumbuhan primer dapat dijumpai pada bekas ladang ini, antara lain sebagai berikut : Bekas ladang lebih 30 tahun masyarakat Iban pada tingkat pohon didominir oleh Aporosa basilanensis (Euphorbiaceae) dengan kerapatan 110 individu/ha, basal area 4.1 m2/ha dan indek nilai penting 28.22. Pada

187

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tingkat belta yang dominan adalah Ficus grossularioides (Moraceae) dengan kerapatan 140 individu/ha, basal area 0.45 m2/ha dan indek nilai penting 43.07, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 42.000 individu/ha dijumpai Licuala phaseolus (Arecaceae). Bekas ladang lebih dari 30 tahun masyarakat Tamambaloh pada tingkat pohon didominir oleh Shorea gracillis (Dipterocarpaceae) dengan kerapatan 160 individu/ha, basal area 4.22 m2/ha dan indek nilai penting 36.43, sedangkan pada tingkat belta yang mendominir masih Shorea sp. (Dipterocarpaceae) dengan kerapatan 170 individu/ha, basal area 0.52 m2/ha dan indek nilai penting 15.95, kemudian pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 18.000 individu/ha dijumpai pada Calamus sp. (Arecaceae). Bekas ladang lebih 30 tahun masyarakat Kantu' pada tingkat pohon didominir oleh Shorea laevifolia (Dipterocarpaceae) dengan kerapatan 100 individu/ha, basal area 22.2 m2/ha dan indek nilai penting 38.03, sedangakan pada tingkat beltanya didominir oleh Shorea balangeran (Dipterocarpaceae) dengan kerapatan 680 individu/ha, basal area 1.36 m2/ha dan indek nilai penting 50, kemudian pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 63.000 individu/ha dijumpai pada Shorea balangeran (Dipterocarpaceae). Bekas ladang lebih 30 tahun masyarakat Bukat pada tingkat pohon didominir oleh Hopea sangal (Dipterocarpaceae) dengan kerapatan 50 individu/ha, basal area 27.72 m2/ha dan indek nilai penting 43.24, kemudian pada tingkat belta yang dominan dijumpai Dysoxylum arborecens (Meliaceae) dengan kerapatan 360 individu/ha, basal area 0.44 m2/ha dan indek nilai penting 25.71, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) dijumpai kerapatan tertinggi 17.000 individu/ha pada jenis Aglaea ganggo (Meliaceae). Bekas ladang lebih 30 tahun masyarakat Punan pada tingkat pohon didominir oleh Gynacranthera contracta (Myristicaceae) dengan kerapatan 180 individu/ha, basal area 8.48 m2/ha dan indek nilai penting 43.51, kemudian pada tingkat belta yang mendominir adalah Shorea sp. (Dipterocarpaceae) dengan kerapatan 370 individu/ha, basal area 0.93 m2/ha dan indek nilai penting 35.84, sedangkan pada tingkat semai (tumbuhan bawah) kerapatan tertinggi 36.000 individu/ha masih dijumpai pada jenis Shorea sp. (Dipterocarpaceae).

188

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ladang bodok adalah istilah masyarakat Iban yang bila berladang pada calon ladang pada tahun lalu tidak terbakar, hal ini juga disebut dijemeih untuk masyarakat Bukat. 4. Pengetahuan Pemanfaatan Jenis-Jenis Tumbuhan Dalam inventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitar Taman Nasional (lima dusun) diperoleh 416 nomor yang terdiri 315 jenis, 183 marga, 72 suku dengan perincian 97 jenis berupa tanaman yang sudah ditanam masyarakat dan 241 jenis masih berupa tumbuhan liar. Dengan perincian masing-masing dusun didapat 204 jenis dari Dusun Sadap (Iban), 170 jenis dari Dusun Sungai Ulu Palin (Tamambaloh), 180 jenis dari Dusun Nanga Potan (mayoritas Kantu'), 172 jenis dari Dusun Along Hovat (Bukat), dan 134 jenis dari Dusun Nanga Bungan (Punan). Sebagai perbandingan dari hasil penelitian etnobotani etnik Iban yang tinggal di daerah Sri Aman terlapor 144 jenis dari 54 suku (Pearce et al. 1987). Mempelajari data yang diperoleh berkaitan dengan tumbuhan yang dimanfaatkan, kapan sebenarnya dimulainya pemanfaatan tumbuhtumbuhan untuk kebutuhan hidup manusia pada umumnya dan khususnya kelima etnik Dayak tercuplik belum diketahui secara pasti. Tetapi hal ini kemungkinan berawal dari adanya suatu rangsangan untuk mencoba dan mencicipinya. Dan biasanya rangsangan ini timbul dari dalam atau bagian dari tumbuhan itu sendiri, kemungkinan hal inilah yang menjadi daya tarik manusia misalnya warna dan bentuk perawakannya, buahnya, dan bunganya. Seterusnya apabila jenis-jenis tersebut memenuhi selera serta kebutuhannya maka mereka kemudian berusaha untuk mencari, mengumpulkan dan akhirnya menanamnya/membudidayakan. Barangkali dari sinilah sejarah pemanfaatan tetumbuhan itu dapat ditelusuri. Kemudian pengetahuan tentang pemanfaatan tetumbuhan itu akan berkembang sejalan dengan meningkatnya budidaya dan pengetahuan tentang olah mengolah dan masak memasak bahan dari tumbuhan itu sendiri. Proses pengalihan tumbuhan liar menjadi tanaman budidaya, sampai sekarang masih belum jelas. Proses pembudidayaan Iso (Durio kutejensis) juga banyak dilakukan oleh etnik Dayak. Tetapi kapan proses ini diawali, merupakan bidang penelitian yang menarik. Sastrapradja et al. (1989) melaporkan, bahwa di Kalimantan tumbuh secara alami 19 jenis durian liar dari keseluruhan 27 jenis yang tersebar di kawasan Malesiana, jadi dapat dikatakan bahwa Kalimantan merupakan pusat keanekaragaman durian.

189

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Masyarakat etnik Dayak yang tercuplik merupakan etnik yang cukup aktif dan kreatif dalam memelihara sumberdaya tumbuhan dan usaha menganekaragamkan tumbuhan yang mereka tanam dalam lahan ladang, tembawang, kebun dan atau pekarangan, seperti Pohon Coklat/Koko (Teobroma kakao), Kopi (Coffea robusta), Karet (Hevea brasilliensis), Ubi Kayu (Manihot esculenta), dan Jagung (Zea mays). Tidak sedikit pula jenis-jenis pendatang ini, sekarang telah membudaya seolah-olah seperti tanaman asli. Masyarakat etnik Dayak yang hidup dipedalaman termasuk etnik yang tercuplik juga merupakan etnik yang mempunyai hubungan yang akrab dengan hutan beserta isinya dan hal ini sudah berlasung cukup lama. Kehidupan seperti ini merupakan adaptive strategies yang telah teruji oleh waktu serta pengalaman dan hal ini oleh Jochim (dalam Arman, 1992) dinamakan strategy of survival. Kemudian Soemarwoto (1983) menambahkan, bahwa masyarakat tradisional mempunyai kearifan ekologi dan nilai budaya yang luhur. Seperti halnya masyarakat tercuplik merupakan suku yang mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang tumbuhan dan hewan dilingkungannya, dan pengetahuan ini dipergunakan untuk mengelola sumberdaya alam dengan sebaik-baiknya. Dari hasil pengamatan dilapangan jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi masyarakat setempat, dapat dikelompokkan menjadi kelompokkelompok sebagai berikut: 4.1. Tumbuhan Sebagai Bahan Pangan Dan Minuman Sejumlah 115 jenis tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan dalam arti luas, yaitu sebagai sumber karbohidrat, vitamin, mineral, minuman/penyegar. Jenis-jenis penghasil karbohidrat seperti Padi (Oryza sativa), Pulut (Oryza glutinosa), Ubi Kayu (Manihot esculenta), Ubi Raung (Dioscorea alata), Ubi Besar/Bakaran (Dioscorea hispida), Ubi (Amorphophalus variabilis), Keladi (Colocacia esculenta dan Alocacia indica), Jagung (Zea mays), Jali (Coix lachryama-jobi), Pisang (Musa acuminata >< balbisiana), dan Sagu (Metroxylon sagu). Untuk jenis-jenis penghasil vitamin dan mineral seperti Bayam (Amaranthus hybridus), Paku/Kelindang (Bleenum orientalis), Mentimun/Rampou (Cucumis sativus), Labu/Ganouk (Lagneraria siceraria), Petai (parkia speciosa), Kacang Panjang (Vigna unguiculata), dan Kecipir/Retak Rogan (Psophocarpus tetragolobus). Juga untuk buah-buahan antara lain Mawang (Magifera pajang),

190

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Mangga (Mangifera indica), Rian Belanda (Annona muricata), Nenas (Ananas commosum), Sikop/Sialan (Garcinia mangostana), Durian (Durio zibethinus), Pepaya (Carica papaya), Lensat (Lancium domesticum), Sibau (Nephelium rambutan-ake), Klotok (Nephelium cuspidatum), dan Jambu Biji (Psidium guajava). Sedangkan untuk tumbuhan penghasil minuman yaitu dengan melalui proses dahulu antara lain Pulut (Oryza glutinosa) yang difermentasikan menjadi minuman penyegar berupa brem, Ijuk (Arenga pinnata) dicampur dengan kulit Kayu Laru (Cotylelobium burckii) menjadi minuman penyegar berupa saguer/tuak. Air Ijuk/Enau (Arenga pinnata) ini dapat pula dibuat gula merah yaitu air sadapan Ijuk tidak diberi kulit Kayu Laru (Cotylelobium burckii), tetapi diberi daun Sikop/Sialan (Garcinia mangostana) yang kemudian dimasak didalam penggorengan dengan kayu api. Distribusi tumbuhan yang bermanfaat untuk pangan ini, adalah sebagai berikut : Dari Dusun Sadap diperoleh 100 jenis yang terdiri 86 jenis sudah ditanam masyarakat dan 48 jenis merupakan tumbuhan liar, di Dusun Sungai Ulu Palin diperoleh 82 jenis yang terdiri 60 jenis sudah ditanam masyarakat dan 37 jenis masih merupakan tumbuhan liar, kemudian dari Dusun Nanga Potan terdapat 93 jenis yang terdiri 41 jenis masih berupa tumbuhan liar dan 66 jenis tanaman sudah ditanam masyarakat, menyusul dari Along Hovat dijumpai 94 jenis terdiri 53 jenis tumbuhan liar dan 66 jenis sudah ditanam masyarakat, sedangkan untuk Dusun Nanga Bungan dijumpai 65 jenis yang terdiri 43 jenis sudah ditanam masyarakat dan 34 jenis dijumpai masih berupa tumbuhan liar. 4.2 Tumbuhan Sebagai Bahan Papan Rumah Dan Peralatan Lain Rumah Tangga, Transportasi, Pertanian. Masyarakat etnik Dayak pada umumnya dan khususnya masyarakat yang tinggal dipedalaman seperti pada lima dusun yang tercuplik mengenal jenisjenis kayu yang berkwalitas keras dan kuat, sehingga jenis-jenis kayu ini sangat baik untuk bahan bangunan rumah atau bahan pembuatan peralatan lain. Dari hasil pengamatan dilapangan dari lima dusun dapat diperoleh sebanyak 72 jenis tumbuhan yang dapat dimamafaatkan masyarakat setempat sebagai bahan baku bangunan dan lain keperluan. Walaupun sebagian besar jenis jenis tersebut merupakan jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae dan hal ini sesuai dengan kekayaan jenis atau tipe vegetasi hutan disekitar dusun merupakan hutan Dipterocaroaceae (Partomihardjo

191

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

et al. 1996). Sedangkan jenis kayu yang paling kuat untuk tiang rumah atau bangunan lain seperti tiang jembatan yang oleh masyarakat setempat terkenal dengan sebutan Kayu Belian, Tebelian (Eusideroxylon zwagerii) yang saat ini sudah langka, tetapi dibeberapa dusun masih ditemukan. Sarana transportasi masyarakat dipedalaman pada umumnya dan khususnya ke lima dusun tercuplik sampan/perahu merupakan alat transportasi utama bagi masyarakat setempat. Berdasarkan temuan di lapangan, bahwa setiap keluarga mempunyai sampan bahkan banyak yang dilengkapi dengan mesin tempel. Walaupun bahan-bahan kayu yang dipergunakan untuk membuat sampan antara lain Tekam Padi (Shorea asahi), Penyauh (Shorea laevi), Penyauh (Shorea laevifolia), Loam (Shorea leprosula), dan Penyauh (Upuna borneensis). merupakan jenis-jenis kayu yang kuat untuk bahan pembuatan sampan/perahu. Begitu pula alat-alat pertanian dan perlengkapan penunjang lainnya banyak mempergunakan bahan-bahan dari kayu atau berbagai jenis rotan dan bambu, contohnya alat menugal, tangkai kampak, tangkai parang, tangkai baliung, lanjik, dan tikar. Berdasarkan hasil temuan di lapangan diperoleh penyebaran jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan atau keperluan lain di lima dusun tercuplik, adalah sebagai berikut : Sebanyak 40 jenis dapat dijumpai di Dusun Sadap yang terdiri 39 jenis tumbuh liar dan satu jenis sudah ditanam masyarakat, dari Sungai Ulu Palin diperoleh 42 jenis yang terdiri 41 jenis tumbuh liar dan satu jenis sudah ditanam masyarakat, sejumlah 37 jenis dapat dijumpai di Nanga Potan yang terdiri 2 jenis sudah ditanam masyarakat dan 36 jenis masih merupakan tumbuhan liar, kemudian dari Along Hovat diperoleh 32 jenis yang terdiri 31 jenis berupa tumbuhan liar dan satu jenis sudah ditanam masyarakat, sedangkan dari Nanga Bungan diperoleh 22 jenis yang terdiri 21 jenis tumbuhan liar dan satu jenis sudah ditanam masyarkat. 4.3. Tumbuhan Sebagai Bahan Obat-Obatan Temuan di lapangan yang berhubungan dengan masalah obat-obatan dan kesehatan, masyarakat di lima dusun tercuplik sangat percaya pada ilmu pengobatan tradisional yaitu dengan upacara penyembuhan (pengobatan) yang disebut belian atau bumok yang dilakukan oleh seorang dukun manang, dan upacara ini berhubungan dengan adanya kepercayaan bahwa roh atau jiwa orang sakit sedang diganggu atau dibawa oleh roh halus yang berada

192

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

di alam gaib. Sebagai contoh lagi tentang pengobatan tradisional oleh masyarakat adalah masyarakat tradisional lebih banyak menaruh kepercayaan tentang kemanjuran dan khasiat suatu tumbuhan dengan unsur-unsur magis dan imaginasi, misalnya tumbuhan Pasak Bumi/Tongkat Ali (Eurycoma longifolia) yang secara umum masyarakat percaya bahwa pasak bumi tersebut sebagai obat kuat. Namun apakah benar bahwa pasak bumi tersebut mengandung zat aktif/fitokimia yang berkasiat sebagai penambah kekuatan? hingga saat ini belum pernah ada laporannya. Bila diamati secara teliti tentang pertumbuhan pasak bumi ini memang menarik yaitu akarnya menunjang masuk ke dalam tanah (seperti phallus), sehingga apakah ini yang mendasari dan memperkuat dasar imaginasi. Diketahui pula bahwa dalam pengetahuan signatura akar tunggang tumbuh-tumbuhan dapat dilambangkan sebagai lingga. Dalam penelitian ini selain pasak bumi/tongkat ali berhasil pula dikumpulkan 52 jenis tumbuhan yang berkasiat sebagai obat, yang tersebar 34 jenis dapat dijumpai di Sadap terdiri 26 jenis masih liar dan 10 jenis sudah ditanam masyarakat, kemudian 27 jenis yang terdiri 26 jenis liar dan 7 jenis sudah ditanam oleh masyarakat di Sungai Ulu Palin, dan untuk Dusun Nanga Potan dapat dijumpai sejumlag 28 jenis yang terdiri 24 jenis tumbuhan liar dan 8 jenis sudah ditanam masyarakat, sedangkan 29 jenis dapat dijumpai di Along Hovat yang terdiri 23 jenis tumbuhan liar dan baru 6 jenis yang sudah ditanam masyarakat, dan di Dusun Nanga Bungan terdapat 23 jenis yang terdiri 18 jenis masih liar, 5 jenis sudah ditanam masyarakat. Pengobatan secara modern yang diikuti dengan perkembangan obat-obat modern yang saat ini dapat dikatakan maju sangat pesat, namun demikian bukan berarti pengobatan tradisional dengan memanfaatkan jenis-jenis tetumbuhan sebagai bahan ramuan telah menghilang. Bila dikaji secara mendalam kemanjuran jamu/obat yang berasal dari kepandaian para manang yang berasal dari masyarakat tradisional dipedalaman seperti masyarakat etnik Dayak tidak akan kalah juga dibandingkan dengan ramuan obat rekan sezamannya yaitu para herbalis Romawi atau Yunani kuno. Senada dengan ini Rifai (1976) perbedaan yang terjadi antara datu (manang) dan herbalis, adalah para datu (manang) sudah puas dengan hasil yang telah dicapainya sehingga mereka tidak mencoba mengorganisasi pengetahuannya berdasar sistem kasual, yaitu suatu cara untuk mengusut

193

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

segala sesuatu menurut langkah-langkah sebab-akibat. Disamping itu para manang ini tidak menganut faham logika seperti yang dikembangkan oleh Aristoteles, sehingga segala pengetahuan tentang perikehidupan alam yang dimilikinya tidak pernah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu. 4.4. Tumbuhan Sebagai Pelengkap Upacara Adat Dan Kegiatan Sosial Anggota masyarakat ke lima dusun yang tercuplik telah menganut agama baik Kristen Protestan atau Katholik, namun disisi lain tradisi dan adatistiadat tetap dipertahankan oleh masyarakat yang benar-benar mengerti serta tahu manfaat tradisi dan adat-istiadat itu bagi ketertiban dan keamanan dalam hidup bermasyarakat. Hal ini disebabkan tradisi dan adatistiadat yang dimiliki/ diwarisi dari nenek moyangnya telah terbukti mampu memberi nilai dan keyakinan tersendiri dalam tata kehidupannya. Sebagai contoh gambaran upacara tradisi atau adat-istiadat yang masih hidup dan bertahan di masyarakat pedalaman hingga saat ini gawa kenyalang, kelingkang, nike ka benih, pamole beo, buang pantang, dan keramai lua kotom. Sejak lahir hingga mati manusia selalu dihadapkan dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan adat, tatacara serta kegiatan-kegiatan sosial yang berlaku dilingkungannya. Beberapa jenis tumbuhan seperti Sireh/Baulu (Piper betle), Pinang (Areca catechu) selalu hadir dalam berbagai kegiatan sosial maupun sesajian pada upacara-upacara tradisional. Kayu Pelai (Alstonia scolaris) merupakan kayu istimewa bagi masyarakat Iban, karena kayu ini dibuat ukiran berupa burung kenyalang dan ukiran burung ini dipergunakan pada waktu upacara gawa kenyalang. Dalam penelitian ini berhasil dikumpulkan 46 jenis tumbuhan dan tanaman yang dimanfaatkan untuk sarana pelengkap dalam upacara-upacara tradisional masyarakat setempat. Dengan distribusi 28 jenis dijumpai di Sadap yang terdiri 11 jenis masih berupa tumbuhan liar dan 17 jenis sudah ditanam oleh masyarakat, kemudian 18 jenis dijumpai di Sungai Ulu Palin terdiri 5 jenis tumbuhan liar dan 13 jenis sudah ditanam oleh masyarakat, selanjutnya masyarakat Dusun Nanga Potan mengenal 20 jenis yang terdiri 5 jenis masih liar dan 15 jenis sudah ditanam oleh masyarakat, sedangkan untuk masyarakat di Along Hovat dijumpai 18 jenis yang terdiri 5 jenis masih liar dan 13 jenis sudah ditanam masyarkat, dan di Nanga Bungan dapat ditemukan 14 jenis yang terdiri 5 jenis masih berupa tumbuhan liar

194

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

serta 11 jenis sudah ditanam oleh masyarakat. 4.5. Tumbuhan Sebagai Bahan Sandang Masyarakat pedalaman terutama pada masyarakat yang relatif masih terisolir, umumnya belum mengenal pakaian dari bahan tenun seperti layaknya masyarakat yang telah maju. Tetapi mereka menggunakan kepandaian dan pengalamannya dalam memanfaatkan tumbuhan dan kulit binatang sebagai bahan pakaian. Diduga tidak kurang dari 150 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil serat dan baru sepertiganganya dimanfaatkan sebagai bahan sandang (Heyne 1950). Hasil pengamatan di lapangan masyarakat kelima dusun tercuplik tidak dijumpai adanya anggota masyarakat yang masih mengenakan pakaian dari kulit kayu atau yang lainnya dan mereka berpakaian seperti layaknya masyarakat lain, namun demikian diperoleh informasi bahwa beberapa jenis tumbuhan yang berada disekitarnya dapat dijadikan serat untuk dipintal dan akhirnya menjadi kerajinan tangan/ketrampilan yang merupakan barang komoditas yang cukup mahal harganya. Bahan-bahan serat ini biasanya dikerjakan secara sederhana yaitu dengan merendam dalam air, kemudian dipukul-pukul dan seterusnya dijemur, tetapi ada pula bahan tersebut dapat langsung dipintal sebelum ditenun. Walaupun jenis-jenis tumbuhan yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini adalah 5 jenis yang hanya dijumpai di Sadap dan Nanga Potan yang ke lima jenis tersebut masih berupa tumbuhan liar dan dijumpai pula salah satu jenisnya sudak ditanam oleh masyarakat. 4.6. Tumbuhan Sebagai Bahan Pewarna Sebelum diperkenalkan adanya zat pewarna sintetis yaitu bahan pewarna kimia, masayrakat etnik Dayak sudah mengenal bahan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan antara lain Mengkudu (Morinda citrifolia) daunnya dapat memberi warna ungu tua atau biru, Engkerebai (Psychotria aurantiaca) dapat memberi warna merah atau hitam. Bahan-bahan pewarna ini sering dijumpai pada kain hasil tenunan asli masyarakat Iban yang disebut kumbuk, pada jaring ikan, keranjang alat pertanian, tikar, dll juga sering diwarnai dengan bahan pewarna ini. Walaupun hasil yang diperoleh jenis-jenis tumbuhan yang dapat dipergunakan sebagai bahan pewarna sebanyak 4 jenis yang tersebar di

195

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Sadap 3 jenis dengan 2 jenis masih hidup liar dan satu jenis sudah ditanam oleh masyarakat, di Sungai Ulu Palin dijumpai 3 jenis dan hidupnya masih liar. Sedangkan di Nanga Potan terdapat 3 jenis dengan 1 jenis sudah ditanam oleh masyarkat dan 2 jenis masih hidup liar, dan 1 jenis lagi serta masih liar dapat dijumpai di Along Hovat. 4.7. Tumbuhan Sebagai Bahan Tali-Temali Dan Anyam-Anyaman Masyarakat dipedalaman dapat dikatakan sebagai masyarakat sangat kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya alam tumbuhan, salah satunya dari hasil kreatifitasnya adalah tentang anyam menganyam, begitu pula dalam pemilihan bahan baku untuk tali-temali atau bahan pembuatan anyammenganyam. Pada umumnya mereka memanfaatkan berbagai jenis Rotan (Calamus spp.), Bambu (Gigantochloa sp. dan Bambusa sp.), berbagai jenis Pandan (Pandanus spp.), Tekalong (Artocarpus elasticus). Dan pada pengamatan lapangan diperoleh 35 jenis yang merupakan jenis-jenis bahan tali-temali dan anyamanyaman. Dengan penyebaran ke 35 jenis tersebut hidupnya masih liar di jumpai di Dusun Sadap namun 11 jenis diantaranya juga dijumpai sudah ditanam masyarakat, di Dusun Sungai Ulu Palin dapat dijumpai 14 jenis yang hidupnya masih liar dan 10 jenis diantaranya sudah ditanam oleh masyarakat. Kemudian dari Dusun Nanga Potan dijumpai 25 jenis dan ditemukan masih liar tetapi 11 jenis diantaranya sudah ditanam oleh masyarakat, sedangkan untuk masyarakat di Along Hovat ditemukan 10 jenis dan masih liar serta 7 jenis diantaranya sudah ditanam oleh masyarakat, dan kemudian di Nanga Bungan juga ditemukan sebanyak 16 jenis dan masih liar namun 7 jenis diantaranya sudah ditanam oleh masyarakat. Melihat persediaan bahan tali-temali dan anyam-anyaman ini dialam masih melimpah dan kemungkinan adanya program pengembangan wilayah mintakat penyangga kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, maka kemungkinan besar hasil keprigelan masyarakat dalam anyam-menganyam menjadi suatu produk yang sangat potensial sebagai penunjang/ meningkatkan perekonomian masyarakat disekitar kawasan Taman Nasional.

196

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4.8. Jenis-Jenis Tumbuhan Yang Dimanfaatkan di Berbagai Kegiatan Lain Oleh Masyarakat Lima Dusun Tercuplik. Tumbuhan sebagai sumber energi (kayu bakar) tercatat 18 jenis, yaitu 13 jenis didapat di Dusun Sadap dan Sungai Ulu Palin yang terdiri 12 jenis hidup liar dan satu jenis sudah ditanam masyarakat, 14 jenis dijumpai di Nanga Potan terdiri 13 jenis liar dan satu jenis sudah ditanam masyarakat. Kemudian untuk Dusun Along Hovat dijumpai 10 jenis yang kesemuanya hidup liar, begitu pula yang di Nanga Bungan dijumpai 11 jenis yang kesemunya masih hidup liar. Tanaman hias, masyarakat etnik Dayak yang tercuplik merupakan masyarakat yang mempunyai nilai seni yang tinggi hal ini dapat terlihat pada motif lukisan yang terdapat pada hasil anyaman-anyamannya, begitu pula untuk menghias halaman rumah dijumpai 6 jenis tanaman hias yang tersebar masing-masing 2 jenis di Sadap dan Nanga Potan, 3 jenis di Sungai Ulu Palin, Along Hovat dan Nanga Bungan. Tanaman beracun, hasil pengamatan dijumpai 2 jenis tumbuhan beracun yaitu 2 jenis ditemukan di Sadap dan Sungai Ulu Palin yang masing-masing terdiri satu jenis liar dan satu jenis sudah ditanam oleh masyarakat, sedangkan untuk Dusun Nanga Potan, Along Hovat dan Nanga Bungan masing-masing dijumpai 1 jenis dan sudah ditanam oleh masyarakat. Tumbuhan pengusir hama diladang, biasanya masyarakat dalam usaha mengusir hama diladang mempergunakan bahan-bahan alami dan tidak mempergunakan bahan kimia (insektisida) dan bahan-bahan alami tersebut adalah Cinnamomum sp. (Lauraceae) yang dijumpai pada semua dusun tercuplik. Kesimpulan Dari hasil pelitian tentang Pengetahuan Tradisional dan Etnoekogi Masyarakat di sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Masyarakat pedalaman yang berada disekitar Taman Nasional Bentuang Karimun merupakan etnik yang mempunyai mata pencaharian pokok berladang daur ulang dengan mempertahankan konsep-konsep berladang dari nenek moyangnya, serta memanfaatkan satuan-satuan lansekap pada lahan perladangannya. 2. Keberadaan hutan bagi masyarakat pedalaman yang berada disekitar Taman Nasional Bentuang Karimun sangat penting, karena hutan bagi

197

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

masyarakat ini bukan hanya sekedar berperan secara ekologis saja melainkan juga sebagai bagian dari kehidupannya. 3. Berbagai jenis tumbuhan yang berada di kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun dan sekitarnya telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat pedalaman sebagai bahan bangunan rumah, bahan pembuatan peralatan pertanian dan rumah tangga, bahan makanan, obat-obatan, bahan tali-temali dan anyam-anyaman, bahan sandang, bahan pewarna, dan perlengkapan upacara adat. Dan dapat diperoleh sejumlah 315 jenis dari 183 marga, 72 suku tumbuhan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Daftar Pustaka Arman, S. 1992. Analisa Budaya Manusia Dayak. Seminar Nasional Kebudayaan Dayak dan Ekspo Budaya Dayak 1992, Pontianak 26-28 November 1992. LP3S Institute of Dayakology Research and Development, Pontianak. 10 h. Damus, D. 1992. Inventarisasi Varietas Padi di Desa Long Alango dan Desa Apau Ping, Kecamatan Pujungan, Kalimantan Timur. Laporan Penelitian Proyek Kayan Mentarang, Kantor WWF-Samarinda (dikutip oleh Soedjito, 1996b). Departemen Kehutanan, 1993. Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan, Bogor. 17 h. Guerreiro, A.J. and B.J.C. Sellato. Traditional Migration in Borneo : The Kenyah case. Borneo Research Bulletin 16 (1) : 12-28. (dikutip oleh Soedjito, 1996b) Heyne, K. 1950. The Nuttige Planten van Indonesia. 3 rd ed, Uitegeverij W. van Hoeve s Gravenhage, Bandung. Jessup, T.C. 1981. Why Do Apo Kayan Shifting Cultivators Move ?. Borneo Research Bulletin 13(1) : 16-32. (dikutip oleh Soedjito, 1996b) Karyono. 1977. Laporan Sementara Penelitian Ekologi Pekarangan di DAS Citarum. Seminar Terbatas Ekologi Pekarangan I. Lembaga Ekologi UNPAD, Bandung.

198

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Layang, S.J.E.F., dan C. Kanyan. 1992. Rumah Panjang Sebagai Pusat Budaya Pada Masyarakat Suku Bangsa Dayak Iban dan Banuaka di Kecamatan Batang Lupar dan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. (Studi perbandingan). Seminar Nasional Kebudayaan Dayak dan Ekspo Budaya Dayak 1992. Pontianak 26-28 November 1992. LP3 S Institute of Dayakology Research and Development, Pontianak. 18 h. Menteri Kehutanan, RI. 1995. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 467/KPTS-II/1995. Tentang fungsi dan penunjukan Cagar Alam Bentuang Karimun yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat seluas lebih kurang 800.000 (delapan ratus ribu) hektar. Menjadi Taman Nasional dengan Nama Taman Nasional Bentuang Karimun. Partomihardjo, T., Albertus., Syahirsyah. 1996. Flora dan Komunitas Hutan Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat: I. Hulu Bungan dan Sibau. Lokakarya Keterpaduan Antara Konservasi dan Pembangunan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun di Perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia. Pontiabak, 13-14 November 1996. 38 h. Pearce, K.G., L.A. Victor, and J. Surik. 1987. An Ethonobotanical Study of An Iban Communyty of The Pantu sub-district, Sri Aman, Division 2, Sarawak. The Sarawak Museum Journal XXXVII (58) : 193-270. Phillips, O. and A. H. Gentry. 1993a. The Useful Plants of Tambopata, Peru : I. Statistical Hypothesis Tests With a New Quantitative Technique. Economy Botany 47 (I) : 15-32. Phillips, O., and A.H. Gentry. 1993b. The Useful Plants of Tambopata, Peru : II. Addition Hypothesis Testing in Quantitative Etnobotany. Economy Botany 47 (1) : 33-43. Phillips, O., A.H. Gentry, C. Reynel, P. Wilkin, and C. Galvez-Durand B. 1994. Quantitative Ethnobotany and Amazonian Conservation. Conservation Biology 8 (1) : 225-248. Prance, G.T., W. Balec, B.M. Boom, and R.L. Carneiro. 1987. Quantitative Ethnobotany and Case for Conservation in Amazonian.

199

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Conservation Biology I (4) : 296-310. Rifai, M. A. 1976. Erosi Genetika dan Pelestarian Tanaman Obat Indonesia. Makalah dalam Simposium Obat Tradisional I, Semarang Desember 1976. Riswan, S., U.W. Mahyar, H.S. Roemantyo, And J. S. Burley. 1992. Ethobotany of Several Medicinal Plants in Harowu Village, Central Kalimantan, Indonesia. Paper on Procedings of International Conference Forest Biology and Conservation in Borneo, Yayasan Sabah, Universitas Kebangsaan Sabah Campus, Sabah Ministry of Tourism and Enveronmental Development, Sabah. Sastrapradja, D.S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, S. Sastrapradja, M.A. Rifai. 1989. Keanekaragaman Hayati untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi- LIPI, Bogor. 98 h. Sellato, B. 1989. Naga dan Burung Enggang. Hornbill and Dragon. Kalimantan, Sarawak, Sabah, Brunei. 272 h. Soedjito, H. 1996a. Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat. Laporan Kemajuan, WWF-IP, Proyek Bentuang Karimun. 73 h. Soedjito, H. 1996b. Masyarakat Dayak: Peladang Berpindah dan Pelestarian Plasma Nutfah. Seri Pustaka Ekologi dan Pembangunan Berkelanjutan Konphalindo, Jakarta. 35 h. Soedjito, H. and Pickett, S.T.A. 1995. Root Systems, Nutrient Dynamics, and Kenyah Environmental Knowledge. In Christine Padoch and N. L. Peluso (Eds.). Borneo in Transition: People, Forests, Conservation, and Development. Oxford University Press, Kuala Lumpur, pp. 221-229. Soedjito, H. dan K. Kartawinata. 1987. Keberadaan Masyarakat dan Budaya Dayak dalam Kaitannya dengan Pelestarian Hutan Hujan Tropik di Kalimantan. Makalah untuk diskusi Kearifan Tradisional. Masyarakat Dayak dalam Berladang dan Pengendalian Kebakaran Hutan, dalam rangka Pekan Budaya : Masyarakat Dayak dan Hutan Kalimantan. Taman Ismail Marzuki, Jakarta. 30 November- 1 Desember 1987.

200

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Soemarwoto, O. 1983. Pengelolaan Sumberdaya Hutan, Air, Tanah dan Gen. Makalah Perdana Konggres Nasional Biologi ke VI. Universitas Erlangga. 17-19 Juli. 30 h. Soemarwoto, O. dan I. Soemarwoto. 1990. Forest and Global Enveronmental Problems, Paper Presented Asean Seminar on Managament of Tropical Forest for Sustainable Development, Institute of Ecology Padjadjaran, Bandung. Terra, G.J.A. 1953. A Mixed Garden Horticulture in Java. The Major Journal of Tropical Geography, Ock. Vol. I. Walujo, E.B. 1988. Les Ecosystemes Domestiques par I Homme dans IAncien Royaume Insana - Timor (Indonesie). These de Doctorat de I Universite Paris VI (Pierre et Marie Curie), France. Walujo, E.B. 1990. The Spatial Enviromental Organisation and the Life of the Dawan People in Timor, Indonesia. Paper Presented on the Second International Conggress of Ethnobotany. Kunming China. October 22-26, 1990. Whitmore, T. C. 1984. Tropical Rain Forest of The Fast East. Oxford University Press. Camdge. Widjaja, E. and Jessup, T.C. 1986. Short Description of Indigenous Rice from East Kalimantan, Indonesia. Plant Genetic Resources Newsletter, Food Agriculture Organization, Roma. (dikutip oleh Soedjito, 1996b). Zakaria, R.Y. 1994. Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat. WALHI.127 h.

201

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pengetahuan Obat Tradisional Dan Pencarian Obat Modern Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat
Triadi Basuki - Pusat Penelitian dan Pengembangan Kimia Terapan LIPI L. Broto S. Kardono - Kawasn PUSPIPTEK Serpong 15314 Tangerang

Abstrak Dalam usaha mencari bahan obat baru dari hutan tropika Indonesia serta upaya pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan hutan tersebut secara berkelanjutan, petak permanen penelitian telah dibuat di dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. Dua petak penelitian tersebut, setiap petak seluas 180 x 60 m, masing-masing di Daang Baban dan Tebirong Tingang, hutan primer desa Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu. Inventarisasi tumbuhan endemik yang terdapat di dalam petak penelitian menunjukkan bahwa kekayaan jenis tumbuhan hutan di Tanjung Lokang sangat tinggi dibandingkan dengan populasi tumbuhan hutan dataran rendah Kalimantan lainnya. Dari kedua petak penelitian tersebut terekam sebanyak 474 jenis pohon dari 173 marga dan 54 famili. Dalam pada itu, sebanyak 111 contoh yang berasal dari 90 jenis tanaman telah dikumpulkan dari Tanjung Lokang. Contoh-contoh sampel tersebut (dalam bentuk daun, ranting, kulit batang, akar, bunga, buah, atau seluruh bagian tanaman) dianalisis untuk mengetahui potensi senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Ekstrak terlarut dalam pelarut organik dari contoh-contoh sampel kering yang sudah digiling tersebut dievaluasi berbagai kemampuan aktivitas biologinya. Evaluasi tersebut meliputi uji toksisitas dengan menggunakan udang kecil (brine shrimp lethality test), antimikrobial, antioksidan, dan antikanker secara esai sitotoksisitas in-vitro pada cell-lines sel-sel kanker manusia seperti kanker payudara, sel kanker usus (colon), sel kanker paruparu, sel kanker mulut (sel KB, epidermoid carcinoma in mouth), dan sel kanker prostat yang berkaitan dengan hormon. Saat ini evaluasi ekstrak sampel tersebut terhadap antimalaria sedang dilakukan. Hasil pengujian yang

202

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

diperoleh menunjukkan bahwa contoh-contoh tumbuhan yang dikumpulkan dari Tanjung Lokang berpotensi sebagai bahan berbagai obat baru. Dari pengujian toksisitas terhadap udang Artemia salina sebanyak 29 ekstrak tanaman toksik terhadap udang tersebut, sedang dari uji mikrobial sebanyak 32 ekstrak tanaman menunjukkan keaktifan tinggi. Dari pengujian antioksidan yang berpotensi untuk kemoprevensi antikanker sebanyak 27 ekstrak tanaman menunjukkan keaktifan tinggi. Dari uji anti kanker sebanyak 5 ekstrak tanaman menunjukkan keaktifan tinggi. Kelima jenis tanaman tersebut adalah TL-8, TL-10, TL-42, TL-52, dan TL-56. Perhatian khusus diberikan kepada TL-42 yang memperlihatkan aktivitas sangat tinggi dalam esai antikanker. Mengingat potensi tumbuhan hutan yang sedemikian besar maka perlu dilakukan suatu pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan obat yang berkelanjutan. Hilangnya tumbuhan dari habitat alam tidak akan dapat tergantikan, dan hilang pula budaya endemik penduduk setempat memanfaatkan tumbuhan tersebut. Untuk sampai tahap Fabrikasi dan Pengembangan Formulasi, hasil studi yang didapatkan masih melalui jalan dan tahapan yang panjang. Dalam makalah ini disampaikan pula secara ringkas penelitian dan pengembangan tumbuhan obat sebagai obat allophatic (Western Drugs) dan obat fitoterapi (obat tradisionil). Studi ini didanai oleh MacArthur Foundation-USA, kepada yayasan tersebut diucapkan terima kasih. Pendahuluan Tumbuhan sebagai obat atau bahan obat telah dikenal secara universal oleh manusia, sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Oleh sebab dari itu, tidaklah mengherankan bilamana para pakar obat-obatan modern dan pakar kimia mempunyai minat yang besar untuk mengetahui struktur kimia senyawa yang ada dalam tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional. Dengan mengetahui struktur kimianya dan senyawa tersebut memang poten sebagai bahan baku obat (bioaktif) maka selanjutnya struktur kimia senyawa tersebut digunakan sebagai tuntunan dalam pembuatannya (sintesa kimia), bila memungkinkan, secara laboratoris. Dengan demikian kebutuhan akan senyawa bahan baku obat tidak bergantung kepada alam. Menurut Farnsworth (1990) dewasa ini, paling tidak, ada sekitar 125 bahan baku obat yang diekstraksi dari tumbuhan dan beredar di pasar dunia obatobatan. Bahan baku obat sebanyak 125 macam tersebut hanya berasal dari

203

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

90 jenis tumbuhan saja. Jenis-jenis tumbuhan hutan tropika telah diakui secara luas sangat kaya akan kandungan kimianya yang berpotensi sebagai agen anti-mikrobial, farmasutikal, insektisida, fungisida, dan juga yang berpotensi sebagai bahan agrokikimia, pewarna makanan, pengawet dan penambah cita-rasa makanan, pewangi, pewarna, perekat, resin, gum, lateks, dan lilin atau waxes (Caldecott, 1987; Farnsworth, 1988; dan Plotkin, 1988). Penduduk Indonesia yang berada di daerah tropis telah sejak dulu kala memanfaatkan tumbuhan sebagai komponen utama obat tradisionil atau jamu (orang Jawa menyebutnya demikian). Paling tidak ada 200 tumbuhan obat yang diperdagangkan sebagai simplisia bahan jamu. Indonesia yang mempunyai kekayaan jenis tumbuhan tinggi (saja) sebanyak 11% (30.000 jenis) dari jenis-jenis tumbuhan tinggi di dunia yang diketahui (220.500 jenis) merupakan sumber bahan baku obat modern. Kekayaan hutan tropika Indonesia lebih bermakna lagi dengan memperhatikan bahwa 12% mamalia dunia, 15% seluruh amfibi dan reptilia, 17% jenis burung dan paling tidak 37% jenis ikan dunia berada di Indonesia (KLH, 1992). Penelitian tumbuhan obat Indonesia semakin intensif dilakukan, baik di dalam mau pun di luar negeri, guna pencarian senyawa bioaktif sebagai bahan baku obat. Dalam pada itu, senyawa-senyawa kimia yang telah diketahui sebagai bahan baku obat terus diteliti untuk melihat kemungkinannya dapat dikembangkan dari tumbuhan obat yang ada di Indonesia. Taxol (obat baru untuk kanker) yang mula pertama senyawa bioaktifnya didapatkan dari tumbuhan Taxus brevifolia dicari kemungkinannya ditemukan pula dalam tumbuhan Taxus sumatrana dalam jumlah yang lebih tinggi. Sementara itu, ahli obat-obatan dan pakar kimia Inggris dan Amerika Serikat sedang giat melakukan penelitian pada sejenis akar tumbuhan hutan yang telah lama digunakan oleh suku Dayak Punan di Kalimantan Timur sebagai obat penyakit TBC. Potensi Tumbuhan Hutan Taman Nasional Bentuang Karimun a. Kekayaan jenis tumbuhan Petak permanen untuk keperluan studi pencarian bioaktif bahan alam (bioprospect-ing) di buat dalam kegiatan lapangan 20 April s/d- 9 Juni 1996 (Basuki, 1996), bersamaan waktunya dengan Tim WWF Taman Nasional
204

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Bentuang Karimun (WWF-TNBK) melakukan ekspedisi ke Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu. Petak penelitian dibuat dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut : 1. Status hutan masih utuh atau hutan primer yang belum diganggu atau dirusak oleh manusia, 2. Lokasi hutan dekat kampung asli penduduk lokal, sehingga pengetahuan tradisionil penduduk lokal akan hutan dan tumbuhan dapat dicatat dan dikumpulkan untuk penelitian botani, 3. Base camp penelitian hendaknya dekat hutan yang akan diteliti untuk memudahkan penelitian potensi bioaktif produk alam, dimana diperlukan tempat untuk penjemuran spesimen dan penyimpanan spesimen yang sudah kering matahari (spesimen berupa daun, dahan, batang, akar, maupun bunga dan buah). Petak penelitian dibuat sebanyak 2 buah, masing-masing seluas 180 x 60 m, di dua lokasi yaitu di Daang Baban dan di Tobirong Tingang (lihat Peta Sketsa). Topografi kawasan hutan Daang Baaban datar sampai berbukit pada ketinggian 200 m dpl. sedang topografi kawasan hutan Tobirong Tingang lapang dengan berbukit kecil pada ketinggian 300 m dpl. Kedua lokasi tersebut ditempuh sekitar 1 jam dan 1 jam 25 menit jalan normal dari tepi sungai Bungan, setelah milir dengan menggunakan longboat selama 10 15 menit dari pemukiman penduduk desa Tanjung Lokang. Keadaan vegetasi di kawasan daerah penelitian memperlihatkan suatu gambaran bahwa hutan Kalimantan memang kawasan mega diversity. Hasil pencuplikan data memperlihatkan kekayaan jenis yang terdapat cukup tinggi. Kekayaan jenis pohon (diam. Batang > 10 cm) dan anak pohon (belta) tercatat sebanyak 474 jenis, yang masuk ke dalam 173 marga dan 84 suku. Jumlah jenis tersebut akan menjadi lebih besar lagi apabila turut dihitung pula penyususn komunitas lain, seperti epifit, tumbuhan merambat, tumbuhan lantai hutan dan jenis tumbuhan hutan sekunder. Jenis dari kelompok marga Shorea dan Diospyros merupakan jenis paling menonjol keberadaannya. Tercatat sebanyak 26 jenis Shorea dan 24 jenis Diospyros tumbuh dan berkembang di kedua lokasi penelitian. Tampaknya kedua jenis tersebut mempunyai regenerasi perkembangan yang baik. Dari kelompok marga Shorea, regenerasi diperlihatkan oleh jenis Shorea multiflora dan Shorea virescens, sedangkan jenis Dipterocarpaceae lainnya adalah Parashorea malanonan, Hopea dryobalanoides, Vatica umbonata var. acrocarpa dan Vatica sp.

205

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae dapat dikatakan sebagai jenis-jenis penyusun komunitas hutan dan komponen jenis utama, terutama yang terdapat di lokasi Tobirong Tingang. Berdasarkan perhitungan nilai penting tertinggi, kelompok jenis ini secara umum lebih dominan. Meskipun lebih dominan, namun bila dilihat dari frekuensi keterdapatannya, tidak terdapat satu jenis pun mempunyai frekuensi tertinggi. Di lokasi Tobirong Tingang, frekuensi tertinggi (50%) diperlihatkan oleh jenis Hopea dryobalanoides, Shorea multiflora, dan Vatica umbonata var. acrocarpa, sedangkan di Daang Baaban terdapat jenis Elastrospermum tapos. Suku Euphorbiaceae seperti diketahui merupakan suku yang umumterdapat di kawasan hutan tropik. Di lokasi penelitian, suku tersebut tetap mencerminkan sebagai suku dengan jumlah terbanyak. Besarnya jumlah marga dan jenis suku ini tampaknya diikuti pula oleh suku Dipterocarpaceae, Meliaceae, Annonaceae, Rubiaceae, Lauraceae dan Ebenaceae, sedang beberapa suku lainnya relatif lebih sedikit. Kerapatan dan luas bidang dasar pohon di setiap lokasi memperlihatkan di Tobirong Tingang lebih besar. Di lokasi ini kerapatan pohon tercatat 501 pohon/ha dan luas bidang dasar 41,62 m/ha, sedang di Daang Baaban kerapatan pohon sebesar 483 pohon/ha dan luas bidang dasar 32,48 m/ha. Anak pohon di dalam petak penelitian di Tobirong Tingang tercatat sebanyak 2560 pohon seadang di Daang Baaban sebanyak 2350 pohon. Tampaknya dominasi dan peranan jenis-jenis Dipterocarpaceae memegang peranan penting dalam membentuk keadaan di atas. Pola persebaran kelas diameter pohon menunjukkan bahwa keberadaan pohon berukuran kecil selalu dalam jumlah terbesar, seperti umumnya terdapat di kawasan hutan hujan tropik yang mengalami dinamika. Di kedua lokasi tersebut lebih dari 80% pohon berdiameter 10 30 cm, hanya di Tobirong Tingang individu pohon berdiameter > 30 cm relatif lebih banyak. Stratifikasi atau sebaran pohon secara vertikal umumnya terdiri atas tiga lapisan kanopi/strata, yaitu strata I, II, dan III. Strata I umumnya ditempati kelompok Dipterocarpaceae, Sapotaceae, dan Lauraceae. Dari suku Sapotaceae jenis Palaquium rostratum dengan tinggi antara 35-40 m termasuk jenis yang mencuat, sedangkan dari kelompok suku Lauraceae ditempati oleh jenis Alseodaphne ceratoxylon. Lapisan atau Strata II dengan tinggi pohon antara 20-25 m umumnya diisi oleh jenis-jenis dari kelompok Euphorbiaceae, seperti Elatriospermum tapos dan Aporasa subcordata, serta jenis-jenis dari kelompok suku Myrtaceae, Meliaceae dan Myristiaceae.

206

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Lapisan III banyak ditempati kelompok suku Rubiaceae. Hasil monitoring petak studi setelah masa periode satu tahun berlalu, yang dilakukan dari 6 Juli s/d- 30 Juli 1997, memperlihatkan bahwa proses dinamika hutan terjadi secara alami bukan disebabkan oleh gangguan campur tangan manusia. Gangguan alami yang berupa tumbangnya beberapa pohon mengakibatkan terbentuknya rumpang-rumpang. Di dalam Petak Daang Baaban terbentuk 4 rumpang dengan kisaran luas 26,34 274,52 m persegi, sedang di Petak Tobirong Tingang terbentuk 2 rumpang dengan kisaran luas 21,48 193,62 meter persegi. Perkembangan/pertumbuhan diameter batang selama satu tahun relatif kecil, yaitu rata-rata 0,2 0,4 cm. Perubahan populasi tumbuhan sebagian besar disebabkan oleh karena kematian, sedang perkembangan dari anak pohon menjadi pohon relatif kecil. b. Sumber bahan obat Sampel contoh-contoh tumbuhan hutan yang berupa daun, akar, batang, dll.-nya setelah kering matahari kemudian digiling dan diekstraksi dalam metanol. Ekstrak sampel kemudian diuji lebih lanjut guna mengetahui aktivitas biologisnya, identifikasi struktur kimia, dan lainnya (lihat Diagram I). Pengujian aktivitas biologis dilakukan dengan menggunakan metoda baku. Pengujian aktivitas biologis tersebut adalah : Uji Toksisitas : dengan metoda BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) pada udang kecil Artemia salina, menurut Meyer et al (1982) dan Sam (1993). Esai didasarkan pada kematian A. salina terhadap ekstrak tumbuhan dalam metanol dalam berbagai konsentrasi. Uji Antimikrobial : dengan menggunakan Staphylococcus aureus ATCC 6538, Escherichia coli ATCC 25922, dan Bacillus subtilis ATCC 6633, menurut Vanden Berghe & Vlietinck (1991) dan Bailey & Scott (1974). Uji Sitotoksisitas : dengan menggunakan metoda baterai pada Bc1-sel kanker payudara, Lu1-sel kanker paru-paru, Col2-sel kanker usus, KB-sel kanker mulut, dan LNCap-sel kanker prostat yang berkaitan dengan hormon, menurut Geran et al (1972), Jayasuria et al (1989) dan Cordell et al (1993). Uji Antioksidan : dengan menggunakan DPPH (1,1diphenylpicryl-2-hydrazyl) radikal bebas menurut Hatano et al (1988) dan Yen & Chen (1995). Uji Antimalaria : dengan menggunakan Plasmodium falciparum

207

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

strain Irian Jaya dan Flores, mengikuti protokol standar menurut Milhous et al (1985), dan teknik radioisotop secara in-vitro menurut Desjardins et al (1979) dan Angerhofer et al (1992). Uji HIV : menggunakan HIV-reversed transcriptase, menurut Tan et al (1991).

Hasil uji toksisitas, uji sitotoksisitas, uji antimikrobial, dan uji antioksidan sejumlah ekstrak tumbuhan dari hutan Tanjung Lokang, TNBK seperti dipertelakan dalam Tabel I. Tabel I tidak menunjukkan jumlah keseluruhan sampel yang telah diuji kemampuan aktivitas biologisnya. Uji Toksisitas Tujuan dari pengujian sederhana dengan menggunakan udang kecil adalah untuk memperkirakan aktivitas toksisitas dan pestisida dari suatu senyawa aktif utama tumbuhan. Dari sebanyak 66 sampel yang diuji dan dipresentasikan dalam Tabel I, 30 sampel toksik dan mematikan udang kecil Artemia salina pada kisaran konsentrasi mematikan (LC Lethal Concentration) antara 3.162 794.33 ppm. Ekstrak kulit tumbuhan Aporosa aff. nervosa (TL-60) menunjukkan kemampuan toksik paling kuat (konsentrasi sebesar 3.162 ppm saja telah mematikan). Dari pengujian terhadap 43 sampel sebelumnya, 12 sampel diantaranya menunjukkan toksisitas (LC50< 1000 ppm) pada kisaran konsentrasi mematikan antara 2.9410 697.77 ppm. Dari pengujian tersebut, ekstrak batang Corcinium fenestratum (Oka cahang pahit 2) menunjukkan yang paling toksik (2.9410 ppm).

Uji Antimikrobial Metoda difusi agar adalah cara klasik yang umum digunakan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Dalam uji antimikrobial yang dilakukan, ekstrak tumbuhan diteteskan pada cawan agar Nutrient yang mengandung 0.1 ml suspensi bakteri (O.D. 0.1). Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus ATCC 6538, Escherichia coli ATCC 25922, dan Bacillus subtilis ATCC 6633. Sebagai kontrol digunakan 5 ml 1% ampicilline trihydrate atau 1% streptomycin sulphate. Dari 65 sampel yang diuji, 37 sampel diantaranya menunjukkan adanya

208

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

senyawa antimikrobial yang bervariasi kemampuannya terhadap ketiga jenis bakteri uji. Dari 37 sampel tersebut sampel TL-8L, TL-10, Atuna excelsa (TL-16), TL-39, Dacryodes rostrata (TL-43), Ochanostachys amentacea (TL-45), Trioma malacensis (TL-46), Gymnacranthera forbesii (TL-49), dan TL-52 memperlihatkan kemampuan antimikrobial yang lebih baik terhadap ketiga jenis bakteri uji dibandingkan dengan sampel lain. Dari pengujian sebelumnya terhadap 43 sampel, 5 sampel menunjukkan respon positip terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji (Basuki et al, 1996). Kelima sampel tersebut adalah sampel daun, ranting, dan kulit batang Pentaspadon motleyi, daun Cassia alata dan daun Debregeasia longifolia.

Uji Sitotoksisitas Evaluasi sitotoksik dengan menggunakan sejumlah cell line sel kanker manusia terhadap 63 sampel ekstrak tumbuhan hutan Tanjung Lokang menunjukkan bahwa 6 sampel diantaranya memperlihatkan sitotoksisitas. Keenam sampel tersebut adalah TL-8L, TL-10, TL-40, TL-42, TL-52, dan TL-56. Sangat menarik untuk disimak, sampel TL-42 memperlihatkan sitotoksisitas yang kuat terhadap hampir semua sel kanker uji, yaitu Bc1-sel kanker payudara, Lu1-sel kanker paru-paru, Col2-sel kanker usus, KB-sel kanker mulut (epidermoid carcinoma in mouth) dengan atau tambahan Vinblastine. Keaktifan sitotoksi-sitas jauh di bawah konsentrasi hambatan (IC Inhibition Concentration), IC50 < 20 mg/ml.

Uji Antioksidan Pengujian antioksidan dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel tumbuhan hutan dari Tanjung Lokang-TNBK juga berpotensi sebagai kemoprevensi antikanker. Terdapat 31 sampel ekstrak tumbuhan yang menunjukkan kemampuan kemoprevensi antikanker. Keaktifan antioksidan sampel-sampel tersebut dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu kelompok aktif lemah (IC50 100-200 ug/ml), kelompok aktif (IC50 12-100 ug/ml), dan kelompok sangat aktif (IC50 < 20 ug/ml). Sampel TL-42 termasuk dalam kelompok antioksidan sangat aktif.

209

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pengembangan Obat Tradisional dan pencarian Obat Modern Sebagaimana telah disinggung di muka, tumbuhan obat berperanan penting dalam kelangsungan obat tradisional mau pun pengembangan obat modern. Menurut Tsauri dan Kardono (1996) dalam tahun 1988 paling tidak telah ada 409 industri jamu (besar dan kecil) terdaftar dan sekitar 4000 industri yang tidak terdaftar. Jumlah tersebut, baik yang terdaftar mau pun yang tidak terdaftar,meningkat dari tahun ke tahun. Pemerintah berusaha mengembangkan obat tradisional menjadi fitofarmaka, yaitu obat dengan keamanan dan efikasinya terjamin, dimana bahan utama yang digunakan memenuhi persyaratan dan pembuatannya teruji. Dewasa ini obat tradisional Indonesia dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu : Produk primitif (lokal) dibuat berdasarkan pengamatan empiris, tanpa adanya standarisasi (misalnya jamu gendong, jamu racikan), Produk terfomulasi dengan baik dibuat berdasarkan pengalaman empiris, ada standarisasi meskipun belum handal, kebenaran efektivitas farmakologi belum kuat (produk jamu industri), dan Produk jadi kualitas telah terstandarisir tinggi dan efektivitas farmakologi teruji (fitofarmaka). Dalam pada itu, obat modern atau umum dikenal dengan sebutan Western drugs masuk dalam kelompok obat allophatic. Pembuatan obat modern harus melalui tahapan-tahapan baku dan wajib. Dengan demikian (lihat Diagram I) tahapan isolasi, pemisahan, pemurnian, identifikasi, dan elusidasi senyawa bioaktif tunggal tidak boleh dilewati, Dari hutan sampai pasar (market) Memperhatikan Diagram I (Tsauri dan Kardono, 1996) dapatlah disadari bahwa jalan masih panjang untuk membawa potensi tumbuhan hutan sebagai bahan baku obat hingga menjadi produk obat modern. Penelitian senyawa bioaktif bahan alam (tumbuhan) melalui banyak tahapan, yang harus dilalui dan tidak boleh dilewati. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengamatan metabolit bioaktif, skrining bioaktif, ekstraksi, fraksinasi, isolasi, pemisahan, pemurnian, identifikasi, dan elusidasi struktur kimianya. Untuk pekerjaan tersebut berbagai macam metoda dan peralatan laboratorium digunakan sesuai dengan tujuan pekerjaan. Bila tahapantahapan sebagaimana disebutkan di atas telah dilakukan, masih dilakukan

210

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

peningkatan jumlah senyawa bioaktif untuk keperluan uji in vivo pada hewan percobaan, pengembangan sediaan untuk uji klinik pada manusia, dan akhirnya fabrikasi dan pengembangan formulasi (Diagram 1).

Kesimpulan dan Penutup Hutan hujan tropik Taman Nasional Bentuang Karimun, khususnya hutan Tanjung Lokang, kaya akan tumbuhan yang berpotensi sebagai Bahan baku obat. Dari uji biologis contoh-contoh sampel untuk uji toksisitas, uji antimikrobial, uji sitotoksisitas, dan uji antioksidan diketahui sejumlah sampel menunjukkan potensi kandungan senyawa bioaktif yang menggembirakan. Namun untuk mengungkap potensi tersebut menjadi produk obat baru masih harus melalui tahapan panjang. Sementara itu, potensi tersebut dikawatirkan akan hilang akibat kerusakan hutan sehingga potensi tersebut akan hilang sebelum sempat dipelajari secara tuntas.

Ucapan Terima Kasih Hasil penelitian yang dilaporkan dalam bentuk makalah ini didanai oleh MacArthur Foundation, USA (Grant # 95-31906). Kepada Yayasan tersebut diucapkan terima kasih. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada WWF Taman Nasional Bentuang Karimun yang telah mengundang penulis untuk berpartisipasi dalam Lokakarya dan segala fasilitas yang telah diberikan selama mengikuti Lokakarya tersebut.

211

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Daftar Pustaka Angerhofer, C.K., Kronik, G.M., Wright, A.D., Sticher, O., Milhous, W.K., Cordell, G.A., Farnsworth, N.R. & Pezzuto, J.M. 1992. Selective screening of natural products. A resources for the discovery of novel antimalarial compounds. In : Advanced in Natural Product Chemistry. (Ed. Atta-ur-Rahman). Hardwood Academic Publisher, Chur, Switzerland. Basuki, T. 1996. Penelitian Pencarian Bioaktif Bahan Alam (Bioprospecting) Guna Pemanfaatan dan Konservasinya. Laporan perjalanan lapangan ke Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Basuki, T., L.B. Kardono, P,D.N. Lotulung, R.H. Trisnamurti, R. Jusuf, and I.A. Rahman. 1996. Studies on Ethnomedicinal Plants Applied By Dayak Hobongan Tribal People At Tanjung Lokang, Kapuas Hulu, West Kalimantan. In: Proceeding of the International Seminar On Tropical Rainforest Plants and Their Utilization For Development (Eds. Ardi, Irawati, D. Arbain, and Y.M. Zen), p. 194-197. The University of Andalas, Padang, Indonesia. Bailey, W.R. and E.G. Scott. 1974. Diagnostic Microbiology. The C.V. Mosby Co. London. Caldecott, J.O. 1987. Medicine and the fate of tropical forests. British Medical Journal 295: 229-230. Cordell, G.A., A.D. Kinghorn and J.M. Pezzuto. 1993. Separation, Structure Elucidation and Bioassay of Cytotoxic Natural Products. In: Bioactive Natural Products (Eds. S.M. Collegate and R.J. Molyneux), p. 195-220. CRC Press, London. Desjardins, R.E., C.J. Canfield, J.D. Hayness and D. Chulay. 1979. Quantitative assessment of antimalarial activity in vitro by a semiautomated microdilution technique. Antimicrob. Agents Chemother. 16, 710-718. Farnsworth, N.R. 1988. Screenning plants for new medicines. In: Biodiversity (Ed. E.O. Wilson). p. 83-97. National Academic Press. Washington D.C.

212

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Farnsworth, N.R. 1990. The role of ethnopharmacology in drug development in bioactive compounds from plants. Ciba Foundation Symposium 154. Chichester. P. 2-21. Geran, R.I., N.H. Greenberg, M.M. McDonald, A.M. Schumacher and B.J. Abbott. 1972. Protocols for screening Chemical Agents and Natural Products Against Animal Tumors and Other Biological Systems. Cancer Chemother. Rep., 3, 1-93. Hatano, T., H. Kagawa, T. Yasuhara, and T. Okuda. 1988. Two New Flavonoids and Other Constituents in Liorice root: their relative astringency and radical scavenging effects. Chem. Pharm. Bull., 36, 2090-2097. Jayasuria, H., J.D. McChesney, S.M. Swanson and J.M. Pezzuto. 1989. Antimicrobial and Cytotoxic Activity of Rottlerin-type Compounds from Hypericum drummondii. J. Nat. Prod. 52, 285-331. KLH. 1992. Indonesian Country Study On Biological Diversity. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. 209 halaman. Meyer, B.N., N.R. Ferrigni, J.E. Putnam, L.B. Jacobsen, D.E. Nichols and L.L. McLaughlin. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituents. Journal of Medicinal Plant Research 45:31-34. Plotkin, M.J. 1988. The Outlook for new agricultural and industrial products from the tropics. In: Biodiversity (Ed. E.O. Wilson), p. 106116. National Academic Press, Washington, D.C. Sam, T.W. 1993. Toxicity Testing Using The Brine Shrimp: Artemia salina. In: Bioactive Natural Products: Detection, Isolation and Structural Determination (Eds. S.M. Colegate and R.J. Molyneux), p. 441-456. CRC Press, Boca Raton, USA. Tan, G.T., J.M. Pezzuto and A.D. Kinghorn. 1991. Evaluation of Natural Products as Inhibitors of Human Immunodeficiency Virus Typ-1 (HIV-1) Reverse Transcriptase. J. Nat. Prod. 1, 143-154. Tsauri, S. dan L.B.S. Kardono. 1996. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Baku

213

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Obat: Penelitian, Eksplorasi dan Pelestariannya. Makalah disampaikan dalam Seminar Peran Kimia Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Semarang, 11 Mei. Vanden Berghe, D.A. and A.J. Vlietinck. 1991. Screening methods for Antimicrobial and Antiviral Agents from Higher Plants. Methods in Plant Biochemistry, Vol. 6, Assay for Bioactivity. Academic Press, London, U.K. Yen, G.C. and H.Y. Chen. 1995. Antioxidant Activity of Various Tea Extracts in Relation to Their Antimutagenicity. J. Agric. Chem. 43, 27-32.

214

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 1. Aktivitas Biologis Contoh-contoh Sampel Tumbuhan Hutan Dari Desa Tanjung Lokang, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Uji Sitotoksisitas (IC-50 ug/ml) No. Kode Nama Jenis Bc1 1 2 3 4 5 6 7 8 TL-1 TL-2 TL-3 TL-4 TL-5 TL-6 TL-7 TL-8L TL-8A TL-8S 9 10 11 12 TL-9 TL-10 TL-11 TL-12 Alangium ridleyi Duabanga molucana Anthocephalus chinensis Diospyros wallichii Urophyllum hirsutum Forestia mollisima Cissus javana Ammplecissus thyrsiflora Forestia mollisima Phanera sp. Tothea tomentosa Pentaspadon motleti >20 >20 >20 >20 18% >20 >20 >20 >20 >20 >20 20% >20 >20 >20 >20 >20 >20 18% >20 >20 13.9% >20 15% >20 0% >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 16.5 15.7 10 15 100.0 105.93 66.06 Lu1 Col2 KB KB-V (+VLB ) KB-V (-VLB) LN Cap Uji Antimikrobial Diameter hambatan (mm) Sa 8 16.5 Ec 7.5 13.5 Bs 8 14.5 Uji Toksisitas LC50<1000 ppm 44.35 147.9 503.20 -/147.9 10.94 24.5 41.25 24.53 14.6/5.93 119.7 32.31 Uji Antioksidan (IC-50 ug/ml)

215

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Lanjutan Tabel 1. Uji Sitotoksisitas (IC-50 ug/ml) No. Kode Nama Jenis Bc1 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 TL-13 TL-14 TL-15 TL-16 TL-17 TL-18 TL-19 TL-20 TL-21 TL-22 TL-23 TL-24 TL-25 TL-26 TL-27 Elateriospermum tapos Myristica maxima Baccaurea stipulata Atuna excelsa Diospyros buxifolia Aglaia aspera Alseodaphne ceratoxylon Xanthophyllum kalimantanum Memexylon floribundum Madhuca magnifica Palaquium rostratum Barclaya motleyi Kadsura scandens Toona sureni Pentaspodon motleyi >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Lu1 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Col2 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB-V (+VLB ) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB-V (-VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 LN Cap >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Uji Antimikrobial Diameter hambatan (mm) Sa 10 11.5 8.5 8 9 Ec 10.2 10.2 8 10.5 8 11.5 Bs 10.5 9.5 8.5 7 10 13 Uji Toksisitas LC50<1000 ppm 95.50 75.32 171.86 184.78 76.86 794.33 588.8/126.89 127.89 17.98 14.14 25.74 28.48 15.25/122.6 Uji Antioksidan (IC-50 ug/ml) 32.76

216

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Lanjutan Tabel 1. Uji Sitotoksisitas (IC-50 ug/ml) Bc1 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 TL-28 TL-29 TL-30 Tl-31 TL-32 TL-33 TL-34 TL-35 TL-36 TL-37 TL-38 TL-39 TL-40 TL-41 TL-42 Euphorbia malesianus longan var. >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 0% Lu1 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 5% >20 2% Col2 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 1% KB >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 0% KB-V (+VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 4% KB-V (-VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 6% LN Cap >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Uji Antimikrobial Diameter hambatan (mm) Sa 8 11.5 9.7 8 9.5 Ec 10.5 7 7.5 11 9 8 10.5 Bs 8 7 7 12 11.5 8.5 9.7 170.83 132.42 1.98 Lanjutan Tabel 1. Uji Toksisitas LC50<1000 ppm 362.16 175.08 719.7/400 74.39 /356.32 19.90 Uji Antioksidan (IC-50 ug/ml) 24.7 42.65

No.

Kode

Nama Jenis

Gymnocranthera forbesii Aglaia cf. argenta Sindora bruggemanii Palaquium sp. Malaxis sp.1 Macodes sp. Malaxis sp.3 Malaxis sp.2 Malaxis sp.4 Ficus sagitatta Myristica maxima Garcinia rigida Xanthophyllum affine Mesua borneensis

217

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Uji Sitotoksisitas (IC-50 ug/ml) Bc1 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 TL-43 TL-44 TL-45 TL-46 TL-47 TL-48 TL-49 TL-50 TL-51 TL-52 TL-53 TL-54 TL-55 TL-56 TL-57 Dacryodes rostrata Cyathocalyx havilandii Ochanostachys amentacea Trioma malacensis Memexylon olygoneurum Helicia excelsa Gymnacranthera forbesii Lophopetalum glabrum Ixora sp. Ardisia macrophylla Dyera costulata Baccaurea edulis Beilschmiedia purverulenta Aporosa aff. nervosa Dacryoides incurvata >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 5% >20 >20 >20 >20 >20 Lu1 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 1% >20 >20 >20 17% >20 Col2 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 12% >20 >20 >20 >20 >20 KB >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB-V (+VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB-V (-VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 LN Cap >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Uji Antimikrobial Diameter hambatan (mm) Sa 10.5 8.5 14 10.5 7 7.5 16.5 9.5 10 8 7.5 9.5 9.5 11.7 Ec 12.5 7.5 16.5 11.5 7.5 7.5 14.5 8.5 11.2 10.5 8 7 9 11.5 9 11.7 9.5 13.5 Bs 11.5 8.5 15.5 9.5 7 8 14 8 Uji Toksisitas LC50<1000 ppm 414.62 683.91 219.84 118.35 118.11 391.2 Lanjutan Tabel 1. 38.85 22.03 13.58 50.74 19.33 16.7 16.46 16.36 104.2 Uji Antioksidan (IC-50 ug/ml) 13.4

No.

Kode

Nama Jenis

218

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Uji Sitotoksisitas (IC-50 ug/ml) Bc1 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 TL-58 TL-59 TL-60 TL-61 TL-62 TL-63 TL-64 TL-65 TL-66 TL-67 TL-68 TL-68L Calophyllum aff. blancoi Gluta walichii Aporosa aff. nervosa Baccaurea elmeri Phyllanthus niruri ? Centhoteca lappacea Donax cannaeformis Myrmecodia strigosa Palaquium sp. Callophyllum dasypodum >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Lu1 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 Col2 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB-V (+VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 KB-V (-VLB) >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 LN Cap >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 >20 9.2 9.2/ 7.5 22 13 9.7 9.5/ 7.5 24 14 9 9.7/ 7.5 22 14.5 3.162 25.74 27.0 24.25 13.78 44.75 Uji Antimikrobial Diameter hambatan (mm) Sa Ec Bs Uji Toksisitas LC50<1000 ppm Uji Antioksidan (IC-50 ug/ml)

No.

Kode

Nama Jenis

219

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keterangan: Uji Sitotoksisitas - Ekstrak dinyatakan aktif bila IC-50 < 20ug/ml Bc1 - sel kanker payudara, Lu1 - sel kanker paru-paru, Col2 - sel kanker usus, KB - sel kanker mulut (epidermoid carcinoma in mouth), LNCaP - sel kanker prostat yang berkaitan dengan hormon. Uji Antimikrobial - Sa - Staphylococcus aureus ATCC 6538, Ec Escherichia coli ATCC 25922 Bs - Bacillus subtilis ATCC 6633 Uji Antioksidan - Aktif lemah : IC-50 100-200 ug/ml, Aktif : IC50 12-100ug/ml, sangat aktif IC-50 < 20 ug/ml

220

Prosiding : RPTN Bentuan Karimun 2000-2024

Diagram 1.

Strategi Penelitian Dan Eksplorasi Terpadu Senyawa Bioaktif Tumbuhan Obat Indonesia
TUMBUHAN OBAT INDONESIA

Ethnofarmakologi/ Ethnobotani

Khemotaksonomi/ Taksonomi/Ekokimia

Observasi di lapangan Interaksi antar organisme

Koleksi acak

Skrining Umum/ Primer

Skrining Spesifik (khusus) langsung

Bioactivity Guided Fraction & Isolation

Berdasarkan Mekanisme Interaksi Biologi/Biokimia

Ekstraksi

Maserasi, Perkolasi, Soxhletasi

Pemekatan Pemekatan Temperatur dan Tekanan rendah (Rotary evaporator) Freeze Dyer Spray Dryer Ditambah Material Tertentu

Fraksinasi, Isolasi dan Pemurnian Kolom Khromatografi padat bertekanan/tanpa tekanan - Fasa normal atau reverse - Flash, vakum atau HPLC Khromatografi cair-cair - CCC - DCCC -RLCC (Itomultilayer Ekstraktor, Separator) Identifikasi dan Elusidasi Struktur Fisika: Titik leleh, Rotasi Optik Spektroskopi: - UV, IR - MS :El, Cl, FAB, FD - NMR: 1. Dimensi: 1H, 13C 2. Dimensi: COSY, NOESY, COLOC, HMQC-HMBC

- X-ray kristalografi
Peningkatan Senyawa Bioaktif Pemurnian dalam jumlah banyak - Pengumpulan tumbuhan liar (hutan) - Kultivasi dan Kultur Jaringan Sintesa Kimia: - Total, - Partial Uji in vivo Dengan hewan percobaan Pengembangan Sediana (Formulasi terbatas) Uji Klinik pada manusia Fabrikasi dan Pengembangan Formulasi

221

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kebijakan dan Program Pariwisata Di Taman Nasional Bentuang Karimun dan Kaitannya Bagi Pembangunan Propinsi Kalimantan Barat Abdul Kadir W. Ka.Kanwil Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya Propinsi Kalimantan Barat 1. Pendahuluan Pembangunan Kepariwisataan Nasional (PKN) Indonesia adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang telah dimulai sejak PJP I Tahun 1969. Pembangunan kepariwisataan nasional ini memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia dalam mendukung kelangsungan dan keberhasilan pembangunan nasional, terutama dalam menghadapi tantangan kedepan yang semakin berat dengan adanya keterbatasan sumber minyak bumi, keterbatasan sumber alam hutan dan berbagai sumber daya yang menjadi andalan tetapi memerlukan atau sulit untuk diperbaharui. Dari data WTO (World Tourism Organization) bahwa jumlah perjalanan manusia yang melakukan kunjungan keberbagai negara dipenjuru dunia pada tahun 1994 mencapai 537 juta orang, dengan nilai devisa US $ 341 milyar. Pada tahun 2000 diperkirakan akan mencapai 925 juta orang yang berarti akan terjadi kenaikan yang cukup besar untuk diantisipasi oleh masing-masing negara tujuan wisata. Gambaran perjalanan manusia itu paling tidak telah menunjukkan bahwa kegiatan pariwisata sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan umat manusia. Dari pergerakan/perjalanan manusia tersebut yang perlu kita cermati adalah bahwa sebagian besar perjalanan yang mereka lakukan terdapat perubahan kecenderungan yaitu mereka memeilih kegiatan perjalanannya keruang terbuka (outdoor activities) sebagai alternatif yang menarik untuk mengisi waktu luang. Dalam kehidupan masyarakat moderen seperti sekarang ini kerinduan terhadap alam dan keadaan yang alami semakin meningkat. Kehidupan yang serba cepat karena penemuan-penemuan teknologi menyebabkan manusia semakin jauh dari pola kehidupan yang alami atau yang akrab dengan alam. Disisi lain kehidupan yang serba moderen ini dan dengan teknologi tinggi menyebabkan pendapatan manusia semakin meningkat sehingga memungkinkan pemenuhan kebutuhan

222

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

untuk istirahat atau rekreasi (leisure) semakina meningkat pula dan diantaranya yang menjadi alternatif utama adlah ketempat objek dan daya tarik wisata yang alami. Dengan semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan ke alam bebas menyebabkan kita harus mampu mengelola dan mengembangkan potensi wisata alam yang kita miliki baik potensi Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam dan sejenis lainnya baik berada diluar kawasan konservasi seperti hutan produksi, Hutan Tanaman Industri, dan sebagainya. Dan salah satu tentang potensi alami itu pada hari ini akan dilokakaryakan. 2. Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan Dalam rencana Pembangunan Lima Tahun ke Tujuh (Repelita VII) dan tahun terakhir Pelita VI telah digariskan dalam GBHN 1998-2003 beberapa kebijakan bidang pariwisata yang menjadi acuan pembanunan nasional sebagai berikut. a) Peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan dan unggulan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang menunjang dan saling terkait, sehingga pendapatan masyarakat daerah dan negara serta peningkatan penerimaan devisa meningkat. b) Menjaga terpeliharanya kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. c) Pengembangan pariwisata nusantara dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa, dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional dan meningkatkan hubungan antar bangsa serta pengembangan wisatawan nusantara. d) Mengembangkan, mempromosikan dan memasarkan objek dan daya tarik wisata secara terencana, terarah, terpadu dan efektif baik di dalam maupun di luar negeri. e) Makin meningkatkan pendidikan dan pelatihan disertai penyediaan sarana dan prasarana yang semakin baik. f) Makin meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam kegiatan pariwisata melalui penyuluhan dan pembinaan kelompok seni budaya, industri kerajinan, serta upaya-upaya lain untuk meningkatkan kualitas kebudayaan dan daya tarik kepariwisataan Indonesia. Dari rumusan GBHN tersebut maka dalam PJP II ini jelas diharapkan agar sektor pariwisata menjadi sektor andalan dan unggulan yang mampu mendorong

223

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kegiatan ekonomi termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, meningkatkan penerimaan devisa, meningkatkan kesempatan kerja dan mendorong pemerataan baik secara spasial, sektoral maupun struktural. Sedangkan sasaran pembangunan pariwisata Kalimantan Barat sebagaimana ditetapkan dalam Pola Dasar Pelita VI sebagai berikut: 1. Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan usaha pariwisata menjadi sektor yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi dan kegiatan sektor lainnya yang terkait dengan melalui upaya pembangunan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan daerah sehingga dapat memperluas dan meratakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah serta penerimaan devisa dengan tetap menjaga terpeliharanya nilai-nilai agama adat istiadat, pandangan dan nilainilai yang hidup dalam masyarakat, kelestarian budaya, fungsi dan mutu lingkungan hidup. 2. Penggalakan dan pengembangan pariwisata daerah terus dilanjutkan dengan meningkatkan kualitas, jumlah, jenis dan produk wisata baik wisata alam maupun wisata budaya. 3. Usaha pengembangan objek dan daya tarik wisata daerah serta kegiatan promosi terus ditingkatkan dan dilaksanakan secara terencana, terarah, terpadu dengan diikuti oleh peningkatan pendidikan dan latihan kepariwisataan dan diiringi dengan peningkatan sadar wisata dan peran aktif masyarakat melalui penyuluhan, pembinaan kelompok seni budaya dan kerajinan yang tumbuh dalam masyarakat. Dari pola dasar yang ditetapkan ini sasaran akhir Pelita VI untuk tingkat pertumbuhan kunjungan wisman ke Kalbar diharapkan mencapai sasaran 70.818 orang (rendah) dan 8.448 orang (tinggi). Sesuai dengan pola dasar tersebut dan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan maka beberapa langkah yang ditempuh meliputi: 1. Meningkatkan Pariwisata Sebagai Sektor Andalan Kebijaksanaan yang utama adalah dengan menyusun RIPDA yang memperhatikan rencana tata ruang daerah, potensi pariwisata dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar berpartisipasi aktif dalam pembangunan kepariwisataan, meningkatkan kerjasama lintas sektoral dengan instansi terkait. 2. Meningkatkan Daya Saing Kepariwisataan Daerah Kebijaksanaan yang ditempuh adalah menggalakkan pemasaran ke luar negeri secara selektif terutama pada pasar yang sedang tumbuh dan berpotensi tinggi seperti Malaysia (Serawak dan Sabah, Brunei Darussalam,

224

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Singapura, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Australia, Eropa Barat, Canada Amerika dan Inggris) disamping meningkatkan kemudahan dan diversifikasi produk wisata. 2. Mengembangkan pariwisata nasional. 3. Meningkatkan sumber daya manusia. 4. Meningkatkan peran serta koperasi dan masyarakat. 4. Pengembangan dan Pemanfaatan Program Pariwisata Di Taman Nasional Bentuang Karimun Dengan gambaran sekilas perkembangan dan rencana program pariwisata nasional dan kebijaksanaan dari kepariwisataan Kalimantan Barat dikaitkan dengan pengembangan dan pemanfaatan Taman Nasional Bentuang Karimun maka beberapa dimensi yang harus menjadi perhatian adalah bahwa wisata di Taman Nasional merupakan suatu kegiatan yang berlangsung di dalam suatu lingkungan di luar daerah yang bernuansa perkotaan, sehingga konsep-konsep pembangunan dan pemanfaatannya tentu jauh berbeda dengan pola pembangunan kawasan perkotaan. Dalam kaitan ini Taman Nasional yang merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata dan rekreasi harus menerapkan suatu pola pembangunan yang sangat hati-hati dan nuansa alami. Dilihat dari letak strategis Taman Nasional Bentunag Karimun dimana sebelah utara dan timurnya berbatasan dengan Sarawak (Malaysia ), maka guna pemanfaatan yang maksimal dan menghindari urbanisasi masyarakat disekitar kawasan Taman nasional maka upaya pengembangan sesuai zona yang ditetapkan perlu dikaji secara lebih detail sehingga manfaat bagi masyarakat terhadap keberadaan Taman nasional benar-benar dirasakan. Khusus pemanfaatan sebagai salah satu daya tarik wisata alam maka kegiatankegiatan yang dapat menunjang wisata di Taman Nasional sangat beragam baik untuk penelitian, melihat pemandangan, berkemah, menyusuri keindahan hutan untuk melihat berbagai jenis flora dan fauna maupun menikmati suasana alam dan desa-desa yang ada di sekitar kawasan. Kegiatan wisata di Taman Nasional baik yang langsiung berada di dalam kawasan maupun yang di sekitar kawasan dapat dikatagorikan sebagai berikut: 1. Nature based Tours (perjalanan dialam bebas) serta ecotourism tour

225

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

(perjalanan menikmati lingkungan). 2. Penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. 3. Perjalanan menyusuri kampung-kampung/desa (Rural Adventure Tours). Pemanfaatan Taman Nasional ini sebagai daya tarik wisata yang perlu diperhatikan dalam pengembangannya adalah: 1. Aspek keamanan mengingat banyaknya binatang melata dan binatang buas lainnya. 2. Aspek kelangsungan hidup pada pelaku pariwisata. Mengingat kawasan Taman Nasional jauh dari fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan seperti kesehatan, telekomunikasi, air bersih dan sebagainya. Untuk menunjang semua pemanfaatan Taman Nasional dimaksud maka integrasi wisata dikawasan alamiah perlu ditindaklanjuti dengan konsep industrialisasi Taman Nasional dengan pola perencanaan, pengembangan dan pengelolaan yang baik dan menyeluruh sehingga fungsi-fungsi dari Taman Nasional sesuai dengan maksud dan tujuan pemanfaatannya dapat dilakukan dengan lestari. Aspek-aspek kebutuhan pariwisata seperti transportasi, akomodasi, konsumsi, kesehatan dan segala kebutuhan sehari-hari selama melakukan kegiatan wisata perlu menjadi perhatian yang serius walaupun tidak harus keseluruhannya berada di dalam kawasan tetapi minimal dapat dijangkau sehingga bila memutuskan untuk melakukan perjalanan di dalam kawasan Taman Nasional tumbuh rasa aman dan nyaman. Sebagai catatan bahwa untuk menunjang keberhasilan pembangunan pariwisata yang dilakukan oleh negara tetangga (Sarawak) maka upaya yang sungguhsungguh serta terencana dari para pengelola dan pengambil keputusan di kawasan Taman Nasional ini perlu dilakukan secara lebih terarah dan melibatkan banyak kepentingan yang selalu diintegrasikan dalam suatu program sehingga pemanfaatannya dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan serta yang lebih pokok lagi menarik minat masyarakat desa sekitar kawasan untuk bisa berperan aktif sehingga arus urbanisasi bisa dicegah, pemerataan pembangunan terlaksana dengan baik. 5. Penutup Pemanfaatan Taman Nasional telah banyak dilakukan oleh berbagai negara untuk menarik arus kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara , untuk itu pada kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun yang merupakan

226

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

kawasan Taman Nasional berbatasan dengan kawasan hutan negara tetangga adalah merupakan ciri khas tersendiri yang bisa lebih dimanfaatkan, namun harus diikuti dengan investasi dalam skala tertentu agar dapat menarik wisatawan dan investasi ini harus diimbangi dengan pembangunan sarana dan prasarana Taman Nasional yang memadai. Memang tidak mudah merencanakannya, menciptakan dan mengelola kegiatan wisata di Taman Nasional yang tentu mempunyai karakteristik sendiri, yaitu suatu yang harus memuaskan tapi nilai pelestarian lingkungan harus dapat dipertahankan sesuai dengan kemampuan daya dukung kawasan yang disediakan. Namun jika konsep-konsep pembangunan Taman Nasional ini dapat diintegrasikan dengan konsep dari kehidupan masyarakat desa di sekitar kawasan maka akhirnya minimal timbulnya peladang berpindah atau perambahan hutan dapat dicegah dan yang penting lagi jika konsep-konsep pembangunan Taman nasional ini diintegrasikan pada masyarakat desa disekitarnya maka tidak menutup kemungkinan masyarakat desa tersebut akan banyak terlibat dengan pemanfaatan Taman Nasional ini dan tidak menjadikannya alasan untuk meninggalkan desa.

227

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Strategi Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Bentuang Karimun

Taufik Rahzen, Yayasan Equator dan Masyarakat Ekoturisme Indonesia (MEI) Herwasono Soedjito, WWF TNBK dan LIPI

1. Pendahuluan
Ekowisata (ecotourism) kini berkembang sebagai fenomena penting dalam industri perjalanan dan konservasi, sebagai kesatuan program yang mendorong para pejalan lebih peka terhadap lingkungan. Makin besarnya jumlah dan kualitas para wisatawan ekologi, memberi pengaruh yang signifikan, baik dalam pemasukan devisa, pengelolaan hutan maupun peranannya pada perlindungan keanekaragaman hayati. Tak mengherankan jika banyak negara dan kawasan lindung kini mempertimbangkan ekowisata sebagai pola yang inheren dalam mengelola alamnya. Keanekaragaman hayati, kekayaan sub-kultur dan keindahan lansekap tropis yang diwarisi kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, merupakan aset penting untuk menjadikan kawasan ini sebagai tujuan dalam peta baru tradisi perjalanan. Namun demikian, berbagai persoalan untuk menjadikan ekowisata sebagai sistem yang berkelanjutan, berhadapan dengan citra yang kini sedang terbentuk secara ekstensif dalam media internasional, tentang kebakaran hutan Kalimantan; serta berbagai persoalan aksesibilitas, ketersediaan infrastruktur dan kelayakan informasi

2. Ekowisata dan Perjalanan


Tiga Gaya Perjalanan Banyak alasan untuk melakukan perjalanan ke Kalimantan. Para transmigran yang bertahan di daerah perbatasan, yang membuka hutan dan menggelar ladang; pada dasarnya hanya mewartakan naluri untuk mempertahankan hidup. Mereka yang menyiasati serat-serat kayu, mengembangkan bisnis dan mengolahnya; hanyalah melanjutkan logika bisnis global--yang mengajarkan dengan cerdas bagaimana menghabiskan secara legal. Orang-orang Punan

228

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

melakukan perjalanan sebagai perwujudan diri, sebagai cara berinteraksi serta bagaimana hadir untuk dalam habitatnya. Tapi turis? Apa yang dilakukan para ekoturis untuk bersusah payah menembus kawasan hutan hujan ini?. Tiga catatan perjalanan dari masa yang berbeda, mungkin bisa menjelaskan motif sekaligus prasangka yang menyertai perjalanan mereka. Pemeriksaan kritis terhadap catatan perjalanan ini, akan memberi jalan untuk memahami lebih jauh, tipe pejalan serta alasan mereka untuk melakukannya. Seratus tahun lampau, Anton W. Nieuwenhuis dalam catatannya In Central Borneo (1) menulis tentang misi ekspedisi keduanya (1896): agar memperoleh manfaat sebesar-besarnya, saya memilih pembantu-pembantu ahli dalam berbagai bidang. Hasilnya sedemikian rupa sehingga saya dapat mengharapkan membawa pulang koleksi yang bermanfaat dalam bidang ilmu botani, zoologi, biologi dan etnologi. Fotografi akan memberikan bantuannya pada semua kepada semua pihak, juga akan dibuat peninjauan topografi secara sekilas dari daerah yang akan dilalui. Dengan tegas, Nieuwenhuis memaparkan ekspedisi ilmiahnya, sebagai upaya untuk merekam kehidupan sosial dan alam masyarakat pedalamanserta membawa pulang koleksi, memetakan topografi dan memaparkan kehidupan mereka. Penelitian ini terselenggara pada masa tradisi Orientalismeperjalanan ke Timurmencapai puncaknya. Tradisi pengetahuan yang berusaha menghadirkan yang lain, the others, karena mereka (dianggap) tak mampu menghadirkan dirinya. Dengan menguasai pengetahuan tentang mereka, maka berarti menguasai mereka. Penguasaan pengetahuan tentang suatu masyarakat, betapapun terbungkus secara ilmiah merupakan jalan pertama untuk mengkolonisasi masyarakat itu. Tak heran jika dalam kalimat awal catatan yang fenomental ini, Nieuwenhuis menulis: Ekspedisi ilmiah ke Borneo tengah pada tahun 1894 telah memberi hasil penuh, seperti diharapkan para peserta dalam bidang penelitiannya masingmasing, berkat bantuan Maatschappij ter Bevordering van het en nature kundig Onderzoek der Nederlandes cche Kolonien (Perhimpunan untuk Memajukan Penelitian Alam Koloni-koloni Belanda) dan pengorganisasiannya secara praktis oleh residen Wester Afdeeling Borneo, Tuan SW. Tromp, Walaupun puas dibidang ilmiah, gagalnya perjalanan untuk masuk wilayah Mahakam Hulu yang belum dikenal itu mengurangi kepuasan akan hasil ekspedisi. Betul bahwa Profesor Molenggraaff berhasil mengadakan perjalanan dari Bunut ke Banjarmasin, tetapi bagian putih di peta tetap tinggal putih. Daerah yang tak tercatat dalam peta, dengan demikian, adalah daerah incognito, berarti pula tak ada pemiliknya.

229

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tak bisa disangkal, ekspedisi Nieuwenhuis memenuhi tujuan-tujuan politiknya yang berjangka panjang dengan menghasilkan berdirinya pax neerlandica, di wilayah-wilayah yang selalu diusik perang dan pengayauan ini. (2) Ekspedisi ini menghasilkan peta-peta akurat dari daerah-daerah yang sampai saat ini belum pernah dikunjungi orang luar termasuk pengaitan topografi pertama antara Borneo barat dengan Borneo timur serta survey wilayah Mahakam : sehingga daerah putih dipeta sudah tidak putih lagi. Nuansa perjalanan Nieuwenhuis yang menjadi ciri dan masanya, amat berbeda degan apa yang ditulis oleh Tracy Johnston seratus tahun kemudian. Dalam catatannya Shooting The Boh: A Womans voyage down the wildest river in Borneo, bersama dengan ekspedisi Sobek, ia menyusuri sungai di pedalaman, melewati pengalaman ekstensial yang tak terduga. (3) Jika ekspedisi yang pertama mengarahkan perhatian pada yang lain, orang-orang primitif atau situasi diluar dirinya; maka Tracy, sepertinya mengarahkan perhatiannya kedalam diri. Semacam interiorisasi pengalamannya menyusuri sungai Boh, dengan hasil (justru) menemukan dirinya. Perhatikan apa yang ia simpulkan di catatan perjalanannya: Perjalanan pribadi saya mempunyai kisahnya sendiri. Berkalikali, selama menyusuri Boh saya merasa kehilangan arah. Terperangkap pada hutan hujan, bagaikan kumbang yang tersesat dalam kelompoknya. Tiba-tiba saya memandang diri saya dalam konteksnya: seorang wanita setengah umur, dengan semangat yang meledak-ledak, secara fisik cacat, tanpa pakaian dan obat sendiri, dan satu dari dua orang yang selama perjalanan ini tak punya pasangan. Para perempuan selalu mengatakan pada saya, bahwa perasaan semacam itu hal biasa biasa dari imej diri kita dalam konteks tertentu. Tapi sungguh, tak pernah saya merasakan hal ini sebelumnya. Dalam bagian lain, Tracy seperti merangkum moralitas perjalanannya: Saya juga melihat bahwa, sikap pertahanan diri saya bangun untuk melindungi ego saya agar tetap independen; justru menghalangi saya untuk bisa menghalangi yang lain. Melalui Boh saya mempelajari, bahwa saya cukup memadai untuk menghadapi situasi sulit dan bagaimana bertindak dalam kesempatan terbatas suatu cara untuk berhadapan dengan diri sendiri. Perbedaan watak antara dua ekspedisi ini terlihat dengan jelas. Tipe Nieuwenhuis berusaha memetakan dunia Kalimantan dan mensiste- matisasikan pengetahuan tentangnyayang berarti pula menguasai tentangnya. Sementara Tracy, memandang perjalanannya sebagai cermin untuk melakukan pencaharian di dalam diri. Jika yang pertama bertujuan untuk eksteriorisasi pengalaman yang bersifat sosiologis, maka yang kedua, merupakan interiorisasi pengalaman yang bersifat eksistensial. Dua sikap dasar ini yang membedakan secara ekstrem,

230

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

watak pejalan yang ada di Kalimantan hingga saat ini. Ditengah-tengah dua tipe ekspedisi ini, agaknya perlu dipertimbangkan gejala baru, yang kini juga diperbincangkan; tentang sikap seorang peneliti dengan masyarakat yang dijumpainya. Melalui laporannnya yang segar dan hidup, In the Realm of The Diamond Queen, Antropolog Anna Lowenhaupt Tesing, memaparkan hubungannya dengan seorang Balian perempuan dari pegunungan Meratus. (4) Betapapun awalnya laporan ini bersifat akademis, namun dengan kentara ia menonjolkan sikap pribadinya. Risalah ini mengisahkan hubungan antara suku dayak dengan modernisasi dan negara, dengan disertai isu-isu yang berhubungan dengan marjinalisasi, gender, kekuasaan serta apa artinya perjumpaan dengan masyarakat yang lain. Ia berusaha membongkar fantasi dan prasangka yang jamak menghinggapi orang-orang kota, para pendatang atau mereka yang menamakan dirinya beradab. Lebih jauh ia mempersoalkan apa yang bisa dikerjakan oleh antropologi atau penelitian etnografis bagi kelompok budaya termarjinalisasi. Meski catatan perjalanan Tsing belum memberi dampak hilang bagi kalangan lebih luas, namun ia telah membuka perdebatan yang kritis, tentang cara melihat sistem pengetahuan dan masyarakat pedalaman Kalimantan lebih emansipatif. Meskipun jarak pengalaman perjalanan di atas terentang selama seabad, namun pola-pola perjalanan dan ekspedisi semacam itu, masih muncul dengan derajat yang berbeda-beda. Masing-masing pola memiliki agenda dan skala prioritasnya sendiri, yang satu dan lain cara, dikemas dalam paket ekowisata. Mempertimbangkan Kembali Ekowisata Ekowisata kini menjadi gejala yang melanda tradisi perjalanan dunia. Meskipun akar dari perjalanan jenis ini dapat dirunut seabad yang lampau, tapi berkembangnya sebagai gaya hidup, baru dapat terbaca dalam dua dasawarsa terakhir. Memang Humboldt, Darwin, Bates, dan Wallace telah melakukan ekspedisi penelitian di berbagai belahan dunia, namun dengan tujuan yang berbeda dengan yang terjadi belakangan ini. Ekspedisi Nieuwenhuis seabad yang lampau, berbeda dengan perjalanan Tracy Johnston yang bersifat pribadi dengan alasan yang kadang-kadang sederhana, dan berbeda pula dengan perjalanan Tsing yang ideologis. Ekowisata disadari bukan sekedar kelompok kecil elit pecinta alam yang memiliki kesungguhan. Yang merupakan perpaduan dari berbagai minat yang

231

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya. Gejala ini dipertimbangkan sebagai salah satu cara yang efektif untuk melindungi kelestarian alam melalui minat yang bertanggungjawab dan berkesinambungan. Ia menggabungkan komitmen yang kuat terhadap alam dengan suatu rasa tanggungjawab sosial. Perhatian terhadap ekowisata semakin meningkat dikalangan pemerintah negara sedang berkembang, operator komersial, lembaga swadaya, maupun pekerja konservasidengan menyadari kemampuannya yang besar sebagai kekuatan ekonomi. Para pejalan alam ini, membelanjakan miliaran dolar setiap tahunnya, dan terus mengalami peningkatan yang mengesankan. Mereka senang menggunakan sumber daya setempat dan teknologi sosial asli. Kepedulian itu diwujudkan dalam bentuk penghematan konsumsi, rancangan yang peka lingkungan, perhatian pada nilai-nilai setempat serta partisipasi lokal dalam pengelolaan industri perjalanan. Kepedulian ekowisata pada sumber-sumber lokal dan peluang kerja, menarik perhatian negara-negara yang memiliki hutan luas tetapi tidak diuntungkan karena kemiskinan dan keterbatasan untuk mengelola hasil hutan. Kenya mendapatkan $ 500 juta dolar pertahun dari penghasilan pariwisata ini, dan secara langsung atau tidak menyumbang 10% dari GNP-nya. Costarica memperoleh $ 336 juta dalam pajak wisatawan tahun 1991 dan mendaftarkan pertumbuhan 25% dalam penghasilan selama tiga tahun terdahulu. Pariwisata dengan basis alam, telah bertindak sebagai mesin penggerak bagi banyak ekonomi kepulauan tropis di Karibia, lautan Pasifik dan Hindia. Ekowisata telah memasukkan Rwanda dan Belize dalam peta. Ekowisata merupakan suatu gejala rumit yang menyertakan banyak disiplin. Terdapat banyak segi yang harus diperhatikan, jika ingin ekowisata berhasil bagi siapa yang terlibat: konsumen, pengelola, penduduk asli dan para pemasok. Suatu kajian yang rinci dan sistematis tentang suatu kawasanbaik alam maupun budayahendaknya dikemas sedemikian rupa hingga dapat dikenali. Kajian ini berbeda dengan inventarisasi ilmiah, dan hendaknya mencerminkan daya tarik dari obyek-obyek yang ada; sehingga paket yang ditawarkan bukan semata-semata suatu gambaran klinis tanpa nuansa dari potensi-potensi biologi dan arkeologi yang ada. Kerena itu upaya pembentukan citra, simulakra atau dunia bayangan merupakan syarat utama program ekowisata yang berhasil. Equator dan Punan: Upaya Pembentukan Citra

232

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dunia pariwisata sangat tergantung pada imaji yang mengikutinya, pada citra yang terbentukdan acap kali melampaui kenyataan sebenarnya. Betapapun Kalimantan memiliki keunggulan luar biasa dalam keanekaragaman hayati serta kualitas hutan hujannya, namun tanpa kemasan citra yang terencana; akan sulit mengikut sertakan keunggulan kawasan ini dalam peta pariwisata dunia. Posisi strategis Taman Nasional Bentuang Karimun, serta kekayaan hayati yang dikandungnya, memberi harapan kuat kawasan ini akan menjadi tujuan perjalan yang akan datang. Disamping upaya-upaya sistematis dan terencana dalam pengelolaan kawasansebagaimana diselenggarakan melalui proyek ini beberapa langkah yang berbasis pada masyarakat serta pembentukan citra secara sadar, dapat dilakukan melalui beberapa strategi: Perjalanan ke Equator sebagai tema bersama. Kedudukan strategis kawasan ini di garis Equator, yang membagi secara simetris perjalanan matahari, dapat menjadi rujukan pembentukan citra. Di bawah program Equator 2002, misalnya, dikembangkan rancangan kampanye lima tahunan, yang nantinya diharapkan dapat membentuk imaji jangka panjang. Nilai-nilai yang perlu ditonjolkan pada tema ini: keanekaragaman hutan hujan; etika dan ekologi kesadaran masyarakat Punan sebagai suku pengembara; spritualitas ekologi; serta masa/antara dari pergantian millenium. Berbasis Masyarakat. Walaupaun proyek ekowisata ini mempunyai cakupan yang lebih luas, namun hendaknya mampu mengintegrasikan masyarakat lokal sebagai mitra sejajar dalam perancangan, pelaksanaan dan pengawasan proses yang berlangsung. Rancangan dan pengembangannya haruslah mengikutsertakan imajinasi sosial masyarakat pendukungnya, dengan mempertimbangkan skala yang tepat dengan kondisi setempat, struktur sosial, pandangan budaya serta sumberdaya pendukungnya. Betapapun ekowisata harus dipandang sebagai industri pelengkap dan penekanan tetaplan diberikan pada pengelolaan pertanian yang ada, peternakan, pemanfaatan hasil hutan atau sumber pancaharian lainnya. Kebutuhan turis harus merupakan prioritas kedua setelah usaha konservasi terhadap alam dan sumber daya, termasuk penghargaan terhadap hak-hak penduduk lokal. Keberlanjutan dan Penggunaan Sumber Daya Setempat. Keberlanjutan merupakan prinsip dari pengelolaan sekaligus etik yang mewarnai tindakan. Diantara sumber daya setempat yang dapat dimanfaatkan adalah ketrampilan penduduk lokal, teknologi sosial dan bahan-bahan yang berasal dan digunakan masyarakat setempat. Koordinasi pemandu wisata dapat menggunakan staf lokal atau pemandu lokal, dan harus mendorong para turis membeli bahan dari

233

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

masyarakat lokal. Kelenturan Profesionalisme. Pengelolaan yang profesional hendaknya menjadi acuan, mengingat kompleksitas ekowisata dengan perangkat yang menyertainya. Para biologiawan, antropolog, manajer, dan pemasaran perlu duduk bersama untuk mengintegrasikannya kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dalam hal ini, hendaknya disadari kekuatan sinergis teknologi media yang ada multi-media, internet, ataupun rancangan citra melalui buku panduan (guide book) ataupun novel dan catatan perjalanan. Kelenturan dibutuhkan untuk memperantarai tuntutan yang terus berubah. Konservasi sebagai strategi pembangunan berkelanjutan. Negara hendaknya mendorong konservasi upaya konservasi melalui rangkaian kebijaksanaan dan undang-undang yang mendorong semua lembaga terkait untuk menyelenggarakan konservasi secara aktif, sebagai tindakan organis yang berkelanjutan. Menjadikan kawasan ini sebagai Transfrontier Reserve, tidak saja memperluas basis kerjasama bio-region tetapi juga mencegah munculnya konflik antar perbatasan. Upaya lebih jauh untuk menjadikan kawasan sebagai World Heritage sebagaimana konvensi Biodibersity, akan mendorong tempat ini sebagai kompas baru perjalanan ekowisata dunia. 3. Potensi wisata TNBK Pengembangan wisata di TNBK sangat prospektif karena mempunyai banyak obyek yang menarik dan keanekaragaman budaya yang unik, serta tempatnya yang strategis sehingga bisa dibuat atraksi wisata yang menawan. Pengembangan dan kemasan atraksinya tentu harus disesuaikan dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kalimantan Barat yang baru saja selesai disusun Mei 1997 (Kanwil Parpostel Kalbar 1997). Keanekaragaman hayati, kekayaan sub-kultur dan keindahan lansekap tropis yang diwarisi kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, merupakan aset penting untuk menjadikan kawasan ini sebagai tujuan dalam peta baru tradisi perjalanan. Potensi wisata di dalam kawasan TNBK sangat bervariasi, mulai dari pemandangan yang indah, tempat yang bernilai sejarah, flora fauna yang unik, sampai suasana yang nyaman. Lokasi obyek wisata di dalam maupun di luar kawasan TNBK disajikan dalam Gambar 1. Semua potensi dari obyek wisata ini perlu dijadikan suatu atraksi wisata yang layak jual, aman, dan memberikan kesan. Potensi ekowisata yang menonjol di dalam kawasan TNBK diantaranya adalah:

234

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.1. Pemandangan yang unik dan jalur pendakian TNBK mempunyai banyak pemandangan yang indah dan unik yang sebagian diantaranya bahkan memerlukan perjuangan untuk menghayatinya. Pemandangan yang indah hampir ditemukan di semua wilayah dan khususnya saat menyusuri sungai dan mendaki gunung yang tinggi. Terdapat beberapa rute pendakian yang menarik di TNBK dengan kualifikasi kesulitan sedang sampai berat. Rute sedang dengan waktu tempuh pendek yaitu pendakian Gunung Betung dan Gunung Condong yang berada di TNBK bagian barat dengan memudiki Sungai Embaloh. Sedangkan bagi wisatawan yang menginginkan rute yang lebih menantang dapat memilih pendakian Gunung Lawit di TNBK bagian tengah melalui Sungai Sibau atau Gunung Kerihun di TNBK bagian timur melalui Sungai Bungan. Waktu yang diperlukan untuk mendaki ketiga gunung ini pun bervariasi. 3.2. Arung sungai dan jeram TNBK sangat ideal sebagai ajang penyelusuran sungai dan arung jeram. Daerah yang tepat untuk pengembangan wisata arung jeram adalah TNBK bagian timur khususnya Sungai Bungan (Gambar 1). Jalur ini ideal bagi wisatawan yang mempunyai cukup waktu dan jiwa petualangan yang besar yaitu jalur mudik Sungai Kapuas ke Propinsi Kalimantan Timur. Jalur ini akan mengarungi tiga jeram besar (Bakang, Homatop, dan Hororoy) di Sungai Bungan sebelum mencapai Dusun Tanjung Lokang. Setelah olahraga arung jeram ini wisatawan bisa melanjutkan berjalan kaki menerobos hutan di Pegunungan Muller lalu turun di Atekop di hulu Sungai Mahakam seperti yang telah disebut di depan. Jeram besar lainnya adalah Jeram Matahari (antara Sungai

235

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Nyamuk dan Habunut), Jeram Huluruk dan Pulau Bambu yang berada di Sungai Kapuas Hulu/Koheng. Jeram Matahari sampai saat ini belum ada orang yang berani melintasinya dengan perahu. TNBK bagian tengah mempunyai jeram yang tidak terlalu tinggi sehingga lebih mudah untuk mengarunginya. Sungai Sibau mempunyai Jeram Sampau atau Riam Periuk. Sungai Peyang, anak Sungai Sibau mempunyai pinggiran tebing batu yang tinggi diselingi dengan kelompok palem sagu Kalimantan (Eugissona utilis) dan terdapat pula gua kelelawar. Sedangkan jeram di Sungai Mendalam terdapat di dekat Sungai Haloi sampai ruas Sungai Mentibat dan Sungai Harongon serta Jeram Matahari yang tidak setinggi Jeram Matahari di Kapuas Koheng. Bagian ketiga wisata sungai ini terdapat di bagian barat yaitu wilayah DAS Embaloh. Sebagai gambaran dan ilustrasi keindahan TNBK bagian barat untuk tujuan wisata ekologi adalah penggal sungai Tekelan cabang dari Sungai Embaloh. Hanya dengan perjalanan selama satu jam bisa dijumpai berbagai variasi pemandangan tepi sungai dari kerimbunan bambu, naungan kanopi Dipterocarpus oblongifolius, tebing batu yang masif, gua kecil dengan kelelawarnya, permukaan air yang tenang sampai yang beriak kecil dan berjeram besar. Berbagai bunga anggrek dan burung Pecuk Ular, Raja Udang, serta Rangkong Gading melintasi sungai. Sesekali gelantungan Kelasi dan Kelampiau bisa dilihat juga. Ujung dari perjalanan menembus hutan tropis ini adalah Jeram Naris yang perahu tidak bisa melintasinya. Daerah ini mempunyai persyaratan yang lengkap untuk dikembangkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Wisatawan yang diharapkan adalah yang masuk dari Sarawak melalui Lubok Antu - Nanga Badau. Hotel Hilton sudah berdiri di pinggir dam PTLA Batang Ai, Lubok Antu dan bila dilanjutkan ke Sungai Tekelan hanya memerlukan waktu enam jam. Paket wisata sungai ini akan dipadukan dengan belajar mengenai hutan tropik dengan mengunjungi stasiun penelitian di ketiga subseksi wilayah konservasi TNBK. 3.3. Lokasi Memancing Wisata air di sungai-sungai TNBK akan lebih mengasyikkan bila dipadu dengan olah raga memancing. Kondisi hutan yang relatif masih utuh dan sungai yang sehat tentu menunjang kehidupan beranekaragam ichtiofauna, termasuk ikan air tawar. Hampir setiap sungai di TNBK mempunyai tempat yang ideal untuk memancing. Dengan bertanya pada penduduk setempat kita akan mendapatkan informasi yang rinci tidak hanya tentang tempat dimana dan sungai apa yang banyak ikannya bahkan jenis ikan apa dan saat yang tepat untuk memancingnya. Bagi wisatawan pemancing pemula, salah satu jenis ikan yang mudah dipancing adalah ikan Baung (Mystus nemurus) khususnya di DAS Mendalam pada Sungai Jepala, Sungai Horungun, Sungai Mentibat, Sungai Lubang Ajin, Muara Sungai Pari, dan Sungai Hotung. Sedangkan

237

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

di batang Sungai Sibau tempat pemancingan yang ideal adalah penggal Muara Sungai Belabi, Sungai Menjakan Besar dan Sungai Menjakan Kecil. 3.4. Sepan Melihat binatang besar di habitat aslinya merupakan pengalaman yang jarang dan mempunyai sensasi tersendiri. Untuk melihat mamalia besar, tempat yang tepat adalah mengintip di sekitar Sepan yaitu tempat minum binatang. Sepan merupakan mata air dengan kandungan mineral garam yang relatif lebih tinggi dari air di sekitarnya. Mineral garam ini bisa berasal dari rembesan garam-garam yang terbawa air setelah melalui proses kimia dari dekomposisi serasah atau pelapukan batuan induknya. Air sepan dari Sub DAS Mendalam sekarang sedang dianalisa komposisi kimianya. Berdasarkan informasi penduduk setempat, sepan terdapat di kelima Sub DAS TNBK. Masing-masing terdapat satu sepan di Sub DAS Bungan yaitu di dekat muara Sungai Pono, di Sub DAS Kapuas Koheng terdapat di Sungai Tahum, di Sub DAS Sibau terdapat di Sungai Payo, dan di Sub DAS Embaloh di Sungai Gamalung. Sedangkan di Sub DAS Mendalam terdapat tujuh sepan.. Lokasi sepan tersebut umumnya di tepi sungai dan bila hewan berkumpul untuk ngasin, inilah waktu yang tepat untuk melihat atau memotretnya. Pengamatan hewan tersebut dapat dilakukan pagi dan sore hari dimana pada waktu tersebut hewanhewan banyak berkumpul. 3.5. Pegunungan kapur dan gua. TNBK bagian timur mempunyai susunan batuan yang terdiri atas batuan kapur sehingga membentuk tonjolan bumi yang bak diukir serta banyak gua-gua alam didalamnya. Pegunungan kapur ini mempunyai tutupan vegetasi yang khas dan tersebar di daerah hulu Sungai Bungan. Formasi yang khusus ini melebar ke hulu Sungai Keriau yang sudah berada di luar kawasan TNBK (Gambar 1). Kawasan TNBK timur terutama di DAS Bungan mempunyai keanekaragam gua yang tinggi. Tidak kurang dari 55 gua besar dan kecil, dangkal atau dalam, maupun yang hanya berlubang/pintu satu atau lebih (Sudiyono 1997). Sebagian dari gua dihuni oleh Burung Walet dan sarangnya dimanfaatkan oleh penduduk. Oleh orang Punan Hovongan yang bermukim di Tanjung Lokang gua disebut diang yang artinya adalah lubang gua. Ekspedisi speleologi yang dilakukan PALAWA UAJY pada tahun 1997, telah

238

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

menginventarisir dan mengidentifikasi sebanyak 18 buah gua dan sebagian diantaranya di petakan. Rata-rata gua yang sudah diidentifikasi merupakan jenis gua dengan lorong fosil yang sudah tidak aktif lagi seperti Gua Doro dan Gua Kumurun. Sedangkan Gua Puun Peang, Gua Sio, Gua Baka dan Gua Sungai Singom merupakan gua dengan lorong vadosa. Gua Arong merupakan gua dengan lorong preatik dan lorongnya masih aktif. Speleothem yang terdapat pada beberapa gua adalah stalaktit dan stalaknit yang terjadi akibat tetesan air dengan arah vertikal. Bentuk flowstone (batu alir) yang terjadi karena air menetes melalui celah horisontal dan bentuk gourdam yang terjadi akibat pengendapan kalsit pada saat aliran air diperlambat sehingga menyerupai petakan sawah, banyak terdapat pada lorong Gua Arong dan Gua Pakau. Bentuk kolom yang merupakan ornamen gua yang terbentuk akibat bergabungnya stalaktit dan stalaknit terdapat pada Gua Tahapun di daerah Bovok. Speleothem yang cukup menarik adalah helektit yang terdapat pada gua Boro Osong di daerah Data Opet. Potensi obyek wisata di luar kawasan TNBK sebenarnya cukup banyak bila kreatif melihatnya. Satu hal yang menonjol di Kabupaten Kapuas Hulu ini adalah masih dipeliharanya keanekaragaman budaya yang unik, terutama budaya dari etnik Dayak. Benda budaya yang menarik untuk atraksi wisata adalah rumah panjang tradisional Dayak, yang di Kalimantan tengah disebut Betang, atau di Kalimantan Timur disebut Umak. Berbagai barang kerajinan, makanan, minuman, tarian, upacara tradisi, serta pengetahuan masyarakat tentang interaksi dengan alam, bertani dan obat-obatan adalah atraksi wisata yang menarik bila dikemas dengan baik. Selain itu juga karunia susunan bentang alam yang indah bak diciptakan untuk pengembangan wisata di TNBK seperti Danau Sentarum, Bukit Lanjak, pemandangan Parahyangan di Desa Ukit-ukit, hutan lindung di Desa Sungai Ulu Palin, bahkan kelok-kelokan jalan lintas utara ini sendiri. Sebagian besar jalan lintas utara penggal Nanga Badau ke jembatan Mataso di Banua Martinus ini telah diperkeras dan beraspal. Diperhitungkan bila jalan lintas utara ini telah di aspal semua, wisatawan dari Malaysia melalui Lubok Antu - Nanga Badau akan menyerbu Kapuas Hulu. Selama ini makin hari makin banyak saja orang Malaysia yang ingin melihat kawasan Indonesia. Untuk memberikan gambaran yang runtut potensi di luar kawasan ini akan dimulai dari bagian barat seolah kita menyusuri jalan lintas utara dari Lubok Antu (Sarawak) ke Putussibau (Gambar 1). 3.6 Danau Sentarum Danau Sentarum adalah kumpulan danau-danau yang sangat luas yang terletak

239

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

di belakang Lanjak, Ibukota Kecamatan Batang Lupar. Danau Sentarum bisa dipakai untuk wisata ski air atau berlayar karena airnya yang tenang. Selain itu danau ini memberikan penghasilan ikan yang cukup besar bagi masyarakat sekitar sehingga tontonan beranekaragam bentuk ikan dan makanan berbahan dasar ikan bisa dikembangkan sebagai oleh-oleh wisatawan. Danau Sentarum ini konsep pengelolaannya harus disatukan dengan TNBK karena sebagian besar pasokan air ke danau ini berasal dari tangkapan hujan di TNBK. 3.7 Bukit Lanjak Keistimewaan Bukit Lanjak ini adalah dari puncaknya kita bisa melihat pemandangan Danau Sentarum ke arah barat dan jajaran Gunung Betung dan TNBK ke arah timur laut. Bukit ini masih ditutupi oleh ciri khas hutan tropik. Mengingat kelerengan yang cukup terjal, kawasan ini selayaknya mempunyai status hutan lindung. Letak bukit ini sangat strategis yaitu di pinggir jalan lintas utara dan oleh karena itu di puncak bukit terdapat pondok/vila yang dibangun oleh Pemda DT II Kapuas Hulu. Di masa datang, kawasan ini dapat dikembangkan sebagai rest area perjalanan darat dari Putussibau ke Nanga Badau. 3.8 Desa Sungai Sedik Sungai Sedik adalah pemukiman orang Iban yang masih mempunyai ciri masyarakat tradisional yang hidup harmonis dengan lingkungannya. Perkampungan ini berada di pinggir jalan lintas utara dan masyarakatnya tinggal di rumah Panjang yang terletak di atas bukit sehingga bisa memandang hutan adat yang dikelola masyarakat di sebelah utaranya. Di belakang rumah panjang mereka terdapat kebun pekarangan dan air terjun yang hanya 20 menit perjalanan dari rumah. Air terjun tersebut merupakan sumber air minum bagi penduduk yang disalurkan melalui pipa-pipa ke dalam bilik-bilik di rumah panjang. Lansekap Sungai Sedik yang indah ini siap untuk dibina menjadi tempat tujuan wisata. Air bersih yang umumnya sulit didapat di Kalimantan Barat dan merupakan keperluan pokok bagi wisatawan sudah tersedia dari air terjun tersebut. Bahkan tenaga air terjun ini bisa diubah menjadi tenaga listrik untuk penerangan pondok wisata yang berbentuk rumah tradisional rumah panjang. 3.9 Desa Ukit-ukit Desa Ukit-ukit hanya berjarak 30 menit dari Desa Sungai Sedik, dibelah oleh

240

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

jalan lintas utara dan dihuni oleh kelompok etnik Tamambaloh. Tamambaloh adalah pemukim terlama di kawasan ini sebelum masyarakat Iban. Keunikan kampung ini adalah masih utuhnya lingkungan kampung Dayak, tetap memelihara tradisi dan adatnya serta mempunyai persawahan bak di bumi Parahyangan. Kebun di kampung ini masih menyerupai hutan tropik yang disusun oleh berbagai jenis buah-buahan (terutama Durian, Durio spp.), pohon karet (Hevea brasiliensis), dan jenis-jenis lainnya yang berguna termasuk rotan (Calamus spp.). Kebun hutan ini adalah aset laboratorium hidup untuk belajar etnobotani, antropologi dan dinamika pembudidayaan hutan tropik alami. Saat musim Durian, berbagai rasa bisa dicoba dari kekayaan plasma nutfah buah kampung Dayak yang indah ini. Tarian dan kostum etnik Dayak Tamambaloh ini juga menarik. Berbagai untaian manik-manik, cerahnya warna pakaian wanitanya, serta juraian hiasan kepala akan menimbulkan gerakan anggun dan goyangan yang indah dari tariannya. Musik yang mengiringinya pun terkesan lembut. Pendek kata, wisata budaya bisa didapat dari Ukit-ukit. 3.10 Banua Martinus Banua Martinus adalah ibukota Kecamatan Embaloh hulu dan merupakan pemukiman yang telah lama pula. Banua Martinus mempunyai gereja tua yang mempunyai nilai sejarah masuknya misi di kawasan ini ratusan tahun yang lalu. Seting pemukimannya sudah nampak modern walaupun pohon buah di sekitar rumah yang terpisah-pisah nampak besar dan tua. Banua Martinus terletak di selatan jalan lintas utara sekitar lima menit perjalanan mobil dari jembatan Mataso yang melintasi Sungai Embaloh. Jembatan Mataso adalah titik awal bagi wisatawan yang ingin memasuki TNBK dari bagian barat. Dengan memudiki Sungai Embaloh dari jembatan ini selama 15 menit akan dijumpai Dusun Sadap yang dihuni oleh kelompok etnik Dayak Iban. Sadap bisa juga dijangkau melalui jalan darat selama kurang dari 10 menit dan di dekat jembatan Mataso pun sedang dibangun terminal angkutan darat. Sebaiknya darmaga perahu juga dibangun di dekat jembatan ini. Pintu gerbang TNBK sebelah barat hendaknya dibangun di sekitar jembatan Mataso ini pula. 3.11 Dusun Temau Dusun ini betul-betul dibelah oleh jalan lintas utara dan hanya berjarak 30 menit

241

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dari jembatan Mataso. Dusun ini dihuni oleh kelompok etnik Tamambaloh dan keistimewaannya adalah penduduknya biasa memanen madu asli dari habitat lebah madu alami. Telah terkenal di Kapuas Hulu bahwa Dusun Temau adalah gudangnya madu asli hutan tropik. Atraksi untuk wisatawan adalah melihat bagaimana masyarakat tradisional memanen madu yang bergantungan di dahan pohon Kempas (Kompassia spp.) yang tingginya bisa 30-40 meter. Berdasarkan pengetahuan tradisional ini bisa juga diintroduksi budidaya lebah madu apalagi bila dipadukan dengan menangkarkan lebah liar disekitarnya. 3.12 Dusun Sungai Ulu Palin Sungai Ulu Palin terletak dekat dengan jalan lintas utara, dihuni oleh kelompok etnik Dayak Tamambaloh dan mempunyai rumah panjang tertinggi dan tertua paling tidak di Kalimantan Barat kalau tidak sepulau Borneo. Rumah panjang di Sungai Ulu ini panjangnya 286 meter terdiri atas 54 pintu dan tinggi rata-rata dari permukaan tanah 8 meter. Tiang bangunan dari jenis Belian (Eusideroxylon zwageri) beratapkan sirap dan banyak yang masih diikat dengan rotan, tidak menggunakan paku. Banyak diantara keluarga yang masih mempunyai artefak tua diantanya adalah gong, makara, dan tajau. Pekarangan di sekitar rumah panjang ditanami perpaduan antara pohon buah dan pohon karet. Pohon karetnya cukup besar bahkan ada yang berdiameter lebih dari satu meter. Pohon ini bisa dimanfaatkan sebagai contoh sejarah introduksi karet oleh perkebunan Belanda. Introduksi pohon karet pertama di Kalimantan memang melalui Kalimantan Barat. Di beberapa tempat, diantara pohon karet ini ditanami padi. Puluhan varietas padi lokal dipelihara kelestariannya di kampung ini. Sebuah contoh pelestarian plasma nutfah lekat lahan (on farm genetics conservation) dilaksanakan lagi di kampung ini. Lansekap kampung ini cukup memadai untuk pengembangan kebun budaya dan sumberdaya hayati (Bundayati). Diusulkan di wilayah Sungai Ulu Palin ini dibangun sebuah Bundayati yang merupakan perpaduan antara pelestarian budaya, kebun etnobotani, dan kebun raya. Konservasi tumbuhan ek-situ ini dengan pendekatan keanekaragaman genetik sehingga tidak hanya menanam satu jenis satu individu. Bundayati yang direkomendasikan bernama Bundayati Uncak Kapuas ini selain menampilkan kekayaan sumberdaya hayati TNBK khususnya dan Kabupaten Kapuas Hulu pada umumnya. Bundayati ini dilengkapi dengan demplot agro-ekosistem padi, gaharu, karet dan tanamantanaman lain yang bernilai ekonomi, serta akan mempunyai kebun anggrek, rumah kaca, pondok wisata, perkantoran dan fasilitas lainnya. Keterangan yang

242

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

lebih rinci tentang Bundayati ini disajikan di bab lain. Letak Sungai Ulu Palin sangat strategis karena berada di pinggir jalan lintas utara dan hanya berjarak satu jam perjalanan dari Putussibau. Oleh karena itu pintu gerbang TNBK sebelah timur bisa dibangun di daerah ini. Bila memungkinkan Unit TNBK mempunyai kantor yang cukup besar disini untuk mengelola pusat informasi, rumah kaca, dan museum sejarah alam. 3.13 Kota Putussibau Putussibau adalah ibukota Kabupaten Kapuas Hulu terletak di tepi Sungai Kapuas dan merupakan pemukiman yang telah lama pula. Di zaman Belanda Putussibau merupakan kota penting untuk mengumpulkan hasil hutan termasuk sarang burung walet dan getah karet sebelum dibawa ke Pontianak dan diekspor ke manca negara. Penginapan, hotel, dan prasarana wisata masih terbatas namun hal ini bisa dikembangkan dengan cepat bila menghendakinya. Sarana dasar seperti bandar udara perintis dan alat telekomunikasi telepon cukup memadai bahkan untuk hubungan langsung internasional. Atraksi wisata di Putussibau adalah wisata air dengan naik perahu atau bandung, perahu rumah yang khas Kalimantan Barat. Berbagai jenis ikan bisa dilihat di pasar tradisional terutama di pagi hari. Barang kerajinan khas Dayak juga didagangkan di pasar tradisional dan toko cindera mata (souvenir). Dalam kaitan pengembangan wisata di TNBK, Putussibau merupakan pintu masuk bagian timur. 3.14 Desa Malapi Desa Melapi terletak di pinggir Sungai Kapuas dan bisa dijangkau dengan jalan darat maupun sungai dari Putussibau. Melapi mempunyai rumah panjang dan dihuni oleh kelompok etnik Dayak Taman. Walaupun rumah tradisional yang dipunyai terkesan kurang asli, wisatawan yang singgah di Putussibau umumnya mengunjungi Melapi karena hanya memerlukan waktu 30 menit. Melapi hendaknya dikembangan menjadi sentra kerajinan rakyat dengan bengkel kerjanya. 3.15 Bengkal Jabun dan Pengkaran

243

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Bengkal Jabun adalah nama tempat bertelurnya Buaya Katak (Crocodilus sp.) dan Buaya Sumpit (Tomistoma schegelli) yang terletak di pinggir Sungai Sibau. Tempat ini bisa dijangkau dari Putussibau sekitar 1,5 jam berperahu motor, setelah melewati Pengkaran dan Nanga Potan. Buaya tersebut bertelur di tempat tertentu dan setiap musim kembali ke tempat semula. Bahkan buaya ini bisa juga dilihat di depan pos jaga TNBK di Nanga Potan. Nanga Potan adalah pemukiman terhulu di Sungai Sibau yang dihuni oleh kelompok etnik Bukat dan Dayak Kantu. Penduduknya tidak banyak namum kebun duriannya sangat melimpah. Pengkaran adalah areal bekas kampung Kayan yang terletak di hilir Nanga Potan. Di Pengkaran ini masih bisa ditemui sisa-sisa alat batu asah, tangga kayu, dan parit pengaman rumah orang Kayan dari serangan musuh di zaman ngayau dulu. Daerah ini banyak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti umumnya ditemui di pekarangan orang Kayan dan terlihat sudah menghutan. Daerah ini sebaiknya dipugar dan dibangun kembali rumah panjang sebagai tempat transit wisatawan sebelum memasuki TNBK melalui jalur Sungai Sibau. Pengkaran ini bisa dijangkau dari Putussibau selama 45 menit. Selain atraksi peninggalan budaya dan melihat Buaya, Orangutan juga mudah dilihat di hutan lindung sekitarnya. Bahkan Orangutan ini bisa menjelajah dekat ke pemukiman Nanga Potan dan Tanjung Lasah. Jadi daerah ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai wildlife center di luar kawasan TNBK. Selain jaraknya dekat dengan Putussibau juga mengurangi gangguan wisatawan terhadap Orangutan di habitat aslinya.

3.16 Desa Padua dan Datah Diaan, Sungai Mendalam Desa Padua Mendalam terletak di pinggir Sungai Mendalam dan dihuni oleh masyarakat Dayak Kayan. Dayak Kayan mempunyai budaya yang juga unik, berbeda dengan Dayak Iban dan Tamambaloh. Kayan lebih mirip dengan Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Atraksi wisatanya adalah keunikan budaya dan upacara adat yang besar diselenggarakan sekitar bulan April dan September saat matahari berada di garis Katulistiwa. Upacara yang disebut sebagai Dange ini mempunyai arti yang penting bagi masyarakat setempat. Desa Padua dan Datah Diaang bisa ditempuh dengan perahu motor dan memerlukan waktu sekitar satu jam untuk mencapainya. Durian dari desa ini sangat terkenal dan banyak dijumpai hutan durian di bekas pemukiman tua yang

244

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

telah ditinggalkan. Di saat musim berbuah banyak Durian yang hanyut di sungai dari jatuhan buah dari pohon di pinggir-pinggir sungai. 3.17 Keriau Keriau adalah anak Sungai Kapuas yang cukup panjang dan hulunya berada di dekat Gunung Kerihun. Seperti halnya daerah Tanjung Lokang, daerah Keriau banyak mempunyai gunung-gunung kapur yang antik dan gua sarang burung walet di dalamnya. Bentukan gunung kapur di wilayah ini memberikan pemandangan yang sangat indah dan atraksi wisatanya adalah panjat tebing dan speleologi. Sedangkan Sungai Keriaunya berwarna agak kemerahan karena pengaruh hutan gambut dan rawa-rawa. 4. Strategi pengembangan ekowisata TNBK Taman Nasional Betung Kerihun memang mempunyai aset penting untuk menjadikan kawasan ini sebagai tujuan dalam peta baru tradisi perjalanan. Namun demikian, berbagai persoalan untuk menjadikan ekowisata sebagai sistem yang berkelanjutan, berhadapan dengan citra yang kini sedang terbentuk secara ekstensif dalam media internasional, tentang kebakaran hutan Kalimantan, tingkat kekerasan, kurangnya ketersediaan infra struktur dan kelayakan, serta keterbatasan aksesibilitas dan transportasinya. Dengan segala kendala yang ada, sebenarnya TNBK masih mempunyai modal dasar yang berharga karena Pontianak relatif mudah dijangkau melalui udara (Gambar 2).

245

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Gambar 2. Peta akses udara Diambil dari RPTN gambar 3.

246

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Langkah strategis yang diambil dalam mengembangkan ekowisata adalah ke arah untuk membangun citra yang komprehensif, dalam konteks pasar wisata yang baru dengan melalui kebijakan: (1) Upaya pembentukan citra, hendaknya dibangun secara integratif dengan pengembangan masyarakat secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan dimensi budaya, jalur sejarah (memory map) dan keanekaragaman agroekosistem. (2) Pengelolaan kawasan secara bio-regional, dengan memadukan wilayah pengembangan Danau Sentarum sebagai salah satu destinasi unggulan. (3) Mendorong kerjasama regional dengan industri turisme Sarawak, untuk kemudahan aksesibilitas, pengelolaan wilayah perbatasan, perluasan pasar dan pembentukan citra. (4) Menyusun peraturan dan kebijakan berkelanjutan, yang memberikan insentif bagi pengelola namun peka terhadap hak-hak alam dan masyarakat setempat. Berdasarkan atas potensi wilayah pemanfaatan dan aksesibilitas dengan masyarakat sekitarnya, TNBK dapat dibagi menjadi tiga wilayah pengembangan wisata yaitu wilayah Embaloh, wilayah Sibau dan wilayah Bungan, yang orientasi pengembangannya diarahkan pada karakter wilayahnya masing-masing . 4.1. Wilayah Embaloh (Bagian Barat) Orientasi utama diarahkan untuk wisata pendidikan dan penelitian (educational tour), baik dalam bidang keanekaragaman hayati, ekologi hutan dan danau, agroekosistem dan Sejarah geologis. Sarana yang perlu disiapkan minimal adalah: *Ecolodge di Derian *Trail/jalur perjalanan di Derian dan Gunung Betung 4.2. Wilayah Sibau-Mendalam (Bagian Tengah) Orientasi diarahkan pada wisata yang berbasis pengembangan masyarakat (ecocommunity based tourism), dengan sasaran wisatawan nasional. Sarana penunjang yang perlu dibangun di luar kawasan TNBK adalah pemugaran rumah panjang di Pengkarang yang juga berfungsi sebagai tempat penginap. Sedangkan sarana di dalam kawasan adalah: * Menara pengintai di hulu Sungai Sibau *Trail/jalur Sungai Mendalam dan Sungai Sibau 4.3. Wilayah Bungan (Bagian Timur)

247

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Orientasi pengembangan diarahkan untuk wisata petualangan (adventure tourism), dengan atraksi utama menyusuri jalur historis melintasi garis katulistiwa (equator) dan ekspedisi-ekspedisi penelitian terdahulu (Nieuwenhuis, Muller dan lainnya). Sarana minimal yang perlu disediakan adalah: * Ecolodge di Tanjung Lokang * Trail/jalur arkeo-speleologi Adapun beberapa program khusus yang dapat menjadi daya tarik dan keungggulan komparatif dengan destinasi yang lain, dapat dikemas dalam program seperti : Shaman-tour, pengamatan bumi dan flora-fauna (earth-watch), pengamatan burung, Manajemen Disain Alam dan Keragaman Agro-ekosistem dan eco-cultural tourism.

Daftar Pustaka Nieuwenhuis, Anton W; Di Pedalaman Borneo: Perjalanan dari Pontianak ke Samarinda 1894, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1994. Lihat Bernard Sellato dalam Pendahuluan di Pedalaman Borneo, ibid. Johnston, Tracy; Shooting The Boh; A Womans Voyage Down The Wildest River in Borneo, Vintage Books, New York: 1992. Diungkapkan dalam semangat perdebatan Pos-moderen memberikan ulasan kritis dan segar dalam banyak presentasi tentang Kalimantan, Anna Lowenhaupt Tsing, Princeton University Press, 1993. Bandingkan dengan buku sejenis tentang Bali yang ditulis oleh Adrian Vickers, Paradise Created, Periplus, Singapura: 1987. Lindberg, Kreg & Donald Hawkins, Ekoturisme: Petunjuk Untuk Perencana dan Pengelola, The Ecotourisme Society, Terj, PACT, Jakarta: 1995.

248

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pemetaan Bentang Lahan Taman Nasional Bentuang Karimun Kabupaten Kapuas Hulu Propinsi Kalimantan Barat Prihadi Santoso dan Edi Tri Haryanto F. MIPA Universitas Padjajaran Bandung Abstrak Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, meliputi wilayah seluas 800.000 Ha. Perencanaan pengelolaan taman nasional yang cukup luas tersebut tentunya memerlukan data/informasi geografikal berupa peta-peta yang pada saat ini ketersediaannya masih terbatas. Ketersediaan foto udara skala 1:25.000, tahun 1993 yang merupakan sumber data mentah apabila diolah akan memberikan data/informasi yang berguna bagi perencanaan pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun. Pemetaan jenis-jenis atau tipe-tipe vegetasi secara langsung tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan foto udara skala kecil, yaitu 1:25.000 karena berbagai jenis vegetasi hutan yang nampak homogen pada foto udara tersebut sulit untuk klasifikasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran adanya kemungkinan keadaan vegetasi yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya, pendekatan dilakukan dengan klasifikasi satuan bentang lahan (terrain unit) atau satuan ekologi (ecological unit) berdasarkan komponen geofisik. Tujuan pemetaan ini adalah melakukan interpretasi/penafsiran kenampakan visual dan mendiskripsi keadaan lingkungan hutannya, melakukan pemetaan pola aliran sungai dan melakukan klasifikasi bentang lahan atau satuan ekologis berdasarkan pola dan kepadatan aliran sungai. Dari kondisi vegetasi secara umum nampak bahwa seluruh wilayah Taman Nasional Bentuang Karimun masih baik. Perbedaan kondisi vegetasi terlihat pada lembah dan pada igir. Bagian lembah pada umumnya kenampakan tajuk pohon lebih kasar, ini menunjukkan bahwa pada daerah lembah yaitu daerah dekat sungai kemungkinan lebih jarang. Kerusakan hutan berdasarkan

249

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

interpretasi yang dilakukan dengan foto udara maupun dengan citra satelit nampak di luar perbatasan Indonesia yaitu di wilayah Kalimantan Timur. Di dalam kawasan sendiri daerah yang terbuka justru di wilayah bagian timur selatan. Dari gambaran Citra Satelit nampak bahwa daerah yang terbuka tersebut terletak di pinggir Sungai Bungan dan di daerah terbuka tersebut juga nampak adanya pemukiman. Di luar wilayah Taman Nasional di wilayah bagian selatan yaitu di sekitar Putussibau dan Banua Martinus lahan di pinggir sungai lahannya nampaknya lebih terbuka dibandingkan dengan wilayah yang jauh dari sungai dan terbukanya lahan tersebut terjadi mengikuti wilayah aliran sungai. Perbedaan vegetasi dapat pula diperkirakan melalui posisi lahan berdasarkan ketinggian. Bila perbedaan ketinggian dapat dijadikan indikator untuk membedakan tipe vegetasi kemungkinan perbedaan vegetasi akan terjadi dan berbeda dari umumnya kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun terutama pada wilayah sekitar Gunung Lawit, Gunung Ulu Seluwa dan Gunung Jemuki. Berdasarkan pola aliran dan kepadatan sungai dan keadaan geologi yaitu keadaan struktur patahan dan lipatan yang ada di wilayah Taman Nasional Bentuang Karimun, maka bentuk bentang lahan daerah tersebut dapat dibedakan menjadi Struktural Denudasional yang dipengaruhi oleh struktur geologi (SDa) dan Struktural Denudasional yang kurang dipengaruhi oleh struktur geologi (SDb). Kedua bentuk bentang lahan tersebut kemudian berdasarkan pola dan kepadatan aliran sungainya dibedakan menjadi 13 satuan bentang lahan. 1. Pendahuluan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, meliputi wilayah seluas 800.000 Ha. Perencanaan pengelolaan taman nasional yang cukup luas tersebut tentunya memerlukan data/informasi geografikal berupa peta-peta yang pada saat ini ketersediaannya masih terbatas. Ketersediaan foto udara skala 1:25.000, tahun 1993 yang merupakan sumber data mentah apabila diolah akan memberikan data/informasi yang berguna bagi perencanaan pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun. Pemetaan jenis-jenis atau tipe-tipe vegetasi secara langsung tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan foto udara skala kecil, yaitu 1:25.000 karena berbagai jenis vegetasi hutan yang nampak homogen pada foto udara tersebut sulit untuk klasifikasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran adanya kemungkinan keadaan vegetasi yang berbeda dari satu tempat dengan tempat

250

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

yang lainnya, pendekatan dilakukan dengan klasifikasi satuan bentang lahan (terrain unit) atau satuan ekologi (ecological unit) berdasarkan komponen geofisik. Klasifikasi bentang lahan atau satuan ekologis berdasarkan komponen geofisik tersebut pada dasarnya adalah suatu studi tentang hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi satu sama lain dari bentuk bentang lahan, proses, batuan, tanah dan vegetasi yang membentuk satu keseimbangan alam tertentu (Van Zuidam, 1978). Dengan memanfaatkan foto udara yang tersedia, dibantu dengan peta-peta yang ada (topografi, geologi), diharapkan pemetaan awal ini dapat melengkapi data dasar yang diperlukan dalam perencanaan pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun. 2. Tujuan Pemetaan: Berdasarkan ketersediaan foto udara di daerah Taman Nasional Bentuang Karimun yang perlu dianalisis/interpretasi untuk mendapatkan informasi dasar geografikal sebagai salah satu informasi dasar, maka tujuan pemetaan ini adalah: 1. Melakukan interpretasi/penafsiran foto udara berdasarkan kenampakan visual dan mendiskripsi keadaan lingkungan hutannya. 2. Melakukan pemetaan pola aliran sungai berdasarkan foto udara dan peta topografi yang tersedia di daerah Taman Nasional Bentuang Karimun. 3. Melakukan kasifikasi bentang lahan atau satuan ekologis berdasarkan pola dan kepadatan aliran sungai kemudian disajikan dalam bentuk peta unit bentang lahan. 3. Metodologi Pemetaan: Pemetaan ini adalah merupakan pemetaan awal atau pendahuluan yang sifatnya umum dan apabila diperlukan harus dilengkapi dengan berbagai data pengukuran di lapangan untuk berbagai komponen biofisik lainnya. Tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam pemetaan ini adalah sebagai berikut: penafsiran foto udara skala 1:25.000 dengan menggunakan stereoskop-kaca. Pembuatan peta pola aliran dan kepadatan aliran berdasarkan mosaik hasil penafsiran foto udara. Kompilasi peta pola aliran dari hasil penafsiran dengan peta topografi sehingga menghasilkan peta pola dan kepadatan aliran sungai.

251

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Deliniasi satuan bentang lahan atau satuan ekologis berdasarkan peta pola dan kepadatan aliran sungai, dilengkapi dengan informasi kemiringan lereng, ketinggian tempat dan aspek lainnya yang tersedia. Penafsiran secara visual dan deskripsi umum keadaan hutan berdasarkan foto udara daerah contoh dan citra satelit landsat untuk memberikan informasi satuan bentang lahan.

4. Keadaan Fisik Taman Nasional Bentuang Karimun: Letak: Taman Nasional Bentuang Karimun terletak di Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat dengan luas sekitar 800.000 Ha. Secara astronomis Wilayah ini terletak antara 112o15BT dan 114 o 10 BT dan antara 1 o 35LU dan 0 o 40LU. Iklim: Keadaan iklim TNBK adalah merupakan hutan hujan tropis basah dengan curah hujan tahunan lebih dari 4000 mm dan curah hujan bulanan rata-ratanya di atas 200 mm. Oleh karena itu daerah ini adalah merupakan daerah yang selalu basah sepanjang tahun. Topografi: Bentuk topografi wilayah TNBK adalah pegunungan dengan ketinggian antara 150 m di atas permukaan air laut (d.p.l) dan 2000 m d.p.l. Sebagian besar daerah ini mempunyai kemiringan lereng yang terjal di atas 40 % dan hampir tidak terdapat daerah landai kecuali pada lembah-lembahsungai yang relatif sempit.

Secara skematis metodologi pemetaan satuan bentang lahan tersebut adalah sebagai berikut:

252

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Peta: Topografi

Foto udara

Citra satelit

Peta Pola Aliran Sungai

Deskripsi Keadaan lingkungan

Masukan Dari berbagai aspek: survey vegetasi flora dan fauna sosial dll

Peta lainnya: Geologi Tanah Curah Hujan

Peta Satuan Bentang Lahan

253

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Geologi: Keadaan geologi daerah ini adalah boleh dikatakan homogen dan secara regional daerah ini merupakan struktur melange yang banyak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik. sehingga dari interpretasi geologi dengan foto udara yang telah dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan Departemen Pertambangan Dan Energi banyak terdapat kelurusan-kelurusan yang dapat berupa patahanpatahan ataupun kekar-kekar yang secara umum mempengaruhi pola pengaliran sungai. Litologi daerah ini adalah berupa batusabak, batupasir malih, batulanau malih, filit, serpih, argilit dan turbidit. Tanah: Keadaan tanah di TNBK (great soil; group) juga homogen, yaitu tanah Dystropepts dengan tingkat pelapukan yang ringan dari tanah beriklim panas dengan kelembaban rendah. 5. Analisis lahan melalui foto udara.

Analisis kawasan TNBK dilakukan antara lain dengan onterpretasi foto udara. Foto udara yang tersedia secara satu persatu diinterpretasi antara lain kondisi vegetasi, topografi, penutupan awan dan hal lain yang dianggap perlu. Pengamatan yang rinci ini dilakukan melalui stereoskop sehingga memudahkan analisisnya. Foto udara yang tersedia untuk TNBK sebanyak 765 foto terdiri atas 38 run. Bila luas TNBK lebih kurang 800.000 Ha berdasarkan perhitungan diperlukan 864 foto. Dengan demikian foto yang tersedia meliputi lebih kurang 90 % seluruh areal TNBK. Secara rinci pembagian run dan jumlah foto udara yang tersedia meliputi Run 1 terdiri atas Run 2 terdiri atas Run 3 terdiri atas Run 3a terdiri atas Run 4 terdiri atas Run 5 terdiri atas Run 5a terdiri atas Run 5b terdiri atas Run 6 terdiri atas Run 6a terdiri atas = 34 foto = 39 foto = 29 foto = 4 foto = 32 foto = 11 foto = 13 foto = 25 foto = 19 foto = 18 foto

254

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Run 6b terdiri atas Run 7 terdiri atas Run 7a terdiri atas Run 7b terdiri atas Run 7c terdiri atas Run 8 terdiri atas Run 8a terdiri atas Run 8b terdiri atas Run 8c terdiri atas Run 8d terdiri atas Run 8e terdiri atas Run 9 terdiri atas Run 9b terdiri atas Run 9c terdiri atas Run 10 terdiri atas Run 10c terdiri atas Run 10d terdiri atas Run 11 terdiri atas Run 11a terdiri atas Run 12 terdiri atas Run 13 terdiri atas Run 13a terdiri atas Run 18 terdiri atas Run 19 terdiri atas Run 19a terdiri atas Run 20a terdiri atas Run 21a terdiri atas Run 22a terdiri atas Run 20 terdiri atas Run 21 terdiri atas Run 22 terdiri atas Run 23 terdiri atas Run 24 terdiri atas Run 24b terdiri atas Run 25 terdiri atas Jumlah

= 23 foto = 18 foto = 11 foto = 17 foto = 11 foto = 19 foto = 5 foto = 9 foto = 5 foto = 7 foto = 18 foto = 26 foto = 9 foto = 22 foto = 13 foto = 17 foto = 43 foto = 27 foto = 16 foto = 42 foto = 16 foto = 18 foto = 50 foto = 16 foto = 12 foto = 28 foto = 20 foto = 23 foto = 21 foto = 24 foto = 30 foto = 22 foto = 17 foto = 5 foto = 22 foto 346 foto

Dari kondisi vegetasi secara umum nampak bahwa seluruh wilayah TNBK masih baik. Perbedaan kondisi vegetasi terlihat pada lembah dan pada igir. Pada

255

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

bagian lembah pada umumnya kenampakan tajuk pohon lebih kasar ini menunjukkan bahwa pada daerah lembah yaitu daerah dekat sungai kemungkinan lebih jarang. Kerusakan hutan berdasarkan interpretasi yang dilakukan dengan foto udara maupun dengan citra satelit nampak diluar perbatasan Indonesia yaitu di wilayah Kalimantan Utara (Wilayah Malaysia). Di dalam kawasan sendiri daerah yang terbuka justru di wilayah bagian timur selatan. Dari gambaran Citra Satelit nampak bahwa daerah yang terbuka tersebut terletak di pinggir sungai Bungan dan di daerah terbuka tersebut juga nampak adanya pemukiman. Diluar wilayah Taman Nasional di wilayah bagian selatan yaitu di sekitar Putussibau dan Banua Martinus lahan di pinggir sungai lahannya nampak lebih terbuka dibandingkan dengan wilayah yang jauh dari sungai dan terbukanya lahan tersebut terjadi mengikuti wilayah aliran sungai. Perbedaan vegetasi dapat pula diperkirakan melalui posisi lahan berdasarkan ketinggian. Bila pernedaan ketinggian dapat dijadikan indikator untuk membedakan tipe vegetasi kemungkinan perbedaan vegetasi akan terjadi dan berbeda dari umumnya kawasan TNBK terutama pada wilayah sekitar Gunung Lawit, Gunung Ulu Seluwa dan Gunung Gemuki. Secara terperinci kenampakan dari setiap foto dapat dilihat pada lampiran. 6. Unit Bentang Lahan Berdasarkan peta pola aliran dan kepadatan sungai (gambar 1). Peta pola aliran) dan keadaan geologi yaitu keadaan struktur patahan dan lipatan yang ada di wilayah TNBK, maka bentuk bentang lahan daerah tersebut dapat dibedakan menjadi Struktural Denudasional yang dipengaruhi oleh struktur geologi (SDa) dan Struktural Denudasional yang kurang dipengaruhi oleh struktur geologi (SDb) (gambar 2). Kedua bentuk bentang lahan tersebut kemudian berdasarkan pola dan kepadatan aliran sungainya dibedakan menjadi satuan-satuan bentang lahan: SDa1; SDa2; SDa3; SDa4; SDa5; SDa6; SDa9dan SDa10 untuk bentuk bentang lahan yang dipengaruhi oleh struktur geologi. Sedangkan bentuk bentang lahan yang kurang dipengaruhi oleh struktur geologi dapat diklasifikasi menjadi: SDb7: SDb8; SDb11; SDb12 dan SDb13. Luas penyebaran masing-masing satuan bentang lahan tersebut disajikan dalam tabel berikut (tabel 1). Sedang berdasarkan ketinggian tempat masing-masing satuan dibedakan lagi berdasarkan ketinggian tempatnya (Gambar 3). Deskripsi mengenai masing-masing satuan bentang lahan Wilayah TNBK disajikan pada tabel 2. Sedangkan penyebaran luas ketinggian tempat untuk masing-masing

256

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

unit bentang lahan disajikan pada tabel 3. Tabel 1: Penyebaran Luas Satuan Bentang Lahan Taman Nasional Bentuang Karimun
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Satuan Bentang Lahan SDa1 SDa2 SDa3 SDa4 SDa5 SDa6 SDa9 SDa10 SDb7 SDb8 SDb11 SDb12 SDb13 Luas total Luas (Ha) 64 000 108 000 68 000 25 000 14 000 68 000 55 200 92 000 85 600 40 800 50 400 19 200 107 200 800 000 % 8,0 13,5 8,6 3,2 1,8 8,5 6,9 11,6 10,7 5,1 6,3 2,4 13,4 100,0

Tabel 2: Penyebaran Luas Ketinggian TempatDi Masing-masing Unit Bentang Lahan


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. UnitBentang Lahan (ha) SDa1 (64 000) SDa2 (108 000) SDa3 (68 000) SDa4 (25 000) SDa5 (14 000) SDa6 (68 000) SDa9 (55 200) SDa10 (92 000) SDb7 (85 600) SDb8 (40 800) SDb11 (50 400) SDb12 (19 200) SDb13 (107 200) <200 ha % 8 544 13,3 13 829 12,8 186 0,3 1 113 4,3 2 672 18,0 4 531 6,7 3 005 5,4 5 752 6,2 929 1 3 078 7,5 109 0,2 720 3,7 141 0,1 200-500 ha % 36 999 57,8 56 445 52,3 40 600 59,0 13 352 52,0 6 716 47,0 37 188 54,7 20 741 37,6 35 126 37,8 8.032 9 13 526 33,1 6 060 12,0 7 314 38,1 19 400 18,1 Ketinggian ( m dpl ) 500-700 700-1000 ha % ha % 17 405 1 053 27,3 1,6 27 015 6 983 25,0 6,5 17 348 8 932 25,2 13,0 8 514 2 445 33,2 9,5 4 325 686 30,0 5,0 17 758 7 591 26,1 11,1 12 653 13 021 22,9 23,6 23 623 1 585 25,4 17,0 20.191 19.621 24 23 8 924 9 155 21,9 22,0 28 883 15 348 57,3 30,5 7 023 3 471 36,6 18,1 26 671 34 568 25,0 32,2 1000-1500 ha % 3 728 3,4 1 734 2,5 177 1,0 882 1,3 5 179 9,4 10 774 11,6 32.165 37 5 894 14,0 671 3,5 26 420 24,6 >1500 ha % 51 0,1 599 1,1 1 670 2,0 4.661 5 222 0,5 -

257

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Flora Pohon Dan Tipe Hutan Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimatan Barat

Tukirin Partomihardjo - Balitbang Botani, Puslitbang Biologi, LIPI Syahirsyah & Albertus - WWF Indonesia TNBK Herwasono Soedjito - WWF Indonesia dan LIPI

Abstrak Pendataan jenis-jenis pohon dan inventarisasi tipe-tipe hutan dalam kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun yang meliputi hulu sungai Bungan, Kapuas, Embaloh, Sibau dan anak-anak sungainya telah dilakukan pada bulan Mei-Juni 1996 (I), Nopember 1996-Januari 1997 (II), Juli-Agustus 1997 (III), dan September-Oktober 1997 (IV). Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penjelajahan ke tempat-tempat yang belum banyak terganggu dan menarik petak-petak cuplikan pada tempat-tempat yang terpilih. Penentuan lokasi cuplikan didasari oleh perbedaan daerah aliran sungai, ketinggian tempat, tipe vegetasi, dan geologi. Pendataan tersebut dimaksudkan untuk mengungkap kekayaan jenis flora pohon beserta tipe hutannya serta kaitannya dengan perbedaan lingkungan. Sebanyak 12 petak masing-masing berukuran 10 x 50 m2 dengan luas total mencapai 2,15 ha dibuat pada berbagai ketinggian. Tercatat sebanyak 2749 pohon (diameter > 10 cm) yang meliputi 695 jenis termasuk dalam 156 marga dan 63 suku. Sebanyak 118 individu belum berhasil diidentifikasi baik untuk tingkat marga maupun suku. Dipterocarpaceae tercatat sebagi suku yang paling umum dan merajai dengan jumlah individu sebanyak 844 pohon (30,7%) dengan total luas bidang dasar mencapai 84,2 m2 (48%). Sedikitnya ada 121 jenis anggota suku Dipterocarpaceae atau mencapai 45 % dari jumlah jenis yang ada di Borneo (267 jenis) yang tergolong dalam 6 marga. Suku-suku umum lainnya adalah Myrtaceae (296 individu, 4 marga, 28 jenis), Euphorbiaceae (185 individu, 20 marga, 73 jenis), Clusiaceae (121 individu, 4 marga, 33 jenis), Myristicaceae (93 individu, 4 marga, 28 jenis), dan Burseraceae (87 individu, 3 marga, 30 jenis). Secara umum hutan dalam wilayah TNBK dapat dikelompokkan menjadi 6 tipe hutan, masing-masing hutan dipterocarpaceae lahan pamah (a), hutan

261

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dipterocarpaceae perbukitan (b), hutan pegunungan bawah (c), hutan pegunungan (d), hutan bukit kapur (e), dan hutan alluvial/pinggiran sungai (f). Di beberapa tempat dijumpai pula hutan sekunder tua namun sudah mulai dirajai oleh jenis-jenis Shorea (Dipterocarpaceae) dan dengan luas yang relatif sempit. Masing-masing tipe hutan diuraikan secara singkat. 1. Pendahuluan Bentuang Karimun merupakan sisa tutupan hutan tropis yang paling luas di Kalimantan Barat. Kawasan hutan yang dikenal paling kaya akan jenis ini menjadi sangat penting mengingat fungsinya sebagai daerah tangkapan air untuk aliran sungai Kapuas beserta anak-anak sungainya. Ribuan jenis tumbuhan dan ratusan jenis pohon yang banyak diantaranya diduga endemik masih belum terungkap secara rinci, tumbuh di wilayah TNBK. Selain itu, kawasan hutan ini juga dikenal sebagai habitat paling ideal bagi satwa-satwa langka yang dilindungi seperti orang utan (Pongo pygmaeus) dan rangkong gading (Buceros vigil). Masih banyak jenis-jenis mammalia besar lain yang dilindungi dijumpai di TNBK seperti jenis-jenis kera, beruang, harimau dahan, rusa, kijang, pelanduk dan lain sebagainya. Berbagai jenis ikan termasuk ikan semah yang sangat potensial secara ekonomi, masih banyak dijumpai di aliran sungai-sungai kecil dalam TNBK. Populasi jenis ikan ini di luar kawasan, dilaporkan oleh penduduk setempat sudah mulai sulit dijumpai. Dengan demikian wilayah Bentuang Karimun menjadi sangat penting untuk berbagai keperluan pelestarian dan perlindungan. Untuk mengelola suatu kawasan hutan alam yang memiliki keanekaragaman jenis sangat tinggi, dibutuhkan pemahaman ekosistem secara benar. Informasi kekayaan jenis suatu kawasan hutan, bukan saja mencerminkan tipe komunitas hutan yang bersangkutan (Whitmore 1992), tetapi lebih jauh merupakan data dasar bagi berbagai penelitian lanjutan misal bidang taksonomi, ekologi dan fitogeografi. Shurgart et al. (1980), melaporkan bahwa jenis-jenis pohon yang memiliki kelakuan berbeda-beda juga ikut menentukan bentuk perubahan tipe komunitas di samping faktor lingkungan. Informasi kekayaan jenis beserta tipe ekosistemnya menjadi semakin penting dalam pengkajian biodiversitas daerah yang bersangkutan. Dalam rangka penyusunan buku Rencana Pengelolaan TNBK, di bawah koordinasi WWF-IP Pontianak sejak tahun 1996 telah dilakukan penjelajahan dan pengumpulan data lapangan mengenai kekayaan flora dan tipe hutan kawasan ini. Diharapkan melalui pendataan kekayaan flora pohon dan penarikan

262

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

petak-petak cuplikan pada tempat-tempat yang belum banyak terganggu dapat mengungkap sebagian dari kekayaan alam hayati daerah tersebut. Selajutnya data lapangan mengenai kekayaan flora pohon beserta ekosistem hutannya ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi upaya pengelolaan kawasan perlindungan tersebut, agar tetap terjamin kelestariannya. Meskipun TNBK dikenal sebagai kawasan hutan tropis yang menakjubkan, tetapi ungkapan ekosistem secara rinci kawasan ini masih sangat terbatas. Penelitian-penelitian terdahulu umumnya masih terbatas pada kegiatan surveisurvei pendek yang mengungkap kekaguman terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan, binatang dan alam lainnya. Informasi secara umum dalam skala Propinsi Kalimantan Barat mengenai geologi, tanah, iklim dan tutupan hutan telah tersedia. Namun penelitian secara mendalam mengenai vegetasi TNBK, belum banyak dilakukan. Berikut ini adalah pemaparan data vegetasi dan kekayaan flora khususnya jenis-jenis pohon yang berhasil dihimpun selama 120 hari kerja lapangan dalam 4 kali perjalanan. 2. Bahan Dan Cara Kerja 2.1. Daerah Penelitian Wilayah TNBK memanjang hampir sepanjang perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak-Malaysia, atau tepatnya di antara 112015'-114010' Bujur Timur dan 0040'1035' Lintang Utara. Luas kawasan secara keseluruhan mencapai 800.000 ha. Sebagian besar medannya bergelombang dan berbukit-bukit dengan kelas kelerengan IV (25-45%) dan V (>45%). Puncak-puncak tertinggi antara lain G. Betung (1.151 m), Bukit Condong (1242 m), G. Lawit (1.767 m), G.Uluseluwa (1.313 m), Bukit Ujung Balui (1.670 m) dan Puncak Kerihun (1.790 m) (Gambar 1. Peta Lokasi TNBK.). Tanah kawasan TNBK terdiri atas podsolik merah kuning dengan tekstur yang halus hingga kasar terutama di daerah perbukitan. Formasi geologinya sebagian besar terdiri atas Pra-tersier dan dibagi dan Permakarbon di sekitar Hulu Kapuas dan Sungai Pono. Skis hablur tersebar di daerah Nanga Bungan, Tahanyan dan daerah Sungai Bulit. Data fisik masing-masing lokasi survei disajikan dalam Tabel 1. Secara umum, wilayah TNBK beriklim basah dengan curah hujan tahunan ratarata mencapai > 4.500 mm per tahun atau tipe Alfa menurut pembagian Khopen (Schmith & Ferguson 1951). Sebagian daerah hulu Sungai Bulit dan Bungan, curah hujannya berkisar antara 4.000 - 4.500 mm per tahun. Sebagian

263

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

besar iklimnya dipengaruhi oleh sistem musim Indo-Australia, dengan musim angin timur terjadi pada bulan Desember - Maret dan angin barat dari bulan Mei - Oktober. Bulan basah hampir terjadi sepanjang tahun, dengan puncak bulanbulan basah terjadi antara Oktober - Nopember dan April - Mei. Curah hujan tetap tinggi selama angin timur. Musim angin barat terutama bulan JuliSeptember, merupakan bulan paling kering. Diagram iklim yang dibuat berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun terakhir dari stasiun penakar hujan terdekat (Putussibau), disajikan dalam Gambar 2. (Gambar rata-rata curah hujan). 2.2. Cara Kerja. Penjelajahan umum dilakukan untuk memperoleh gambaran secara luas mengenai kawasan hutan yang dikunjungi. Selama penjelajahan umum, dilakukan koleksi herbarium dan pendataan lapangan lainnya. Daftar jenis pohon dibuat berdasarkan hasil koleksi herbarium dan catatan lapangan selama 4 kali kunjungan lapangan yakni Pebruari - April 1996 (2 bulan), Juli - Agustus 1996 (2 bulan), Nopember 1997-Januari 1998 (2 bulan) dan Maret 1998 (1 bulan). Data vegetasi secara kuantitatif dikumpulkan melalui penarikan petak-petak cuplikan. Pemilihan lokasi dan penentuan ukuran petak didasari berbagai pertimbangan antara lain keadaan medan yakni topografi, ketinggian tempat ( m dpl,) dan keadaan vegetasi, perbedaan geologi dan jenis tanah. Pada tempattempat terpilih masing-masing dibuat petak cuplikan berukuran 10 X 50 m untuk dua kali kunjungan pertama. Masing-masing petak dibagi menjadi petakpetak kecil berukuran 10 X 10 m. Pada dua kali kunjungan berikutnya, ukuran petak diperluas dua kali menjadi 20 X 50 m, dengan harapan diperoleh data yang lebih memadai. Semua pohon dengan diameter setinggi dada (+ 130 cm) > 10 cm dicacah, diukur diameternya, dicatat tinggi total dan tinggi batang bebas cabangnya. Untuk batang yang berbanir mencapai 130 cm atau lebih, pengukuran diameter dilakukan 10 cm di atas banir. Untuk pohon-pohon yang bercabang sejak pada bagian pangkalnya, semua batang yang berdiameter > 10 cm dicacah sebagai individu yang berbeda. Hal yang serupa dilakukan untuk tingkat belta yang berdiameter 2-9,9 cm. Pencacahan tingkat belta dilakukan pada peta-petak kecil berukuran 5 X 5 m yang diletakan secara bersistem pada salah satu sudut anak petak. Data kuantitatif yang terkumpul selajutnya dianalisis dengan cara yang umum dilakukan dalam analisis ekologi hutan. Untuk kepentingan identifikasi dikumpulkan spesimen bukti ekologi terhadap semua jenis yang dicacah. Selain itu, dicatat pula keterangan mengenai kulit batang, warna getah dan daun muda serta bau khas dari masing-masing individu yang dicacah. Hasil identifikasi dari masing-masing petak cuplikan diharapkan

264

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dapat melengkapi daftar jenis yang disusun berdasarkan koleksi herbarium. Semua contoh tumbuhan di atur diantara lipatan koran bekas untuk selanjutnya diawetkan sementara dengan jalam mememasukkan ke dalam kantong-kantong dan diberi alkohol 70% secukupnya. Contoh tumbuhan tersebut selanjutnya dikirim ke Bogor untuk dikeringkan dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan jalan membandingkan contoh tumbuhan yang dikumpulkan dengan koleksi herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor. Pencatatan tumbuhan berbunga dan atau berbuah juga dilakukan terhadap semua individu yang terlihat selama pekerjaan lapangan tetapi tidak berhasil dikumpulkan contoh herbariumnya. Pencatatan ini dimaksudkan untuk melengkapi informasi fenologi dan diversitas tumbuhan kawasan TNBK. Selain untuk pengelolaan, data ini juga penting untuk informasi pakan satwa. 3. Hasil Dan Pembahasan 3.1. Diskripsi Umum Secara umum kawasan hutan Kalimantan termasuk wilayah TNBK dikenal sebagai hutan Dipterocarpaceae campuran, mengingat pohon-pohon yang merajai sebagian besar adalah jenis meranti-merantian (Shorea spp), anggota suku Dipterocarpaceae. Sedikitnya ada 6 jenis Shorea yang umum dijumpai yakni S. leprosula, S. levis, S. macroptera, S.parvifolia, S. pauciflora dan S. monticola. Jenis-jenis Dipterocapaceae lain yang dijumpai dalam jumlah besar antara lain Dipterocarpus crinitus, D. mundus, D. oblongifolius, Dryobalanops oblongifolia, Hopea beccariana, Parashorea macrophylla dan Vatica micrantha. D. oblongifolius dan V. micrantha umumnya menempati habitat yang sangat berlainan, masing-masing daerah pinggir sungai dan punggung-punggung bukit. Penyusun lapisan bawah hutan umumnya terdiri atas jenis-jenis dari marga Eugenia yang sulit diidentifikasi di samping marga-marga lain seperti Litsea, Knema, dan Polyalthia. Pandanus dan berbagai jenis Licuala kadang-kadang dijumpai cukup melimpah mengisi lapisan bawah hutan. Beberapa data dasar mengenai tegakan dari masing-masing petak cuplikan disajikan dalam Tabel 1. Kolom 2 dari tabel tersebut menunjukkan jumlah individu yang sebenarnya dari masing-masing petak. Kerapatan per ha (kolom 3), adalah merupakan kelipatan 10 untuk nomor petak 1 - 12 dan kelipatan 20 untuk nomor petak 13 - 52. Kolom (4) menunjukkan jumlah jenis per petak. Koefisien Mischungs (Koef. Misc.) pada kolom (5) adalah merupakan hasil

265

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

bagi antara kolom (2) dan kolom (4). Penghitungan yang sederhana ini biasa digunakan untuk mengetahui tingkat kekayaan jenis suatu kawasan hutan (Wong, 1987). Semakin besar nilai koefisien, berarti semakin sedikit jumlah jenis dalam suatu tegakan. Kolom 6 merupakan nilai total luas bidang dasar (L.B.D.) masingmasing petak, sedangkan kolom 7 merupakan rata-rata luas bidang dasar per pohon dari setiap petak. Luas bidang dasar per pohon adalah merupakan hasil bagi dari kolom 6 dan kolom 2. Tabel 1. Beberapa parameter tegakan hutan dari masing-masing petak cuplikan di kawasan TNBK (Berdasarkan pencacahan data pohon dengan diam. > 10 cm).
No. petak (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Jumlah individu (2) 87 61 102 46 122 74 78 50 97 82 97 99 45 25 21 51 61 73 50 35 94 40 45 54 57 68 61 51 33 Kerapatan/ha (3) 870 610 1020 460 1220 740 780 500 970 820 970 990 900 500 420 1020 1220 1460 1000 700 1880 800 900 1080 1140 1360 1220 1020 660 Jml. jenis (4) 42 42 60 35 64 40 59 16 62 65 64 55 26 19 17 33 48 53 40 23 45 30 28 29 41 35 7 34 29 Koef. Misc. (5) 2.1 1.4 1.7 1.3 1.9 1.9 1.3 3.1 1.6 1.3 1.5 1.8 1.7 1.3 1.2 1.5 1.3 1.4 1.3 1.5 2.1 1.3 1.6 1.9 1.4 1.9 8.7 1.5 1.1 L.B.D. (cm2) (6) 55332.33 25452.43 54624.58 71888.05 39746.12 46881.38 58753.46 40371.12 60683.46 50282.01 52700.23 58923.94 36574.08 22155.71 76207.57 11738.22 27252.48 29804.50 64742.53 40589.89 27940.31 86787.62 30395.43 31708.87 23070.27 26174.79 12340.46 25375.81 23880.50 L.B.D/ pohon (7) 636.00 417.25 535.53 1562.78 325.79 633.53 753.25 807.42 625.60 613.20 543.30 595.19 812.76 886.23 3628.93 230.16 446.76 408.28 1294.85 1159.71 297.23 2169.69 675.45 587.20 404.74 384.92 202.30 497.57 723.55

266

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


(1) 30 31 32 33 34 35 36 27 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Total (2) 26 36 32 42 26 40 53 40 22 36 48 41 44 40 36 32 43 46 45 48 62 46 2749 (3) 520 720 640 840 520 800 1060 800 440 720 960 820 880 800 720 640 860 920 900 960 1240 920 (4) 21 25 25 35 22 25 23 35 12 24 29 26 30 32 24 26 26 25 33 28 32 35 695 (5) 1.2 1.4 1.3 1.2 1.2 1.6 2.3 1.1 1.8 1.5 1.6 1.6 1.5 1.3 1.5 1.2 1.7 1.8 1.4 1.7 1.9 1.3 (6) 26783.91 36018.16 42367.72 32205.18 18177.19 41038.62 51409.38 32225.45 19357.29 22344.40 26221.26 28027.39 16065.18 24280.31 17712.24 23025.09 33331.01 17835.46 24796.27 29334.15 18850.21 19961.00 1758413.00 (7) 1030.15 1000.50 1323.99 766.79 699.12 1025.97 969.99 805.64 879.88 620.68 546.28 683.59 365.12 607.01 492.01 719,53 775.14 387.73 551.03 611.13 304.04 433.93

Kerapatan pohon kawasan hutan TNBK memperlihatkan variasi yang cukup tinggi, berkisar antara 440 - 1880 pohon per ha, dengan rata-rata mencapai 880 pohon per ha. Suatu angka yang cukup tinggi dibanding kawasan hutan lainnya di Kalimantan. Ketinggian tempat tidak memperlihatkan pengaruh yang jelas terhadap kerapatan pohon dan luas bidang dasar baik per ha maupun per pohon, meskipun secara umum ada kecenderungan bahwa penambahan ketinggian diikuti oleh peningkatan karapatan dan penurunan luas bidang dasar. Atau dapat dikatakan bahwa pepohonan di puncak-puncak gunung dan bukit cenderung berukuran kecil seperti pada petak cuplikan di puncak Condong (no 5, 16), puncak Tiwap (no.27) dan puncak Lawit (no.50). Rendahnya kerapatan pohon dan jumlah luas bidang dasar pada beberapa petak cuplikan nampaknya lebih berkaitan dengan kondisi tanah dan medan. Petak-petak no. 21, 42 dan 47, dengan pohon yang umumnya berukuran kecil adalah petak-petak yang terletak di sepanjang punggung bukit dengan lapisan tanah yang sangat tipis dan padat. Pada kenyataannya, bahwa kerapatan pohon dalam suatu kawasan hutan tropik adalah dipengaruhi oleh banyak faktor. Dan hingga kini belum diketahui dengan baik faktor-faktor yang sangat menentukan terhadap kerapatan pohon suatu kawasan hutan. Selain gangguan baik alam dan manusia, keadaan drainase dan jenis tanah diduga paling berpengaruh terhadap kerapatan pohon (Richards, 1996).

267

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Untuk mendapatkan gambaran lebih luas mengenai keadaan hutan kawasan TNBK, berikut ini (Tabel 2) disajikan ringkasan data kuantitatif pohon dari beberapa lokasi lain di Kalimantan. Tabel 2. Kerapatan dan luas bidang dasar beberapa kawasan hutan di Kalimantan (Berdasar pada pencacahan data pohon diameter > 10 cm).
Lokasi TNBK Kalbar. Wanariset * Kaltim. Bukit Raya** Kalteng. Lempake*** Kal Tim Serimbu **** Kalbar Keting. (m.dpl) 200 - 1450 250 550 - 2000 150 10 - 100 Ukuran petak 0,05 - 0,1 ha 1,6 ha 0,1 ha 1 0,03 - 0,75 ha Jml. (luas ) petak 52 (3,15 ha) 1 (1,6 ha) 6 (0,6 ha) 1 (1 ha) 10 (3,8 ha) Kerapatan 787 541 646 712 986 L.B.D./ha 59,52 29,70 36,13 37,94

Sumber: * Kartawinata et al. (1981), ** Siregar (1994), *** Riswan (1985), **** Suzuki et al. (1997). Dibanding kawasan hutan lainnya di wilayah Kalimantan, kerapatan pohon di wilayah TNBK tampak cukup tinggi. Secara umum kawasan hutan TNBK masih dalam keadaan cukup baik dan masih banyak dijumpai pohon-pohon berukuran besar. Ini tercermin dari hasil pengitungan jumlah luas bidang dasar per ha yang memperlihatkan nilai paling tinggi dibanding kawasan hutan lainnya di wilayah Kalimantan (Tabel 2). Kembali pada nilai koefisien Mischungs (Q) yang merupakan hasil bagi antara jumlah individu dan jenis (Tabel 1, kolom 5), juga memeperlihatkan kisaran yang cukup tinggi yakni antara 1,1 - 8,7. Sebagian besar petak (90%) memiliki nilai Q antara 1,1 - 1,9 atau dapat diharapkan bahwa dalam petakpetak tersebut setiap pohon merupakan jenis yang berbeda. Tercatat hanya ada 4 petak yang memiliki nilai Q antara 2 - 3 dan satu petak (no. 27) yang memiliki nilai Q = 8,7. Dapat dikatakan bahwa hutan pada petak no 27, hampir tersusun oleh satu jenis pohon saja. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum hutan di wilayah TNBK sangat kaya akan jenis pohon. Seperti dilaporkan oleh Wong (1987), bahwa hutan hujan tropis di kawasan Malesia bagian barat (Kalimantan, Sumatra dan Semenanjung Malaka) umumnya cukup kaya akan jenis dengan nilai Q kurang dari 2 dan jarang yang mencapai 2 atau 3. Dalam hutan yang tercatat sangat kaya di Semenanjung Malaka, dilaporkan bahwa 56% dari jenis pohon yang tercacah hanya diwakili oleh satu individu.

268

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.2. Kekayaan Jenis Dari 51 petak cuplikan, tercatat sebanyak 2749 pohon (diameter > 10 cm), yang meliputi 695 jenis dan tergolong dalam 156 marga dan 63 suku. Dari jumlah jenis tersebut, 605 (87 %) dapat diidentifikasi hingga tingkat jenis, 83 (12 %) hanya hingga tingkat marga dan 7 (1 %) tingkat suku. Sebanyak 118 individu yang tersebar di ke 52 petak belum berhasil diidentifikasi baik untuk tingkat marga maupun suku. Daftar jenis secara lengkap akan dilaporkan secara terpisah. Tercatat Dipterocarpaceae merupakan suku yang tinggi jumlah anggota jenisnya (121) yakni mencapai 45% dari jumlah jenis (267) yang tercatat di Borneo dan 42 diantaranya adalah jenis endemik. Dilaporkan bahwa ada 115 jenis endemik anggota suku Dipterocarpaceae yang sebagian besar persebarannya terbatas di wilayah Borneo bagian barat termasuk Kalimantan Barat (Ashton 1982). Dari berbagai lokasi pencuplikan di kawasan Borneo menunjukkan bahwa marga yang paling melimpah dan kaya akan jenis dari suku ini adalah Shorea. Tercatat sedikitnya ada 60 jenis Shorea dan 29 diantaranya endemik. Beberapa suku lain yang umum dijumpai adalah Euphorbiaceae (73), Myrtaceae (55), Clusiaceae (33), Burseraceae (30), Myristicaceae (28) dan Lauraceae (27). Berdasarkan jumlah individu, Dipterocarpaceae tetap merupakan suku paling umum dengan jumlah pohon (diameter > 10 cm) mencapai 844 individu atau 30,7% dari total pohon yang tercacah dengan luas bidang dasar mencapai 84,2 m2 atau 48%. Suku ini memiliki persebaran yang cukup merata yakni hampir dijumpai di seluruh petak cuplikan kecuali satu lokasi di puncak Bukit Tiwap (no. 27). Dalam suatu kawasan hutan lahan pamah di Semenanjung Malaya, jumlah pohon Dipterocarpaceae bisa mencapai 50% dari seluruh pohon yang dicacah, sedangkan di Borneo (Sarawak) dilaporkan bisa mencapai 75% (Whitmore 1984). Jenis Dipterocarpaceae umumnya merupakan pohon-pohon besar sebagai pohon mencuat atau penyusun utama kanopi hutan. Di TN. Gunung Mulu-Sarawak, Dipterocarpaceae juga tercatat sebagai suku paling umum dan mencapai 43,2% dari total basal area (Proctor et al. 1983). Menurut Ashton (1982), Dipterocarpaceae sangat cocok dan mencapai perkembangan maksimum baik dalam jumlah jenis maupun individu pada jenis tanah podsolik merah kuning (kaolisols). Meskipun demikian di Wanariset Kalimantan Timur dilaporkan, bahwa meskipun Dipterocarpaceae sebagai suku paling besar dalam jumlah luas bidang dasar, tetapi lebih sedikit dalam jumlah individu dan jenis dibanding Euphorbiaceae (Kartawinata et al. 1981). Di kawasan TNBK, Euphorbiaceae juga tercatat sebagai suku yang paling kaya untuk jumlah marga. Namun dalam jumlah jenis dan luas bidang dasar, suku ini jauh lebih rendah bila dibanding Dipterocarpaceae. Suku yang umumnya sebagai penyusun lapisan bawah kanopi hutan ini juga hampir dijumpai di seluruh petak cuplikan. Selain

269

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

memiliki kemampuan beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan (Riswan 1987), anggota suku ini juga umumnya memiliki sistem pemencaran yang sangat efektif. Sebagian besar jenis anggota suku Euphorbiaceae menghasilkan buah/biji yang dipencarkan oleh binatang baik burung maupun mammalia (Pijl, 1982). Seperti halnya Euphorbiaceae, keberhasilan suku Dipterocarpaceae merajai komunitas hutan khususnya lahan pamah di Kalimantan (Borneo), Sumatra dan tempat-tempat lain juga tidak terlepas dari kemampuan jenis anggotanya dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Selain secara genetik mampu tumbuh menjadi pohon-pohon besar, jenis-jenis Dipterocarpaceae juga dikenal memiliki jamur simbion (mycorrhiza) pada sistem perakarannya (Hadi, 1987), sehingga kelompok tumbuhan ini mampu menyerap unsur hara lebih baik dibanding kelompok tumbuhan lain. Daftar suku beserta jumlah marga dan jenis serta individu pohon secara lengkap disajikan dalam Lampiran 1. Komposisi hutan hujan tropik memang dikenal sangat kaya akan jenis dan beranekaragam. Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, dapat dijumpai hutan yang sangat berlainan. Pada lokasi-lokasi pinggiran sungai yang selalu lembab dan terkena banjir misalnya, memiliki komposisi jenis tumbuhan yang berbeda dengan tempat dataran lainnya yang relatif kering. Sebaliknya pada punggungpunggung bukit dengan lapisan tanah yang sangat tipis dan padat, akan selalu berlainan dengan hutan-hutan di lereng-lereng terjal. Banyak hipotesa telah dikemukakan orang dalam membahas mengenai kekayaan jenis hutan hujan tropis yang dikenal sangat tinggi (MacArthur 1965, 1972, Baker 1970, Leight 1983, Wilson & Peter 1988). Selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti topografi, drainase dan sifat tanah, pola perkembangan kematangan dan gangguan hutan juga menambah rumitnya komposisi hutan tropik secara keseluruhan. 3.3. Struktur Hutan Salah satu unsur yang biasanya dipakai sebagai indikator dalam menelaah struktur hutan adalah data kelas diameter. Berdasarkan data yang terkumpul dari seluruh petak cuplikan memperlihatkan sebaran kelas diameter pohon dengan nilai sangat besar dicapai oleh kelas diameter paling kecil dan sangat sedikit jumlahnya untuk kelas diameter besar. Tipe persebaran demikian biasa disebut sebagai bentuk J atau L. Ini merupakan ciri umum hutan tropis yang memiliki keanekaragaman jenis dan umur sangat tinggi. Perbandingan antara pohon-pohon yang berukuran kecil (diameter < 35 cm) dengan pohon berukuran besar (diameter > 50 cm), menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok (Tabel 3.). Bahkan pada beberapa petak seperti di puncak Bukit Tiwap, Condong dan Betung, tidak dijumpai pohon besar. Ogawa et al. (1965)

270

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

dan Proctor et al. (1983) menyebutkan bahwa pola demikian adalah khas untuk jenis-jenis pohon hutan primer daerah tropik yang banyak mengalami gangguan. Pola demikian juga dapat diartikan sebagai keadaan regenerasi yang baik dari suatu kawasan hutan, yakni banyaknya banyak pohon-pohon muda yang berukuran kecil yang nantinya akan menggantikan posisi pohon utama atau mencuat yang mati (Hartshon 1980). Pandangan demikian memang sangat sederhana, karena pada kenyataannya keadaan hutan tropik yang kaya akan jenis dan banyak mengalami gangguan adalah sangat rumit dan kompleks. Banyak pohon berukuran besar, tetapi tidak dijumpai individu kecilnya. Sebaliknya tidak sedikit pohon hutan yang tidak pernah tumbuh menjadi pohon besar, atau kehadirannya dalam komunitas hutan hanya sebagai penyusun lapisan bawah kanopi hutan. Selain itu penyebaran kelas diameter pohon juga sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan data hasil pencuplikan lapangan, di beberapa lokasi kadang-kadang dijumpai banyak pohon berukuran relatif besar (diameter > 50 cm), tetapi di tempat lain sangat sedikit atau bahkan tidak ada (misal petak-petak di puncak Condong, Bukit Betung, Lawit dan tempat lain di punggung-punggung bukit). Pohon-pohon besar dengan diameter mencapai 100 cm atau lebih tercatat hanya sebanyak 17 individu, umumnya anggota suku Dipterocarpaceae dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops dan Shorea. Pohon terbesar dengan diameter mencapai 200 m adalah dari jenis Ficus. Jenis lain yang dijumpai mencapai diameter > 100 cm atau lebih antara lain dari marga Koompassia (Leguminosae), Castanopsis (Fagaceae) dan Mangifera (Anacardiaceae). Dalam kelas diameter kecil (diameter < 30 cm), sebagian besar terdiri atas jenis-jenis pohon anggota suku Euphorbiaceae, sebaliknya pada kelas diameter besar (diameter > 50 cm) umumnya terdiri atas anggota suku Dipterocarpaceae. Whitmore (1984), secara spekulasi menyebutnya sebagai kelompok light-demanding untuk pohon dengan kelas diameter besar dan shade tolerant untuk jenis pohon dari kelas diameter kecil. 3.4. Tipe Hutan Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa secara umum kawasan hutan TNBK dikenal sebagai hutan Dipterocarpaceae campuran (Mixed Dipterocarps forests), mengingat pohon-pohon yang merajai sebagian besar adalah jenis meranti-merantian (Shorea spp) yakni anggota suku Dipterocarpaceae. Namun bila ditelaah secara lebih rinci, hutan Dipterocarpaceae campuran tersebut bisa dibedakan menjadi beberapa tipe hutan. Berdasarkan data komposisi jenis dan struktur hutan dari penjelajahan dan penarikan petak-petak cuplikan di beberapa tempat, sedikitnya dijumpai 6 tipe hutan di kawasan TNBK.

271

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Hutan aluvial atau pinggiran sungai (1), hanya dijumpai pada beberapa tempat tertentu di daerah pinggiran sungai dengan medan yang datar. Pada tempat tertentu (misal petak no.8), dalam tipe hutan ini tidak dijumpai jenis pohon anggota suku Dipterocarpaceae. Jenis-jenis pohon yang umum adalah Anthocephalus chinensis (Rubiaceae), Pterospermum javanicum (Sterculiaceae), Saraca declinata (Leguminosae), Chisocheton sp (Meliaceae) dan Nauclea sp. (Rubiaceae). Jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae yang kedapatan pada petak cuplikan dalam tipe hutan ini adalah Dipterocarpus oblongifolius, Parashorea macrophylla dan Shorea macrophyla. Suzuki et al. (1997), melaporkan bahwa di daerah Sungai Dait, Serimbu, jenis S. stenoptera sering dijumpai sangat melimpah. Jenis penghasil minyak tengkawang yang banyak ditanam penduduk Kalimantan Barat ini, penyebaran bijinya ke tempat yang jauh memang melalui bantuan aliran air. Lapisan bawah kanopi hutan antara lain terdiri atas marga Eugenia (Myrtaceae), Baccaurea (Euphorbiaceae), Garcinia (Clusiaceae) dan Nauclea (Rubiaceae). Populasi belta dari jenis-jenis pohon relatif jarang, meskipun di beberapa tempat populasi tumbuhan terna (suku Maranthacea dan Zingiberaceae) penutup lantai hutan kedapatan melimpah. Keadaan ini nampaknya berkaitan dengan gangguan banjir yang sering melanda daerah ini. Hutan Dipterocapaceae lahan pamah (2), umumnya terbentang pada ketinggian < 500 m dpl. Hutan ini ditandai dengan struktur hutan yang umumnya terdiri atas pohon-pohon besar dengan komposisi jenis yang sangat kaya. Banyak dijumpai pohon-pohon dengan batang berbanir dan lurus. Pohon-pohon mencuat dan merajai dengan tinggi mencapai 40 m antara lain dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops, Shorea, Koompassi dan Ficus. Ficus tercatat yang paling besar, tetapi populasinya sangat rendah. Jenis-jenis Dipterocarpaceae umumnya juga masih tampak merajai pada lapisan II kanopi hutan. Pohon-pohon berukuran kecil yang menyusun lapisan bawah kanopi hutan umumnya terdiri atas jenis-jenis bukan Dipterocarpaceae. Marga yang umum dijumpai pada lapisan bawah antara lain Antidesma, Baccaurea, Elateriospermum, Macaranga, Mallotus dan Neoscortechinia (Euphorbiaceae), Polyalthia, Talauma (Annonaceae), Gymnacranthera, Knema dan Myristica (Myristicaceae), Eugenia (Myrtaceae), Pternandra (Melastomataceae). Marga anggota Dipterocarpaceae yang sering dijumpai pada lapisan bawah kanopi hutan adalah Hopea, Vatica dan anakan dari Shorea dan Dipterocarpus. Tipe hutan ini mempunyai penyebaran paling luas di kawasan TNBK. Di beberapa tempat dengan luas yang tidak terlalu lebar, kadang-kadang dijumpai hutan bekas terganggu (hutan sekunder tua). Tipe hutan ini ditandai dengan dijumpainya jenis-jenis pohon pelopor seperti Dillenia spp.

272

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

(Dilleniaceae), Macaranga spp. daun lebar (Euphorbiaceae) dan jenis-jenis Eugenia spp. (Myrtaceae). Selain itu, pada lapisan bawah umumnya melimpah jenis semak belukar antara lain marga Rinorea (Violaceae), Ardisia (Myrsinaceae) dan Baccaurea (Euphorbiaceae). Namun hutan ini umumnya sudah mulai dirajai oleh jenis-jenis Shorea (Dipterocarpaceae), sehingga barangkali bisa juga disebut sebagai hutan Dipterocarpaceae lahan pamah. Jenis Shorea yang dijumpai dalam hutan ini adalah S. parvifolia. Jenis-jenis pohon lain yang umum adalah Eugenia beccarii (Myrtaceae), Baccaurea bracteata (Euphorbiaceae), Dacryodes rugosa (Burseraceae) dan Castanopsis javanica (Fagaceae). Hutan Dipterocarpaceae perbukitan (3), berkembang di punggung-punggung bukit pada ketinggian 500 - 800 m dpl. Pada tipe hutan ini, kadang-kadang dijumpai perbedaan antara punggung bukit yang satu dengan lainnya. Selain pohon-pohon umumnya berukuran lebih kecil (diameter < 50 cm), jenis penyusun hutan ini juga berlainan dari tipe hutan sebelumnya. Dipterocarpus mundus, Hopea beccariana, Vatica micrantha dan Shorea macroptera adalah jenis Dipterocarpaceae yang cenderung berkembang di daerah perbukitan. Jenis lain yang umum adalah dari suku Fagaceae (Castanopsis, Lithocarpus), Lauraceae (Adinandra, Cryptocaria, Litsea) dan Crypteroniaceae (Crypteronia cumingii). Hutan ini lebih mudah dikenali melalui penampakan batang pohon penyusunnya yang kebanyakan berukuran relatif kecil (< 50 cm). Masih dijumpai pohon-pohon besar dengan diameter mencapai 70 cm, tetapi populasinya sangat rendah. Lapisan utama kanopi hutan berkisar antara 25 - 30 m dan masih terdiri atas jenis-jenis Dipterocarpaceae. Populasi pohon Shorea umumnya lebih rendah dibanding Hopea dan Vatica. Calophyllum (Clusiaceae), Knema (Myristicaceae) Eugenia (Myrtaceae) dan Lithocarpus (Fagaceae). Di beberapa tempat jenis Maphania dan Pandanus kadang-kadang kedapatan sangat melimpah menutup lapisan lantai hutan. Untuk lapisan semak (belta) jenis Agrostistacgys longifolia kadang-kadang dijumpai sangat melimpah. Hutan bukit kapur (4), dijumpai di kawasan TNBK bagian timur terutama daerah sekitar Tanjung Lokang (Bukit Tiwap, Bulit). Di daerah ini memang banyak dijumpai bukit-bukit kapur dengan gua-guanya. Pada puncak-puncak bukit kapur yang berbentuk kubah, umumnya jarang ditumbuhi pepohonan. Akan tetapi pada punggung bukit kapur yang memanjang, tumbuh beberapa jenis pohon. Tristaniopsis obovata, kedapatan sebagai satu-satunya jenis pohon yang melimpah hampir membentuk tegakan murni di punggung Bukit Tiwap. Jenis-jenis pohon lain yang dijumpai di daerah bukit kapur antara lain Palaquium stenophyllum (Sapotaceae), Eugenia spicata (Myrtaceae), Memecylon costatum (Melastomataceae), Podocarpus neriifolius (Podocarpaceae) dan Glutta walichii

273

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

(Anacardiaceae). Lantai hutan umunya tertutup oleh lapisan lumut yang tebal. Tumbuhan bawah yang banyak dijumpai antara lain jenis-jenis Rhododendron dan Vaccinium. Hutan pegunungan bawah (5), berkembang pada ketinggian 800 - 1000 m dpl., terutama dijumpai di kaki Gunung Lawit, Condong dan beberapa tempat lain pada puncak-puncak bukit dibawah ketinggian 800 m dpl. Struktur dan komposisi pohon penyusun hutan ini, hampir tidak jauh berbeda dengan hutanhutan perbukitan atau lahan pamah. Selain umumnya pohon berukuran kecil, pada tipe hutan ini juga ditandai dengan berkembangnya tumbuhan lumut pada batang-batang pohon. Phylocladus hypophyllus (Phylocladaceae) kadang-kadang dijumpai sebagai pohon mencuat. Keng (1979) menyebutkan bahwa penyebaran marga Phyllocladus di kawasan Malesia tercatat paling barat hanya mencapai Kalimantan Barat yakni G. Semudun dan Benkayang pada ketinggian 1200 m. Penulis pernah mengumpulkan jenis ini di G. Niut (Kalimantan Barat) pada ketinggian 1100 m. Di TNBK, jenis pohon ini dijumpai pada ketinggian 1000 m atau lebih di Bukit Condong. Namun jenis ini tidak di temukan di wilayah G. Lawit meskipun pada ketinggian yang sama. Jenis pohon lain yang umum dijumpai adalah Austroboxus nitidus (Euphorbiaceae), Tetramerista glabra (Theaceae), Calophyllum sp. (Clusiaceae) dan Eugenia cupea (Myrtaceae). Jenis Dipterocarpaceae yang umumnya tumbuh di daerah pegunungan diwakili oleh marga Shorea yakni S. monticola dan S. siamensis. Hutan pegunungan (6), dijumpai pada puncak-puncak gunung/bukit seperti G. Lawit dan sekitarnya, Bukit Condong dan puncak-puncak lain dengan ketinggian di atas 1000 m dpl. Vegetasi di puncak Lawit dan puncak sekitarnya terdiri atas pohon-pohon kecil dengan tinggi rata tidak lebih dari 10 m. Tumbuhan di tempat ini umumnya berdaun sempit dan tebal. Jenis pohon yang banyak dijumpai antara lain Eugenia spicata (Myrtaceae), Platea excelsa (Icacinaceae), Castanopsis sp., Lithocarpus sp. (Fagaceae), Cryptocaria sp. (Lauraceae), Gordonia havilandii (Theaceae), Calophyllum recurvatum (Clusiaceae) dan Tetractomia obovata (Rutaceae). Jenis Dipterocarpaceae yang dijumpai adalah Shorea monticola dan Shorea brunescens. Selain menutup hampir seluruh batang pepohonan, tumbuhan lumut juga melimpah menutupi lantai hutan. Populasi anggrek epifit tampak melimpah di hutan pegunungan, tetapi kekayaan jenisnya relatif rendah. Pembagian dan atau pemintakatan tipe hutan wilayah Borneo terutama untuk kawasan Sarawak dan Sabah, telah banyak dilakukan orang (Proctor et al. 1988, Bruijnzeel et al. 1993, Whitmore et al. 1984). Secara umum, Steenis (1935, 1961, 1972) mengemukakan analisis pemintakatan tipe hutan kawasan Malesia berdasarkan komposisi floristiknya. Disebutkan bahwa hutan pegunungan

274

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

daerah Malesia berkembang mulai pada ketinggian 950 m, meskipun pada umumnya perubahan ini jelas terlihat pada ketinggian 1000 m. Hutan pegunungan dapat dibagi menjadi 2 yakni pegunungan bawah (900 - 1500 m) dan pegunungan atas (1500 - 2400 m). Namun demikian, pemintakatan dengan batas-batas ketinggian di kawasan Malesia sangat bervariasi dan tidak bergantung pada faktor ketinggian dan lebih dikenal sebagai efek pemampatan ketinggian atau Massenerhebung effect. Sebagai contoh di Sarawak, perubahan hutan lumur dimulai pada ketinggian 750 m, sementara di Sabah (G.Silam) keadaan ini mulai terjadi pada ketinggian 610 - 770 m (Proctor et al. 1988, Bruijnzeel et al. 1993). Di Krakatau - Indonesia, penutupan kabut dan hutan lumut mulai terjadi pada ketinggian 500 m (Whittaker et al. 1989). Ciri lain yang membedakan hutan lahan pamah (dataran rendah) dan hutan pegunungan adalah geografis affinities yang sangat kontras. Hutan dataran rendah umumnya dihuni oleh jenis-jenis anggota marga dari Indo-Malaya atau dengan penyebaran Paleo-Tropik. Keadaan ini masih dijumpai pada tipe hutan pegunungan bawah, sementara hutan pegunungan atas umumnya dihuni oleh jenis-jenis dari marga flora Australia seperti Leptospermum, Phyllocladus dan Styphelia (Steenis 1972). Marga lain yang umum dijumpai pada tipe hutan pegunungan adalah Castanopsis, Lithocarpus (Fagaceae) dan Cryptocaria (Lauraceae), sehingga bisa disebut sebagi komunitas Fago-Lauracus (Steenis 1971). Marga lain yang mencirikan flora pegunungan adalah Araucaria (Araucariaceae), Dacrydium, Podocarpus (Podocarpaceae), Engelhardia (Juglandaceae) dan Eugenia (Myrtaceae).

275

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kesimpulan Berdasarkan hasil pendataan dari inventarisasi awal ini menunjukkan bahwa untuk sementara wilayah TNBK memiliki kekayaan jenis pohon yang sangat tinggi. Selain dijumpai banyak jenis endemik yang penyebarannya terbatas di wilayah Kalimantan Barat, juga diperoleh catatan baru yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Hal tersebut menjadikan kawasan TNBK yang juga merupakan daerah tangkapan air semakin penting untuk dilindungi dan menarik untuk diteliti lebih jauh. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan secara tepat dengan melakukan pemintakatan secara tegas agar daerah TNBK dapat benarbenar terjamin kelestariannya. Sedikitnya ada 6 tipe hutan, meskipun pada penjelajahan ke daerah yang lebih luas masih dapat dijumpai beberapa tipe lain. Secara umum ada 4 daerah aliran sungai yang telah dijelajah masing-masing das Bungan, Kapuas, Embaluh dan Sibau dalam rangka pengumpulan koleksi tumbuhan dan pencuplikan data vegetasi. Sedikitnya telah tercatat 695 jenis pohon (diameter > 10 cm) yang tergolong dalam 173 marga dan 64 suku dari 2749 pohon yang dicacah. Jenis ini akan jauh bertambah banyak bila dimasukan pula jenis-jenis semak, epifit (terutama anggrek) serta tumbuhan lantai hutan lainnya dimasukan dalam hitungan. Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan memadai masih dibutuhkan pedataan lanjutan. Namun demikian data dasar yang terkumpul ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya pengelolaan kawasan TNBK.

Ucapan Terima Kasih Kegiatan pengumpulan data lapangan ini merupakan kerjasama antara WWF/IP TNBK, Pontianak-Kalimantan Barat dengan Puslitbang Biologi-LIPI. Biaya perjalanan lapangan sepenuhnya merupakan tanggung jawab WWF/IP, TNBK. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap staf dan karyawan WWF baik pusat maupun daerah yang telah membatu dan memberi segala fasilitas yang ada. Terima kasih juga disampaikan kepada KSDA, BAPEDA dan Dinas Kehutanan setempat atas segala ijin dan kemudahan yang diberikan. Secara khusus ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kapuslitbang Biologi dan Kabalitbang Botani, LIPI-Bogor, atas segala ijin dan dorongannya untuk melaksanakan tugas ini. Kepada semua pihak yang telah membantu secara tulus baik di lapangan maupun di laboratorium, penulis mengucapkan terima kasih.

276

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Daftar Pustaka Ashton, P.S. 1982. Dipterocarpaceae. Flora Malesiana 9 (2): 237-552. Baker, H.G. 1970. Evolution in the tropics. Biotropica, 2: 101-111. Bruijnzeel, L.A., M.J.Waterloo, J.Proctor, A.T.kuiters & B.Kotterlink 1993. hydrological observations in montane rain forests on Gunung Silam, Sabah, Malaysia with special reference to the Massenerhebungeffect. J. Ecol. 81: 145-167. Hadi, S. 1987. The association of fungi with Dipterocarps. Dalam A.J.G.H. Kostermans (ed.) Proceedings of the Third Round Table Conference on Dipterocarps. Samarinda Indonesia. Pp.: 73-79. Hartshorn,G.S. 1980. Neotropical Forest Dynamics. Tropical Succession. Biotropica, Supplement 12 (2): 20-30. Keng, H., 1979. A monograph of the genus Phyllocladus (Phyllocladaceae). Natural Publishing Company. LTD. Singapore. Kartawinata, K., R.Abdulhadi & T.Partomihardjo 1981. Composition and structure of a lowland dipterocarps forest at Wanariset, East Kalimantan. Malay. Forester 44(2.3):397-406. Leight, E.G.Jr. 1983. Introduction: why are there so many kinds of tropical trees?. Dalam Leight, E.G. Jr., A.S. Rand & D.M. Windsor (eds.). The Ecology of Tropical rain forest: Seasonal Rhythms and Long-Term Changes. Pp. 6366. MacArthur, R.H. 1965. Patterns of species diversity. Bio. Reviews (Cambridge), 40: 510-533. MacArthur, R.H. 1972. Geographycal Ecology: Patterns in the distribution of Species. Harper & Row, New York. Ogawa, H., K.Yoda, T.Kira, K.Ogino, T.Shidei, D.Ratanawongse & C.Apasutaya 1965. Comparative ecological study on three main types of forest vegetation in Thailand. I. Structure and floristic composition. Nature and Life in Southeast Asia, 4: 13-48.

277

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pijl. L.van der 1982. Principles of dispersal in higher plants. Spinger-Verlag, Berlin. Proctor, J., J.M.Anderson, P.Chai & H.W.Vallack 1983. Ecological studies in four contrasting lowland rain forests in Gunung Mulu National Park, Sarawak. I. Forest environment, structure and floristic. Journal of Ecology 71: 237-260. Riswan, S. 1987. Structure and floristic composition of a mixed dipterocarp forest at Lempake, East Kalimantan. Dalam A.J.G.H. Kostermans (ed.). Proceedings of the Third Round Table Conference on Dipterocarps. Samarinda Indonesia. Pp.:435-457. Richards, P.W. 1996. The tropical rain forest an ecological study. Second edition. Cambridge University Press. Schmidt, F.R. & J.A.Ferguson 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verhandelingen 42. Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Djakarta. Steenis, C.G.G.J.van 1987. Checklist of generic names. In Malesian Botany (Spermatophytes). Flora Malesiana Foundation, C/O Rijksherbarium, Leiden. The Netherlands. Steenis, C.G.G.J.van 1935. On the origin of the Malaysian mountain flora. Part 2. Altitudinal zones, general considerations and renewed statement of the problems. Bull. Jard. Bot. Buitenz. (Ser.3) 13: 289-417. Steenis, C.G.G.J.van 1961. An attempt towards an explanation of the effect of mountain mass elevation. Proc. Koninkl. Ned. Akad. Wetensch., Amsterdam. Ser.C, 64: 435-442. Steenis, C.G.G.J.van 1972. Mountain Flora of Java. E.J. Brill, Leiden. Suzuki,E.. M.Hotta, T.Partomihardjo, A.Sule, F.Koike, N.Noma, T. Yamada & M.Kaji 1997. Ecology of Tengkawang Forests under Varying Degrees of Management in West Kalimantan. TROPICS Vol. 7(1/2)35-53. Whitmore, T.C. 1984. Tropical rain forest of the Far Easr (2nd edition) Clarendon Press. Oxford. Whitmore, T.C. 1990. An Introduction to Tropical Rain Forests. Clarendon Press.

278

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Oxford. Whittaker, R.J., M.B. Bush & K.Richards 1989. Plants recolonization and vegetation succession on the Krakatau islands, Indonesia. Eco. Monogr. 59: 59-233. Wilson, E.O. & F.M.Peter 1988 (eds.). Biodiversity. Nat. Acad. Press. Washington DC. Wong, K.Y. 1987. Ecology of the trees of Bukit Timah Nature Reserve. Garden Bulletin Singapore. 40 (1): 45-76.

279

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Lampiran 1. Daftar suku beserta jumlah marga dan jenis dari pohon-pohon yang tercacah dalam petak cuplikan seluas 3,15 ha. di kawasan TNBK, Kalimantan Barat.
No. (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Suku (2) Aceraceae Alangiaceae Anacardiaceae Annonaceae Anysophyleaceae Apocynaceae Aquifoliaceae Araliaceae Araucariaceae Bignoniaceae Bombacaceae Boraginaceae Burseraceae Celastraceae Chrysobalanaceae Clusiaceae Compositae/Asteraceae Cornaceae Crypteroniaceae Dilleniaceae Dipterocarpaceae Ebenaceae Elaeocarpaceae Ericaceae Euphorbiaceae Fagaceae Flacourtiaceae Hamamelidaceae Hypericaceae Icacinaceae Juglandaceae Lauraceae Lecythidaceae Laguminosae/Fabaceae Loganiaceae Magnoliaceae Melastomataceae Meliaceae Monimiaceae Moraceae Myristicaceae Myrtaceae Jumlah marga (3) 1 1 10 5 1 2 1 1 1 1 2 1 3 3 1 4 1 1 1 1 6 1 1 1 20 3 3 1 1 2 1 9 1 8 1 3 2 3 1 2 4 2 Jumlah jenis (4) 1 2 23 13 1 2 1 1 1 1 6 1 30 11 3 33 1 2 5 1 121 16 8 1 73 22 9 1 2 2 1 27 2 12 1 4 6 15 1 11 28 55 Jumlah pohon (5) 3 7 69 21 1 2 1 1 3 1 14 1 87 37 10 122 1 2 11 2 844 69 19 1 185 59 37 1 3 13 2 61 14 42 1 11 15 34 1 31 93 296

280

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


(1) 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 Total (2) Myrsinaceae Olacaceae Oleaceae Oxalidaceae Polygalaceae Proteaceae Rhizophoraceae Rosaceae Rubiaceae Rutaceae Sapindaceae Sapotaceae Saxifragaceae Simarubaceae Sterculiaceae Theaceae Thymeleaceae Tiliaceae Trigonaceae Ulmaceae Verbenaceae Violaceae 64 (3) 2 3 3 1 1 1 2 2 8 2 5 3 1 1 3 8 2 3 1 2 1 1 173 (4) 4 6 10 1 18 1 3 4 14 2 10 18 1 1 5 14 5 3 1 7 6 1 695 (5) 7 12 28 1 57 1 3 10 21 16 28 54 1 1 21 33 23 15 1 22 39 2 2749

281

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Ikhtiofauna Dan Pengembangan Perikanan Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Ike Rachmatika dan Haryono Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi, LIPI Abstrak Pengungkapan keanekaan jenis-jenis ikan di kelimpahan, sebaran dan aspekaspek bioekologinya Taman Nasional Bentuang Karimun sangat penting. Inventarisasi populasi-populasi yang terpisah (distinct), jenis-jenis yang sebaran geografisnya terbatas (endemik) termasuk jenis-jenis dengan daya pergerakan (dispersal) rendah akan membantu usaha konservasinya yang diakomodasi oleh zona inti Taman Nasional, sehingga terhindar dari kepunahan. Demikian pula untuk jenis-jenis yang populasinya menurun, keterangan tentang sebaran lokal, sebaran spasial, aspek reproduksi dan makannya akan membantu usaha konservasi insitu dan eksitunya. Sehubungan dengan itu, telah dilakukan penelitian lapangan yang berlangsung tiga tahap, yaitu di DAS Sibau (21 Juni 10 Juli 1996 di musim hujan/musim kemarau) dan di DAS Embaloh (21 Nopember-10 Desember 1996, di musim hujan dan dari 5-25 September 1997 di musim kering), serta di DAS Ketibas, Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary, Sarawak (10-25 Nopember 1997 di musim kering/musim hujan) sebagai perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TNBK memiliki keanekaan jenis yang cukup tinggi termasuk jenis-jenis yang unik dan berpotensi sebagai ikan hias dan ikan konsumsi. Dari 112 jenis ikan 45,53% adalah jenis-jenis Cyprinidae; 10,71% diantaranya adalah jenis endemik Borneo yang sebagian besar merupakan jenisjenis selusur/pelekat Balitoridae yaitu ikan-ikan yang berukuran kecil, hidup menempel di batu-batu di tipe habitat berarus deras. Jenis-jenis yang harus diperhatikan karena ancaman kepunahan dan perdagangan intensif seperti ikan semah (Tor tambra dan T. tambroides) dan ikan bato (Schismatorhynchus heterorhynchus) ditemukan di DAS Sibau dan DAS Embaloh dengan kelimpahan masing-masing jenis rendah. Demikian pula ikan-ikan lainnya yang biasa dikonsumsi seperti ikan tengadak, ditemukan dengan kelimpahan jenis rendah. Ditemukan pula perluasan penyebaran bagi jenis-jenis

282

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

pelekat Glaniopsis, Protomyzon dan jenis kemayur, (Nemachilus longipectoralis) serta beberapa jenis ikan terutama jenis-jenis yang menurun populasinya, mengindikasikan bahwa DAS Sibau dan DAS Embaloh TNBK merupakan tempat memijah, mengasuh anakan dan tempat makannya. Menurut Hartoto (Pers. Comm.) Zona penyangga yang merupakan kawasan hutan lindung, dan juga merupakan tempat perlindungan beberapa jenis ikan terutama ikan semah di waktu banjir/keruh, dapat berfungsi sebagai zona pemanfaatan (harvest reserve), yang dapat dimanfaatkan secara lestari antara lain dengan menerapkan sistem suaka perikanan (reservat). Keberadaan reservat ini dapat menjamin keberadaan populasi ikan yang dapat dipanen (stock) di bagian hilirnya oleh masyarakat setempat. Butir-butir kegiatan penelitian yang dapat diuraikan disini secara garis besar adalah: (1) Penelitian dan pengembangan untuk peningkatan manajemen Taman Nasional (2) Kegiatan/penelitian untuk mendukung pengembangan perikanan khususnya untuk jenis-jenis ikan yang populasinya menurun (3) Penelitian/kegiatan yang mendukung pengembangan budidaya jenis-jenis terseleksi 1. Pendahuluan Di dalam kawasan TN Bentuang Karimun (TNBK), Kalimantan Barat yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan No. 467/Kpts II/1995 ada lima DAS yaitu DAS Embaloh, DAS Sibau, DAS Mendalam, DAS Bungan dan DAS Kapuas Koheng. Kelima daerah aliran sungai ini yang sungai-sungai utamanya mengalir ke S.Kapuas, secara hidrologi memegang peranan untuk 100% Kabupaten Kapuas Hulu dan sedikitnya menjamin keamanan 50% untuk wilayah Kalimantan Barat (Soedjito, 1998). Keanekaan jenis ikan yang ada di kelima DAS di TN Bentuang Karimun belum diungkapkan. Robert (1989) dan Kottelat (1993) mengungkapkan keanekaan jenis ikan yang ada di S.Kapuas dan beberapa anak sungainya sehingga secara akumulatif tercatat 303 jenis. Keanekaan jenis ikan yang tinggi ini berkaitan dengan sejarah geografis dan hydrografisnya yang sewaktu Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan dan Jawa masih menyatu, sungai-sungai yang ada di Semenanjung Malaya bagian timur dan barat laut, Sumatra bagian utara, Kalimantan bagian barat dan barat laut, Jawa barat daya merupakan bagian dari S.Sunda yang sangat kaya dengan fauna

283

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

ikannya (Robert, 1989; Molengraaf dan Weber dalam Inger dan Chin, 1990; Mohsin dan Ambak, 1983). Pengungkapan keanekaan jenis ikan dalam TN Bentuang Karimun, kelimpahan, sebaran serta aspek-aspek bioekologinya sangat penting. Inventarisasi populasipopulasi yang terpisah (distinct), serta jenis-jenis yang sebaran geografisnya terbatas (endemik), temasuk komunitas ikan di riam-riam (rapids) di sungai berelevasi curam yang biasanya bersifat spesialis dengan daya dispersal rendah (Kottelat dan Whitten 1996) akan membantu usaha konservasi in situnya yang diakomodasikan oleh zona inti Taman Nasional sehingga terhindar dari kepunahan. Demikian pula untuk jenis-jenis yang populasinya menurun, pengungkapan aspek-aspek bioekologi antara lain sebaran lokal, spasial, reproduksi dan makan, diharapkan menjadi dasar untuk konservasi insitu dan penangkarannya. 2. Tujuan Penelitian: (1) Mengungkapkan komposisi jenis, distribusi dan kelimpahan jenis-jenis ikan yang ada di DAS Sibau dan sungai-sungai di sekitarnya serta di DAS Embaloh. (2) Mengungkapkan beberapa aspek bio-ekologinya seperti sebaran lokal dan spasial, reproduksi jenis-jenis yang sebarannya terbatas, dan populasinya menurun. (3) Mengungkapkan secara kualitatif jenis-jenis ikan yang berpotensi sebagai ikan hias dan ikan budidaya, serta butir-butir usulan kegiatan yang dapat dilakukan untuk menunjang pengembangan perikanan di sekitar Taman Nasional Bentuang Karimun 3. Metode Penelitian Penelitian dilakukan tiga tahap. Tahap pertama, di DAS Sibau, penelitian dilakukan dari tanggal 22 Juni 1996-10 Juli 1996 di 43 stasiun penelitian yang meliputi Sungai Sibau utama dan 14 anak sungainya (Gambar 1). Tahap kedua, penelitian dilakukan di DAS Embaloh dari tanggal 22 Nopember 1996-10 Desember 1996 yang bertepatan dengan musim hujan atau banjir, yang meliputi Sungai Embaloh utama dan 24 buah anak sungainya (Gambar 2). Tahap ketiga, di DAS Embaloh, penelitian dilakukan dari tanggal 5 September- 26 September 1997 (yang merupakan bagian dari "ITTO Borneo Biodiversity Expedition

284

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

1997) di 63 stasiun penelitian yang meliputi S. Embaloh utama dan 19 anak sungainya (Gambar 2). Pencuplikan contoh ikan dan udang dilakukan di setiap stasiun berupa segmen sungai sepanjang 50 m. Di anak-anak sungai pencuplikan dilakukan di tiga- lima stasiun, yang dimulai dari mulut sungai ke arah hulu. Sedangkan di Sungai Embaloh dan Sungai Sibau, pencuplikan dilakukan di bagian sungai yang mempunyai daratan di tepi (=krangan) untuk memudahkan perahu ditambatkan dan memiliki berbagai tipe habitat. Metoda pencuplikan adalah berdasarkan hasil tangkap per satuan usaha (catch per unit effort) berupa pengoperasian alat tangkap electrofishing (12 V, 10A) yang dioperasikan selama 1 jam dan 10 x tebaran jala (ukuran mata jaring 2 cm, panjang 2,6 m) untuk anak-anak sungai dimana jala ini tidak selalu dapat dioperasikan di setiap stasiun pencuplikan. Untuk pencuplikan contoh ikan di sungai utama, alat elektrofishing ini dikombinasikan dengan jala (mata jaring 2 cm, dan panjang 2, 6 m) dengan satuan penangkapan sama seperti di anak-anak sungai. Pukat (panjang 28 m , lebar 2 m, mata jaring 6 cm) dioperasikan untuk menambah keterangan biologi jenis-jenis yang dapat mencapai ukuran besar termasuk ikan semah (Tor tambra dan T. tambroides). Keadaan fisik dan kimia perairan seperti suhu air, pH, kandungan oksigen terlarut, kecepatan arus diamati disetiap stasiun. Keadaan lingkungan sekitar seperti tipe ekosistim tepi, penutupan canopy dan kecuraman tepi sungai diamati pula. Di lapangan spesimen ikan diawet dalam formalin 4-10% dan disuntik dengan formalin (terutama untuk spesimen ikan dengan panjang total lebih dari 10 cm). Di laboratorium Ichthyology, Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi LIPI, specimen diidentifikasi, dihitung jumlah individu per jenis dan kemudian diawet dalam alkohol 76% yang selanjutnya disimpan sebagai koleksi permanen Musium Zoologi Bogor (MZB). Untuk jenis-jenis kunci seperti ikan endemik dan jenis-jenis yang populasinya menurun, spesimen diukur panjang total (PT), beberapa spesimen dibedah untuk ditentukan Tingkat Kematangan Gonad (TKG), fekunditas, dan kebiasaan makannya secara kualitatif berdasarkan Effendie (1979). Kelimpahan dan frekuensi keterdapatan dihitung berdasarkan Misra (1968).

285

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Contoh Ikan di DAS Sibau, Kapuas, Kalimantan Barat

286

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Contoh Ikan di DAS Embaloh, Kapuas, Kalimantan Barat

287

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4. Daerah Penelitian dan Stasiun Koleksi 4.1. DAS Sibau dan sungai-sungai di sekitar kampung Potan S.Sibau mengalir ke selatan, sepanjang 105 km, dan bermuara di S.Kapuas di Putussibau. Banyak anak-anak sungai yang mengalir ke S.Sibau dan terletak dalam kawasan TNBK. Anak-anak sungainya yang besar antara lain S.Menjakan yang berhulu di Gn. Lawit (1176 m), S.Aring yang berhulu di Gn. Aseh (850 m), S. Apeang dan S. Kanyau. S. Pengkaran merupakan sungai terhilir yang diamati (terletak di luar kawasan TNBK) dan S. Sibau dekat muara S. Belabi merupakan stasiun terhulu yang diamati (Gambar 1). Ada perbedaan fisik diantara stasiun-stasiun yang diamati, terutama antara stasiun stasiun yang terletak di bagian bawah DAS (S.Pengkaran sampai S. Sekedam Besar) dan stasiun-stasiun yang terletak di bagian hulu (S. Laleak sampai S. Aring). Di S. Pengkaran sampai S. Sekedam Besar keadaan substrat didominasi oleh pasir, kerikil, serasah dan jatuhan ranting serta batang pohon, dimana di S. Sekedam kecil substrat lebih bervariasi dengan adanya rambutrambut akar pohon purang (Macaranga sp). Genangan-genangan (pool) di pinggir sungai sampai yang berukuran 8 x 6 m2 dengan kandungan oksigen terlarut yang rendah (0,2-5,9 mg/l) ditemukan di S.Pengkaran, S.Potan dan S.Sibau utama di bawah muara S.Sekedam Kecil. Elevasi tepi sungai umumnya landai; kecepatan arus bervariasi yaitu lambat, sedang sampai deras. Keadaan lingkungan tepi merupakan daerah perladangan yang aktif dikerjakan (di tepi S. Potan dan S. Pengkaran) oleh penduduk setempat dan bekas perladangan yang telah lama ditinggalkan (di tepi S. Sekedam Kecil). Di bagian lebih ke hulu, seperti S.Menjakan, S.Laleak, S.Obut, S.Hubut, S.Aring, substrat didominasi oleh batuan besar (diameter lebih dari 50 cm) dan batu ampar (bed rock ); berarus sedang sampai deras (torrent) dan elevasi tepi sungai umumnya curam, berstruktur batuan dan cadas. Ekosistim tepi berupa hutan primer dengan vegetasi pinggiran didominasi oleh pohon kensurai (Dipterocarpus oblongifolius), Soedjito, 1996. Kesamaan fisik antara stasiun-stasiun yang diamati adalah persentase penutupan kanopi. Penutupan kanopi di stasiun-stasiun di anak sungai umumnya 60 - 90 %, sedangkan di stasiun-stasiun di S.Sibau utama adalah 30 - 40 %. Pada waktu penelitian di bagian hulu (S.Menjakan dan stasiun-stasiun yang lebih ke hulu) hujan turun hampir setiap hari. Hal ini menyebabkan permukaan air sungai naik dan keruh. Permukaan air sungai dapat naik sampai 2 m seperti

288

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

yang teramati di S.Apeang, S.Kanyau dan S.Sibau, apabila hujan berlangsung lebih dari 10 jam. Teramati pula adanya hujan lokal dimana di suatu tempat hujan lebat terjadi, namun di tempat lain yang berjarak ratusan meter tidak terjadi hujan, sehingga banyak anak sungai yang masih jernih disaat sungai utama dan anak-anak sungai yang berukuran lebih besar dalam keadaan banjir/keruh. 4.2. DAS Embaloh S. Embaloh mengalir ke arah selatan, sepanjang 130 km, dan bermuara ke S. Kapuas di Nanga Embaloh. Ada beberapa anak sungai yang besar yang terletak dalam kawasan TNBK antara lain S. Tekelan dan S.Peyang dan keduanya berhulu pada bukit/pegunungan yang berbatasan langsung dengan Cagar Alam Lanjak Entimau, Sarawak, Malaysia. Sungai terbawah yang diamati di musim hujan (21 Nopember-10 Desember 1996) adalah S. Labu dan sungai terhulu yang diamati adalah S.Teliyai. Sementara penelitian di musim kering (6 September-24 September 1997), S.Pait dan S.Tawang adalah sungai terhulu yang diamati, sedangkan S.Jaket adalah sungai terbawah yang diamati (Gambar 2). Di musim hujan seperti halnya di DAS Sibau, teramati adanya hujan lokal dan adanya anak-anak sungai yang tetap jernih sewaktu air di sungai utama sedang keruh/banjir. Permukaan air dapat naik sampai 2,5 m (seperti yang teramati di S.Peyang, S.Teliyai dan S.Sibau) apabila hujan berlangsung lebih dari 10 jam sehingga menggenangi vegetasi di lahan pinggir sungai, namun di siang hari keesokan harinya air dapat berangsur-amgsur surut. Di musim kering, dimana daerah penelitian mencakup S. Pait (600 meter diatas permukaan laut) permukaan air surut/dangkal dan jernih. Keadaan dasar sungai pada musim kemarau umumnya terlihat. Pada periode musim kering ini terlihat perbedaan fisik antara anak-anak sungai yang mengalir langsung ke S.Embaloh (ketinggian masih dibawah 200 m diatas permukaan laut) dan, S.Pait serta beberapa alurnya (ketinggian 600 m diatas permukaan laut). Keadaan fisik anak-anak sungai yang mengalir langsung ke S.Embaloh adalah bersubstrat pasir, kerikil dan batuan besar yang bergaris tengah 1-2 m. Tipe aliran berarus lambat, sedang dan deras (torrent) serta adanya lubuk-lubuk yang cukup dalam. Elevasi tepi sungai umumnya curam dan terdiri atas batuan. Sama halnya dengan DAS Sibau, vegetasi tepi sungai didominasi oleh kensurai (Dipterocarpus oblongifolius), Soedjito, 1996 dengan persentase penutupan kanopi antara 70-90 %.

289

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

S.Pait umumnya bersubstrat pasir, kerikil dan batuan berukuran kecil sampai sedang (bergaris tengah 10 cm - 75 cm), elevasi tepi landai dan terdiri atas tanah dan cadas. Tipe aliran dapat berupa lubuk di pinggir (side pool) yang tidak dalam; arus lambat hingga deras (torrent). Suhu air relatif rendah (22,80- 23,70C). Vegetasi pinggir adalah hutan primer yang bercampur dengan hutan sekunder tua dengan penutupan kanopi antara 5-75 %. 5. Hasil 5.1. Keanekaan dan Komposisi Jenis 5.1.1. DAS Sibau dan sungai-sungai sekitarnya Telah ditemukan sebanyak 80 jenis ikan yang tersusun atas 16 suku, 34 marga dan 7 ordo. Jenis -jenis yang paling banyak terdapat adalah jenis yang termasuk kedalam suku Cyprinidae (45 jenis atau 56,25%), Balitoridae (11 jenis atau 13,75%) dan Cobitidae (6 jenis atau 7,5%). Delapan jenis endemik Borneo (10% dari jumlah jenis yang ada di DAS Sibau) ditemukan yaitu ikan batu, (Garra borneensis), ikan binkus/tupai (Gyrinocheilus pustulosus), ikan arungan atau langkung (Hampala bimaculata), ikan lelekat (Homaloptera stefensoni), ikan pelekat (Neogastromyzon niewwenhuisi), ikan kaloi (Osphronemus seftemfasciatus), ikan kemujuk (Paracrossochilus acerus)dan ikan seluang (Rasbora voltzii). Jenis ikan yang harus diperhatikan karena perdagangan intensif dan ancaman kepunahan (Kottelat 1994) seperti ikan bato (Schismatorhynchus heterorhynchus), ikan semah (Tor tambra dan T.tambroides), dan ikan ulanguli (Botia macracanthus) ditemukan di DAS Sibau dengan kelimpahan masing-masing jenis rendah (Tabel 1). Frekuensi keterdapatan ikan bato tergolong sedang, sedangkan frekuensi keterdapatan ikan semah dan ulanguli tergolong rendah (Tabel 1). Ikan buntal (Tetrodon leiurus) yang kerabat dekatnya merupakan jenis-jenis ikan yang hidup di laut, dijumpai di S.Sibau dan S.Laleak. Ikan introduksi sejauh ini tidak ditemukan.

290

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

5.1.2. DAS Embaloh Dimusim hujan ditemukan sebanyak 75 jenis ikan yang tersusun atas 11 suku, 36 marga dan 5 ordo. Sama halnya di DAS Sibau, jenis-jenis yang paling banyak terdapat adalah jenis-jenis dari suku Cyprinidae (33 jenis atau 44 %), Balitoridae (19 jenis atau 25, 33%) dan Cobitidae (4 jenis atau 5,33 %). Di musim kering ditemukan sebanyak 76 jenis yang tersusun atas 12 famili, 40 genera dan 5 ordo. Jenis-jenis yang paling banyak adalah jenis-jenis dari Cyprinidae (32 jenis atau 42,10 %), Balitoridae (22 jenis atau 28,94 %) dan Cobitidae (7 jenis atau 9,21%). Secara akumulatif di DAS Embaloh terdapat 102 jenis ikan yang tersusun atas Cyprinidae (44,11%), Balitoridae (19,61%) dan Cobitidae (11,76%). Sepuluh jenis endemik Borneo (9,80 % dari total jenis yang ditemukan di DAS Embaloh) terdapat di kawasan ini yaitu: ikan pelekat (Acrochordonichthys chameleon); ikan pelekat (Gastromyzon); Homaloptera stefensoni; ikan kemujuk (Parhomaloptera microstoma); ikan batu (Gara borneensis); ikan arungan (Hampala bimaculata); ikan tupai/binkus (Gyrinocheilus pustulosus); ikan kemujuk (Paracrossochilus acerus) dan ikan seluang (Rasbora voltzii) dan satu jenis ikan pelekat (Protomyzon griswoldi) yang ditemukan di musim kering. Jenis-jenis endemik ini selain sebaran geografisnya terbatas, kecuali ikan arungan dan ikan seluang, delapan jenis diatas hidupnya menempel di batuan atau berada di celah-celah batu di habitat yang berarus deras. Jenis-jenis ikan yang dikategorikan harus diawasi karena ancaman kepunahan dan perdagangan intensif seperti ikan bato (S.heterorhynchos) dan ikan semah (Tor tambra dan T. tambroides) ditemukan di DAS Embaloh baik di musim hujan maupun di musim kering dengan kelimpahan masing-masing jenis tergolong rendah (Tabel 2). Frekuensi keterdapatan ikan bato adalah sedang, sedangkan frekuensi keterdapatan ikan semah berkisar antara rendah-sedang. Ikan ulanguli dijumpai dengan kelimpahan rendah dengan keterdapatan jarang. Ikan buntal ditemukan di musim kering di S. Tekelan utama. 5.2. Fauna Ikan di S.Pait dan di alur-alur di Bukit Condong Di S.Pait terdapat 23 jenis ikan (29,49% dari total jenis yang ditemukan di musim kering) yang terdiri atas Balitoridae (8 jenis atau 34,87 %), Cyprinidae (7 jenis atau 30,43 %), Clariidae (2 jenis atau 8,69 %), Akysidae (1 jenis atau 4,34 %) dan Bagaridae (1 jenis atau 4,34 %). Di alur -alur di Bukit Condong ditemukan 3 jenis ikan pelekat yaitu Glaniopsis sp1 (di musim hujan); Glaniopsis corak polos atau Glaniopsis sp.2. (di musim kering) dan Glaniopsis multiradiata (di musim kering).

291

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dari ketiga bentuk (form) ikan pelekat (Glaniopsis) ini, ikan pelekat bercorak polos (Glaniopsis sp2), dan ikan pelekat loreng (G. multiradiata), hanya di jumpai dialur-alur di Bukit Condong. 5.3. Distribusi dan Kelimpahan 5.3.1 Di DAS Sibau dan sungai-sungai di sekitarnya Ikan pansik (Botia hymenophysa) merupakan ikan yang paling sering dijumpai atau tersebar paling luas (Frekuensi keterdapatan 53,49%) dengan kelimpahan yang rendah 3,17 ekor/st. Sedangkan ikan yang paling melimpah adalah ikan kulung (Labiobarbus kuhlii) 12,64 ekor/st. dan ikan seluang (Rasbora dusuniensis cf.myersi) (12,67 ekor/st.) Jenis-jenis yang keterdapatannya jarang dan kelimpahan rendah antara lain jenisjenis ikan bato (Crossochilus); ikan kemayur, dari jenis-jenis Homaloptera (Tabel 1) yang hidupnya di riam-riam yang berbatu. 5.3.2 Di DAS Embaloh Di musim hujan jenis ikan yang menyebar paling luas adalah ikan kemayur (Nemachilus cf. Kapuasensis) (Frekuensi keterdapatan 60,46%) dengan kelimpahan sedang (7,23 ekor/st.). Sedangkan ikan yang paling melimpah adalah ikan bato (Garra borneensis) 8,44 ekor/st. Jenis-jenis yang penyebarannya terbatas dengan kelimpahan rendah antara lain ikan kemayur (Homaloptera); ikan bato (Crossochilus); dan dari jenis Akysis (Tabel 2) yang hidup di sela-sela batuan. Di musim kering yang sebarannya paling luas adalah ikan banta, (Osteochilus microcephalus) (frekuensi keterdapatan 60,32%) dengan kelimpahan yang sedang (7,74 ekor/st.). Jenis ikan yang paling melimpah adalah ikan pelekat (Neogastromyzon niewenhuisii) (10,45 ekor/st.). Jenis-jenis yang penyebarannya terbatas dengan kelimpahan rendah antara lain Acrochordonichthys melanogaster (Akysidae), jenis-jenis dari Cyprinidae seperti ikan suralungun (Epalzeorhynchus kallopterus) dan ikan Belantau (Macrochirichthys macrochirus) dan ikan tupai (Gyrinocheilus pustulosus) dan jenis-jenis Cobitidae seperti Nemachilus longipectoralis (Tabel 2).

292

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

5.4. Jenis-Jenis Ikan Yang Dikategorikan Harus Diawasi Karena Terancam Kepunahan/Populasinya Menurun 5.4.1. Ikan Semah, (Tor tambra dan T.tambroides) Di DAS Sibau dan DAS Embaloh ikan semah ditemukan di anak-anak sungai dan di sungai utama Sibau dan Embaloh dengan kelimpahan rendah (Tabel 1 dan 2). Di DAS Sibau ikan semah dewasa tersebar di anak-anak sungai di bagian hulu seperti S.Hubut, S.Sibau di muara S.Belabi., S.Sibau di muara S.Apeang, S.Aring, S.Kanyau dan hulu S.Menjakan dengan kelimpahan 1,4-2 ekor/st. Demikian pula di DAS Embaloh ikan semah tersebar hampir di semua anak sungai yang diamati dari mulai S.Pakararu sampai S.Sengayau (di musim hujan) dengan kelimpahan 1- 1,61 ekor/st, dan dari mulai S.Jaket sampai S.Pait (di musim kering) dengan kelimpahan 1,2 - 1,25 ekor/st. Jenis-jenis ini menyukai tipe habitat berdasar pasir, kerikil, dan batuan; berair jernih dan berarus sedang sampai deras. Hal yang sama teramati pula di Lubuk Landur Pasaman, Sumatra Barat (Sabar dan Rachmatika, 1985). DI DAS Sibau dan DAS Embaloh, tipe habitat yang disukainya ini berasosiasi dengan vegetasi tepi sungai berupa pohon kensurai (Dipterocarpus oblongifolius). Bunga kensurai merupakan salah satu bahan pakan yang ada dengan persentase besar dalam usus ikan semah dewasa yang ditemukan di kedua DAS. Di musin hujan sewaktu sungai utama banjir/keruh, ikan semah dewasa teramati secara visual tersebar di anak-anak sungai yang berair jernih. Pada keadaan keruh ini, anakannya sering dijumpai di tepi sungai di tipe habitat berbatu yang airnya dangkal dan jernih. Di DAS Sibau teramati sebanyak 50 % induk-induk yang dalam keadaan matang gonad dan 50% lainnya dengan gonad yang sedang berkembang terdapat di muara sungai-sungai kecil yang tetap berair jernih seperti di anak-anak sungai dekat muara S.Kanyau (Tabel 3). Teramati pula ikan semah dewasa ( PT 32,2 cm/TKG I) yang bermigrasi searah arus di S.Kanyau yang sedang banjir. Seluruh contoh (N=42) dari hulu S.Menjakan teramati (oleh Tim Botani) sedang bertelur. Fekunditas ikan semah dari DAS Sibau dan DAS Embaloh berkisar antara 1995-7695 butir. Anakan semah teramati menyebar di tepian S.Apeang. Demikian pula di DAS Embaloh, di musim hujan sebanyak 80% dari sampel dalam keadaan matang gonad (TKG IV) yang tertangkap di S.Santu, S.Engkauk, S.Yatapang (N=14 ekor; bobot 1-3 kg, PT 40-60 cm). Anakan (sebanyak 31,25% dari sampel) tertangkap dari mulai S.Pakararu sampai S.Sengayau. Di musim kering, induk semah dengan gonad yang belum matang (N=7, bobot badan 2-5 kg, PT 58,5-75 cm, TKG undet-TKG I) banyak

293

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tertangkap di S.Embaloh dan S.Tekelan yang permukaan airnya surut. Anakan (sebanyak 56,82 % dari sampel) tertangkap di anak-anak S.Embaloh dari mulai ke S.Embaloh dari mulai S.Ange sampai S.Jot dan S.Pait. 5.4.2. Ikan ulanguli (Botia macracanthus) Ikan ulanguli menyebar di S.Sibau dan S.Embaloh serta di anak-anak sungai yang langsung mengalir ke sungai-sungai utama ini. Keterdapatannya sangat jarang (Di DAS Sibau Frekuensi Keterdapatan 9,30%; di DAS Embaloh frekuensi keterdapatan 3,17% untuk musim kering) dengan kelimpahan rendah (Di DAS Sibau 1 ekor/st; di DAS Embaloh 2 ekor/st). Kesamaan tipe habitat ikan ulanguli yang teramati di S.Sibau dekat muara S.Suluk dan S.Pengkaran DAS Sibau, dan S.Tekelan (DAS Embaloh) adalah dekat dengan adanya sumber serasah dengan kedalaman 75 cm.. DAS Sibau dan DAS Embaloh hulu tampaknya merupakan tempat pemijahan ikan ini, walaupun periode puncak pemijahannya belum dapat diketahui. Hal ini dapat terlihat dari Tabel 3, yang menunjukkan bahwa ikan yang matang gonad dan anakan cukup banyak dijumpai di daerah ini. Di S.Embaloh (di musim kering) 40 % dari ikan yang ditemukan (N=5, PT 115,23-248,1 mm) dalam keadaan matang gonad dan sisanya 60% (di S.Tekelan) gonad dalam keadaan berkembang (TKG I dan II). Di musim hujan, ikan yang matang gonad (PT 170-171 cm, N=2) tertangkap pula di S. Embaloh hilir (luar TNBK) dekat Kampung Sadap. 5.4.3. Ikan Pansik (Botia hymenophysa) Jenis ikan ini sering ditemukan (Di DAS Sibau frekuensi keterdapatan 53,49%; di DAS Embaloh frekuensi keterdapatan 34,88% dan 34,92% masing-masing di musim hujan dan musim kemarau). Di dalam kawasan TNBK, penyebarannya lebih terpusat di anak-anak sungai dari pada di S.Sibau dan S.Embaloh utama (Rachmatika, 1998). Tetapi jenis ini tidak ditemukan di alur-alur di Bukit Condong dan S.Pait . Kelimpahannya tergolong rendah (Di DAS Sibau 3,17 ekor/st; di DAS Embaloh 1,54 dan 1,6 ekor/st. masing-masing di musim kemarau dan musim hujan). Seperti diindikasikan di stasiun (S.Potan) dengan kelimpahan ikan pansik tertinggi, ikan pansik menyukai tipe habitat berarus sedang, berair jernih, kedalaman sedang (50-100 cm) dengan tipe substrat kerikil, batuan kecil (garis

294

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tengah 5 - 20 cm) serta ada naungan berupa jatuhan ranting atau batang pohon, pH antara 6,79-6,8, Oksigen terlarut antara 5,9-6,6 mg/l dan suhu air antara 25,80-28,20C. Di DAS Embaloh hulu (di musim kering) tampaknya ikan pansik memijah. Hal ini terlihat dari adanya ikan yang sedang berkembang gonadnya (TKG I sampai TKG III) dan ikan yang matang gonad yang tertangkap di anak-anak S.Embaloh seperti S.Gong, S.Pajau dan S.Pakararu (Tabel 3). Demikian pula di musim hujan di DAS Sibau anakan dapat dijumpai. Walaupun begitu puncak musim pemijahannya harus diteliti lebih lanjut. 5.4.4. Ikan Tengadak (Barbodes collingwoodi) Di DAS Sibau dan DAS Embaloh, ikan Tengadak ditemukan di anak-anak sungai dan sungai utama. Di DAS Sibau penyebarannya relatif luas (frekuensi keterdapatannya 34,88%). Di DAS Embaloh keterdapatannya agak jarang (frekuensi keterdapatannya 13,95% di musim hujan dan 11,11% di musim kemarau). Kelimpahannnya rendah sampai sedang di DAS Sibau kelimpahannya 3,87 ekor/st, di DAS Embaloh kelimpahannnya 5,14 ekor/st. di musim kering dan 4,66 ekor/st. di musim hujan). Ikan Tengadak juga mempunyai indikasi memijah di bagian hulu DAS . Seperti diindikasikan dari hasil pencuplikan di DAS Sibau, 40% dari contoh ikan gonadnya dalam keadaan matang. Di DAS Embaloh 25 % dari contoh gonadnya dalam keadaan berkembang (TKG I-III); di S.Nyauk 37,5% dari contoh dalam keadaan matang gonad. Demikian pula di musim kering, di S.Embaloh semua ikan yang tertangkap dalam keadaan matang gonad. 5.4.5. Ikan bato (Schismatorhynchus heterorhynchos) Jenis ini memiliki bentuk moncong yang unik; yaitu terbelah seperti ada celah (groove) dan pada belahan ini terdapat tonjolan-tonjolan kasar (tubercles). Di DAS Sibau dan DAS Embaloh ikan dijumpai di S. Sibau dan S. Embaloh dan di anak-anak sungainya, tetapi tidak dijumpai S. Pait. Di DAS Sibau ikan bato agak jarang dijumpai (Fr. Keterdapatan 25,58%) dengan kelimpahan rendah (Tabel 1). Namun di DAS Embaloh ikan ini lebih sering dijumpai (Fr. Keterdapatan 34,88% di musim hujan dan 26,98% di musim kemarau) dengan kelimpahan yang rendah.

295

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

6. Pembahasan 6.1. Komposisi Jenis Dari dua DAS yang diamati, keanekaan jenis ikan di Taman Nasional Bentuang Karimun cukup tinggi. Apabila dilakukan perbandingan secara per sungai dengan DAS Ketibas, Sarawak, dimana DAS Sibau memiliki 82 jenis, DAS Embaloh memiliki 76 jenis, sedangkan DAS Ketibas hanya memiliki 60 jenis (Rachmatika et al 1998). Secara akumulatif tercatat ada 112 jenis ikan yang terdiri atas 12 famili, 41 genera dan lima ordo. Jenis-jenis yang paling melimpah adalah dari suku Cyprinidae (51 jenis: 45,53%), Balitoridae (26 jenis:23,21%), dan Cobitidae (11 jenis: 9,82 %). Secara sistematik, dari hasil ini ada beberapa catatan baru untuk genus dan jenis untuk DAS S.Kapuas. Catatan baru untuk Kapuas adalah jenis-jenis dari genera ikan pelekat (Glaniopsis dan Protomyzon); dan ikan kemayur (Nemachilus longipectoralis) yang menyebabkan berkurangnya persentase keendemikan ikanikan di DAS-DAS di Borneo utara yang selama ini keendemikannya dianggap melebihi S.Kapuas, S. Mahakam dan S.Baram (Inger and Chin 1990). Jenis yang baru dideskripsi adalah Gastromyzon embalohensis sp.nov yang menyebar di tipe habitat berbatu dan berarus deras, sehingga beradaptasi dengan bentuk perut, dada dan mulut (inferior) yang mendatar untuk memudahkannya melekat di batu-batu. 6.2. Perbandingan Umum Fauna Ikan di DAS Sibau dan DAS Embaloh Komunitas ikan di DAS Sibau dan DAS Embaloh, dari hasil pengamatan di musim hujan keduanya memiliki jumlah dan komposisi jenis yang relatif sama Di DAS Sibau dan DAS Embaloh, jenis-jenis Cyprinidae adalah jenis-jenis yang dominan. Di urutan kedua dan ketiga masing-masing adalah Balitoridae dan Cobitidae. Namun demikian, ada jenis-jenis ikan yang di DAS Sibau dijumpai, di DAS Embaloh tidak dijumpai contohnya adalah ikan kaloi (Osphronemus seftemfasciatus). Sebaliknya, jenis-jenis dari suku Balitoridae yang tidak dijumpai di DAS Sibau adalah jenis-jenis ikan pelekat dari Glaniopsis, Gastromyzon dan Protomyzon. Komunitas ikan di DAS Embaloh di musim hujan dan di musim relatif berbeda. Di musim hujan ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni) dijumpai di S.Embaloh utama dekat muara S.Tekelan, namun di musim kering jenis ini tidak dijumpai. Demikian pula ikan-ikan semah berukuran besar (bobot 2-5 kg, PT

296

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

58-75 cm) tertangkap dengan mudah di sungai utama Embaloh dan Tekelan. Hal ini menunjukkan bahwa pada air surut ikan-ikan berukuran besar bermigrasi mencari bagian sungai yang lebih dalam (di bagian lebih hilir), yang untuk ikan jelawat kemungkinan bermigrasi ke daerah lebih hilir di luar kawasan Taman Nasional. 6.3. Distribusi Secara memanjang terlihat bahwa semakin ke hulu jenis-jenis selusur/pelekat (Hill Stream Loaches/Balitoridae) semakin dominan (Gambar 3). Hal ini teramati di musim kering, di S.Pait jenis-jenis selusur/pelekat memiliki persentase terbesar, 34,78%. Jenis-jenis dari suku ini memiliki adaptasi morphologi untuk hidup di air deras antara lain perut yang memipih, sirip perut yang menyatu membentuk cakram (disk). Di S.Pait, karena kolom pertengahan air lebih terbatas, jenis-jenis ikan yang biasa hidup di lapisan ini seperti jenis-jenis ikan kujam (Labeobarbus) dan ikan kebali (Osteochilus) berkurang. Jenis-jenis Cobitidae seperti Botia dan Nemachilus yang dapat hidup di sela-sela batu tidak dijumpai sama sekali. Sebaliknya jenis-jenis yang bersifat benthic seperti ikan pelekat (G. embalohensis) dan ikan kulung (Lobocheilus kajanensis) kelimpahannya sedang sampai tinggi yaitu 6,57 ind./st. (untuk ikan pelekat) dan 11,62 ind./st. (untuk ikan kulung). Dari data sebaran memanjang yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana jenisjenis pelekat Glaniopsis sebarannya sampai di Bukit Condong dan barier dispersal apa yang menyebabkan jenis-jenis berukuran kecil seperti B. reversa dan Nemachilus tidak mencapai S. Pait. 6.4. Kelimpahan Baik di DAS Sibau maupun di DAS Embaloh terlihat bahwa jenis-jenis ikan sebagian besar terdapat dengan kelimpahan yang rendah. Walaupun ada beberapa faktor yang berbeda pada jenis-jenis ikan yang menyebabkan hal ini terjadi seperti fekunditas yang rendah, daya disperal yang tinggi di musim hujan seperti pada ikan kujam (Labiobarbus festiva) (Mohsin dan Ambak 1983) dan ikan semah, atau daerah hulu sungai bukan merupakan pusat sebarannya, namun hal ini mengindikasikan bahwa jenis-jenis yang biasa dikonsumsi dan berharga cukup mahal (seperti ikan semah) populasinya di dalam kawasan sudah rendah. Namun demikian, kesempatan untuk memperoleh ikan semah yang berukuran cukup besar (PT 20-50 cm, bobot 0,5-1,2 kg) dengan jala masih tinggi.

297

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kelimpahan yang rendah ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan pukat (gill net) yang semakin intensif digunakan mulai tahun 1990an. Selain itu, harga ikan semah (Rp.7000/kg) di Putussibau yang lebih mahal dari ikan-ikan lainnya dan menurut informasi harga semah dan tengadak cukup tinggi di Malaysia (masing-masing 80 ringgit dan 40 ringgit) memungkinkan orang-orang pendatang masuk kedalam kawasan Taman Nasional untuk berburu semah, dari yang berbekal seadanya sampai dengan membawa perlengkapan yang lengkap antara lain dengan membawa lemari pendingin. Menurut keterangan, di S. Embaloh, hasil panenan ikan ini biasanya ditunggu di jembatan Matasso, Sadap. Hal ini tampaknya dilakukan pula oleh para pendatang yang mencari gaharu ke DAS Sibau hulu. Dengan semakin membaiknya jalur darat Putusibau-BadauLubukantu, antisipasi terhadap penangkapan illegal di dalam kawasan Taman Nasional harus ditingkatkan. Perilaku ikan semah sendiri teramati mempermudah penangkapan. Ikan semah dewasa akan bermigrasi mencari habitat yang cocok yaitu disaat air banjir/keruh akan berusaha mencari anak-anak sungai yang ada di sepanjang S.Sibau dan S.Embaloh utama yang airnya tetap jernih. Hal ini menyebabkan penangkapan dengan jaring insang/pukat mudah dilakukan apabila diketahui akan hujan di sore/malam hari yaitu dengan memasang pukat di sore hari di mulut anak sungai dan diangkat di pagi harinya. Untuk anak-anak sungai yang ikannya tidak ditangkap pada situasi tersebut, keesokan harinya (disiang hari), pukat dipasang di mulut anak sungai dan penangkap ikan melakukan penghalauan ikan dari arah hulu ke mulut sungai. Di saat musim kering, ikan semah terutama ikan semah dewasa akan bermigrasi ke habitat yang lebih dalam yaitu sungai utama yang masih berada dalam kawasan Taman Nasional. Di saat permukaan air sungai surut ini, ikan semah dewasa dengan mudah dapat ditangkap dengan jala, tumbak atau pancing dengan belalang sebagai umpannya. Jenis-jenis ikan lainnya yang kelimpahannya rendah adalah jenis-jenis ikan hias yang menjadi komoditi ekspor seperti ikan ulanguli, ikan pansik dan ikan pansik hitam. Berbeda dengan kasus ikan semah, kelimpahan ikan pansik dan ulanguli yang rendah terjadi karena pusat penyebaran di S.Kapuas Basin bukan di daerah hulu DAS Sibau dan DAS Embaloh, melainkan di S.Kapuas dan danau-danau musimannya (Giessen, 1987); dimana hulu sungai diperkirakan merupakan daerah pemijahannya. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan aspek reproduksinya (Tabel 3) yang menunjukkan induk ikan ulanguli yang matang gonad cukup banyak terdapat di hulu S.Embaloh. Hal ini sejalan dengan keterangan Prasetyo (1994;1995), di S. Batanghari, Jambi ikan dewasa

298

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

(panjang>7,5 cm) biasanya memilih hulu sungai untuk berpijah dan tempat pembesaran/anakan ada di bagian paparan banjirnya. 6.5. Ekologi Makan dan Reproduksi Dilihat dari diagram bundar (Gambar 4) hasil pengamatan kebiasaan makan ikan (di DAS Embaloh di musim kering), sebagian besar jenis yang ada adalah pemakan serangga air. Walaupun masih merupakan gambaran kasar, karena hanya 25 % contoh ikan yang diamati sedangkan 75%nya adalah keterangan dari Inger dan Chin (1990) dan Vaas dalam Welcomme (1979), namun menunjukkan bahwa serangga air (ordo Plecoptera, Ephemeroptera dan Diptera) merupakan sumber makanan sebagian besar jenis ikan di DAS Embaloh di musim kering. Penelitian tentang jaring-jaring makanan di DAS-DAS dalam kawasan Taman Nasional yang dapat menunjukkan jenis-jenis ikan yang mana yang khusus kebiasaan makannya (specialist), perlu dilakukan. Jenis-jenis yang penting untuk konservasi, seperti ikan semah, ternyata memanfaatkan bunga kensurai (Dipterocarpus oblongifolius) pada menu makannya. Mengingat keadaan vegetasi tepi yang didominasi oleh jenis pohon ini masih baik (Soedjito 1996), sumber makan ikan semah di Taman Nasional Bentuang Karimun keberadaannya dapat terjamin. Pada saat penelitian di musim kering yaitu di DAS Embaloh, keadaan air surut. Di ujung periode penelitian hujan turun beberapa kali sehingga memungkinkan terjadinya perubahan suhu air yang merangsang pemijahan beberapa jenis ikan. Tampaknya sebagian besar jenis ikan yang tertangkap di musim kering ada dalam tahap pematangan gonad (TKG III) dan matang gonad (TKG IV). Hal ini teramati pada 24 jenis ikan yang dibedah, 23 jenis diantaranya gonadnya dalam keadaan matang, kecuali ikan semah. Ke 23 jenis itu adalah Ikan Tupai / Binkus (Gyrinocheilus pustulosus ) Ikan Kalansio/Ikan Bato (Schismatorhynchus heterorhynchos, Garra borneensis, O.pleurotaenia); Ikan Pansik / Paset (Botia hymenophysa; B.reversa) dan ikan ulanguli (B.macracanthus); Ikan Dekat (Bagarius yarelli); Ikan Arungan/Langkung (Hampala bimaculata); Ikan Pelekat (Gastromyzon embalohensis sp.nov); Ikan Kebali (Osteochilus borneensis); ikan seluang (Rasbora voltzi, R. lateristriata, Rasbora sp dan R.bankanensis.); Ikan Tengadak (Barbodes collingwoodi); Ikan Kemayur (Nemachilus cf.saravacensis, Nemachilus sp2, dan Homaloptera stephensoni); Ikan Kulung (Lobocheilus sp1); Ikan Petbua (Crossochilus oblongus; dan C.cobitis); Ikan Kadangkang (Leiocassis micropogon); dan Ikan Tantaran Kasih (Vaillantella maasi). Walau demikian penelitian lebih lanjut tentang ekologi reproduksi dari setiap jenis yang ada di TNBK perlu dilakukan.

299

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

6.6. Implikasi Konservasinya Sejalan dengan keberadaan Taman Nasional yang antara lain berfungsi sebagai tempat perlindungan sumber daya hayati dimana setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan zona inti Taman Nasional (Ditjen PHPA, 1993), maka kegiatan penangkapan ikan di dalam zona inti TN Bentuang Karimun tidak diperbolehkan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di dua DAS dalam kawasan TN, jelas mengindikasikan bahwa TN Bentuang Karimun merupakan tempat keberadaan sumber daya genetis perikanan melalui fungsinya sebagai tempat memijah, makan dan asuhan berbagai jenis ikan, termasuk jenis -jenis yang telah menurun populasinya, jenisjenis endemik termasuk jenis-jenis dengan daya dispersal rendah. Di kawasan penyangga yang juga merupakan kawasan hutan lindung, masih banyak terdapat anak-anak sungai yang berair jernih disaat sungai utama banjir/keruh. Di sungai-sungai ini yang juga merupakan tempat perlindungan ikan semah disaat sungai utama banjir/keruh, kegiatan penangkapan terutama untuk ikan semah sebaiknya dibatasi. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan suaka perikanan (reservat) yang ditujukan untuk menjamin kelangsungan stock atau populasi yang dapat dipanen, oleh masyarakat di daerah hilirnya. Didalam suaka perikanan ini juga dapat dibagi dalam beberapa zona seperti zona inti, zona penyangga dan zona ekonomi, yang dalam pengelolaannya penduduk terdekat dengan lokasi suaka memegang peranan. Keberadaan suaka tersebut dilindungi oleh UU No 9 tahun 1985, dan di propinsi Jambi telah berhasil ditetapkan sebanyak lima buah (Hartoto, Pers.Comm) Sejalan dengan pengembangan wisata alam (ecotourism) di TN Bentuang Karimun, kegiatan wisata ini dapat diselaraskan dengan menikmati keberadaan populasi ikan semah. Di lokasi-lokasi terpilih seperti jalur Tekelan-Derian (Usulan Tim Ecotourism, TNBK), dimana panorama disepanjang pinggir sungai cukup indah dan banyak lubuk-lubuk ikan, dapat ditawarkan keasyikan memberi makan ikan semah seperti yang dilakukan di beberapa kolam wisata Cigugur, Cibulan, Linggarjati, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat dimana populasi ikan semah di kolam-kolam tersebut terpelihara dengan baik. Dari hal ini penduduk sekitar TN Bentuang Karimun diharapkan dapat mengambil keuntungan dari pembayaran pengunjung yang menikmati keindahan alam dan dari penjualan pakan ikan.

300

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

7. Potensi Kualitatif Jenis-Jenis yang ada di Taman Nasional Bentuang Karimun Ada 32 jenis ikan yang berpotensi sebagai ikan hias atau ikan konsumsi apabila dilihat dari indahnya warna dan bentuk tubuh (untuk ikan hias) ataupun dari ukuran maksimal yang dapat dicapai dan ketebalan daging yang cukup (untuk ikan konsumsi) (Tabel 4). Beberapa diantaranya merupakan jenis-jenis yang memiliki nilai ekonomis seperti : Ikan ulanguli (Botia. Macracanthus); Ikan Pansik (B.hymenophysa); Ikan Suralungun (Epalzeorhynchus kallopterus); Ikan Berbaju (Puntius tetrazona) dan Ikan Kenjuar (Luciosioma setigerum) Hardjamulia dan Soeharto, 1985. Jenis ikan konsumsi yang belum banyak dikenal dan berpotensi sebagai ikan budidaya adalah ikan kaloi (Osphronemus seftemfasciatus). Jenis yang penyebarannya terbatas di Borneo barat, utara dan timur ini (Kottelat et al 1993) dagingnya tebal, dapat mencapai ukuran besar (Tabel 4) dan rasanya enak, mirip dengan kerabat dekatnya yaitu ikan gurame (Osphronemus goramy). Penelitian aspek-aspek bio-ekologinya harus dilakukan, termasuk pertumbuhannya apakah lebih cepat dari ikan gurame yang diketahi pertumbuhannya lambat (Soewandi, 1995). Usaha pengembangbiakan/penangkaran semah dan ulanguli telah dicoba antara lain dengan mempercepat pematangan induk dengan perangsangan buatan (induced breeding). Hal ini telah dilakukan oleh Tim Limnologi LIPI- Fakultas Perikanan IPB di BBI Sungai Penuh, Kerinci Jambi (untuk ikan semah), dimana pematangan induk dengan penggunaan hormon LHRH dan 17 \ metil testosteron ternyata berespon positif (Hartoto, et al 1995). Demikian pula di Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar, Depok (untuk ikan ulanguli) telah dilakukan inplantasi hormon LHRH dan testosteron dimana larva-larva dari pemijahan buatan ini sudah dihasilkan walaupun daya hidupnya masih rendah (Satyani, 1996). Selain untuk jenis-jenis yang telah menurun populasinya (di TN Bentuang Karimun), teknologi pematangan induk ini diharapkan dapat diterapkan untuk jenis-jenis ikan yang menyebar di sebelah hilir kawasan TNBK yang populasinya kritis. Seperti dilaporkan oleh Arman (1998), Ikan Bengak (Ambassis macrolepis); Ikan Kurau (Polynemus longipectoralis); Ikan Ketutung (Balantiocheilus melanopterus), dan Ikan Belantau (Macrochirichthys macrochirus ) yang merupakan jenis-jenis yang disukai penduduk di sekitar Lanjak, tidak ditemui lagi.

301

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

8. Penelitian dan Pengembangan 8.1. Penelitian dan Pengembangan Untuk Peningkatan Manajemen Taman Nasional Untuk peningkatan manajemen TNBK, ada faktor-faktor abiotik dan biotik yang perlu diteliti. Adanya beberapa daerah yang rawan longsor (Tim Geologi 1998), kemungkinan terkait dengan kekeruhan yang nyata di beberapa sungai seperti S.Peyang, S.Tekelan dan S.Kanyau kalau hujan/banjir. Demikian pula adanya usaha penambangan emas di daerah Bungan, yang mengotori S. Kapuas (Soedjito 1997), perlu diteliti dampaknya terhadap fauna air khusunya ikan. Adanya ikan lele putih di gua karst, S.Bulit (DAS Bungan) (Tim Speleologi Atmadaja , Pers. Comm), dan kemungkinan adanya populasi yang terpisah (discrete population) dari populasi keseluruhan di lima DAS (Embaloh, Sibau, Mendalam, Bungan dan Kapuas Koheng) untuk ikan semah dan jenis lainnya yang penting dari segi konservasi, perlu dilakukan penelitian-penelitian sebagai berikut : Rantai makanan Pengaruh penambangan emas di hulu S.Kapuas terhadap kehidupan biota akuatik khususnya ikan Pemantauan kekeruhan antara lain di S.Peyang Rantai makanan dan fauna ikan di gua-gua karst sekitar S.Bulit, DAS Bungan Genetika populasi dari populasi keseluruhan di lima DAS dan masingmasing populasi Embaloh, Sibau, Mendalam, Bungan dan Kapuas Koheng yang ditujukan selain untuk mengungkapkan adanya populasi yang terpisah, juga untuk mengungkapkan keanekaan genetik dan keberadaan alela yang unik atau jarang.

302

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

8.2. Kegiatan/Penelitian untuk Mendukung Pengembangan Perikanan Khususnya untuk Untuk Jenis-Jenis yang Populasinya Menurun: Pelestarian stok ikan dengan pengembangan sistim suaka perikanan di wilayah zona penyangga TN Bentuang Karimun, seperti yang telah ditetapkan di beberapa perairan di Propinsi Jambi (Hartoto, Pers. Comm). Domestikasi ikan yang dimulai dengan pemeliharaan induk dan pembesaran anakan oleh penduduk sekitar Taman Nasional 8.3. Penelitian/Kegiatan Yang Mendukung Pengembangan Budidayanya untuk jenis Terseleksi: Penelitian tentang aspek pemasaran Pertumbuhan alami, makan, reproduksi,dan pemarasit Pendirian Balai Benih Ikan (BBI) Karakterisasi genetik biokimia dari populasi-populasi Embaloh, Sibau, Mendalam, Bungan dan Kapuas Koheng Teknologi pemijahan ikan dengan kawin suntik Penelitian dan kegiatan yang bersifat jangka panjang seperti evaluasi strain-strain, hibridisasi dan seleksi, bioteknologi dan restocking

Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan terima kasih kepada : Bapak Kapuslitbang Biologi dan Ibu Kabalitbang Zoologi-Puslitbang Biologi LIPI yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian lapangan di TN Bentuang Karimun; Bapak Kepala KSDA-Kalbar, Pontianak yang telah memberikan izin penelitian lapangan. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Ir. Dede Irving Hartoto, Ir. Sulastri, (Puslitbang Limnologi LIPI ) yang telah menyumbangkan saransarannya, dan kepada Ibu Dra. D. Satyani dan Dra.Subandyah (BalitkanwarLitbang Pertanian) atas informasi penelitian botianya.

303

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kami juga berterima kasih kepada rekan kerja di Balitbang Zoolgi-Puslitbang Biologi LIPI: Dr.Soetikno, Drs. A.H. Tjakrawidjaja, Dra. R.K. hadiaty, Ibu Pudji Aswari B.Sc dan staf koleksi basah di Museum Zoologi Bogor yang telah memberikan bantuannya, juga kepada staf WWF Pontianak dan Putussibau, dan staf lapangan terutama Bapak Sodek, Bapak Madjid, dan Bapak Boket yang telah memberikan banyak bantuan sewaktu pengambilan contoh ikan.

Daftar Pustaka Arman , S. 1998. Socioeconomic Survey of the ITTO Biodiversity Expedition. ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997. Bentuang Karimun National Park, West Kalimantan Lanjak Entimau Wild Life Sanctuary, Sarawak, Report of Indonesia Team, Bentuang Karimun National Park ProjectPD26/93-WWF/IP-Pontianak. Departemen Kehutanan, 1993. Kebijakan Pembangunan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Dit. Jen. PHPA, Departemen Kehutanan, 38 hal. Giessen, W. 1987. Danau Sentarum Wild Reserve:Inventory, Ecology and Management Guidelines A WWF Report for the Directorate General of Forest Protection and Nature Conversation (PHPA), Bogor, Indonesia, 284 hal. Hardjamulia, A dan H.H. Soenarto, 1985. Potensi Ikan Hias Air Tawar di Indonesia dan Usaha Pelestariannya. Makalah disajikan pada Sarasehan Ikan Hias Indonesia, dalam rangka Pemafaatan Sumberdaya Hayati Perairan dan Pelestariannya. 12 Oktober 1985, di Balai Samudra Ancol, Jakarta Utara. Balitbang Pertanian, Balitkanwar Bogor. Hartoto, D.I. K.Sumantadinata dan Awalina.1995. Uji Coba Limnoteknologi Pemulihan Populasi Ikan semah (Tor douronensis) di Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi. Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VI. Jakarta 11-15 September 1995. Hal 1073-1084 Inger, R.F. dan P.K. Chin. 1990. The freshwater fishes of North Borneo. Fieldiana: Zoology Vol 45, Chicago Natural History Museum. Tatana Printers, Kinibalu, 268 hal

304

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kottelat, M.1993. Notes on the taxonomy and distribution of some western Indonesian Freshwater fishes, with diagnoses of a new genus and six new species (Pisces:Cyprinidae, Belontidae, Chaudhuriidae). Ichthyological Exploration of Freshwater 2 (3):237-287 Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N.Kartikasari dan Wirjoatmodjo. 1992. Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Periplus ltd.edition, Indonesia, 293 hal Kottelat, M.,A.J.Whitten. 1996. Freshwater Biodiversity in Asia with Special reference to Fish. World Bank Technical Paper No.343. The World Bank Washington, D.C, Washington, 59 hal Misra, R. 1986. Ecology Workbook. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi Bombay, Calcutta Mohsin, A.K.M dan M. A. Ambak. 1983. Freshwater Fishes of Peninsular Malaysia, University Pertanian Malaysia, 284 hal Prasetyo, D. 1994. Pola migrasi ikan hias Botia (Botia macracanthus) di DAS Batanghari, Jambi. Terubuk 60:102-106 Prasetyo, D. 1995. Aktivitas penangkapan ikan Botia di danau Arang-Arang Jambi. Terubuk 62: 28-35 Rachmatika, I., C. Leh., I. Wong., S. Shaky dan M.A. Jawa. 1998. Fish Fauna of Embaloh Watershed Bentuang Karimun, national Park, West Kalimantan, Indonesia and Ketibas Watershed, Lanjak Entimau Wild Life Sanctuary, Sarawak, malaysia. ITTO Borneo Biodiversity Expedition 1997. Bentuang Karimun National park, Wset kalimantan-Lanjak Entimau Wild Life Sanctuary, Sarawak. Report of Indonesian Team. Bentuang karimun National Park Project-PD26/93, WWF/IP, Pontianak 1998. Rachmatika, I. 1998. Kelimpahan dan distribusi tiga jenis botia di DAS Sibau dan DAS Embolah Kapuas, Kalimantan Barat. Berita Biologi (in press). Robert, T.R. 1989. The freshwater fishes of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia). California academy of Science, 210 p.

305

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Robert, T.R. 1992. Systematic revision of the southeast Asian anabantoid fish genus Osphronemus, with description of two new species. Ichthyol.Explor. Freshwater 2 (4):351-360. Sabar, F. dan I.Rachmatika 1985. Cara Peletakan Telur dan Pola Penyebaran Tambra, Labeobarbus tambra (C.V) di Dua Lubuk Sungai, Sumatra Barat. ZooIndonesia No 2:1-6. Satyani, D. 1996. Penangkaran Botia yang bukan misteri lagi. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. 1(1):12-14. Soedjito, H. 1996. Laporan Kemajuan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat. ITTO Project PD 26/93 Rev.1 (F) Periode November 1995-Juli 1996. WWF/IP-PHPH-ITTO-LIPI. Soewardi, K. 1995. Karakteristik populasi ikan gurame Osphronemus goramy lacepede dengan Metode biokimia. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 3(2) : 33-39. Welcomme, R.L. 1979. Fisheries ecology of floodplain rivers. Longman Group limited. London 317 p.

306

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 1.

Daftar Jenis, Distribusi dan Kelimpahan Ikan-Ikan yang ada di DAS Sibau dan sungai-sungai disekitar Kp Potan dimusim hujan.
Nama Jenis Family Cobitidae Cobitidae Cobitidae Aksydae Sisoridae Cyprinidae Belontidae Cobitidae Cobitidae Cobitidae Chanidae Chanidae Chanidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Nama Lokal S/E Ikan pasir Ikan pasir Ikan pasir Ikan dekat Ikan kumkum Empala/Tempala Ulanguli Pansik/Paset Pansik/Paset Runtu/Udun Dalah/Kandalah Keli (S) Petbua (E) Petbua Petbua Petbua Buin/Joan Kelimpahan Ind/st. 4 6 1 1 1 1 2,66 1 3,17 2,2 2 1 1 1 6 1 4 4,13 Fr Keterdapatan (%) 6,98 11,62 2,32 2,32 2,32 9,30 6,98 9,30 53,49 11,62 4,65 2,32 2,32 2,32 2,32 2,32 2,32 34,88

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Acanthopsis dialuzona Acanthopsis robertsii Acanthopsoides cf.obertsii Acrochordonichthys rugossus Bagarius yarelli Barbichthys laevis Betta taeniata Botia macracanthus B. hymenophysa B. reversa Channa lucius C. striata Clarios teysmanni Crossochilus cobitis C. oblongus Crossochilus sp1 undet Crossochilus sp2 undet Cyclocheilichthys armatus

307

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 1. Lanjutan. No 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. Nama Jenis C. janthohir Cyclocheilichthys sp1 undet Dorichthys martensi Epalzeorhynchus kallopterus Garra borneensis Glyptothorax platypogonoides Gyrinocheilus pustulosus Hampala bimaculata H. macrolepidota Hemibagrus nemurus H. planiceps Hemirhamphodon pogonognathus Homaloptera nebulosa Homaloptera cf nebulosa H. stephensoni Kalimantania lawak Kryptopterus sp. Labiobarbus fasciata Family Cyprinidae Cyprinidae Syngnathidae Cyprinidae Cyprinidae Sisoridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Bagridae Bagridae Hemirhampidae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Cyprinidae Siluridae Cyprinidae Nama Lokal S/E Ikan pipa Tengibau/Suralungun Ikan batu Ikan duri/Kanduri Ikan tupai/Binkus Langkung/Arungan Selaur/Bari Ikan duri Ikan duri Julung-julung/Besusu Pelekat Pelekat Pelekat Ikan umpan Ikan duri Kujam/Sare Kelimpahan Ind/st. 2 1 1 3 1,33 3 2 1,25 1 3,14 1 2,8 1,33 1 1 1 1 4,4 Fr. Keterdapatan (%) 2,32 2,32 2,32 4,65 6,98 2,32 6,98 9,30 2,32 32,56 4,65 11,62 6,98 2,32 2,32 2,32 2,32 20,93

308

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Tabel 1. Lanjutan No 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. Nama Jenis Labiobarbus kuhlii Leiocasis micropogan Lobocheilus bo Lobocheilus sp1 Luciosima setigerum L. spilopleura Mastacembelus unicolor Mystus singaringan Nemachilus cf lactogenus N. kapuasensis N. longipectoralis N. cf saravacensis N. selangoricus Nemachilus sp1 undet Neogastromyzon nieuwenhuisi Neogastromyzon sp1 undet Osphronemus seftemfasciatus Osteochilus borneensis O. enneaporos O. hasseltii Family Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Bagridae Cyprinidae Cyprinidae Cobitidae Cobitidae Cobitidae Cobitidae Balitoridae Balitoridae Osphronemidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Nama Lokal S/E Kujam/Sare Kadangkang (E) Kulung (S/E) Kulung Kenjuar/Limbunga Kenjuar/Limbunga Tilan/Telen Patik/Duri Lelayur (S) Lelayur (S) Lelayur (S) Lelayur (S) Lelayur (S) Lelayur (S) Pelekat Pelekat Kaloi/Kali Kebali palau Kebali Kebali Kelimpahan Ind/st. 12,64 1,55 2,25 2 3,5 0 ,66 1,5 3 2 2 2,5 1,8 1,67 1,16 7 1 1 1,5 4,82 1 Fr. Keterdapatan (%) 25,58 20,93 9,30 34,88 27,91 6,98 4,65 2,32 4,65 16,28 4,65 11,63 6,98 13,95 6,97 2,32 4,65 9,30 39,53 2,32

309

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Tabel 1. Lanjutan No 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. Nama Jenis O. intermedius O. kahajanensis O. microcephalus O. pleurotaenia O. triporos O. waandersi Parracrossochilus acerus Puntius binotatus P. bromoides P. collingwoodi P. everetti Puntius tetrazona Rasbora bankanensis R.. borneensis R.. dusuniensis R.. dusuniensis cf. myersi. R.. einthoveni R.. voltzii R.. lateristriata Rasbora sp1 undet Family Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Nama Lokal S/E Kebali Kebali Kebali Ikan batu Kebali Ikan banta (S/E) Ikan Kemujuk (S/E) Ikan umpan Ikan mata merah Tengadak Karatnansi Berbaju Seluang Seluang Seluang Seluang Seluang Seluang Seluang Seluang Kelimpahan Ind/st. 1 1,67 6 5,87 4,67 1,44 2 2 1,33 3,87 7 1,33 6,72 4,37 4,37 12,67 2 1,2 1 1 Fr. Keterdapatan (%) 2,32 20,93 23,25 37,21 13,95 37,21 2,32 9,30 6,98 34,88 2,32 6,97 25,58 18,60 18,60 6,98 2,32 11,63 2,32 2,32

310

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Tabel 1. Lanjutan No 77. 78. 79. 80. Nama Jenis Schismatorhynchus heterorhynchus Tor. Tambra T. tambroides Tetraodon leiurus Family Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Tetraodontidae Nama Lokal S/E Ikan bato Semah Semah Buntal/Buntanak Kelimpahan Ind/st. 1,18 2 1,4 1 Fr. Keterdapatan (%) 25,58 9,30 11,63 6,97

Keterangan : 1) Tertangkap, tapi tidak dikoleksi 2) S = Sibau, E = Embaloh

311

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 2. Daftar jenis, Distribusi dan Kelimpahan ikan-ikan yang ada di DAS Embaloh dimusim hujan (MH)dan musim kering (MK)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Nama Jenis Acanthopsis choirorhynchos Acanthopsis octoctinotos Acanthopsoides robertsii Acrochordonichtys melanogaster A. chameleon Akysis pseudobagarius Bagarius yarelli Belodonichtys dinema 2) Barbodes schwanenfeldii Botia hymenophysa B. macracanthus B. reversa Chana lucius Channa sp1 Clarias cf. Teijsmanni Clarias batrachus Crossochilus cf. Cobilis C. oblongus C. cobitis Cyclocheilichthys armatus Family Cobitidae Cobitidae Cobitidae Akysidae Akysidae Akysidae Sisoridae Siluridae Cyprinidae Cobitidae Cobitidae Cobitidae Chanidae Chanidae Clariidae Clariidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Nama Lokal 1) Fr. Distribusi (%) MH (%) MK 18,10 6,35 25 4,65 7,94 1,59 2,32 2,32 2,32 34,88 39,53 4,65 2,32 9,30 4,65 9,30 18,60 32,56 3,17 1,59 34,92 3,17 50,79 3,17 20,63 1,59 4,76 26,98 25,4 7,94 Kelimpahan ind/st. MH MK 2,2 4,5 4 1,5 1,4 1 1 1 1 1,6 2 1 1 3 1 1 1,12 3,07 2,5 4 1,54 2 2,59 1 2,84 1 1 1,53 4,93 3

Tebirin

312

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Fr. Distribusi (%) MH (%) MK 9,30 1,59 20,93 23,81 32,56 41,27 1,59 2,32 6,35 2,32 1,59 1,59 2,32 3,17 4 4,65 1,59 25,58 33,33 2,32 11,11 9,30 4,76 11,63 19,05 9,30 3,17 16,28 25,4 18,60 14,28 4,65 4,76 2,32 4,65 2,32 Tabel 2. Lanjutan Kelimpahan ind/st. MH MK 1 1 8,44 3,46 1,71 5,07 1 1 4,75 3 3 4 1 1 1 1 1 1,09 1,71 1 1 1,75 0,66 1,2 1,83 1,25 1 1,71 2 3,5 2,66 1,15 0,66 1 1 1 -

No 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.

Nama Jenis Cyclocheilichthys sp1 Epalzeorhynchus kallopterus Garra borneensis Gastromyzon embalohensis Gastromyzon sp1. Glaniopsis sp1 Glaniopsis sp2 Glaniopsis multiradiata Glyptothorax major G. platypogonoides Gyrinocheilus pustulosus Hampala bimaculata H. macrolepidota Homaloptera nebulosa Homaloptera orthogoniata Homaloptera cf. Tweediei Homaloptera ophiolephis Homaloptera cf stephensoni H. tweediei H. zolingeri Homaloptera sp3 Homaloptera cf waasinkii Homaloptera sp2

Family Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Sisoridae Sisoridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae

Nama Lokal 1)

313

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Fr. Distribusi (%) MH (%) MK 9,30 4,65 4,65 13,95 3,17 16,28 6,98 2,32 33,33 22,22 44,19 50,79 6,35 1,59 23,25 11,63 2,32 3,17 6,98 6,35 1,59 30,23 26,98 3,17 18,60 41,86 57,14 Tabel 2. Lanjutan Kelimpahan ind/st. MH MK 1,5 1 2 5,66 2,5 2,14 3,33 1 7,47 7,14 2,84 7,03 1,25 3 1,75 2,3 3 1 1 1 1 1 1,46 2,47 1 1,25 3,16 5,44

No 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66.

Nama Jenis Kalimantania lawak Kryptopterus macrocephalus Labiobarbus fasciata Labiobarbus sumatrana Labiobarbus lepthocheilus Leiocasis micropogon Leiocasis sp1 Leptobarbus hoeveni Lobocheilus cf. Bo Lobocheilus kajanensis Lobocheilus cf. Kajanensis Luciosoma cf. Setigerum Luciosoma sp1 Luciosoma cf. Spilopleura Luciosoma spilopleura Luicosoma setigerum Macrognathus aculeatus Mastacembelus unicolor Macrorchirichthys macrochirus Mystus nemurus Mystus nigriceps Mystus planiceps Nemachilus cf.saravacensis

Family Cyprinidae Siluridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Bagridae Bagridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Mastacembelide Mastacembelide Cyprinidae Bagridae Bagridae Bagridae Cobitidae

Nama Lokal 1)

Jelawat

314

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Fr. Distribusi (%) MH (%) MK 60,46 2,32 1,59 1,59 1,59 1,59 53,49 34,92 4,65 14,28 3,17 4,65 7,94 55,81 60,32 18,60 20,63 34,88 15,87 20,93 39,68 15,87 38,09 1,59 16,28 20,63 18,60 36,51 1,59 2,32 13,95 11,11 41,86 Tabel 2. Lanjutan Kelimpahan ind/st. MH MK 7,23 1 1 1 2 1 5,39 10,5 1,5 3,11 2,5 1 2 2,75 7,74 1,87 3,85 3,66 2,4 3,22 2,88 3 6,92 1 3,14 1,92 1,25 4,47 1 1 4,66 5,14 4 -

No 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89.

Nama Jenis Nemachilus cf kapuasensi N. longipectoralis Nemachilus sp1 Nemachilus sp2 Nemachilus cf.lactogenus Neogastromyzon niewenhuisi Neogastromyzon sp1 Neogastromyzon sp2 Neohomaloptera sp1 Osteochilus intermedius O. microcephalus O. kahajanensis O.pleurotaenia O. waanders O. borneensis O. enneaporos Osphronemus goramy Paracrosshilus acerus Parhomaloptera microstoma Puntius bramoides P. binotatus P. collingwoodi Puntius cf bramoides

Family Cobitidae Cobitidae Cobitidae Cobitidae Cobitidae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Balitoridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Osphronemidae Cyprinidae Balitoridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae

Nama Lokal 1)

315

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Fr. Distribusi (%) MH (%) MK 22,22 6,98 12,69 9,30 50,79 13,95 34,92 1,58 6,98 2,32 34,88 26,98 4,65 2,32 3,17 41,86 38,09 4,65 6,34 3,17 Tabel 2. Lanjutan Kelimpahan ind/st. MH MK 2,78 1,33 1,75 2,75 5,09 4 4,59 1 1 1 1,86 2,35 1 1 1 1,61 1,2 1 1,25 3

No 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102.

Nama Jenis Protomyzon griswooldi Rasbora argyrotaenia R. bankanensis R. voltzii R. lateristriata R. dusuniensis R. dusuniensis cf. Myersi. Schismatorhynchus heterorhynchus Schismatorhynchus sp1 Tetraodon leiurus Tor tambra T. tambroides Vailantella maasi

Family Balitoridae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Cyprinidae Tetraodantidae Cyprinidae Cyprinidae Balitoridae

Nama Lokal 1)

Tantaran kasih

Keterangan : 1) Lihat nama lokal di Tabel 1, kecuali yang belum tercakup di Tabel 1. 2) Tertangkap, tapi tidak dikoleksi. : jenis ikan yang bersangkutan tidak ditemukan disaat penangkapan. MH : Musim Hujan. MK : Musim Kering.

316

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 3. Panjang total, persentase anakan dan induk B. hymenophysa, B. macracanthus, B. reversa Tor spp dan P. collingwoodi di DAS Sibau dan DAS Embaloh.
Jenis Ikan Pansik B. hymenophysa Ikan Ulanguli B. macracantha Ikan Semah 1) Tor spp DAS Sibau (MH) Kisaran PT PT<100mm (mm) dan induk 80,65-152,08 N=56 X=119,71 97,86-158 N=4 X=122,61 111,56-5701) N=22 X=314,38 10,71% 1,25% - di S. Apeang S. Menjakan - 14,28%(TKG III) 28,57%(TKG IV) 100%(TKG IV) 2) 3 (5,55%) 40% (TKG IV) 100% DAS Embaloh (MH) Kisaran PT PT<100mm (mm) dan induk 101,04-161 N=24 X=132,25 22,96-241,26 N=35 X=140,51 8,3% (TKG IV) 28,57% 64,28 (TKG IV) Kisaran PT (mm) 93,48-184,49 N=28 X=131,86 115,23-248,1 N=5 X=172,75 17,4-555 N=91 X=113,94 55-230 N=36 DAS Embaloh (MK) PT<100mm Dan induk 17,86% (TKG IV) 60% (TKGI-II) 40% (TKG IV) 56,82% -

Ikan Tengadak 2) P. collingwoodi

68,12-133,08 N=67 X=115,52 56-89,13 N=10 X =69,14

152,79-52,04 N=28 X=118,32 59,37-124,12 N=37 X=75,66

7,14% 33,33% (TKG III) 66,66% (TKG IV) -

di S. Pajau, S. Sebaya 100% (TKG IV) 55,55% 29,63% (TKG IV)

Ikan Pansik B. reversa

56,74-147,78 N=81 X=86,95

1) 2)

Sebagian contoh ikan ditangkap dengan pukat ; antara lain disungai-sungai kecil dekat muara S. Kanyau (N=14; Panjang Standar 252-570 mm), di hulu S, Menjakan (N = 42, ditangkap oleh Tim Botani) (DAS Sibau), dan dianak-anak Sungai Tekelan dan Embaloh (DAS Embaloh). Sebagian contoh ikan tertangkap dengan semah..

317

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 4. Jenis-Jenis Ikan di DAS Sibau dan DAS Embaloh yang berpotensi sebagai ikan hias dan ikan konsumsi
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Jenis Acanhopis dialuzona Beta taeniata B. macracanthus B. hymenophysa B. reversa Dangila festiva D. sumatrana Epalzeorhynchus kallopterus Hampala macrolepidota H. bimaculata Mastacembelus unicolor Mystus nemutus M. nigriceps M. planiceps Osteochilus hasselti2) O. microcephalus O. borneensis Osphromemus seftemfasciatus2) Puntius binotatus P. everetti P. bramoides Habitat S, E S S, E S, E S, E S S,E S S,E S,E S,E S,E S,E S,E S,E S S,E S S S S Ukuran Maksimum Panjang 1) Bobot 2) (mm) (kg) 250 (PS) 80 (PT) 300 (PT) 210 (PT) 103 (PT) 240 (PT) 185 (PT) 160 (PT) 700 (PT) 500 (PT) 550 (PT) 570 (PT) 335 (PT) 335 (PT) 34,5 (PT) 142 (SL) 28 (PS) 62 (PS) 4,2 170 (PT) 100 (PT) 300(PT) 1Potensi Ikan Hias Ikan Hias Ikan Hias Ikan Hias Ikan Hias Ikan Hias Ikan Konsumsi Ikan Hias Ikan Konsumsi Ikan Konsumsi Ikan Hias Ikan Konsumsi Ikan Konsumsi Ikan Konsumsi Ikan Konsumsi Ikan Konsumsi dan Hias Ikan Konsumsi dan Hias Ikan Konsumsi Ikan Hias Ikan Hias Ikan Konsumsi Nama Lokal (S/E) Ikan pasir Empala / tempala Ulanguli Pansik/Paset Pansik/Paset Kujam/Sare Kujam/Sare Tengibau/Suralungan Selaur/Bari Langkung/Arungan Tilan/Telen Patik/Duri Patik/Duri Patik/Duri Kebali Kebali Kebali Kaloi/Kali Ikan Umpan Karatnansi Ikan Mata Merah

318

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024


Tabel 4. Lanjutan No. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Jenis P. tetrazona Rasbora dusuniensis cf. myersi R. borneensis Puntius collingwoodi Leptobarbus hoeveni Homaleptora ophiolepsis Homaloptera orthogoniata T. tambra T. tambroides Vailantella maasi Lucisoma setigerum Habitat S S, E S S, E E E S,E S,E S,E S,E E Ukuran Maksimum Panjang 1) Bobot 2) (mm) (kg) 100 (PT) 70 (PT) 97 (SL) 80 (SL) 72 (PT) 12,5 1000 (PT) 5 700 (PT) 100 Potensi Ikan Hias Ikan Hias Ikan Konsumsi Ikan Hias dan Konsumsi Ikan Konsumsi Ikan Hias Ikan Hias Ikan Konsumsi Ikan Konsumsi Ikan Hias Ikan Konsumsi Nama Lokal (S/E) Berbaju Seluang Seluang Tengadak Jelawat Pelekat Lelekat Semah Semah Tantaran Kasih Kenjuar

Keterangan : 1) Data panjang maksimum diambil dari Kottelat et al (1992), sementara data ukuran ikan dari DAS Sibau dan DAS Embaloh belum dapat disajikan 2) Bobot ikan tertinggi yang diambil di lapangan 3) Hasil pengamatan lapangan di DAS Sibau yang ukuran panjang maksimumnya melampaui yang dilaporkan Kottelat et al (1992) 3) S = Sibau 4) E = Embaloh PS : Panjang Standar : Data belum tersedia

319

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keanekaragaman Mamalia Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Kunkun Jaka Gurmaya - JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNPAD Boeadi - PUSLITBANG BIOLOGI - LIPI Sofyan Iskandar - LITBANGHUT Adi Susilo - Wanariset Semboja - LITBANGHUT Asep Rahmat Sudradjat - WWF IP PONTIANAK Abstrak Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) terletak di ujung utara Propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia. Di TNBK dapat dideteksi 53 jenis mamalia termasuk 7 jenis Primata. Dua jenis mamalia kecil, Cynopteris brachyotis dan Macroglossus minimus paling banyak terdeteksi. Di bagian timur TNBK (DAS Kapuas dan Sibau) populasi primata yang dapat dideteksi adalah: Orang-utan/Pongo pygmaeus - 8 ekor, Klampiau/Hylobates muelleri - 55 kelompok/191 ekor, Hout/Presbytis frontata - 59/214, Mopuan/Presbytis rubicunda - 1/2, Kera/Macaca fascicularis - 42/256, Beruk/Macaca nemestrina 5/21 dan Tengseng/Tarsius bancanus - 1 ekor. Di bagian barat (DAS Embaloh dan Mendalam), Tengseng (primata malam) tidak terdeteksi. Jumlah kelompok yang terdeteksi adalah 172 kelompok terdiri dari 52 Hylobates, 39 Presbytis, 56 Macaca, dan 25 ekor Orang-utan (Pongo pygmaeus). Deteksi hanya sampai tingkat Marga (Genus) sedangkan untuk mengenal jenis dan jumlah individu tidak memungkinkan karena adanya asap tebal akibat kebakaran hutan ketika studi dilakukan. Orang-utan tersebar di bagian barat TNBK, diperkirakan Sungai Mendalam merupakan batas timur penyebaran geografinya. Pola penyebarannya diperkirakan merata terutama pada tipe habitat yang disenangi dari ketinggian 150 sampai dengan 1200 m dpl.. Populasi Orang-utan di selatan (luar) TNBK terutama DAS Sibau, masih banyak. Klampiau, Hout dan Kera pola penyebarannya merata di seluruh daerah studi TNBK. Populasi Kera diperkirakan sudah stabil sejak lama (sejak puluhan bahkan mungkin ratusan tahun lalu). Dari nilai kuantitatif relatif penyebaran jenis-jenis primata di bagian timur TNBK diperoleh hasil bahwa Klampiau, Hout dan Kera (Fr: 30,16%, 26,98% dan 26,98%) penyebarannya relatif terluas. Orang-utan dan Mopuan paling riskan tingkat konservasinya. Orang-utan terdapat di bagian selatan,

320

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

bahkan di luar batas TNBK, sedangkan Mopuan populasinya sedikit. Perburuan merupakan kebiasaan penduduk sejak lama dengan sasaran utama babi hutan, jenis-jenis herbivora lain dan primata merupakan sasaran berikutnya. Sampai batas tertentu, perburuan dapat diartikan sebagai penjarangan populasi. Sekitar Benalik dan Menyakan dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penelitian mamalia terutama jenis-jenis primata. Tidak disarankan sama sekali untuk mendirikan semacam Pusat Rehabilitasi Orang Utan di kawasan TNBK dan sekitarnya. Jenis-jenis primata dan mamalia lain di Tanjung Lasa, Nanga Putan dan Tanjung Lokang dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata alam dengan melibatkan penduduk setempat. 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dalam keanekaragaman jenis mamalia (515 spesies) dan terkaya kedua setelah Brazil dalam keanekaragaman jenis primata (29-35 spesies) (MackKinon & Ramono, 1993; Eudey, 1987). Namun demikian inventarisasi menyeluruh mengenai populasi dan jenis-jenis satwa liar Indonesia sampai sejauh ini belum pernah dilakukan. Kawasan hutan Bentuang Karimun yang letaknya berbatasan dengan Malaysia, ditetapkan statusnya sebagai taman nasional sejak tahun 1995. Kekayaan flora dan fauna serta ekosistemnya sampai sejauh ini belum pernah diketahui dengan rinci. Inventarisasi jenis dan populasi mamalia dan satwa liar lain beserta habitatnya sangat mutlak diperlukan sebagai dasar bagi rencana pengelolaan konservasi (pelestarian dan pemanfaatan)nya. Makalah ini akan menyajikan keanekaragaman jenis, populasi, distribusi, tipe habitat serta aspek konservasi dari jenis-jenis satwa liar yang termasuk Kelas mamalia terutama Ordo Primata yang terdapat di TNBK.

321

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2. Tata Kerja 2.1. Mamalia Kecil Untuk mengetahui keanekaragaman jenis mamalia kecil, dilakukan pemasangan perangkap tikus kawat anyam di kiri-kanan sepanjang jalan setapak atau garis transek lurus di dalam hutan pada setiap 10 langkah, dengan umpan kacang tumbuk. Jala kabut nilon (mist net) panjang 9 m. dan 12 m. dipasang merentang tegak lurus setinggi 3-6 meter di atas tanah di sela-sela tegakan atau di antara tajuk pohon untuk menjaring kelelawar. Di sekitar tanjung Lokang terdapat gua-gua burung walet, diantaranya ada yang dihuni kelelawar pada siang hari. Pada lokasi ini juga dilakukan penangkapan masuk ke dalamnya dengan menggunakan jaring tangan, untuk mendapatkan contoh kelelawar lebih banyak. Binatang yang tertangkap diawetkan kering ataupun awetan basah, dengan merendamnya ke dalam larutan formalin 4-6% di kantong-kantong plastik, sebagai specimen koleksi museum. Di samping itu juga dilakukan pengamatan sehari-hari di dalam hutan untuk mengenali jenis-jenis satwa Mammalia lainnya, yang tampak ataupun dari tanda-tanda jejak, bagian-bagian tubuh atau tulang-belulang dan sisa atau bekas makanan maupun tinjanya. 2.2. Primata dan mamalia lain Pencatatan jenis mamalia lain termasuk jenis-jenis primata dilakukan dengan pengamatan langsung mengikuti ad libitum sampling method (Altman, 1974). Perlengkapan yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan adalah teropong (binokuler), kompas, kamera dan tape-recorder. Deteksi kelompok / jenis primata dilakukan dengan mengamati jalur gerak di atas pohon, sisa makanan (daun/buah), suara, bunyi gerakan primata, feses, urine, sarang (Orang-utan). Bila terdeteksi keberadaan kelompok primata, kemudian dicatat jenis, jumlah individu serta tipe habitat. Status konservasi mengacu pada UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup nomor 5/1990., SK Menteri, daftar jenis satwa yang termasuk Red Data Book, IUCN dan CITES.

322

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Di bagian timur TNBK (DAS Kapuas, Bungan dan Sibau) daerah studi dibagi 6 Blok terdiri dari 26 contoh lokasi. Blok I di Tanjung Lokang (4 lokasi), II di Nanga Bungan (4 lokasi), III di sekitar Sungai Tahanyan (3 lokasi), IV di sekitar Sungai Menyakan (5 lokasi), V di sekitar Sungai Apeang (4 lokasi), VI sekitar Nanga Putan (5 lokasi) yang terletak di selatan batas TNBK. Studi di bagian timur dilakukan pada tahun 1996 selama 2 bulan penuh di hutan. Di bagian barat (DAS Embaloh dan Mendalam), dipilih 5 contoh lokasi yaitu Derian, Pait, Condong, Pakararu dan Benalik. Pengamatan pada saat studi dilakukan terganggu oleh adanya asap yang disebabkan kebakaran hutan di kawasan Kalimantan dan Sumatra. Untuk memudahkan studi, pada tiap contoh lokasi dibuat garis transek yang panjangnya antara 3-8 kilometer, kawasan yang disurvei adalah kiri dan kanan garis transek dengan lebar masingmasing 100 m. Deteksi keberadaan jenis-jenis primata hanya didasarkan pada tanda-tanda-tanda habitat, sebagian besar tanpa terlihat langsung satwa liarnya (terutama karena adanya asap tebal). Pengetahuan sosio-ekologi tiap jenis primata merupakan latar belakang dapat diterapkannya metode ini dengan sangat efektif. Studi di bagian barat dilakukan selama sebulan penuh di hutan pada tahun 1997. 3. Deskripsi Singkat Taman Nasional Bentuang Karimun TNBK seluas 800.000 ha terletak di Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat, di sebelah utara dibatasi Negara Bagian Sarawak, Malaysia, Propinsi Kaltim di timur, Nanga Badau di barat, Banua Martinus dan Putussibau di selatan. Di bagian selatan, TNBK dibatasi oleh hutan lindung dan lebih ke selatan lagi hutan lindung berbatasan dengan pemukiman penduduk. Panjang garis batas TNBK 775 km yang terdiri dari 365 km dengan Malaysia, 140 km dengan Propinsi Kaltim dan 270 km di wilayah Kalbar. Curah hujan tahunan antara 4.400-4.620 mm dan hari hujan antara 173-198 hari/tahun, tipe iklim adalah tipe A (Schmidt-Fergusson, 1951). Topografi kawasan bergunung-gunung , ketinggian tempat antara 200 sampai lebih dari 2.000 m dpl. (Sudjito, 1996). Tingkat ekonomi penduduk yang paling dekat dengan TNBK (Tanjung Lokang dan Nanga Bungan) adalah tinggi dengan penghasilan utama sarang burung walet dan emas.

323

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4. Hasil Dan Pembahasan 4.1. Keanekaragaman Jenis Menyimak buku panduan A Field Guide to The Mammals of Borneo (Payne et al, 1985), memberikan harapan bahwa akan dijumpai banyak jenis satwa di kawasan ini. Tetapi secara umum koleksi contoh jenis yang diperoleh hanya sedikit, karena cuaca harian selama eksplorasi dalam bulan Mei-Juli 1996 ternyata banyak hujan, khususnya pada malam hari dan merupakan kendala bagi keberhasilan pemasangan perangkap tikus maupun jaring kabut. Laporanlaporan tentang perjumpaan dengan satwa liar yang disampaikan oleh anggota tim peneliti bidang lain, telah menambah catatan adanya jenis-jenis mamalia di kawasan ini. Dalam Tabel 1 dipertelakan hasil tangkapan yang diperoleh selama survei. Mamalia yang dapat dideteksi di TNBK berjumlah 46 jenis yang terdiri dari 26 jenis mamalia kecil yang terperangkap (Tabel 1) dan 20 jenis mamalia lain yang terlihat secara langsung di lapangan (Tabel 2). Khusus mengenai ordo primata, di TNBK dapat dideteksi 7 jenis primata yaitu: Orang-utan / Mayas (Pongo pygmaeus), Klampiau (Hylobates muelleri), Hout/Kepuh (Presbytis frontata), Mopuan/Kelasi (Presbytis rubicunda), Tengseng (Tarsius bancanus), Beruk (Macaca nemestrina) dan Kera/Monyet (Macaca fascicularis) (Tabel 3). 4.2. Populasi Jumlah populasi mamalia kecil yang terperangkap adalah 99 ekor yang diperoleh dari contoh lokasi sebagian besar di bagian timur TNBK (Tabel 1). Cynopterus brachyotis dan Macroglossus minimus merupakan 2 jenis yang paling banyak terperangkap dan merupakan jenis-jenis yang paling umum terdapat di daerah studi. Mamalia lain (kecuali Primata) dicatat keberadaan jenisnya secara kualitatif TNBK mempunyai populasi jenis-jenis primata yang dinilai berlimpah. Khusus untuk jenis monyet (Macaca fascicularis), diperkirakan populasinya sudah stabil sejak lama. Hal ini ditinjau dari kecilnya tubuh Monyet di TNBK dan dibandingkan dengan kejadian yang sama pada Macaca yakui (Watanabe, pers. comm., 1997). Salah satu faktor bagi kestabilan populasi adalah tidak ada satwa predator bagi jenis-jenis primata, sehingga perburuan oleh manusia sampai pada batas tertentu dapat dianggap pengganti predator atau dengan kata lain penjaga keseimbangan populasi. Namun demikian, menurut informasi para

324

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

pemburu, monyet bukan merupakan target utama perburuan satwa sehingga populasinya diatur oleh keseimbangan ekologi ekosistem hutan (tanpa predator). Jenis, populasi (jumlah kelompok / JK dan jumlah individu/JI) dan lokasi dijumpai (Blok dan lokasi) primata di bagian timur TNBK disajikan pada Tabel 3. Tabel 4 menyajikan jumlah kelompok / individu jenis-jenis primata tiap blok dan merupakan ringkasan dari Tabel 3. Dari kedua tabel tersebut, Hout mempunyai jumlah kelompok terbanyak (59) disusul oleh Klampiau (55) dan Kera (42). Jumlah individu yang tercatat terbanyak adalah Kera /Monyet (256 ekor) disusul oleh Hout (214 ekor) dan Klampiau (191 ekor). Jumlah individu paling sedikit adalah Tengseng (1 ekor), Mopuan (1 kelompok - 2 ekor) dan Orang-utan (8 ekor). Baik jumlah kelompok maupun jumlah individu yang disajikan merupakan jumlah minimum dalam arti masih terdapat kemungkinan individu/kelompok yang tidak terdeteksi selama studi lapangan. Tengseng sedikit ditemukan karena satwa liar ini merupakan binatang malam sehingga sulit ditemukan siang hari. Sedangkan Mopuan populasinya tinggal sedikit, mungkin sebagai akibat perburuan pada masa lampau, karena habitat yang disenangi mopuan adalah vegetasi pinggir sungai (riparian forest) sedangkan sungai merupakan sarana perhubungan utama sejak masa lalu, sehingga mopuan paling sering terlihat oleh penduduk dan paling mudah untuk diburu dibanding jenis primata lain. Disamping itu mungkin dagingnya juga lebih disenangi dibanding primata lain. Komposisi populasi (jumlah kelompok dan jumlah individu) dari jenis-jenis primata tersebut memperlihatkan suatu keunikan TNBK. Jumlah kelompok Hout dan Klampiau jauh melebihi dari Kera, demikian pula jumlah individunya walaupun lebih sedikit dari kera tetapi perbedaannya tidak besar. Dalam primatologi hal ini agak istimewa karena biasanya jumlah kelompok maupun individu dari kera jauh lebih besar dari jenis-jenis hout dan klampiau apalagi Orang-utan. Sistem organisasi kelompok dari klampiau (tiap kelompok terdiri dari sepasang suami-isteri dengan atau tanpa anak) dan Hout (tiap kelompok terdiri dari satu jantan dan satu atau beberapa ekor betina dengan atau tanpa anak) hanya memungkinkan untuk mempunyai jumlah individu yang sedikit. Terlebih Orang utan yang hidupnya soliter, jumlah individunya dalam keadaan normal jauh lebih sedikit dari Klampiau, Hout apalagi Kera. Dengan demikian TNBK merupakan habitat sangat baik bagi jenis-jenis primata. Kegiatan ekspedisi di bagian barat Taman Nasional bentuang Karimun (TNBK) berlangsung pada musim kering, dan diharapkan mendapatkan hasil

325

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

yang maksimal. Namun pada kenyataannya selama kegiatan tersebut berlangsung terganggu oleh adanya asap dan kabut yang menyelimuti kanopi hutan sejak pagi hingga sore hari, sehingga jarak pandang sangat terbatas yaitu antara 10-30 meter saja. Asap dan kabut tersebut juga mempengaruhi perilaku dan aktivitas jenis primata baik secara individu maupun kelompok. Kebanyakan primata menjadi malas bergerak sehingga jarak jelajah hariannya pendek, kurang aktif dan banyak bersembunyi di balik kanopi pohon. Bagi jenis primata yang biasanya melakukan morning calls seperti klampiau, juga tidak/jarang terdengar suaranya. Dalam keadaan demikian mengharapkan perjumpaan langsung dengan jenis primata adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Hanya beberapa jenis primata saja yang dapat dijumpai secara langsung dan dalam periode waktu yang sangat pendek. Untuk mengantisipasi kesulitan tersebut, maka mengamatan juga dilakukan dengan cara mendeteksi tanda-tanda habitat yang didasari pada sosio-ekologi dari setiap jenis primata. Sehingga secara umum hasil yang didapat hanyalah jumlah kelompok, kecuali terhadap Orang-utan yang cenderung soliter, dan marga Hylobates yang memiliki sistem organisasi sosial berpasangan, maka jumlah individunya dapat diperkirakan. Jenis primata yang terdeteksi di lima lokasi terpisah, yaitu Derian, Pait, Condong, Pakararu dan Benalik, di bagian barat TNBK berjumlah 6 jenis, yaitu Orang-utan (Pongo pygmaeus), Klampiau (Hylobates muelleri), lutung (Presbytis) dan monyet (Macaca). Karena hambatan cuaca berupa asap dan kabut, untuk marga lutung dan monyet hanya dapat dideteksi sampai tingat marga saja. Namun berdasarkan informasi dan deteksi melalui suara (alarm call) di kawasan timur terdapat 2 jenis Presbytis, yaitu hout/kepuh (Presbytis frontata) dan mopuan/kelasi (Presbytis rubicunda). Sedangkan marga Macaca dijumpai monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina) (Tabel 5). Populasi primata di bagian Barat TNBK hanya dapat dihitung berdasarkan jumlah kelompok, kecuali pada Orang-utan dan klampiau. Jumlah total kelompok pada keempat marga primata tersebut adalah 172. Macaca merupakan marga dengan jumlah kelompok terbesar yaitu 56. Berdasarkan pengamatan terhadap tanda-tanda habitat, kedua jenis Macaca (M. Fascicularis , M. nemestrina) tidak memperlihatkan penggunaan habitat yang berbeda. Jumlah kelompok terbesar kedua adalah jenis Hylobates muelleri (Klampiau), yaitu 52 kelompok. Tanda-tanda habitat dari jenis ini sangat mudah dikenali. Jumlah total individu jenis ini dapat dihitung dengan didasarkan pada penghitungan kerabat sejenis Hylobates moloch, yang mempunyai jumlah 3,2-3,3 individu per kelompok. (Population and Habitat Viability Analysis/PHVA International Workshop, 1994). Jumlah total individu kelompok klampiau

326

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

tersebut adalah 166-172. Pada marga Presbytis juga tidak dapat dideteksi sampai tingkat jenis, kecuali pada beberapa kelompok yang dijumpai secara langsung. Demikian pula jumlah individu pada setiap kelompok tidak dapat dihitung dengan tepat. Total kelompok yang dapat dideteksi adalah 39 kelompok. Marga Presbytis terdiri dari dua jenis, yaitu hout (Presbytis frontata) dan kelasi (Presbytis rubicunda). Kehadiran Orang-utan (Pongo pygmaeus) diketahui melalui pengamatan tanda-tanda habitat, khususnya sarang, bekas lintasan pada kanopi pohon, bekas pakan, suara dan goyangan dahan. Pada ekspedisi singkat ini, Orang-utan tidak pernah dijumpai secara langsung. Berdasarkan data-data habitat dan sosio-ekologinya, jumlah individu Orang-utan di daerah studi bagian Barat TNBK, diperkirakan 25 ekor. 4.3. Distribusi (Penyebaran) Pengamatan mamalia terutama mamalia kecil hanya dilakukan di bagian timur TNBK. Golongan mamalia kecil lebih cenderung untuk hidup dekat dengan lokasi budidaya (pemukiman, ladang dll.) seperti di Tanjung Lokang. Dari jenis mamalia besar, babi hutan terdapat di semua tipe habitat dan pola penyebarannya diperkirakan merata (berdasarkan temuan jejak). Jenis-jenis primata memperlihatkan pola penyebaran unik: Orang-utan Penyebaran geografi Orang-utan di dunia hanya terdapat di Indonesia yaitu Sumatra bagian utara dan Pulau Kalimantan. Di TNBK Orang-utan terdapat di bagian barat, di bagian timur TNBK atau DAS Kapuas tidak terdeteksi tanda-tanda keberadaannya. Batas timur penyebaran diperkirakan Sungai Mendalam (terletak antara DAS Kapuas dan DAS Sibau) dengan asumsi bahwa elevasi di sekitar Mendalam adalah tinggi, tetapi hal ini masih merupakan hipotese karena pengamatan di DAS Mendalam belum dilakukan secara rinci. Untuk mengetahui batas geografi penyebaran Orang-utan maka penelitian lanjutan sangat penting dilakukan di TNBK khususnya dan Kalimantan umumnya. Hasil penelitian akan sangat menunjang lokasi penyebaran geografi orang utan di muka bumi. Di bagian selatan DAS Sibau, Orang-utan tersebar di ujung selatan batas TNBK dan diperkirakan lebih banyak populasinya berada di luar batas TNBK dan batas hutan lindung terutama di daerah berawa-rawa bahkan mereka bersarang di kebun karet kampung Tanjung Lasa dan Nanga putan (beberapa km di selatan batas TNBK). Di DAS Embaloh, pola penyebaran orang utan berlainan dengan DAS Sibau, orang utan tersebar merata dari dataran rendah sampai tinggi (sampai ketinggian 1200 m dpl) bahkan penyebaran ini berlanjut

327

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

pada daerah pegunungan Lanjak Entimau Malaysia. Di DAS Embaloh, tanda keberadaan Orang-utan (terutama sarang, baik lama maupun baru) dapat ditemukan di setiap lokasi hutan yang disurvei (terutama pada habitat yang disenangi) sejak ketinggian 150 m dpl sampai dengan ketinggian 1200 m dpl (Gunung Condong). Van Schaik dan Sugardjito (1993) memperkirakan masih ada sekitar 2.000 ekor orang utan di kawasan Bentuang-Karimun, Danau Sentarum dan daerah sekitarnya dengan penyebaran utama di dataran rendah sampai ketinggian 900 m dpl. Temuan Sugardjito dan van Schaik ini hanya berlaku bagi DAS Sibau, tetapi tidak berlaku bagi DAS Embaloh di mana kerapatan dan pola penyebaran Orang-utan sampai ketinggian 1.200 m dpl masih sama dengan di daerah dataran rendah. Salah satu upaya perlindungan kelestarian Orang-utan adalah sangat perlunya memasukkan kawasan hutan lindung dan rawa-rawa di selatan TNBK menjadi kawasan TNBK. Secara hukum status taman nasional akan lebih baik bagi pelestarian habitat dan populasi Orang-utan dibandingkan status hutan lindung. Bila hal ini dipandang sulit dilaksanakan, alternatif lain adalah kawasan Orang-utan (dan primata serta mamalia lain) yang berada di luar TNBK terutama di DAS Sibau dari Batas TNBK sampai Kampung Tanjung Lasa, ditetapkan sebagai kawasan penyangga TNBK dengan catatan populasi dan habitat orang utan dan mamalia lain berada dalam pengawasan Ditjen PHPA yang berintegrasi dengan instansi terkait lainnya. 1. Klampiau (Hylobates muelleri), 2. Hout (Presbytis frontata) dan 3. Kera (Macaca fascicular is) Pola penyebaran ketiga jenis primata ini di daerah studi adalah merata. Mereka dapat dijumpai hampir di setiap lokasi yang disurvei, terutama pada tipe habitat yang disenanginya. Mopuan dan Tengseng hanya ditemukan pada satu atau beberapa lokasi saja sehingga pola penyebarannya tidak dapat dideskripsikan secara umum. Di bagian timur TNBK, tingkat penyebaran dari tiap jenis primata dapat dihitung secara kuantitatif relatif. Keberadaan jenis dan populasi primata di tiap contoh lokasi disajikan pada Tabel 4. Jenis Klampiau merupakan primata yang terluas penyebarannya dengan nilai Fr (Frekwensi relatif) 30,16 %, disusul

328

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

oleh Hout dan Kera (Fr = 26,98 %). Jenis primata lainnya penyebarannya tidak luas, Orang-utan mempunyai nilai Fr = 7,94 % dan yang paling sempit penyebarannya adalah Beruk (Fr = 4,76 %), Mopuan dan Tengseng masingmasing Fr=1,59 %. Baik jumlah individu maupun penyebarannya, Klampiau, Hout dan Kera, mendominasi kawasan hutan Bentuang Karimun. Di hutan tropis biasanya yang paling dominan adalah Kera atau Beruk, hal ini berkaitan dengan sistem sosial organisasi kelompok banyak jantan yang dianut oleh kedua jenis primata tersebut. Dengan demikian salah satu kekhasan TNBK adalah dominannya Klampiau dan Hout. 4.4. Habitat Habitat primata TNBK umumnya hutan hujan tropis Dipterocarpaceae yang didominasi oleh jenis-jenis vegetasi yang termasuk familia Dipterocarpaceae pada strata hutan paling atas. Pada strata dibawahnya terdapat jenis-jenis vegetasi yang masuk dalam familia Euphorbiaceae, Sapindaceae, Sapotaceae dan Moraceae yang disenangi oleh jenis-jenis primata sebagai sumber pakan. Pada lantai hutan terdapat berbagai jenis herba yang termasuk familia Menispermataceae, Leguminoceae, Commelinaceae, Amarylidaceae dan berbagai rumput-rumputan yang biasanya berfungsi sebagai sumber pakan satwa liar mamalia yang termasuk herbivora seperti Kijang, Rusa, Napu, Babi Hutan dll. Kondisi hutan sebagai habitat satwa liar umumnya masih sangat baik. Kerusakan hutan sangat terbatas pada kawasan sekitar perkampungan penduduk Tanjung Lokang dan Nanga Bungan (DAS Kapuas), Tanjung Lasa dan Nanga Putan (DAS Sibau). Kawasan Tanjung Lokang sudah dihuni manusia sejak kira-kira 3.000 tahun yang lalu (berdasarkan peninggalan sejarah yang ada). Tipe habitat yang disenangi Hout, Mopuan dan Kera adalah hutan pinggir sungai, ekoton dan jalan setapak manusia. Sedangkan Klampiau lebih menyenangi puncak dan igir bukit. Orang utan menyenangi kawasan dataran rendah bahkan daerah berawa dan dataran tinggi. Dataran tinggi TNBK kondisi topografinya berbukit-bukit dengan lereng terjal, habitat spesifik orang utan adalah igir bukit dan lereng sekitar igir. Pada musim kemarau Orang-utan cenderung untuk hidup di vegetasi pinggir sungai, hal ini berkaitan dengan sumber pakan. Tinggi sarang dari tanah bervariasi antara 5-20 meter, hal ini berkaitan dengan tingkat kesensitifan individu terhadap keamanan atau

329

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

perlindungan dirinya. Beruk lebih sering ditemukan di hutan sekitar pemukiman. 4.5. Aspek Konservasi Dari 7 jenis primata TNBK, 5 termasuk dilindungi dari kepunahan. Orangutan termasuk kategori endangered species IUCN dan appendix I CITES atau sangat perlu dilestarikan keberadaannya. Tabel 6 menyajikan status konservasi ketujuh jenis primata TNBK berdasarkan peraturan perundangan Indonesia, IUCN dan CITES lengkap dengan tahun permulaan dilindungi. Perburuan satwa liar merupakan tradisi penduduk sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Ketika studi dilakukan , perburuan seringkali terjadi terutama terhadap jenis-jenis Babi hutan, Kijang, Rusa dan Napu. Jenis-jenis primata tidak khusus diburu tetapi ditembak bila bertemu. Menurut penduduk (Suku Dayak Punan) jenis yang paling enak dimakan adalah Klampiau disusul Mopuan dan Hout. Beruk dan Kera jarang diburu karena dagingnya tidak disukai. Orang-utan jarang diburu karena penduduk takut bila bertemu satwa dilindungi ini. Bahan dan senjata yang digunakan berburu pada masa lalu adalah sumpit dengan menggunakan racun Ipuh dan Tacom yang dibuat dari jenis-jenis tumbuhan setempat. Sejak tahun 1987 perburuan menggunakan senapan angin 4,5 mm dan sejak tahun 1990 digunakan senapan patah dengan peluru besar (satu peluru menjadi 9 pecahan setelah di luar senapan) yang biasa diperoleh dari Malaysia. Cara lain berburu adalah menggunakan perangkap bernama Peti dan Penakop. Hasil buruan tidak diperjualbelikan tetapi dibagi antar penduduk. Peralihan teknologi berburu dari pemakaian sumpit (panah beracun) ke senapan, ditinjau dari aspek konservasi ada baiknya. Dengan senapan yang disertai bunyi menggelegar, hanya satu ekor yang terbunuh dari satu kelompok primata dan individu-individu lain melarikan diri. Sedangkan menggunakan sumpit yang tanpa suara, dapat menghabiskan seluruh individu dalam satu kelompok primata. Aspek konservasi yang menonjol adalah pelestarian Orang-utan. Tingkat pelestariannya bertaraf internasional dan dinilai paling rawan dibanding jenis primata TNBK lainnya. Upaya pelestarian yang telah dilakukan antara lain mengadakan pusat rehabilitasi di Bukit Lawang dan Ketambe Sumatra Utara (Ketambe sudah ditutup), Wana Riset Semboja Kalimantan Timur. Berbagai pertemuan baik nasional maupun internasional juga telah dilakukan seperti The Great Apes International Conference (2 kali), International Workshop on Population and Habitat Viability Analyses tahun 1991, 1993 dan lain lain.

330

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Jumlah kelompok atau jumlah individu dan konservasi jenis primata dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sistem sosial organisasi kelompok, perburuan, tipe dan kondisi habitat, dan lain lain. Sistem sosial organisasi kelompok tiap jenis merupakan faktor utama. Sistem soliter (hidup sendiri, jantan dan betina dewasa hanya berkumpul ketika kawin) yang dianut Orang utan dan Tengseng (binatang malam) menyebabkan mereka sulit dideteksi. Tingkat kerawanan pelestariannya pun tinggi karena kalau satu ekor terbunuh maka pasangan soliter lainnya sulit memperoleh pasangan baru sehingga menghambat regenerasi. Sistem monogami (berpasangan jantan-betina dewasa, dengan atau tanpa anak) yang dianut Klampiau, tingkat kerawanan pelestariannya sedikit di bawah sistem soliter, sedangkan jumlah individunya rata-rata 3,2 / kelompok. Bila salah satu mati misalnya karena perburuan, maka pasangannya sulit mencari pasangan baru karena kelompok lain pun sudah ada pasangannya. Sistem satu jantan yang dianut Mopuan dan Hout hanya mengizinkan satu jantan dewasa dalam kelompoknya, tingkat kerawanan di bawah sistem monogami dan jumlah individu per kelompok lebih besar dari sistem monogami (rata-rata 3-12 ekor/kelompok). Sistem banyak jantan yang dianut Kera dan Beruk, masih memungkinkan banyak jantan tinggal bersama individu lain dalam 1 kelompok, dengan pemeliharaan tingkat dominansi anggota kelompok yang ketat. Kera dan Beruk memungkinkan untuk mempunyai ukuran kelompok besar (di Sumatra sampai 50 ekor/kelompok) sehingga kerawanan kepunahan tingkatnya kecil. Dengan demikian berdasarkan sistem sosial organisasi kelompok, tingkat kerawanan kepunahan jenis-jenis primata TNBK berturut-turut (dari tinggi ke rendah) adalah : Orang-utan, Mopuan, Tengseng, Klampiau, Hout, Beruk dan Kera. Walaupun perburuan merupakan jalan hidup penduduk, tetapi predator untuk primata di TNBK hampir tidak ada sehingga perburuan dapat dianggap sebagai penjarangan populasi. Di samping itu jumlah pemburu pun relatif sedikit dan primata bukan merupakan obyek utama perburuan. Hal ini merupakan salah satu penyebab dominannya Klampiau di TNBK. Sedikitnya populasi Mopuan, diperkirakan beratnya tingkat perburuan di masa lampau. Jenis ini biasanya memilih habitat pingir sungai, sedangkan sungai merupakan sarana perhubungan utama dan daging Mopuan termasuk kategori disenangi penduduk, sehingga penduduk dengan mudah memburunya. 4.6. Aspek Penelitian Untuk penelitian jenis-jenis primata dan mamalia pada umumnya biasanya

331

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

diperlukan kondisi habitat yang relatif datar. Kawasan TNBK yang relatif paling datar adalah bagian selatan atau sekitar batas selatan taman nasional. Daerah yang benar-benar datar terletak jauh di selatan batas taman nasional dan hutan lindung. Beberapa lokasi yang relatif baik untuk pengamatan jenisjenis primata terutama untuk studi jangka panjang (long-term study) yang masih dalam batas taman nasional : Daerah Benalik dan Nanga Putan. Terlebih bila enclave di daerah Benalik dapat dimasukkan ke dalam kawasan TNBK. Lokasi di sini walaupun bukan virgin forest tetapi populasi satwa liar dinilai rapat. Namun demikian, untuk memasukkan enclave Benalik perlu studi khusus yang menyangkut bukan saja kepentingan penelitian, tetapi juga studi sistem kepemilikan tanah adat suku Dayak setempat dan studi aspek lain yang terkait. Kawasan sekitar Nanga Bungan (termasuk daerah Menyakan) juga dapat dijadikan lokasi studi, tetapi kondisi topografi yang berbukit-bukit dan berlereng terjal akan menyulitkan para peneliti terutama dalam bidang sosiologi, ekologi dan etologi satwa liar karena beratnya medan yang harus ditempuh dalam mengikuti kegiatan sehari-hari suatu jenis satwa liar, hal ini menyulitkan habituasi antara peneliti dengan satwa yang diteliti. Mendirikan semacam Pusat Rehabilitasi Orang-utan di TNBK, tidak disarankan sama sekali, karena akan merusak kelestarian dan kemurnian Orang-utan asli Kalimantan. Lebih jauh lagi, introduksi jenis satwa di TNBK adalah bertentangan dengan prinsip kelestarian. Yang disarankan adalah mendirikan Karantina bagi satwa asli TNBK yang mengalami kecelakaan atau sakit dan setelah sehat dilepas kembali di lokasi satwa tersebut tertangkap. Penyuluhan dan penerapan hukum mengenai konservasi di TNBK dan sekitarnya adalah mutlak diperlukan. 4.7. Aspek Wisata Beberapa lokasi habitat primata dan mamalia lainnya, diperkirakan dapat dikaitkan dengan kegiatan wisata. Kawasan Tanjung Lasa dan Nanga putan di DAS Sibau mempunyai populasi Orang-utan, klampiau dan jenis primata serta mamalia lainnya yang cukup banyak. Jenis-jenis primata yang habitatnya serkitar pemukiman penduduk (termasuk jenis Orang-utan) adalah tidak sulit untuk dilihat di habitat aslinya dan diperkirakan akan menarik wisatawan, terutama Wisman. Penduduk dapat dijadikan guide. Rekayasa habitat dengan membuat tower, jembatan gantung dll. yang dilengkapi teropong akan memudahkan Wisman untuk melihat satwa liar di habitat aslinya. Namun sebagian besar kawasan ini berada di luar TNBK,

332

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

sehingga perencanaan dan pelaksanaan kegiatan wisata di sini perlu kerjasama terintegrasi antar instansi-instansi terkait. Lokasi lain adalah sekitar Tanjung Lokang, beberapa orang penduduk dapat menirukan suara beberapa jenis primata sehingga kelompok kelompok primata tersebut menghampiri pembuat suara. Walaupun di sekitar Tanjung Lokang tidak terdapat Orang-utan, tetapi jenis primata lain populasinya sangat rapat, bahkan dalam suatu daerah di seberang kampung Tanjung Lokang, 9 kelompok Hout hidup berdampingan di satu lembah yang dikelilingi pernukitan. Hal ini bila dikembangkan ke arah kepariwisataan akan menjadi sangat menarik. Di Samping itu kawasan ini sudah lama menjadi jalur wisata tidak resmi yang dilalui oleh Wisman (Jalur Kalbar - Kaltim).

Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Di TNBK terdapat 7 jenis primata, Orang-utan merupakan primata yang paling rawan kepunahan 2. Hutan TNBK didominasi oleh Hout (Presbytis frontata), Klampiau (Hylobates muelleri) dan Kera (Macaca fascicularis) 3. Mopuan populasinya tinggal sedikit mungkin sebagai akibat beratnya perburuan di masa lampau. 4. Sebagai habitat primata dan satwa liar lainnya, hutan TNBK kondisinya masih sangat baik kecuali di sekitar pemukiman. 5. Tingkat kelestarian jenis-jenis primata TNBK berturut-turut (dari paling rawan sampai tidak rawan punah): Orang-utan, Mopuan, Tengseng, Klampiau, Hout, Beruk, Kera 6. Perlu studi lanjutan untuk mengetahui penyebaran Orang utan di TNBK, khususnya daerah Mendalam yang secara hipotese merupakan batas geografinya. 7. Tidak disarankan untuk mendirikan Pusat Rehabilitasi Orang-utan di TNBK dan sekitarnya, karena akan merusak pelestarian Orang-utan. 8. Lokasi penelitian yang disarankan adalah sekitar Benalik dan Menyakan. 9. Lokasi wisata yang disarankan: Tanjung Lasa, Nanga Putan, Tanjung Lokang.

333

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 1. Daftar Mamalia Kecil (yang terperangkap) di Kawasan TNBK


No Takson Chiroptera Megachiroptera Pteropodidae Cynopterus brachyotis Penthetor lucasi Chironax melanocephalus Balionycteris maculata Eonycteris spelaea Macroglossus minimus Microchiroptera Emballonuridae Emballonura monticola Rhinolopidae Rhinolopus borneensis R. affinis R. trifoliatus Hipposideriidae Hipposideros cineraceus H. galeritus H. larvatus Vespertilionidae Miniopterus schreibersi M. medius M. witkampi Molossidae Cheiromeles torquatus Mops mops Rodentia Sciuridae Callosciurus sp Histricidae Hystrix brachyura longicauda Muridae Rattus tiomanicus Maxomys rajah M. whiteheadi Leopoldamys sabanus Carnivora Mustellidae Hemigalus debryanus Artyodactyla Tragulidae Tragulus napu Jumlah T O T A L A B Lokasi C D E F Jml

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

16 7 2 4 9 1 1 1 1 2 3 2 1 1 4 1 4

2 1 1 9 1 1

18 8 2 8 4 18 1 1 1 1 2 3 2 1 1 4

(1) 4 1 (1) 1 1 1 5

(1) 4 1 (1) 1 5 1 7 (1) 2 99

3 2 (1)

Keterangan: A - Tanjung Lokang B - Nanga Bungan

C - Menyakan D - Nanga Apeang

E - Nanga Kanyou F - Nanga Belabi

334

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 2. Jenis-jenis Mamalia yang Terdeteksi Secara Langsung


No. Sciuridae 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Callosciurus prevosti Ratufa affinis coturnata R. a. sandakanensis Nannosciurus melanotis Glypotes simus Lariscus insignis Sundasciurus lowii S. tenuis Exillissciurus exillis Rhinosciurus laticaudatus Reithrosciurus macrotis Tupaiidae 12 Tupaia spp. Mustelidae 13 14 15 Martes flavigula Lutra perspicillata / sumatrana Hemigalus debryanus Felidae 16 Prionailurus bengalensis borneensis Ursidae 17 Helarctos malajanus Suidae 18 Sus barbatus Cervidae 19 20 Muntiacus atherodes M. muntjak Kijang Mas Kijang Babi Jenggot Beruang Madu Kucing hutan Musang panjang Berang-berang Musang belang Tupai Takson Nama Daerah

Suku Bajing

335

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 3. Jenis dan Populasi Primata di Bagian Timur TNBK


Jenis Lokasi T. Lokang - Kaung - Motitik - Naing - Anai N. Bungan - Camp - Aso - Iti - Bungan Tahanyan -Hopungoi -Hotuang -Kesapan Menyakan - Camp - Timur - Barat 1 - Barat 2 - Leleak - 2830 Apeang - Camp - Kabu - Ubut - Matik Putan - Alui - Munyin - Pengkaran - Sengkian - Longurun Jumlah Orangutan JK JI Klampiau JK 8 5 JI 34+ 16+ Hout JK 6 2 8 7 6 5 2 JI 28 8+ 32+ 18+ 27 11+ 4 1 2 Mopuan JK JI Tengseng JK JI Beruk JK JI JK 7 2 Kera JI 48+ 16+

2 2 1

8+ 9+ 4+

2 2 2

7 6+ 7+

3 1 3

31+ 9+ 19+

3 1 1

8 4 4

5 7 5

20 13 10+

13+

4 3 2 1 3

16 12 8 2 11

2 1 3 2

8 4 12 8

2 1 1 1 4

12 5 8 8 19

5 3 2 4

15 10 7 14

1 1 1 3 2

1 4 4 1

13+ 16+ 13+ 5+

1 2 1 1 3 8 55 191 + 59 214+ 1 2 1 5 21+ 42 256+

Keterangan : JK = Jumlah Kelompok ; JI = Jumlah Individu ; + jumlah minimum

336

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tabel 4. Jumlah Kelompok / Jumlah Individu dan Frekwensi Relatif Jenis-jenis Primata Bagian Timur TNBK
Lokasi & Fr (%) Fr (%) 1. T. Lokang 2. N. Bungan 3. Tahanyan 4. Menyakan 5. Apeang 6.N. Putan Orang utan 7,94 0/8 Klampiau 30,16 13/50 6/20 5/16 13/49 14/46 3/10 Jenis (Kelompok/Individu) Tengsen Hout Mopuan g 26,98 1,59 1,59 23/86 13/42 1/2 17/43 8/32 2/5 0/1 1/6 Beruk 4,76 5/21 Kera 26,98 9/64 7/59 4/13 9/52 10/47 3/12

Keterangan: T = Tanjung N= Nanga

Tabel 5. Jenis dan Populasi Primata di Bagian Barat TNBK


Lokasi Derian (4 kms) Pait (6 kms) Condong (3 kms) Pakararu (8 kms) Benalik (4 kms) Total Kelompok Total Individu Pp 4 5 4 7 5 25 25 Hm 8 26 4 11 3 52 166-172 Pres. 1 20 3 2 13 39 ? Mac. 0 35 1 9 11 56 ?

172

Keterangan : Pp : Pongo Pygmaeus; Hm : Hylobates moloch; Pres : Genus Presbytis; Mac. : Genus Macaca

Tabel 6. Status Konservasi Jenis-jenis Primata TNBK menurut Undang-undang RI, IUCN dan CITES
No 1 2 3 4 5 6 7 Jenis Pongo pygmaeus Hylobates muelleri Presbytis frontata Presbytis rubicunda Tarsius bancanus Macaca nemestrina Macaca fascicularis UU RI D/1931 D/1931 D/1979 D/1977 D/1973 TD TD IUCN E CITES Apendix 1

Keterangan: D = dilindungi; TD = Tidak dilindungi; E = endangered

337

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Daftar Pustaka Altmann, J. 1974, Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Behaviour,49;227-267. MacKinnon, J., W. Ramono. 1993. Orang-Utans as Flagships Species for Conservation. Proc. of the Great Apes Conference and Symposium. Jakarta, Indonesia. Sudjito, H. 1996. Laporan Studi Taman Nasional Bentuang Karimun. Lokakarya Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun. WWF Indonesia Programme. Pontianak, Indonesia. van Schaik, C., J. Sugardjito. 1990. Orang-utans: Current Population and Status, Threats and Conservation Measures. Proc. The Great Apes International Conference and Symposium. Jakarta, Indonesia.

338

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keanekaragaman, Distribusi, Ekologi Serta Aspek Konservasi Burung Di Taman Nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat Wahyu Raharjaningtrah - Yayasan Pribumi Alam Lestari, Hari Prayogo - WWF Indonesia-TNBK Abstrak Penelitian untuk mengungkapkan kekayaan avifauna di Taman Nasional Bentuang Karimun, telah dilakukan dalam beberapa periode, yakni Mei-Juli 1996, November-Desember 1996, Januari 1997, dan September 1997. Tujuan penelitian adalah untuk (i) menyediakan data ornitologi guna mempersiapkan rancangan pengelolaan TNBK, (ii) mengungkap-kan jenis burung serta komunitas burung di kawasan TNBK (iii) mengembangkan rancang program penelitian lebih lanjut pada bidang ornitologi, dan (iv) mengidentifikasi gangguan-gangguan terhadap populasi burung serta upayaupaya konservasi yang sebaiknya dilakukan. Penelitian yang dilakukan adalah observasi lapangan dengan menggunakan metode garis transek, observasi habitat secara umum, mendaftar jenis burung dan penangkapan burung dengan menggunakan jala kabut. Lokasi penelitian meliputi lima daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS Bungan, Kapuas, Sibau, Mendalam dan Embaloh, dengan ketinggian berkisar antara 100 hingga 1,400 m dpl. Jumlah jenis burung yang berhasil dijumpai adalah 301 jenis. Dua puluh empat jenis diantaranya teridentifikasi sebagai burung endemik untuk Borneo; 4 jenis endemik untuk Sumatera dan Borneo; dan 3 jenis termasuk endemik untuk Sunda Besar, sedangkan jenis burung pengembara (migran) tercatat 23 jenis. Kecuali itu 6 jenis burung yang selama ini diketahui penyebarannya hanya di wilayah Borneo utara, ternyata juga ditemukan di TNBK, dengan demikian ke-6 jenis ini merupakan catatan terbaru untuk Indonesia, yaitu Accipiter nisus, Pycnonotus flavescent, Dendrocitta cinerascens, Luscinia calliope, Ficedula parva dan

339

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Rhinomyias brunneata. Berdasarkan Undang Undang Perlindungan Satwa Liar Indonesia, tercatat 64 jenis yang dilindungi Undang Undang Perlindungan Satwa Liar Indonesia, diantaranya 8 jenis rangkong dan enggang, 17 jenis burung pemangsa (elangelangan), 10 jenis raja udang dan 16 jenis burung madu. Secara umum gangguan terhadap keberadaan jenis burung belum nyata, hanya saja untuk beberapa jenis tertentu yang memiliki nilai ekonomis tinggi, perburuan yang intensif sering dilakukan. Jenis burung yang sampai saat ini sering diburu adalah kerakau (Pycnonotus zeylanicus) dan beo/tiong (Gracula religiosa). Selain itu beberapa gangguan lain yang masih ada adalah adanya bukaan-bukaan ladang emas yang dilakukan secara tradisional dan adanya penebangan liar. 1. Latar Belakang

Laporan ini merupakan komponen ornithologi dari Proyek ITTO-WWF Indonesia Program untuk membuat Rancangan Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK), Kalimantan Barat. Tujuan dari proyek ini adalah: (i) untuk menyediakan data ornithologi dalam mempersiapkan rancangan pengelolaan untuk TNBK, (ii) untuk mengembangkan rancang program penelitian lebih lanjut pada bidang ornithologi, (iii) untuk mengungkapkan jenis burung serta komunitas burung di kawasan TNBK dan (iv) untuk mengidentifikasi gangguan-gangguan terhadap populasi burung serta upayaupaya konservasi yang sebaiknya dilakukan. Borneo merupakan unit biogeografi sub-regional Sunda yang paling kaya dalam bentang Indo-Malaya. Flora dan fauna sub-regional Indo-Malaya ini menunjang sekitar 500 jenis burung (Smythies, 1981; MacKinnon, 1994) dan 29 jenis diantaranya endemik untuk Borneo, kecuali itu 29 jenis diantaranya (21 jenis di dalamnya, juga merupakan jenis burung endemik) merupakan spesies sebaran terbatas (Sujatnika et al., 1995). Kalimantan merupakan dua pertiga wilayah Borneo, tetapi masih banyak yang belum tergali dan terungkap di daerah tersebut. Andrew (1992) mencatat bahwa jumlah jenis burung di Kalimantan sebanyak 479 jenis, tetapi baru-baru ini, van Balen dan Nurwatha (1996, inprep.) menemukan sekitar 8 jenis burung yang baru tercatat untuk Kalimantan, dan 4 diantaranya endemik untuk Borneo (van Balen, 1996).

340

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.

Penelitian Lapangan dan Metoda

Disesuaikan dengan rancangan awal, studi lapangan dilakukan dalam beberapa periode, yaitu Mei-Juli 1996, November-Desember 1996, Januari dan September 1997. Studi lapangan ini berupa observasi lapangan dengan metoda garis transek, observasi habitat secara umum, mendaftar jenis burung dan penangkapan burung dengan menggunakan jala kabut. Sigi dilakukan di lima aliran sungai utama dan satu daerah dataran tinggi: 1. Sungai Bungan; lokasi sigi di Tanjung Lokang dan sekitarnya (Tembirong Tingan, Dang Bawan, Diang Kawung & Tj.Lokang), Sungai Ulu Motay di hulu Sungai Pono; 2. Sungai Kapuas, sekitar 1,5 jam ke hilir Tanjung Lokang; Nanga Bungan (Bukit Aso, Sungai Iti & Bukit Suronang) serta Sungai Tahanyan (sekitar 30 menit dari Nanga Bungan); 3. Sungai Sibau; Nanga Menjakan besar, Nanga Menjakan kecil dan Nanga Belabi. 4. Sungai Embaloh; Sungai Tekelan, Sungai Pait, Sungai Apeang dan Bukit Condong, dengan ketinggian daerah sampai 1,200 m dpl. 5. Sungai Mendalam, Sungai Mentebat, Sungai Harongon dan Sungai Pari. 6. Kapuas Hulu; Hulu Sungai Tahanyan dan Sungai Bara, daerah dengan ketinggian 1,000 1,400 m dpl. Tim peneliti yang terdiri atas dua orang pada dua periode penelitian menghabiskan waktu selama 6 hari di setiap lokasi kecuali lokasi Embaloh 40 hari dan Kapuas Hulu selama 18 hari dan secara keseluruhan tim menghabiskan waktu selama 88 hari kerja lapangan. Sedangkan saat ekspedisi Borneo Biodiversity menghabiskan waktu selama 25 hari dengan anggota peneliti sebanyak 6 orang. Sehingga total waktu penelitian adalah 113 hari.

3. Hasil Penelitian 3.1. Status dan Distribusi Burung Selama lima bulan studi lapangan di lokasi-lokasi yang telah disebutkan di atas, telah ditemukan total sebanyak 301 jenis burung dan enam jenis burung merupakan catatan baru untuk Indonesia (Andrew, 1992; Nurwatha, 1996; Sujatnika, pers.com), di DAS Bungan terdeteksi sebanyak 178 jenis, DAS

341

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Kapuas 124 jenis, DAS Sibau 126 jenis, DAS Embaloh 237 jenis, DAS Mendalam 126 Jenis dan di perbukitan Kapuas Hulu 116 jenis burung. Grafik 1. Perbandingan jumlah jenis burung di setiap DAS.

250 200 150 100 50 0 DAS Bungan DAS Sibau DAS Embaloh DAS Mendalam DAS Kapuas Hulu Kapuas

Dari jumlah jenis burung tersebut, 63 jenis diantaranya dilindungi oleh UndangUndang Satwa Liar Indonesia, 24 jenis merupakan burung endemik Borneo, tiga jenis endemik untuk Sunda Besar, empat jenis endemik untuk Sumatra dan Borneo dan empat belas jenis merupakan spesies sebaran terbatas (Andrew, 1992; MacKinnon, 1994; Sujatnika et al., 1995). Jika dilihat dari status keterancamannya, maka lima jenis termasuk rentan, 18 jenis mendekati terancam (NT) dan satu jenis kurang data lapangannya (Collar et al., 1994; Shannaz et al., 1995). 3.2. Burung endemik di TN Bentuang Karimun Dari 24 jenis burung endemik untuk Borneo yang terdeteksi, 2 jenis diantaranya tertangkap dan dikoleksi sementara yang lainnya tercatat terlihat. Tercatat juga 4 jenis burung endemik untuk Borneo dan Sumatera (ESB) dan 3 jenis endemik untuk region Sunda Besar. Endemik untuk Kalimantan: Lophura bulweri Harpactes whiteheadi Megalaima monticola Megalaima eximia Sempidan Kalimantan Takur gunung Takur leher hitam

342

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Megalaima pulcherrima Calyptomena hosii Calyptomena whiteheadi Pitta baudii Dendrocitta cinerascens Pytiriasis gymnocephala Malacocincla perspicilata Napothera atrigularis Napothera crassa Ptilochicla leucogrammica Urosphena whiteheadi Cyornis superbus Yuhina everetti Arachnothera evereti Arachnothera juliae Prionochilus xanthopygius Dicaeum monticolum Oculocincla squamifrons Chlorocharis emiliae Lonchura fuscans

Madi-hijau perut-biru Madi-hijau whitehead Paok kepala biru Pelanduk Kalimantan Berencat leher-hitam Berencet gunung Berencet Kalimantan Buntut-tumpul Kalimantan Sikatan Kalimantan Yuhina Kalimantan Burung-cabe kalimantan Burung-cabe panggul-kelabu Opior Kalimantan Opior Kalimantan Bondol Kalimantan

Endemik untuk Sumatera dan Borneo: Pycnonotus nieuwenhuisii Setornis criniger Cyornis caerulatus Garrulax paliatus Endemik untuk Sunda Besar: Coracina larvata Tephrodornis gularis Eumyias indigo Kepudang-sungu gunung Jingjing petulak Sikatan ninon Kutilang gelambir-biru Empuloh paruh-kait Sikatan biru-langit Poksai mantel

343

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.3. Jenis-jenis burung yang baru tercatat untuk Indonesia Dijumpai ada 6 jenis burung yang merupakan catatan baru untuk Indonesia, jenis-jenis tersebut adalah: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Nama Ilmiah Accipiter nisus Pycnonotus flavescens Dendrocitta cinerascens Luscinia calliope Ficedula parva Rhinomyias brunneata Nama Indonesia Accipitridae Pycnonotidae Corvidae Turdidae Muscicapidae Muscicapidae

3.4. Jenis-jenis burung pengembara yang singgah di TNBK Pada bulan Oktober - Maret, Indonesia biasa dilalui oleh kelompok-kelompok burung yang bermigrasi dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan atau sebaliknya. Pada dua bulan observasi kedua terdeteksi sebanyak dua puluh tiga jenis burung pengembara tercatat terdapat di TNBK, burung-burung tersebut datang dari belahan bumi utara sebagai pengunjung musim dingin dan tidak berbiak di TNBK. Burung-burung tersebut adalah: No. Nama ilmiah 1. Egretta garzeta 2. Accipiter nisus 3. Tringa hypoleucos 4. Phalaropus lobatus 5. Alcedo atthis 6. Halcyon coromanda 7. Halcyon pileata 8. Eurystomus orientalis 9. Pitta nympha 10. Hirundo rustica 11. Dicrurus macrocercus 12. Luscinia calliope 13. Eritachus cyane 14. Oenanthe oenanthe 15. Phylloscopus borealis 16. Locustella certhiola Nama Indonesia Kuntul kecil Trinil pantai Kaki rumbai kecil Rajaudang eurasia Cekakak merah Cekakak Cina Tiong-lampu cek-cek Paok bidadari Layang-layang api Srigunting hitam Kucica Siberia Cikrak kutub Cici belang

344

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Locustella lanceolata Muscicapa sibirica Ficedula narcissina F. mugimaki F. parva Motacilla cinerea Motacilla flava

Cici lurik Sikatan sisi-gelap Sikatan narcisus Sikatan mugimaki Kicuit batu Kicuit kerbau

Kecuali itu beberapa jenis burung lokal memperlihatkan kecenderungan melakukan migrasi lokal. Sempidan Kalimantan sering disebut-sebut sebagai burung yang bermigrasi lokal pada musim-musim buah tertentu, seperti Sengkuang, mendahului perpindahan babi hutan. Bondol Kalimantan juga disebut-sebut sebagai burung pengembara lokal yang bermigrasi pada saat perbenihan dan penuaian padi di ladang-ladang. 3.5. Jenis-jenis burung yang dilindungi di TN Bentuang Karimun Jenis-jenis burung yang dilindungi oleh Undang-undang satwa liar Indonesia tercatat ada 64 jenis, yaitu satu jenis Anhingidae (Pecuk Ular Anhinga melanogaster), 17 jenis burung pemangsa (elang-elangan), Kuau (Argusianus argus), 5 jenis burung Luntur (Harpactes spp), 10 jenis burung raja udang, 8 jenis burung rangkong dan enggang, 4 jenis burung paok (Pitta spp), Kipasan belang (Rhipidura javanica), Tiong emas (Gracula religiosa), dan 16 jenis burung madu (Nectariniidae). 3.6. Jenis-jenis burung dengan sebaran-terbatas Mengingat luas penyebaran burung berbeda-beda satu sama lainnya, untuk menentukan luas baku agar memungkinkan membandingkan satu saerah dengan daerah lainnya di dunia, spesies burung yang memiliki luas penyebaran tidak lebih dari 50,000 km2 dipilih sebagai indikator. Luasan ini kurang lebih seluas Jawa Barat. Spesies-spesies tersebut kemudian dinamakan sebagai spesies sebaran terbatas. Indikator ini kemudian dianalisis dan dari analisis tersebut berhasil diidentifikasi sebanyak 221 Daerah Burung Endemik (DBE) di seluruh dunia. Daerah-daerah tersebut merupakan tempat hidup bagi 95% dari seluruh (2.609 spesies) burung sebaran terbatas di dunia dan Indonesia memiliki DBE sebanyak 24 sebagai negara yang mempunyai DBE terbanyak di dunia.

345

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Di Kalimantan hanya terdapat satu DBE yaitu DBE Pegunungan dengan 29 jenis burung sebaran terbatas (20 dari Kalimantan dan 9 dari Borneo utara) (Sujatnika et al. 1995). Selama observasi dilakukan telah berhasil ditemukan 16 jenis burung sebaran terbatas, seperti tertera di bawah yang terdiri dari 13 jenis dari Kalimantan dan 3 jenis dari Borneo utara yang ternyata juga terdapat di TNBK: Jenis-jenis burung sebaran terbatas yang terdapat di TNBK: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Nama ilmiah Harpactes whiteheadi* Megalaima eximia M.pulcherrima* M. monticola Calyptomena hosii C. whiteheadi Pycnonotus nieuwenhuisii Napothera crassa Garrulax paliatus Urosphena whiteheadi Yuhina everetti Rhinomyias gularis* Arachnothera juliae Dicaeum monticolum Oculacincta squamifrons Chlorocharis emiliae Nama Indonesia Takur leher-hitam Takur gunung Madi-hijau perut-biru Madi-hijau whitehead Kutilang gelambir-biru Berencet gunung Poksai mantel Buntut tumpul kalimantan Yuhina Kalimantan Burung-cabe panggul-kelabu Opior Kalimantan Opior Kalimantan

Catatan:* menurut Sujatnika et al. (1995) hanya terdapat di Borneo utara. Ada sedikit kemiripan dan keterkaitan antara burung endemik dengan burung sebaran-terbatas, yaitu pada keterbatasan daerah penyebarannya dan apabila dilihat dari jenis burungnya, dari 15 jenis burung sebaran-terbatas 12 jenis diantaranya juga merupakan burung endemik Borneo. 3.7. Status Keterancaman Ada beberapa tingkatan status keterancaman menurut Collar et al. (1994) yaitu Kritis ( C = Critical), Genting ( E = Endangered), Rentan ( V = Vulnerable), dan Punah ( Ex = Extinc) serta dua kriteria tambahan yang dahulu digunakan oleh IUCN yaitu Mendekati Terancam (NT = Near-threatened) dan Kurang

346

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Data Lapangan (DD = Data Deficience). Di TN Bentuang Karimun selama observasi dilakukan telah tercatat satu jenis burung (Pycnonotus nieuwenhuisii) dengan status Kurang Data Lapangannya, lima jenis burung (Spizaetus nanus, Lophura bulweri, Aceros corrugatus, Pycnonotus zeylanicus, dan Malacocincla perspicilata) dengan status Rentan dan 18 jenis burung dengan status Mendekati Terancam. Burung-burung yang mendekati terancam punah No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Nama Ilmiah Anhinga melanogaster Aviceda jerdoni Ichtyophaga humilis I. ichtyaetus Anthracoceros malayanus Buceros vigil Megalaima rafflesii Pitta baudii Setornis criniger Pytiriasis gymnocephala Platysmurus leucopterus Trichastoma rostratum T. bicolor Malacopteron albogulare Ptilochicla leucogrammica Cyornis caerulatus C. turcosus Dicaeum everetti

Nama Indonesia Pecuk-ular Asia Baza jerdon Elang-ikan kecil Elang-ikan kelabu Kangkareng hitam Enggang gading Takur tutut Paok kepala-biru Empuloh paruh-kait Tangkar kambing Pelanduk dada-putih Pelanduk dwiwarna Asi dada-kelabu Berencet Kalimantan Sikatan biru-langit Sikatan Melayu Burung cabe tungging coklat

Status keterancaman, endemisitas, penyebaran dan sistem perlindungan satwa liar apabila digabung dan ditumpang-tindihkan dapat dijadikan sebagai pedoman prioritas pengelolaan jenis-jenis burung beserta habitatnya di TN Bentuang Karimun dan dengan sendirinya akan mencakup semua jenis burung dan hidupan liar lain yang terdapat di TN. 3.8. Habitat yang Dibutuhkan dan Penggunaan Ruang Vegetasi di kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun secara predominan terbangun atas vegetasi hutan dataran rendah dan perbukitan dipterocarpacea

347

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

campuran dan hutan submontana (di atas 800 m dpl). Secara keseluruhan, termasuk habitat perairan perbukitan (hill stream) dan sungai secara khusus terwakili karena keanekaan habitat dan ketersebaran sumber pendukung kehidupan. Hutan dipterocarpaceae campuran yang dipengaruhi oleh kecuraman lembah sangat tinggi tingkat sistem pendukung kehidupannya bagi hidupan burung hutan dan di daerah tersebut terwakili oleh kelompok taksonomi yang beraneka. Kebanyakan dari hutan-hutan yang terdapat di kawasan TNBK, dapat menunjang kehidupan burung, sebagian besar burung-burung passerine dapat menerima kondisi habitat yang sudah tidak alamiah seperti ladang, tempat terbuka karena bukaan emas dan gangguan lain seperti perburuan. Komposisi jenis burung dapat bervariasi dari satu habitat ke habitat lain, faktor ketinggian juga mempengaruhi hal tersebut apalagi ditambah dengan adanya spesialisasi burung dalam menempati ruang secara stratifikasi. Hutan sekunder juga memperlihatkan suatu perbedaan komposisi keberadaan burung dengan di hutan primer dan sekunder tua, walaupun untuk melihat hal tersebut masih diperlukan penelitian lanjut yang lebih intensif dan kuantitatif. Untuk menyederhanakan pemakaian ruang oleh burung, habitat di kawasan TNBK dibagi dalam beberapa katagori umum, mengikuti Grubh (1996), yaitu: (1) habitat perairan, sungai besar dan sungai kecil, (2) tegakan hutan dan (3) semak belukar dan lantai hutan. Analisis penggunaan habitat di kawasan TNBK oleh burung seperti yang terlihat pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa 72% burung mempergunakan pohon besar dan kecil untuk mencari makan dan bersarang. Yang dimaksud dengan mencari makan (foraging) adalah memakan buah, serangga dan herpetofauna yang ditemukan di semak-semak kecuali itu lantai hutan menawarkan dukungan kehidupan yang tinggi, demikian juga sebagai tempat bersarang. Semak belukar dan lantai hutan mendukung kehidupan 48% burung di kawasan TNBK. Sebagai tempat bersarang pohon besar menarik sekitar 13% burung untuk mempergunakannya dan yang paling tergantung adalah Rangkong, Enggang dan Julang serta beberapa jenis elang dan Beluk ketupu. Habitat perairan, terutama aliran air perbukitan (hill stream) dan sungai merupakan habitat utama dari 13% jenis burung termasuk Kokokan, Kuntul, Elang ikan, Trinil, sembilan jenis raja udang, dan dua jenis meninting.

348

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Grafik 2. Prosentasi pemakaian habitat di TNBK


80 70 60 50 40 30 20 10 0 pohon besar & kecil semak & lantai hutan pohon besar perairan

3.9. Musim Berkembangbiak Pada saat observasi dilakukan hanya sedikit bukti-bukti musim berkembang biak, baik dari burung Passerine ataupun dari burung non-Passerine. Tapi dari beberapa temuan dapat disimpulkan sementara bahwa antara bulan April dan Mei adalah waktu burung Passerine kawin karena pada bulan Juni dan Juli telihat beberapa jenis burung tengah mengajari anaknya terbang. Sementara itu untuk jenis burung non-Passerine, dalam hal ini Aceros comata, terlihat tengah mengasuh anaknya pada bulan Desember. Tapi informasi masyarakat lokal mengatakan bahwa jenis Rangkong, Enggang dan Julang musim beranaknya tidak teratur, sangat tergantung pada keberadaan dan musim buah-buahan hutan. 3.10. Kebiasaan makan Makanan utama burung-burung di TNBK selama empat bulan pengamatan tercatat serangga, buah-buahan, madu, biji, ikan dan herpetofauna serta burung. Sangat menarik untuk dicatat bahwa 91% dari 301 jenis burung yang tercatat, makanan utamanya adalah serangga. Buah-buahan dan biji-bijian merupakan makanan kegemaran 35% jenis burung lain, 9.3% burung menyantap madu dan 18.6% pemakan ikan serta 7% lainnya predator pemakan herpetofauna dan burung lain. Dari data di atas sangat jelas terlihat bahwa serangga hutan dan buahbuahan serta madu (bebungaan) memegang peranan penting dan sangat vital bagi keberlangsungan hidup burung dan burung-burung tersebut mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyeimbang ekosistem hutan TNBK. Dari 137 jenis burung yang makanan utamanya serangga 102 jenis diantaranya hanya memakan serangga dan 18 dari 28 jenis pemakan madu hanya menyantap madu. Grafik 3. Prosentasi makanan burung di TNBK

349

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

100 80 60 40 20 0

serangga buah & biji madu ikan herpetofauna serangga saja hanya madu

3.11. Peran Burung di Dalam TN Bentuang Karimun Telah diketahui dengan sangat baik bahwa sistem ekologi dinamis merupakan produk interaksi antara komponen biotik dan abiotik. Setiap komponen mempunyai peran yang khas dan tidak tergantikan dalam menjaga kesehatan dan stabilitas ekosistem. Burung merupakan salah satu komponen biotik dalam sistem ekologi hutan tropis TNBK dan berperan dalam sedikitnya tiga aspek penting, yaitu (I) penyerbukan, (ii) penyebaran benih dan (iii) pengontrolan serangga secara biologis. 3.11.1 Penyerbukan Penyerbukan bunga dengan bantuan burung merupakan proses ekologi rutin yang penting dalam hutan. Sejumlah besar tanaman mempunyai bunga yang harus diserbuki oleh lebih dari satu macam penyerbuk antara lain burung dan kelelawar. Diantaranya terdapat tumbuhan-tumbuhan yang hanya dapat diserbuki secara khusus oleh satu atau dua jenis penyerbuk saja. Sebagai contoh, tumbuhan dari suku Loranthacea, mempunyai mekanisme bunga sedemikian rupa sehingga hanya burung madu dan Pijantung yang dapat menyerbukinya. Burung yang berperan menyerbuki bebungaan di TNBK terbagi dalam beberapa suku yaitu Aegithinidae, Pycnonotidae, Dicruridae, Oriolidae, Timaliidae, Turdidae, Nectariniidae dan Dicaeidae, semuanya terwakili dengan sangat baik di TNBK. Sistem penyerbukan bunga oleh burung ini memerlukan penelitian lebih lanjut, karena sangat penting artinya bagi rancangan pengelolaan TN dalam restorasi hutan sebagai habitat satwa dan juga secara ilmiah.

350

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.11.2. Penyebaran benih Seperti telah diungkapkan di atas bahwa 35% burung yang tercatat selama pangamatan merupakan burung frugivorous. Kelompok burung yang berperan dalam menyebarkan benih-benih yang besar adalah burung dara (8 jenis), rangkong (8 jenis), Takur (9 jenis) dan Eurylaimidae (5 jenis). Penyebaran biji juga sudah diketahui merupakan proses kestabilan keragaman hutan. Terutama pada hutan sekunder dan yang sedang dalam proses pemulihan, penyebaran benih oleh burung merupakan sumbangan penting bagi pemulihan lingkungan. Adalah suatu hal yang kebetulan bahwa dari analisis distribusi burung di TNBK, burung-burung penyebar benih dan pemakan madu sebagai penyerbuk lebih banyak ditemukan di daerah-daerah dengan kualitas hutan yang relatif kurang baik seperti hutan sekunder muda dan hutan bekas ladang dan tempat-tempat yang lebih terbuka lainnya. 3.11.3. Kontrol biologis untuk serangga Seperti telah diketahui di atas bahwa 91% burung yang tercatat selama penelitian, makanan utamanya adalah serangga. Masing-masing jenis burung mempunyai kekhasannya masing-masing dalam memburu dan memakan serangga. Sebagai contoh, burung pelatuk hanya memakan serangga kayu; Asi, Berencet dan Tepus memakan serangga-serangga serasah dan dedaunan. Sikatan dan srigunting memakan serangga terbang dan lain-lain. Kecuali itu dalam kelompok burung terdapat suatu kelompok campuran burung pemakan serangga yang bersama-sama terbang mencari makan dalam satu kelompok yang biasanya terdiri atas minimal 7 jenis burung dengan jumlah individu yang bervariasi. Menurut Jepson (1997) kelompok campuran ini merupakan suatu fenomena mencari makan yang khas dari burung pemakan serangga dan masih harus diteliti lebih lanjut dan rinci. 3.12. Daerah-daerah prioritas untuk burung Burung sedikit banyak terdistribusi hampir merata di seluruh daerah dataran rendah yang diamati sesuai dengan kebutuhan habitatnya masing-masing. Semua hutan primer dan sekunder tua di dalam kawasan Taman Nasional dapat dikatakan merupakan daerah kritis bagi keberlangsungan hidup hidupan liar, tidak saja rangkong dan kuau, tapi juga bagi jenis-jenis burung yang lain yang memperkaya keragaman burung di kawasan ini. Daerah-daerah tertentu seperti

351

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tanjung Lokang dan sekitarnya serta Nanga Hovat sudah sangat terganggu sehingga burung-burung rangkong dan kuau sudah agak jarang, tapi banyak sekali terdapat burung-burung pemakan madu dan serangga serta jenis-jenis burung ketilang sebagai penyebar benih, hal ini berarti bahwa ada kemungkinan adanya restorasi hutan. Nanga Bungan sangat baik bagi perlindungan rangkong dan kuau demikian juga di Menyakan kecil di hulu Sungai Sibau sert Mendalam dan Kapuas Hulu. 3.13. Pengaruh pemanfaatan hutan terhadap burung 3.13.1. Perladangan berpindah Suku dayak secara tradisional melakukan kegiatan perladangan berpindah engan cara tebang habis. Setiap keluarga rata-rata memerlukan lahan seluas sekitar dua hektar untuk kebunnya. Rata-rata setelah lebih dari 20 tahun mereka akan kembali ke tempat yang sama untuk dibuka lagi untuk dibuat kebun. Untuk kemudahan, mereka membuka hutan di sekitar aliran air, sehingga terlihat bahwa di sepanjang sungai hutan-hutan banyak yang rusak atau berubah fungsi sebagai kebun. Tapi pada saat ini penduduk di sekitar tanjung lokang membuka ladang jauh ke dalam hutan sampai kira-kira 5-6 km dari kampung mereka, demikian juga dengan pertambahan penduduk membuat semakin banyak dan luas areal yang dibuka untuk dijadikan ladang. Masih belum diketahui secara pasti efek perubahan fungsi hutan ini pada burung di daerah tnbk, perlu penelitian lebih lanjut dan teliti untuk itu, agar diketahui dengan pasti masalah-masalah yang timbul karena hal tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena pada daerah-daerah yang terganggu tersebut, keanekaan jumlah jenis burungnya cukup besar. 3.13.2 Perburuan Sejak dahulu secara tradisional, suku Dayak terutama Dayak Punan merupakan suku pemburu dan pada beberapa hal kegiatan tersebut masih dipertahankan, dengan intensitas yang semakin menurun. Saat ini baru diketahui bahwa efek dari kegiatan tersebut adalah bahwa burung-burung menjadi semakin liar, sulit untuk didekati, tapi efeknya pada populasi dan keanekaan burung masih harus diteliti lebih lanjut dan rinci. Tidak ada program penyuluhan yang dijalankan, baik oleh Departemen Kehutanan ataupun instansi pemerintah lainnya. WWF - IP baru dalam tahap pengumpulan informasi, belum sampai ke penyampaian penyuluhan yang intensif. Sudah saatnya berbagai pihak terkait mulai melakukan

352

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

program penyuluhan pada masyarakat berkaitan dengan adanya pengembangan kawasan TNBK. 4. Ringkasan Penemuan dan Kesimpulan Fakta-fakta, penemuan dan kesimpulan di bawah ini yang terlahir dari observasi tersebut di atas merupakan sumbangan besar yang nyata dari sudut ornithologi bagi pengembangan dan pengelolaan kawasan TNBK. Dari posisi kawasan TNBK yang terletak di perbatasan Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Negara Bagian Sarawak) dan berfungsi sebagai trans-frontier reserve, juga merupakan unit ekologi hutan hujan tropis dataran rendah, submontana bawah dan submontana sangat penting artinya dan perlu untuk dilindungi dan dikelola sebagai kawasan lindung. Dari sudut keanekaragaman hayati, unit ekologi yang besar ini, cukup tinggi nilainya jika dilihat dari sudut keanekaan burung yang ditemukan sampai saat ini. Total sebanyak 301 jenis burung tercatat di TNBK sejauh ini, sebanyak 278 jenis resident dan 23 jenis burung migran, 55% dari burung residen Kalimantan ditemukan di sini. Dari segi keendemisitasan, 24 dari 29 jenis burung endemik Borneo ditemukan di TNBK dan 63 jenis burung yang dilindungi oleh Undangundang satwa liar Indonesia juga ditemukan di sini. Keanekaan burung di kawasan ini sangat kaya dan memainkan peranan yang sangat penting dalam memelihara keanekaragaman hayatinya. Kecuali itu 6 jenis burung yang selama ini hanya diketahui penyebarannya hanya di dan sampai Borneo utara, ternyata juga ditemukan di TNBK. Beberapa burung Passerine berkembang biak di TNBK pada bulan-bulan tertentu (April sampai Juni), tapi menurut dugaan burung-burung tersebut berkembang biak sepanjang tahun. Hutan primer dan sekunder tua yang mendekati tahap klimaks sangat penting bagi keberlanjutan hidup banyak jenis burung secara ilmiah dan budaya termasuk burung rangkong, sempidan dan 86% burung endemik Borneo sejauh ini telah tercatat di kawasan ini. Pohon-pohon besar sangat dibutuhkan bagi perkembang biakan beberapa jenis burung untuk membuat lubang sarangnya. Selain itu burung-burung pemakan buah, biji dan benih sangat bergantung pada keberadaan dan kelancaran musim berbuah. Sejauh ini gangguan manusia terhadap kawasan ini masih belum nyata, tapi di

353

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

beberapa tempat telah dibuat bukaan-bukaan ladang emas walaupun masih secara tradisional, juga di beberapa daerah mulai ada penebangan-penebangan liar untuk diperjualbelikan. Perladangan berpindah banyak terjadi di daerahdaerah sekitar sungai besar maupun kecil, sementara perburuan satwa liar masih dalam taraf untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kecuali perburuan babi hutan. Walaupun begitu perburuan ini sepertinya telah mengusir beberapa jenis burung, seperti Sempidan Kalimantan, Kuau dan Rangkong dari daerah peripheral. 5. Daerah Pelestarian dan Pemanfaatan Dengan melihat faktor-faktor seperti potensi kawasan, tingkat interaksi potensi kawasan dengan pemanfaatan sumber daya alam baik secara langsung maupun tidak langsung serta faktor-faktor kemudahan dalam pengelolaan. Beberapa kawasan TNBK dapat dikelompokkan kedalam daerah pelestarian alam dan daerah pemanfaatan. Dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut diatas, maka daerah seperti sungai Tekelan sampai dengan bukit Condong dan daerah dari Nanga Menjakan besar sampai Menjakan kecil dan Gunung Lawit tepat untuk dijadikan daerah pelestarian alam, karena sesuai dengan ketinggian daerahnya yang merupakan daerah hutan dataran rendah dan hutan submontana, keanekaragaman jenis burungnya juga mewakili kedua habitat tersebut. Khusus daerah hutan submontana umumnya merupakan tempat hidup jenis-jenis burung endemik untuk Borneo. Untuk daerah pegunungan ini, Kapuas Hulu dapat dijadikan sebagai daerah pelestarian alam mengingat daerah ini kondisinya masih sangat baik selain itu juga karena tempat ini cukup sulit untuk dikunjungi dan di sekitar perbatasan menyambung dengan daerah perbukitan DAS Mendalam. Sedangkan daerah aliran sungai besarnya seperti sungai Embaloh, Sibau dan Mendalam sesuai untuk dijadikan daerah pemanfaatan, karena menyediakan atraksi alam yang bagus. Beberapa jenis burung besar pemangsa ikan seperti Elang Bondol (Haliastur indus), Elang Ikan Kecil (Ichtyophaga humilis), dan Pecuk Ular (Anhinga melanogaster) dapat mudah dijumpai di sepanjang sungai tersebut, sedangkan daerah perbukitan di kiri dan kanan DAS merupakan tempat hidupnya Kuau (Argusianus argus). Jenis ini hampir setiap pagi bersuara terutama saat musim berkembang biak.

354

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

6. Beberapa Rekomendasi Agar Segera Dilakukan 6.1. Penangkaran Sempidan Kalimantan dan Kuau Proyek penangkaran Sempidan Kalimantan dan Kuau serta empat jenis merakmerakan Kalimantan yang lain sebaiknya segera dibuat. Tujuan dari proyek ini adalah, pertama melepaskan kembali burung-burung hasil penangkaran ke kawasan TNBK dalam usaha untuk memperbaiki tingkat populasi optimum di dalam kawasan. Kedua, sebagian hasil penangkaran dapat diperjual belikan bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar TNBK yang kegiiatan sehari-harinya di dalam taman nasional tereliminasi demi pengelolaan TNBK. 6.2. Pelarangan penebangan pohon-pohon besar Saat ini mulai banyak dilakukan penebangan-penebangan liar di kawasan Mendalam dan Kapuas-Bungan. Pohon-pohon yang ditebang kebanyakan masih di pinggir-pinggir sungai di kawasan Hutan Lindung yang menjadi zona penyangga bagi TNBK, karena alasan kemudahan pengangkutan. Tapi bila pohon-pohon besar di pinggir hutan mulai habis maka penebangan akan dilanjutkan jauh ke dalam hutan dan dalam kawasan TNBK, seperti yang saat ini terjadi pada perladangan berpindah. Seperti diketahui pohon-pohon besar dalam hutan sangat diperlukan bagi keberlangsungan hidup (berbiak) dari burung Enggang, Rangkong dan Julang. Burung-burung tersebut dapat tetap hidup bila banyak pohon buah-buahan, tapi tidak dapat berbiak bila tidak ada pohonpohon besar untuk membuat lubang sarang. 6.3. Regulasi perburuan satwa liar Berburu merupakan kegiatan tradisional masyarakat Dayak, dan akan sangat sulit untuk dilarang, tapi hal itu dapat diatur dengan Undang-undang atau Peraturan Daerah. Saat ini perburuan binatang sangat tidak beraturan, tidak lagi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan tradisi, tapi sudah mreupakan kegiatan mencari nafkah, sehingga bila tidak diatur dapat membahayakan populasi satwa liar. 6.4. Penertiban bukaan emas di kawasan TNBK Sudah sejak lama bukaan ladang emas dilakukan, walaupun sampai saat ini masih dilakukan dengan cara konvensional, tapi semakin banyak orang yang melakukannya. Yang menjadi masalah adalah bahwa bukaan-bukaan ladang

355

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

emas tersebut dilakukan di dalam kawasan TNBK. 7. Usulan Proyek Penelitian Konservasi untuk Fase 2 Topik-topik penelitian konservasi sebagai pertimbangan prioritas pada fase ke 2 untuk rencana pengelolaan adalah sebagai berikut: 1. Studi ekologi dari (a) Bucerotidae, (b) Sempidan Kalimantan, (c) Kuau, (d) burung-burung di aliran perbukitan, (e) burung-burung yang bersarang di lubang-lubang pohon dan (f) burung-burung insectivorous serta frugivorous (g) burung-burung kelompok campuran. 2. Peranan (a) burung pemakan madu dalam penyerbukan, (b) burung pemakan biji-bijian dan buah-buahan dalam penyebaran benih, (c) burung pelatuk dan walet sebagai pengontrol serangga, (d) burung predator. 3. Penangkaran dan pelepasan kembali ke alam serta perdagangan yang terkontrol dari hasil penangkaran dari burung Sempidan Kalimantan. 4. Faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangbiakkan burung berkicau. 5. Penggunaan habitat hutan oleh burung pada berbagai tahap umur dan stratifikasi. 6. Studi ekologi burung walet serta produksi dan pemasarannya. 7. Perburuan burung untuk kepentingan budaya tradisional. 8. Legenda-legenda mengenai burung yang berhubungan dengan budaya tradisional.

Daftar Pustaka Andrew, P. 1992. The birds of Indonesia. A checklist (Peters sequence). Kukila checklist No.1. Indonesian Ornithologists Society. Jakarta. BirdLife International. 1995. Database burung-burung Indonesia. Berdasarkan Kukila checklist. Collar, N.J., M.J. Crosby dan A.J. Stattersfield. 1995. Birds to watch 2. The world list of threatened birds. BirdLife International. Cambridge, UK.

356

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Fry, C.H., K. Fry and a. Harris. 1992. Kingfishers, Bee-eaters and Rollers. A handbook. Cristopher Helm, A & C Black. London. Grubh, R.B. 1996. The avifauna of Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary. Forest Department, Sarawak and International Tropical Timber Organization. Sarawak. ICBP. 1992. Putting biodiversity on the map: priority areas for global conservation. International Council for Bird Peservation. Cambridge, UK. Jepson, P.R. 1997. In: Birding Indonesia. A birdwatchers guide to the worlds largest archipelago. Periplus Edition and BirdLife International-Indonesia Programme, Singapore. MacKinnon, J., K. Phillipps. 1995. A field guide to the birds of Borneo, Sumatra, Java and Bali. Oxford University Press Inc., New York. MacKinnon, K., G. Hatta, H. Halim, and A. Mangalik. 1996. The ecology of Kalimantan. Indonesian Borneo. Dalhousie University. Periplush Editions (HK) Ltd., Singapore. Nurwatha, P.F. 1996. Keanekaan jenis burung di Kayang Mentarang. Draft. Yayasan Pribumi Alam Lestari, Bandung. Shannaz, J., P. Jepson, Rudyanto. 1995. Burung-burung terancam punah di Indonesia. PHPA/MoF - BirdLife International - Indonesia Programme. Bogor. Smythies, B.E. 1981. The birds of Borneo. 3rd edition. The Sabah Socety and The Malayan Nature Society. Kuala Lumpur. Sujatnika, P. Jepson, T.R. Soehartono, M.J Crosby & A. Mardiastuti. 1995. Melesarikan keanekaragaman hayati Indonesia. Pendekatan daerah burung endemik. BirdLife International - Indonesia Programme. Bogor. Van Balen, S. 1996. New record bird for Indonesia. OBC Bulletin Nov. 1996. Oriental Bird Club. Cambridge, UK.

357

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Keanekaragaman Herpetofauna Di Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Djoko T. Iskandar dan D. Y. Setyanto - Jurusan Biologi FMIPA ITB D. Liswanto - WWF Indonesia Abstrak Komposisi herpetofauna dari Taman Nasional Bentuang Karimun dan sekitarnya diamati dari daerah sekitar hulu sungai Kapuas, kaki Gunung Lawit, Bukit Condong dan sekitar Gunung Betung, dan juga mewakili tiga sungai utama yang bersumber dari taman nasional, yaitu Sungai Bungan-Bulit, Sungai Embaloh-Tekelan dan Sungai Sibau-Mendalam. Hasilnya menunjukkan bahwa daerah tersebut sangat kaya dengan fauna amfibi dan reptil, meskipun kerapatannya relatif rendah Hanya beberapa spesies, misalnya, Bufo asper, B. juxasper, Limnonectes leporinus dan L. ibanorum terdapat di semua daerah yang diamati. Dua spesies terakhir juga diambil sebagai makanan tambahan, seperti halnya kura-kura oleh penduduk setempat. Sejumlah kodok (Bufonidae), beberapa jenis katak pohon (Rhacophoridae), kadal Sphenomorphus dan ular Calamaria dapat dipastikan sebagai jenis baru. Jumlah spesies yang diperoleh adalah 104 jenis yang terdiri dari 51 jenis amphibia, 26 jenis kadal, 3 jenis kura-kura dan 21 jenis ular.

Bahan dan Tata Kerja Pengambilan cuplikan dilakukan dengan cara koleksi malam sepanjang sungai. Untuk itu dua sampai tiga orang berjalan menyusuri sungai selebar 5-15 meter dengan kedalaman rata-rata sebesar 50 cm atau kurang. Pengambilan cuplikan tidak dapat dilakukan di daerah sungai yang lebih dalam, mengingat pergerakan peneliti akan sangat terganggu oleh air. Pengambilan pada hari hujan dibatasi mengingat bahaya yang dihadapi dan adanya hujan menyebabkan katak atau kadal dan ular akan bersembunyi di dalam hutan dan tidak turun ke sungai. Pengambilan biasanya dilakukan mulai pk 19.00-24.00. Katak yang diperoleh dikumpulkan dalam kantung kain. Katak berukuran besar ditempatkan bersama katak seukurannya. Katak yang kulitnya beracun ditempatkan dalam kantung kain tersendiri karena dapat

358

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

membunuh jenis katak yang lain. Ular ditempatkan dalam kantung tersendiri, demikian pula halnya dengan jenis-jenis kadal. Spesimen yang diperoleh diawetkan keesokan harinya dengan posisi yang baik dalam formalin 10% sehingga memudahkan penelitian di laboratorium. Spesimen yang sudah keras (awet) disimpan dalam kantung plastik dengan sedikit formalin. Hasil Pengamatan 1. Zona Biologi : Usaha untuk menentukan zona biologi atas dasar keanekaragaman herpetofauna belum dapat dilakukan. Beberapa daerah menunjukkan adanya kemungkinan bahwa ada perbedaan dalam komposisi beberapa jenis fauna seperti tercantum dalam tabel di bawah ini Komposisi beberapa jenis yang spesifik untuk tiga daerah di Bentuang Karimun Embaloh Philautus textus Microhyla borneensis Leptobrachella myobergi Aeluroscalabotes felinus Mabuya indeprensa Pseudorhabdion sp. Lawit - Mendalam Philautus hosii Microhyla perparva Calamaria leucocephala Lepturophis albofuscus Xenodermus javanicus Matalunai - Bulit Limnonectes malesianus Microhyla petrigena Calamaria sp. Trimeresurus spp. Meristogenys sp.

Walaupun demikian, hasil ini perlu pengkajian terlebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh karena : Kebanyakan jenis tersebut hanya ditemukan secara insidentil Populasinya pada umumnya rendah Pengamatan kedua yang dilakukan di tempat yang sama memberikan komposisi fauna yang berbeda Adanya perbedaan zona dataran rendah dan zona pegunungan. Dengan demikian kami belum dapat menyimpulkan bahwa ada zona fauna yang jelas berbeda dari Das yang satu dengan Das yang lain. Meskipun ada kecenderungan mengenai beberapa jenis, misalnya Leptobrachella myobergi tidak ditemukan di daerah Matalunai-Bungan-Bulit memang data yang ditunjang banyak data. Hal ini disebabkan karena populasi Leptobrachella di daerah Embaloh cukup tinggi, di daerah

359

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Gunung Lawit populasinya sangat rendah, sedangkan di daerah Matalunai-Bulit tidak ditemukan sama sekali. 2. Potensi Amphibia dan Reptilia yang perlu penelitian terlebih lanjut 2.1. Kekayaan: Secara umum dari 55 jenis amfibi yang berhasil diamati, 32 jenis di antaranya merupakan jenis yang endemik Borneo (58.2%) Sebelas dari 47 reptil (23.4%) merupakan jenis yang endemik Borneo. Enam jenis amphibia dan dua jenis reptil diperkirakan merupakan jenis baru untuk Borneo 2.1.1 Daftar Kekayaan Herpetofauna dan Potensi Pemanfaatan Untuk Amdal
Species Ichtyophis sp. Ansonia albomaculata Ansonia leptopus Ansonia minuta Ansonia spinulifer Ansonia sp 1 Pedostibes hosii Bufo asper obscurus Bufo divergens Bufo melanostictus Bufo juxasper Pelophryne signata Pelophryne sp Kalophrynus pleurostigma Microhyla petrigena Microhyla maculifera Microhyla borneensis Leptobrachium abbotti Leptobrachium montanum Leptobrachella myobergi Leptolalax hamidi Megophrys nasuta Meristogenys phaeomerus Merystogenys poecillus Species Status jarang jarang umum umum jarang jarang umum umum jarang umum umum jarang jarang umum umum umum jarang jarang jarang jarang umum umum umum umum Status habitat hutan, sungai sungai hutan, sungai hutan,sungai hutan hutan gunung hutam, sungai sungai. rumah hutan rumah hutan hutan,sungai hutan,gunung hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan, sungai sungai sungai habitat indikator baik baik baik baik baik buruk baik baik baik baik baik baik baik baik baik indikator keunikan endemik endemik endemik endemik endemik endemik

endemik endemik endemik endemik endemik? endemik endemik endemik endemik endemik Lanjutan keunikan

360

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Merystogenys sp. Limnonectes conspicillatus Limnonectes ibanorum Limnonectes leporinus Limnonectes malesianus Limnonectes palavanensis Occidozyga laevis Occidozyga sp. Rana chalconota Rana erythraea Rana glandulosa Rana hosii Rana nicobariensis Rana raniceps Rana picturata Staurois latopalmatus Staurois guttatus Philautus textus Philautus hosei Philautus gauni Philautus sp. 1. Philautus sp. 2. Polypedates leucomystax Polypedates otilophus Rhacophorus. appendiculatus Rhacophorus rufipes. Bronchocoela cristatella Bronchocoela jubata Draco volans Draco fimbriatus Gonocephalus grandis Gonocephalus megalepis Gonocephalus sp. Phoxophrys nigrilabris Aeluroscalabotes felinus Cosymbotus platyurus Gonydactylus consubrinus Gonydactylus malayanus Gonydactylus pubisulcus Gehyra mutilata Hemidactylus frenatus Apterygodon vittatum Species

jarang umum abundant abundant jarang jarang jarang jarang umum umum umum umum umum umum umum umum umum umum jarang jarang jarang jarang umum jarang jarang jarang umum umum umum jarang umum jarang jarang jarang jarang umum jarang jarang jarang umum umum umum Status

hutan,sungai hutan,rawa hutan,sungai hutan,sungai hutan hutan hutan,rawa hutan,gunung hutan,rumah rumah rumah sungai hutan,rawa hutan hutan sungai sungai hutan hutan hutan,sungai hutan hutan rumah hutan hutan hutan hutan,rumah rumah hutan,rumah hutan,rumah hutan,sungai hutan hutan,gunung hutan hutan rumah hutan hutan hutan rumah rumah hutan,rumah habitat

baik buruk baik baik baik baik baik baik buruk baik buruk baik baik baik baik buruk baik baik baik buruk buruk buruk indikator

endemik endemik? endemik endemik

endemik endemik endemik endemik endemik endemik endemik endemik endemik

endemik

endemik endemik endemik endemik endemik endemik Lanjutan keunikan

361

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Dasia olivacea Mabuya multifasciata Mabuya indeprensa Sphenomorphus n.sp. Tropidophorus brookei Tropidophorus micropus Varanus dumerilii Varanus salvator Notochelys platynota Manouria emys Dogania subplana Tomistoma schlegelii Amphiesma flavifrons Amphiesma petersi Calamaria n.sp. Pseudorhabdion sp 1 Pseudorhabdion sp 2 Dendrelaphis pictus Dendrelaphis caudolineatus Lepturophis albofuscus Liopeltis tricolor Gonyophis margaritatus Rhabdophis conspicillata Xenelaphis hexagonotus Xenochrophis trianguligera Trimeresurus hageni Trimeresurus sumatranus Tropidolaemus wagleri Ahaetulla prasina Boiga irregularis Boiga dendrophila Boiga jaspidea Python reticulatus Xenodermus javanicus

umum umum umum jarang umum jarang laporan umum umum jarang umum jarang umum jarang jarang jarang jarang umum umum jarang umum jarang jarang laporan umum jarang jarang jarang umum umum umum jarang umum jarang

hutan,rumah hutan,rumah hutan sungai sungai sungai sungai,hutan hutan,sungai sungai hutan sungai sungai,hutan hutan hutan hutan hutan hutan hutan,rumah hutan hutan hutan hutan,sungai hutan,sungai tepi sungai hutan,rumah hutan, kebun hutan hutan hutan,rumah hutan hutan hutan, kebun hutan hutan,sungai

buruk buruk baik baik baik baik buruk baik buruk baik baik buruk baik buruk baik buruk buruk buruk buruk baik buruk -

endemik endemik endemik

endemik endemik endemik endemik endemik

endemik

endemik

362

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.1.2 Status Kekayaan Herpetofauna di beberapa Pulau Besar di Indonesia


Nama pulau Jawa Sumatra Borneo New Guinea Jawa Sumatra Borneo New Guinea Jawa Sumatra Borneo New Guinea van Kampen, de Rooij (1917Sekarang 1923) Amphibia 32 36 61 100 85 155 85 250 Kadal 43 46 62 80 91 114 113 257 Ular 86 101 100 127 143 154 78 100 Pertambahan Jenis (%) 12.5 63.9 82.4 194.2 7.0 29.0 25.3 127.4 17.4 27.0 9.09 28.2

2.1.3 Pembandingan Kekayaan Herpetofauna di beberapa daerah di Indonesia


Nama Tempat Mentawai Batang Anai, Sumatra Lanjak Entimau, Sarawak Bentuang Karimun, Kalimantan Amfibi 26 37 51 55 Kadal + Kura-Kura 31 16 20 29 Ular 53 14 27 21

2.2 Antibiotika : Sejumlah jenis Microhylidae dan Ranidae diperkirakan mengandung antibiotika yang cukup potensial untuk tujuan medis. Lendir dari katak pikat, Kalophrynus sp. sedang diteliti oleh peneliti asing sebagai bahan perekat 2.3 Racun Sejumlah Bufonidae dan sejumlah Ranidae mempunyai kulit yang mengandung kelenjar beracun. Selain itu, bisa ular juga diketahui mempunyai potensi yang dapat digunakan dalam bidang medis.

363

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2.4 Sebagai indikator lingkungan Katak Tepi Sungai Yang Sensitif Polusi Untuk Tujuan Amdal Genus Ichtyophis Ansonia Keunikan seperti cacing endemik, bentuk buruk endemik, bentuk buruk, Pelophryne jarang semak sungai, hutan kecil Leptobrachella jarang-umum semak, tepi sungai endemik, kecil sekali Leptobrachium jarang hutan, tepi sungai warna hitam - burik Leptolalax sedang hutan, tepi sungai berbercak indah Merystogenys umum sungai deras sedang, kaki panjang Staurois umum semak, tepi sungai hitam, hijau, berbercak Philautus umum hutan dataran tinnggi kecil ( 3 cm max) Populasi Habitat jarang tepi sungai jarang-umum hutan, sungai

364

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Peluang Keterkaitan Riset Jangka Panjang Antara Universitas Dan Pengembangan Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, Kalimantan Barat Mahmud Akil Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Abstrak Dalam buku Kerangka Pengembangan Perguruan Tinggi Jangka Panjang 19962005, Dirjen DIKTI, disebutkan bahwa pengembangan IPTEK di lingkungan perguruan tinggi ditingkatkan melalui penelitian dan pengembangan sesuai dengan kebutuhan pembangunan sekarang dan masa depan. Visi Universitas Tanjungpura pada tahun 2020 adalah menjadi institusi preservasi dan pusat informasi ilmiah Kalimantan Barat. Universitas Tanjungpura akan melakukan preservasi pengetahuan yang berkaitan dengan Kalimantan Barat. Universitas Tanjungpura juga akan melakukan pengkajian-pengkajian tentang model pembangunan baik yang telah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan agar dampak negatif pembangunan dapat ditekan serendah mungkin. Sementara itu, pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) diarahkan untuk mengintegrasikan keanekaragaman hayati dengan pembangunan propinsi Kalimantan Barat. Dengan demikian, arah pengembangan Universitas Tanjungpura dan pengelolaan TNBK sejajar. Dalam makalah ini disajikan sejumlah alternatif penelitian yang akan dilaksanakan dan mungkin sebagian dari itu dapat dituangkan dalam bentuk kegiatan bersama. 1. Visi UNTAN Ada empat macam peran Universitas yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Pertama universitas berperan meneruskan ilmu pengetahuan yang disusun para ahli kepada peserta didik. Universitas bertindak sebagai agen transfer ilmu pengetahuan. Peran ini terwujud dalam kegiatan pengajaran. Bagi universitas pengajaran merupakan tugas utama. Melalui pengajaran universitas menawarkan berbagai bidang pengetahuan yang dapat dipelajari di Universitas Tanjungpura.

365

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Pada umumnya, pengajaran akan semakin baik apabila para dosen banyak melakukan penelitian. Hasil-hasil penelitiannya dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang keadaan di lapangan. Sehingga, mahasiswa akan banyak belajar kasus ketimbang teori saja. Peran universitas yang kedua adalah menyusun dan mengembangan ilmu pengetahuan. Peran ini dilaksanakan oleh para dosen dengan melakukan berbagai penelitian. Dalam penelitian, para dosen akan menghasilkan prosesproses produksi yang lebih efisien (program teknik produksi), atau pemanfaatan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa (program teknologi), penerapan ilmu-ilmu dasar yang merupakan unsur dalam suatu sistem yang berfungsi sebagai cara baru bagi pelaksanaan teknologi (program ilmu pengetahuan terapan), atau pemikiran baru dan terobosan yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi (program penelitian ilmu pengetahuan dasar). (Lihat Program Utama Nasional Riset & Teknologi) Peran universitas yang ketiga adalah menggunakan ilmu pengetahuan untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah mereka. Peran ini disebut pelayanan kepada masyarakat. Peran ini merupakan salah satu perwujudan dharma universitas kepada masyarakat luas untuk meningkatkan mutu kehidupan. Kegiatan ini mempunyai fungsi timbal balik antara masyarakat dan universitas (Lihat Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang). Peran keempat yang diemban oleh universitas adalah preservasi pengetahuan. Perkembangan dunia saat ini sangat cepat. Banyak perubahan yang terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Yang lama dibuang dan digantikan oleh sesuatu yang sama sekali baru. Universitas mempunyai tugas untuk memelihara, merekam, meyimpan, merawat, dan juga mengembangkan pengetahuan-pengetauan akan tidak terbuang begitu saja. Universitas Tanjungpura memilih salah satu dari keempat peran ini sebagai unggulan. Mengingat Kalimantan Barat sedang mengalami transformasi secara cepat dalam berbagai aspek kehidupan sebagai hasil dari pembangunan, kemampuan Universitas Tanjupungpura, maka pada tahun 1997 Universitas Tanjungpura menetapkan visi yang akan diwujudkan pada akhir PJP II. Pada tahun 2020 Universitas Tanjungpura akan menjadi institusi preservasi dan pusat informasi ilmiah Kalimantan Barat serta menghasilkan luaran yang bermoral Pancasila dan mampu berkompetisi baik di tingkat daerah, nasional, regional maupun internasional.

366

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

2. Tujuan Di dalam rumusan visi itu terkandung kehendak Universitas Tanjungpura untuk terlibat secara aktif dan turut bertanggung jawab dalam membangun Kalimantan Barat dengan cara melindungi lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya dari dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melanda daerah ini. Pengkajian-pengkajian ilmiah akan dilakukan sehingga diperoleh berbagai model pembangunan yang mungkin cocok untuk diimplementasikan di Kalimantan Barat (Visi, Misi Untan, 1997). Selain itu, diharapkan juga Universitas Tanjungpura akan menjadi pusat informasi ilmiah yang diperlukan oleh masyarakat luas baik dari Kalimantan Barat maupun dari luar. Dengan demikian Universitas Tanjungpura akan menjadi jendela Kalimantan Barat untuk melihat dunia luar dan menjadi pintu gerbang dari luar bagi semua orang yang akan mempelajari Kalimantan Barat. 3. Situasi Saat Ini Umat manusia kini berada di ambang pintu kejadian-kejadian besar yang membawa perubahan-perubahan mendasar (M.T. Zen, 1983). Visi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di akhir PJP-II menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia akan berwujud suatu masyarakat industrial yang mampu mensejahterakan diri dan meningkatkan peradaban melalui pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Rapat Koordinasi Nasional RISTEK 1997). Perkembangan politik, ekonomi, dan teknologi yang cepat pada akhir abad ini dapat mendorong terjadi perubahan-perubahan global yang sukar diramalkan arahnya. Sementara itu kita juga telah kehilangan kemampuan meramalkannya. Manusia telah kehilangan kemampuan mereka untuk maramalkan dan mencegah akibat-akibat dari kemampuan mereka sendiri untuk mendapatkan penemuanpenemuan. (Sean Macbride 1978, Mencuci otak dengan bom yang baik dan bersih, 100 106). Sejumlah permasalahan yang diperkirakan muncul dapat bersumber pada kecenderungan global, perkembangan nasional dan perubahan daerah Kalimantan Barat sendiri.

367

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

3.1. Kecenderungan Global Sejumlah permasalahan yang timbul karena kecenderungan global di antaranya berhubungan dengan perkembangan penduduk, ketersediaan sumberdaya alam, lingkungan hidup, kekuatan pasar, perkembangan IPTEK dan era informasi. (Rakornas Ristek XV 1997). Pada tahun 2020 diperkiranakan penduduk dunia akan mencapai 7 milyar dengan tingkat pertumbuhan negara-negara berkembang lebih tinggi dari negara-negara industri. Sementara itu negara-negara industri akan tetap mempertahankan laju standar kehidupannya yang tinggi. Karena itu, akan terjadi kesenjangan global antara penduduk negara maju dan negara sedang berkembang. Hingga kini masih dipercaya bahwa sumberdaya alam masih mampu mendukung pertumbuhan hingga tahun 2020 namun distribusinya akan tidak merata. Negara-negara industri akan mengambil porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang. Kesenjangan penggunaan sumberdaya alam ini memungkinkan arus penyediaan sumberdaya alam berbalik bukan dari negara yang sedang berkembang tetapi dari negara maju ke negara berkembang termasuk Indonesia (misalnya: mungkin kelak Indonesia akan mengimpor energi alih-alih mengekspor ke negara maju). Diperkirakan negara-negara maju akan tetap mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan serta meningkatkan standar dan rambu-rambu pengendalian kerusakan lingkungan. Usaha semacam ini sering menjadi penghambat negara sedang berkembang karena titik penekanannya yang berbeda. Negara-negara sedang berkembang lebih menekankan peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat ketimbang standar hidup manusia secara keseluruhan. Akibatnya, pengawasan lingkungan agak lemah, dan kurang menjadi pusat perhatian, maka akan terjadi degradasi kualitas lingkungan yang sukar dikendalikan sekalipun secara global (Contoh: asap akibat kebakaran hutan). Dewasa ini terjadi pula proses regionalisasi yang membentuk blok-blok ekonomi di berbagai kawasan. Dengan harapan akan memperkuat ekonomi kawasan yang bersangkutan. Namun dipihak lain negara-negara maju sering menggunakan isu demokrasi, lingkungan hidup, hak asasi manusia untuk mempengaruhi perkembangan ekonomi begara-negara sedang berkembang. Karena kekuatanya

368

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

yang tidak berimbang maka sebenarnya negara yang sedang berkembang semakin tergatung pada negara-negara maju. Negara-negara yang sedang berkembang kehilangan kemampuannya mengendalikan pembangunannya sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi belakangan ini sangat cepat. Perkembangan yang demikian akan membawa pengaruh pada kehidupan dan prilaku manusia. Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang pesat membuat batas-batas negara dan batas-batas budaya semakin tipis. Apa yang terjadi di suatu tempat dapat segera diketahi oleh masyarakat umum di seluruh penjuru dunia. Negara-negara yang sedang berkembang kehilangan kemampuannya mengendalikan informasi yang masuk dan yang meninggalkan negara yang bersangkutan. 3.2. Perkembangan Nasional Masalah yang mungkin timbul juga dapat disebabkan karena pergeseran struktur industri nasional, dan pasar domestik yang semakin terbuka. Hingga tahun lalu telah terjadi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat menggembirakan. Sehingga, terjadilah pergeseran struktur industri nasional. Produk-produk nasional semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Produk-produk non migas meningkat. Pasar domestik semakin terbuka. Industri nasional akan menghadapi saingan internasional yang ketat. Sementara itu hingga kini banyak industri dalam negeri belum banyak yang melaksanakan penelitian dan pengembangan. Masalah penelitian kerjasama untuk meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas produk menghadang di depan, karena hingga kini masih terkesan dunia perguruan tinggi dan dunia usaha saling terpisah.

369

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Selain itu, perkembangan industri kecil dan menengah meningkat. Walaupun terjadi peningkatan, perkembangan industri kecil dan menengah perlu dibenahi terutama managemennya agar dapat berdiri tegak di sela-sela industri besar yang kokoh. 3.3. Perubahan di Kalimantan Barat Kalimantan Barat saat ini tengah mengalami perubahan yang pesat di antaranya adalah perubahan pola hidup, dan lepas dari isolasi teknologi dan informasi. Perubahan pola hidup terjadi secara demografis dan geografis. Secara demografis, penduduk Kalimantan Barat berubah dari homogen ke lebih heterogen. Penduduk daerah ini semakin majemuk karena berdatangan kelompok etnis yang berasal dari daerah lain sebagai akibat kelancaran transportasi antara Kalimantan Barat dan daerah-daerah lain. Secara geografis, pola hidup sebagian penduduk Kalimantan Barat bergeser dari kehidupan di sekitar sungai ke sekitar jalan darat. Ini terjadi sebagai akibat pembangunan jalan darat yang membelah seluruh kawasan Kalimantan Barat maka pola hidup masyarakat secara cepat juga bergeser dari pinggir sungai ke pinggir jalan darat. Pola hidup sungai diganti dengan pola hidup darat. Saat ini Kalimantan Barat sedang lepas dari isolasi teknologi transportasi, telekomunikasi dan informasi. Karena itu, perlu juga terjadi perubahan kerangka berpikir dari pola tukang sampan ke sopir kijang dan sebagainya. Dari teknologi sederhana ke teknologi canggih. Perubahan-perubahan ini tentu saja akan berpengaruh pada pola pembangunan Kalimantan Barat secara keseluruhan dan tentunya juga pengembangan Taman Nasional Bentuang Karimun. Arah kecenderungan global, nasional dan daerah tentu akan memberi warna pengelolaan taman ini. Beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih cermat berkaitan dengan rencana pengelolaan TNBK adalah pengendalian sumberdaya alam (Lihat Mering Ngo, 1996; Kristianus Atok, 1996); penggunaan teknologi yang ramah lingkungan; pembangunan jaringan sistem informasi yang cerdas; peran serta masyarakat baik di dalam maupun di luar TNBK yang semakin heterogen, pertumbuhan usaha-usaha baik yang kecil maupun menengah yang berada di sekitar TNBK; serta pembangunan jaringan jalan darat.

370

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4. Bagaimana penanganannya? Bambang Suhendro (1996) menyatakan bahwa tujuan ilmiah penelitian di perguruan tinggi adalah: 1. menghasilkan peneliti; 2. memperoleh pengetahuan baru; 3. memutakhirkan pengetahuan dan kemampuan dalam iptek. Sedangkan Visi IPTEK 2019 (DRN, Rakernas Ristek VI/1996) ditetapkan bahwa pada akhir PJP II masyarakat Indonesia akan berwujud sebagai suatu masyarakat industrial yang mampu mensejahterakan diri dan meningkatkan peradaban melalui pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK guna mendukung industri untuk menghasilkan barang dan jasa, dan unggulan nasional maupun internasional. Salah satu isu strategis dalam pengembangan IPTEK adalah lingkungan dan sumber daya alam. Kebijakan yang ditempuh berkaitan dengan isu adalah peningkatan sistem manajemen dan teknologi untuk melestarikan kemampuan dan fungsi lingkungan hidup. Lihat pula Sri Hardjoko (1996), Faisal Kasryno (1996). Dengan demikian visi Untan (pembentukan institusi preservasi dan pusat informasi ilmiah Kalbar), dan pengembangan TNBK (mempertahankan keanekaragaman hayati) sejalan dengan arah kebijakan pengembangan IPTEK secara nasional. Gunawan Satari, dan Kedi Suradisaastra (Paradigma pengembangan dan penerapan IPTEK dalam pengembangan KTI. LOKNAS V/1993) menyebutkan bahwa model pendekatan pembangunan solo mode of development yang berupa top-down approach perlu ditelaah lagi. Disarankan Duet mode of development (top-down dan bottom-up) dipertimbangkan penggunaannya. Apabila saran ini akan diimplementasikan dalam pengelolaan TNBK maka masukan-masukan sumbang pikiran dari universitas seyogyanya mulai dipertimbangkan. Sudah barang tentu sumbang saran ini akan didasarkan pada kajian-kajian ilmiah yang bertitik berat pada hasil-hasil penelitian. Menristek (dalam pengarahan pada Rapat Koordinasi Nasional Ristek XV, 12-14 Agustus 1997) menyatakan bahwa nilai tambah itu tidak hanya berlaku untuk materi, tetapi juga untuk hasil pemikiran manusia. Kegiatan penelitian dan pengelolaan TNBK bukan hanya kegiatan daerah. Kegiatan ini bernuansa nasional dan bahkan global. Kegiatan ini dapat membawa Kalimantan Barat dalam pembicaraan pada tataran internasional. Namun demikian perlu didengar pernyataan Loekman Sutrisno (1996) tentang sejumlah hambatan yang masih menghadang masyarakat Indonesia untuk

371

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

berkiprah aktif dalam abad -21 (Dinamika masyarakat menghadapi abad 21. LOKNAS RISTEK VI/1996), di antaranya: kurang berpikir kreatif dan inovatif, serta budaya panutan. Berpikir kreatif dan inovatif merupakan salah satu ciri ilmuwan. Dewasa ini pikiran-pikiran kreatif dan inovatif sering dicurigai. Pikiran semacam ini sering dianggap mengganggu kemapanan. Apabila sikap semacam ini masih dikembangkan dalam praktek sehari-hari maka tidak akan banyak dihasilkan temuan-temuan penelitian yang berbobot. Karena itu, perlunya dikembangkan suatu sikap yang dapat memberi kesempatan para ilmuwan mengembangkan pemikirannya secara maksimal. Hambatan ini berkaitan dengan hambatan kedua yaitu budaya panutan mengikuti contoh yang diberikan oleh atasan atau oleh pemegang otorita. Apabila budaya ini dilestarikan maka tidak akan ditemukan pikiran yang kreatif dan inovatif. Semua akan sepakat dengan apa yang telah disampaikan, apa yang telah dilakukan oleh atasan. Gagasan dan tindakan yang tidak berasal dari atas, sekali pun lebih baik, akan tidak diberi tempat. Sebaiknya budaya panutan itu juga dibuang jauh-jauh dari kegiatan penelitian. Dua jenis hambatan ini tentunya dapat diperkecil kekuatan pengaruhnya apabila dapat dilakukan penelitian-penelitian yang mandiri dan bebas dari kepentingan para penyandang dana. Berilah para peneliti kebebasan berpikir sehingga dapat mengembangkan gagasannya secara menyeluruh, tuntas, dan maksimal. Dengan demikian penelitian-penelitian yang akan dilaksanakan tidak bertujuan untuk sekedar alat legitimasi kebijakan yang telah diputuskan oleh pemegang otorita. 5. Pilihan-pilihan yang tersedia Untuk mewujudkan visi tahun 2020, Universitas Tanjungpura mempunyai sejumlah rencana strategis, dengan program andalan pemanfaatan lahan basah dan tanah gambut. Lahan basah dan tanah gambut menutupi sebagian besar kawasan Kalimantan Barat termasuk sebagian kawasan TNBK. Program andalan ini merupakan program universitas secara keseluruhan. Segala kebijakan universitas yang berkaitan dengan pengajaran, penelitian, pelayanan kepada masyarakat diarahkan kepada perwujudan program andalan ini. Dan selanjutnya akan menjadi perwujudan visi Universitas Tanjupungpura. Program andalan ini akan didukung dengan program-program utama fakultas-fakultas:

372

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Fak. Hukum: Pendidikan dan pengembangan hukum ekonomi Fak. Ekonomi: Agribisnis Fak. Pertanian: pengembangan, dan konservasi lahan basah dan gambut tropis Fak. Teknik: Pengembangan konstruksi di tanah lunak dan tanah gambut Fak.Isipol: pembangunan masyarakat Fak. MIPA (yang akan dibentuk): pengembangan sistem informasi pengendalian lingkungan Fak. KIP: pengembangan mutu pendidikan di perbatasan dan pedalaman Lembaga penelitian: Pengembangan sumberdaya peneliti dan institus penelitian yang berorientasi pada pembangunan lahan basah dan gambut Lembaga pengabdian kepada masyarakat: pengembangan wilayah dan penerapan teknologi tepat guna. Saat ini mulai dikembangkan kelompok-kelompok kepakaran dalam berbagai bidang disiplin ilmu yang akan menjadi tulang punggung program-program utama ini. Diharapkan dalam kelompok-kelompok ini akan berkembang penelitian, pengkajian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat dipusatkan pada pengembangan program-program utama ini. Kegiatan penelitian akan disebarkan ke dalam program penelitian dasar, terapan, teknologi, teknik produksi, kelembagaan, dan sistem informasi sesuai dengan Program Utama Nasional Riset dan Teknologi. Terkait dengan rencana pengelolaan TNBK, kiranya hampir semua kelompok kepakaran dapat dilibatkan dalam penelitian. Misalnya, para teknolog dapat diajak untuk mengembangkan konstruksi bangunan dan jalan, khususnya pada lahan basah atau pada tanah gambut. Para sosiolog dan antropolog dapat dilibatkan pada pengembangan masyarakat di dalam kawasan TNBK dengan memperhatikan heterogenitas etnis serta perubahan pola hidup dari pinggir sungai ke pinggir jala raya. Para ekonom dapat diajak untuk memikirkan pengembangan usaha kecil dan menengah masyarakat di dalam dan di luar kawasan TNBK. Para pakar hukum dapat diajak untuk menggeser praktekpraktek hukum adat ke arah penerapan hukum negara serta pemberdayaan dari segi hukum. Para ahli pendidikan dapat diikutsertakan dalam memikirkan tentang sosialisasi kualitas lingkungan. Para biolog dapat dilibatkan dalam inventarisasi tetumbuhan dan hewan yang ada di kawasan TNBK serta pengembangannya. Para matematikawan dapat diminta bantuannya untuk memikirkan suatu sistem pengelolaan informasi yang cerdas tentang segala aspek yang terkait dengan TNBK, dsb. Pendek kata, ada berbagai alternatif kerjasama

373

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

penelitian baik yang bersifat dasar maupun yang berupa tindakan yang dapat dilaksanakan dalam pengelolaan TNBK. Penutup Apabila seluruh kebijakan yang akan dibuat oleh Universitas Tanjungpura selama dua dasa warsa mendatang tetap konsisten dengan visi universitas yang telah ditetapkan, maka usaha pengembangan TNBK yang mempertimbangkan keanekaragaman hayati akan mendapat dukungan penelitian besar dari Universitas Tajungpura. Karena, arah pengelolaan TNBK sejajar dengan visi Universitas Tanjungpura. Apa yang dapat dilakukan adalah kerjasama dalam penelitian. Pakar disediakan oleh Universitas Tanjungpura dan dana disediakan pleh pengelola TNBK. SEMOGA!

Daftar Pustaka ................. , 1997, Visi, misi, strategi pengembangan UNTAN. ................., 1996, Kebijaksanaan strategis IPTEK nasional Pada PJP2 dan Repelita VII, KMNRT, LOKNAS RISTEK VI/1996, Jakarta, 11-14 Desember, 1996 .................., 1994, Program utama riset dan teknologi dalam pelita VI. Pontianak, 1994 .................., 1997, Program andalan dan pendukung UNTAN sebagai isnpirator pembangunan Kalimantan Barat, Pontianak, 1997 Aju. 1998, Gereja diharapkan berpartisipasi dlam pembinaan masyarakat. Duta XI. 129, hal 35. 1998 Bambang Suhendro, 1996, Kerangka pengembangan pendidkan tinggi jangka panjang

374

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

1996-205, Jakarta: Depdikbud. Faisal Aman. 1993, Kemitraan perguruan tinggi dan dunia swasta dalam pengembanga SDM dan IPTEK . Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta, 11-13 Desember 1993 Faisal Kasryno, 1996, PUNAS RISTEK sektro pertanian repelita vii. Makalah untuk LOKNAS RISTEK VI/1996, Jakarta, 11-14 Desember, 1996 G. Boyke, 1993, Peranan ekosistem dalam mendukung pebangunan KTI. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, 11-13 desember 1993 Gunawan Satari, Kedi Suradisaastra, 1993. Paradigma pengembangan dan penerapan IPTEK dalam pengembangan KTI. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta , 11-13 Desember 1993 H.M. Fawzi Gani, 1993, Interaksi masyarakat pendatang dengan masyarkat setempat. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta, 11-13 Desember 1993 Kisdaryono. 1993, Kemitraan antara pemerintah, swasta dan Universiatas dalam pengembangan iptek di Indonesia. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta, 11-13 Desember 1993 Kristianus Atok, 1996, Pemetaan partisipatif kawasan sumberdaya alam masyarakat adat Dayak Punan di sekitar dan di dalam Kawasan Taman Nasional Bentuang Karimun, . Makalah untuk Lokakarya Keterpaduan antara konservasi dan pembanguan kawasan Bentuang Karimun di Perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia. Pontianak, 13-14 November1996. Loekman Sutrisno, 1996, Dinamika masyarakat menghadapi abad 21. Makalah untuk LOKNAS RISTEK VI/1996, Jakarta, 11-14 Desember, 1996 LTTA-USAID Basic science Team, 1994, Baseline overview report of mathematics and basic science in the HEDS level I universities. Jakarta: HEDS-USAID. Menristek, 1997 Pengarahan pada Rapat Koordinasi Nasional Ristek XV, 12-14 Agustus 1997 Mering Ngo, 1996, Eetnografi pengelolaan sumberdaya alam masyarakat Dayak

375

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

di dalam dan di sekitar taman nasional Bentuang Karimun Kalimantan Barat: beberapa implikasi terhadap pengelolaan kawasan. Makalah untuk Lokakarya Keterpaduan antara konservasi dan pembanguan kawasan Bentuang Karimun di Perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia. Pontianak, 13-14 November1996. Muslimin Nasution, Dipo Alam, Suyono Dikun, (1993) Kemitraan RISTEK dan ppengembangan IPTEK dalam repelita VI. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta, 11-13 desember 1993 Oesman Yoesoep. 1996, Pembangunan kehutanan propinsi kalbar pelita VI. Makalah untuk lokakarya Keterpaduan atara konservasi dan pembangunan kawasan TNBK. Makalah untuk Lokakarya Keterpaduan antara konservasi dan pembanguan kawasan Bentuang Karimun di Perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia. Pontianak, 13-14 November1996 Rektor Untan, 1996, Sambutan pada seminar penelitian media dirgantara di atas daerah ekuator, Pontianak, 19 desember 1996 Rektor Untan, 1996, Sambutan pada seminar regional dan pertemuan Wilayah II Forum komunikasi Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Pontianak, 30 Juli 1996 Sri hardjoko Wirjomartono, 1996, Menuju program-program utama nasional RISTEK repelita VII. Makalah untuk LOKNAS RISTEK VI/1996, Jakarta, 11-14 Desember, 1996 Sumitro Maskun, G. Boyke, & H.M. Fawzi Gani. 1993, Dukungan IPTEK untuk pembangunan KTI. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta, 11-13 Desember 1993 Sunaryati, H., 1993, Pokok-pokok pikiran tentang pembinaan hukum nasional yang mendukung pengembangan KTI. Makalah LOKNAS RISTEK V/ 1993, Jakarta, 11-13 desember 1993 Todung Barita, L.R., Setyo sarwanto, & Rinaldy. 1993, Peranan PT dalam menjembatani pemerintah dan swasta pada pengembangan sdm untuk penguasaan iptek. Makalah untuk LOKNAS RISTEK V/1993, Jakarta, 11-13 Desember, 1993.

376

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

RUMUSAN Lokakarya Taman Nasional Bentuang Karimun Lokakarya "Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun: Usaha Mengintegrasikan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dengan Pembangunan Kalimantan Barat" diselenggarakan pada tanggal 29 - 30 April dan 1 Mei 1998 di Pontianak, Kalimantan Barat atas kerjasama antara WWF Indonesia Programme/Proyek Taman Nasional Bentuang Karimun, Kanwil Kehutanan/Sub Balai KSDA Kalimantan Barat, Direktorat Bina Program dan Direktorat Bina Kawasan Pelestarian Alam - PHPA, dan Pemda Tk. I Kalimantan Barat. Lokakarya diikuti oleh 132 orang peserta, yang mewakili lembaga resmi pemerintah, universitas, pengusaha penangkar dan HPH, lembaga swadaya masyarakat, media massa dan wakil masyarakat di sekitar TNBK. Dengan memperhatikan pengarahan dari Direktur Jenderal PHPA, Gubernur KDH Tingkat I Propinsi Kalimantan Barat dan makalah yang disajikan serta hasil diskusi, maka lokakarya menghasilkan rumusan sebagai berikut. 1. Kawasan konservasi Taman Nasional Bentuang Karimun (TNBK) dengan luas 800.000 hektar merupakan kawasan termuda dan terluas di Propinsi Kalimantan Barat yang mengandung kekayaan sumberdaya hayati yang unik di dunia dan keanekaragaman budaya serta menyimpan keindahan alami yang perlu dilindungi dan dilestarikan. 2. Melestarikan TNBK, pada dasarnya menjaga aset Propinsi Kalimantan Barat dan perlindungan hak-hak dan tradisi masyarakat setempat serta memberikan warisan yang tak terhingga nilainya bagi masyarakat setempat, Bangsa Indonesia dan masyarakat dunia. Karenanya dukungan instansi pemerintah terkait, masyarakat peneliti, dunia usaha swasta, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat pada umumnya sangat diperlukan. 3. Status Taman Nasional untuk kawasan konservasi Bentuang Karimun ternyata sangat sesuai dengan kondisi biogeofisik lapangan. Status ini akan mempercepat pengembangannya, baik dalam pelestarian keanekaragaman hayati maupun pembangunan masyarakat di sekitarnya. Agar lebih optimal manfaatnya, tata batas perlu segera dipastikan dan di beberapa tempat perlu disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

377

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

4. Mengingat TNBK mempunyai tipe tanah dan geologi yang rawan terhadap erosi, namun juga terdapat keunikan dan berfungsi sebagai penyanggga keanekaragaman hayati dan perlindungan lingkungan Kabupaten Kapuas Hulu khususnya dan Propinsi Kalimantan Barat pada umumnya, maka pembangunan di kawasan ini dilakukan dengan pendekatan dan dikoordinasikan secara holistik. Upaya-upaya ini hendaknya tidak berdampak negatif baik terhadap TNBK itu sendiri maupun masyarakat sekitarnya. Sebaliknya, pengelolaan dan pengembangan TNBK diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu. 5. Koordinasi dan kerjasama antara instansi pemerintah terkait, dunia usaha swasta dan lembaga swadaya masyarakat yang bekerja serta keterlibatan masyarakat yang bermukim di sekitar TNBK, perlu diciptakan dan ditingkatkan. Pemahaman mengenai karakteristik asli tradisi dan pranata konservasi berbagai kelompok etnik di sekitar TNBK adalah modal dasar untuk mengajak komunitas setempat untuk terlibat dan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan bagi pengelola TNBK. 6. Untuk mendayagunakan dan memacu kerja sama ini, usulan perlunya dibentuk Tim Penasehat Bentuang Karimun di tingkat Kabupaten seperti dirumuskan pada lokakarya pertama pada bulan November 1996 perlu ditindak lanjuti. Tim Penasehat hendaknya dibentuk secepat mungkin dan diketuai oleh Bupati KDH Tingkat II Kapuas Hulu. 7. Model program keterpaduan antara pelestarian alam dan pembangunan di TNBK ini harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah propinsi dalam strategi pembangunan regional dan nasional. Hal ini makin perlu diperkenalkan dan disebarluaskan terutama di Propinsi Kalimantan Barat. 8. Dalam kaitan pemanfaatan sebagian kawasan TNBK secara lestari, pemakaian teknologi yang tepat guna untuk mengefisienkan usaha masyarakat tradisional perlu dijajaki dan dikaji sehingga penerapannya diharapkan akan menjadi model bagi program sejenis. 9. Kerjasama yang telah dibentuk antara TNBK di Kalimantan Barat dan Suaka Alam Lanjak Entimau di Sarawak perlu diperluas dengan memasukkan Taman Nasional Batang Ai di Lubok Antu agar bisa dijalin kerjasama penelitian dan ekowisata diantara kedua negara.

378

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

10. Dalam ikut mengamankan dan mempertahankan daerah perbatasan, pelaksanaan konsep konservasi lintas batas (Transfrontier reserve) sangat tepat. Untuk membangun kawasan konservasi di sebelah TNBK secara menerus, perlu diupayakan pembicaraan resmi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Malaysia. Kesepakatan ini diharapkan mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. 11. Pembangunan gerbang internasional di Nanga Badau perlu segera diwujudkan untuk menertibkan lalu lintas kegiatan perekonomian sehingga memberikan peningkatan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kalimantan Barat dan pengembangan pengelolaan TNBK. 12. Usulan pembangunan stasiun lapangan yang mewakili TNBK bagian barat di Derian, bagian tengah di Nanga Menyakan, dan bagian timur di Tanjung Lokang untuk merintis penelitian jangka panjang dinamika hutan tropik serta interaksi antara manusia dan hutan perlu diwujudkan. Peran aktif Universitas setempat sangat diharapkan agar tidak hanya lembaga penelitian pusat dan luar negeri saja yang memanfaatkannya. 13. Usulan pengembangan TNBK sebagai salah satu tujuan wisata ekologi (ecotourism) dengan membangun tiga paket jalur wisata yaitu Embaloh, Sibau, dan Bungan perlu diwujudkan dan penyediaan fasilitas serta penyelesaian prasarana yang mendukung perlu dipercepat. Dibutuhkan pula rancangan terpadu dalam pengelolaan ekoturisme yang berbasis masyarakat; baik dalam proses perancangan, pengelolaan, maupun pemasarannya. Hal ini untuk mengimbangi pengembangan fasilitas dan prasarana yang telah tersedia di negara tetangga Malaysia. 14. Usulan pembangunan Kebun Budaya dan Sumber Daya Hayati (Bundayati) Uncak Kapuas di Putussibau yang telah dirumuskan pada lokakarya pertama pada tanggal 14 November 1996 perlu ditindaklanjuti. 15. Untuk memberikan identitas yang jelas tentang keberadaan Taman Nasional Bentuang Karimun, diusulkan pembetulan nama Bentuang Karimun menjadi Betung Kerihun dengan singkatan yang sama yaitu TNBK. Hal ini sesuai dengan informasi masyarakat setempat dimana terdapat Gunung Betung di bagian barat dan Gunung Kerihun di bagian timur yang masuk kawasan TNBK.

379

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

16. Rekomendasi hasil-hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan akan dicantumkan dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bentuang Karimun. Demikian rumusan ini dibuat agar dapat menjadi masukan bagi instansi dan lembaga yang terkait dengan pengembangan Taman Nasional Bentuang Karimun. Tindak lanjut dan pelaksanaannya sangat diharapkan.

Pontianak, 1 Mei 1998.

380

Prosiding : RPTN Bentuang Karimun 2000-2024

Tim Perumus: 1. Dr. Herwasono Soedjito (WWF - Indonesia) 2. Drs. Mering Ngo (WWF - Indonesia) 3. Ir. Abner Pangaribuan (Kanwil Kehutanan Kalimantan Barat) 4. Drs. Puji Sumarto Pratjihno (Sub Balai KSDA Kalbar) 5. Ir. Suparno Suhadi M.Sc. (Biro LH Pemda Tk. I Kalbar) 6. Ir. Ana Laviana (BAPPEDA Tingkat I Kalbar) 7. Soleman (BAPPEDA Tingkat II Kapuas Hulu) 8. Dr. Leo Sutrisno (UNTAN) 9. Prof. Dr. Syamsuni Arman (UNTAN) 10. Ir. Kus Saparyadi (PHPA Departemen Kehutanan) 11. Ir. Agoes Sriyanto (Subdit TN - PHPA) 12. Ir. Kristianus Atok (PPPSDAK - Pancur Kasih) 13. Taufik Rahzen (Yayasan Ekuator) 14. Ir. Trio Santoso M.Sc. (Unit TNBK)

381

Anda mungkin juga menyukai