Sejarah Singkat Konsili Trente

Oleh Steve Weidenkopf

Konsili Trente dalam Lukisan di Museo del Palazzo del Buonconsiglio, Trento (Sumber: wikipedia.org)

Terlepas dari tantangan yang luar biasa untuk menyelenggarakan dan menyelesaikan tugas dalam konsili ini, Konsili Trente menjadi salah satu konsili yang paling penting dalam sejarah

Hampir seperempat abad setelah Paus Leo X mengutuk ajaran seorang biarawan Agustinian revolusioner yang bernama Martin Luther dan setelah tahun-tahun yang dipenuhi dengan kekacauan politik dan agama, Alessandro Farnese terpilih menjadi paus dan mengambil nama Paulus III (menjabat dari tahun 1534-1549).

Saat itu, Revolusi Protestan berada dalam kondisi kekuatan penuh dan diperlukan adanya tanggapan universal. Paus Paulus mengakui untuk adanya reformasi dalam diri Gereja dan meletakkan dasar bagi apa yang nantinya dinamakan Reformasi Katolik (secara tidak tepat, kadang-kadang disebut dengan istilah “Kontra-Reformasi”).

Beliau melihat program itu dalam tiga tahapan, pertama melakukan reformasi kuria kepausan, mengadakan konsili ekumenis, dan menerapkan reformasi oleh kepausan. Paus Paulus memusatkan tenaganya untuk mengadakan konsili ekumenis yang menghabiskan sebagian besar masa kepausannya. Setidaknya, melakukan penjadwalan sebuah acara besar dan menyelesaikan pekerjaannya di masa pergolakan sejarah seperti itu terbukti cukup sulit.

Paus Paulus III menyerukan supaya konsili diadakan di sebuah kota di utara Italia yang bernama Mantua, namun rencananya berantakan ketika perang meletus antara Prancis dan Kekaisaran Romawi Suci pada musim panas 1536 untuk menguasai Milan. Selain itu, Duke dari Mantua berkata kepada Paus bahwa dia tidak bisa menjamin keamanan para uskup yang akan berkumpul tanpa adanya ribuan pasukan yang ditempatkan dengan biaya kepausan.

Merasa prihatin dengan kehadiran pasukan bersenjata di kota itu akan menyebabkan tuduhan pemaksaan kepada pihak kepausan, maka Paus memutuskan untuk menunda konsili sampai beliau menemukan lokasi lainnya. Vicenza sepakat untuk menjadi tuan rumah konsili pada bulan Mei 1538, maka beliau memanggil para uskup ke kota itu. Ketika hanya sedikit uskup yang datang, sekali lagi Paus menunda konsili itu. Tiga tahun kemudian, Paus Paulus III dan Kaisar Charles V bertemu di Italia untuk merundingkan konsili, dan kaisar menyarankan kota kekaisaran Trente menjadi lokasi konsili. Sekali lagi, Paus sepakat dan mengeluarkan bulla kepausan (Laetare Jerusalemred.) yang menyerukan bahwa konsili akan diadakan di Trente pada bulan November 1542. Namun demikian, peperangan di Eropa masih terus berlanjut membuat sejumlah besar uskup tidak bisa hadir, maka konsili sekali lagi ditangguhkan. Akhirnya, ketika kondisi damai terwujud, konsili dimulai pada tanggal 13 Desember 1545.

Konsili Trente adalah salah satu pertemuan paling penting dalam sejarah Gereja. Konsili itu diadakan untuk mendefinisikan doktrin Katolik sebagai tanggapan akan revolusi Protestan dan mengantarkan pada periode reformasi otentik. Sesi konsili berlangsung selama delapan belas tahun (karena dua masa penundaan yang panjang). Namun pengerjaan aktual konsili memakan waktu empat setengah tahun, yang mencakup tiga kepausan. Secara volume, konsili itu menghasilkan lebih banyak dekrit dan kanon daripada seluruh peraturan dari seluruh 18 konsili sebelumnya.

Pertemuan pertama terjadi dari tahun 1545 sampai dengan 1547 dan secara prinsip berfokus pada penetapan prosedur untuk digunakan dalam urusan konsili. Juga mengeluarkan dekrit tentang Kitab Suci dan Tradisi Suci, kanon Kitab Suci (73 kitab yang terkandung dalam Vulgata), Dosa Asal, dan Ajaran tentang Pembenaran. Para uskup menolak doktrin kunci Protestan yakni pembenaran “hanya iman,” yang menyatakan bahwa iman harus disertai dengan harapan dan kasih, dan digambarkan dalam kehidupan melalui perbuatan baik. Konsili juga mulai meninjau ulang Sakramen dan merumuskan Baptisan dan Penguatan. Melakukan reformasi dalam menetapkan absensi yang dilarang (para uskup yang tidak tinggal di wilayah keuskupannya) dan pluralisme (satu uskup sebagai uskup di berbagai keuskupan). Sayangnya, pekerjaan besar yang dimulai konsili ini harus ditunda karena pasukan kepausan yang melewati Trente membawa penyakit tifus, sehingga beberapa uskup jatuh sakit dan bahkan membunuh seorang uskup. Para bapa konsili memilih untuk memindahkan pertemuan ke Bologna dan berkumpul kembali dalam empat puluh hari kemudian. Namun usulan pemindahan lokasi konsili membuat Charles V sangat marah, sehingga Paus Paulus III menangguhkan konsili selama empat tahun lagi.

Ketika konsili dilanjutkan kembali, Paus Julius III (menjabat dari tahun 1550-1555), yang sudah menjadi wakil paus senior pada pertemuan pertama di Trente, menggantikan Paus Paulus III. Pada pertemuan yang kedua ini, para uskup menegaskan ajaran Gereja Katolik mengenai Ekaristi, secara khusus doktrin transubstansiasi, serta sakramen tobat dan pengurapan dalam kasus ekstrim (pengurapan orang sakit). Penangguhan konsili terjadi kembali pada tahun 1552 ketika pasukan Protestan menaklukan Innsbruck, yang berjarak 110 mil dari Trente. Dan karena itulah, Paus Julius merasa takut akan penyerangan terhadap para uskup yang sedang berkumpul di Trente. Satu dekade berlalu sebelum konsili dilanjutkan kembali.

Pada dekade berikutnya, Paus Julius III wafat dan digantikan oleh Giovanni Angelo Medici yang mengambil nama Pius IV (menjabat dari tahun 1559-1565). Beliau berkomitmen untuk melakukan reformasi dan memanggil para uskup dunia untuk sekali lagi berkumpul di Trente untuk melaksanakan pertemuan konsili yang ketiga. Pertemuan yang ketiga ini menjadi pertemuan yang paling produktif dan dihadiri banyak peserta, dengan dihadiri lebih dari 250 uskup. Para bapa konsili mengeluarkan dekrit  mengenai struktur hierarki Gereja, kehidupan religius, Api Penyucian, penghormatan relikwi, perantaraan para kudus, dan indulgensi. Konsili ini juga memusatkan perhatian pada pelatihan dan pembentukan para klerus dengan mengamanatkan pendirian “seminari” di setiap keuskupan di seluruh Gereja. Para uskup juga diingatkan mengenai hukuman spiritual supaya digunakan secara hemat dan untuk tujuan yang tepat, seperti ekskomunikasi dan interdiksi tidak boleh disalahgunakan untuk tujuan politik.

Konsili ini mengharuskan para uskup untuk tinggal di keuskupannya, dan tidak boleh absen lebih dari tiga bulan dan tidak boleh absen selama masa Adven dan Prapaskah. Para uskup dianjurkan untuk mengunjungi semua paroki setidaknya setahun sekali, dan memberikan khotbah setiap hari Minggu. Pelayanan khusus dari Paus di Roma juga ditekankan sebagai tanggapan dari serangan kaum Protestan terhadap kepausan. Untuk menghidupkan kembali spiritualitas Katolik, para bapa konsili meminta revisi dan publikasi Misale Romawi dan doa brevir (ofisi Ilahi). Para bapa konsili juga menuntut pembuatan Katekismus yang berlaku universal sehingga bisa digunakan untuk mengajarkan Iman dan untuk melawan kesalahan-kesalahan Protestanisme.

Setelah tiga pertemuan selama 18 tahun, Paus Pius IV menutup konsili itu pada tanggal 4 Desember 1563, dan mengumumkan dekrit-dekritnya. Konsili Trente secara mendasar mengubah Gereja Katolik menjadi lebih bersemangat, memiliki dedikasi dan memusatkan perhatian pada penginjilan. Dalam kutipan seorang sejarawan Prancis yang bernama Henri Daniel-Rops, “Pada tahun 1563, memang ada sebuah Gereja Katolik yang baru, yang lebih yakin akan dogmanya, lebih layak untuk memimpin jiwa-jiwa, lebih sadar akan fungsi dan tugasnya.”

 

Sumber: “The History of the Council of Trent”

Posted on 3 January 2020, in Apologetika, Sejarah Gereja and tagged , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.