Ibadah haji merupakan satu dari lima fondasi yang termuat dalam rukun Islam, sehingga pelaksanaannya diwajibkan atas seluruh kaum muslim. Namun, kewajiban muslim untuk berhaji punya syarat tertentu, di mana ditujukan bagi mereka yang mampu. Mengapa demikian?
Sayyid Sabiq melalui buku Fiqih Sunnah 3 menyebut para ulama sepakat bahwa haji diwajibkan bagi muslim yang memenuhi sejumlah syarat wajibnya, yang di antara syaratnya yakni mampu.
Dalil disyariatkannya haji bagi orang yang mampu tercantum dalam Surat Ali Imran ayat 97, Allah SWT berfirman:
... وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ ...
Artinya: "(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana."
Setelah dipikir-pikir, mengapa Allah SWT mewajibkan ibadah haji bagi para hamba-Nya yang mampu? Bukankah seluruh umat Islam mampu? Haji disyariatkan bagi kaum muslim yang mampu tentu bukan tanpa sebab, melainkan Allah SWT telah tahu dan memahami bahwa kondisi para hamba berbeda-beda.
Sayyid Sabiq dalam bukunya memberikan contoh yaitu seorang hamba sahaya. Karena ia terikat hak-hak tuannya dan tidak memiliki kemampuan dalam bepergian bebas, maka baginya tidak wajib dalam menjalankan ibadah haji.
Begitu juga dengan banyak keadaan umat Islam lainnya yang memungkinkan mereka tidak mampu menunaikan haji. Untuk itu, para ulama mengemukakan pendapat terkait kriteria dan indikator apa saja yang tergolong 'mampu' di sini.
Kriteria Mampu dalam Ibadah Haji
Imam Ghazali lewat kitab Ihya Ulumiddin menjelaskan kemampuan dalam syarat wajib haji dilihat dari dua sisi. Pertama, mampu secara langsung. Di mana mampu mengerjakan ibadah haji karena sehat jasmani dan rohani, perjalanannya lancar dan aman tanpa ada bahaya bencana atau musuh, dan punya harta yang cukup untuk bekal perjalanan dan nafkah keluarga yang ditinggalkan.
Kedua, mampu membiayai orang lain untuk berhaji dengan mengatasnamakan dirinya apabila muslim itu sakit parah atau lumpuh yang tak bisa bergerak lagi. Dalam hal ini ada syaratnya, yakni orang lain yang menggantikannya itu harus sudah menunaikan haji bagi dirinya sendiri.
Selain itu, Sayyid Sabiq dalam bukunya juga menyebutkan empat indikator kemampuan untuk melakukan ibadah haji, yaitu; 1) Badan sehat. Jika muslim tak mampu berhaji karena faktor usia, pikun, atau sakit parah, maka ia wajib meminta orang lain untuk melaksanakan haji sebagai ganti dirinya jika ia memiliki harta cukup.
2) Perjalanan menuju Makkah aman, baik bagi dirinya maupun bagi hartanya. Apabila seorang muslim khawatir dirinya diserang musuh, penjahat, atau terkena bencana, maka ia bukanlah orang yang mampu menunaikan haji.
3) Punya bekal dan kendaraan memadai. Muslim mesti memiliki harta yang bisa ia gunakan untuk menjaga kesehatan diri dan mencukupi keluarga yang ditinggalkannya sampai pelaksanaan haji selesai dan tiba di negerinya. Adapun tersedianya transportasi berlaku bagi orang yang tidak mungkin berjalan kaki ke Makkah karena jaraknya yang jauh.
4) Tidak ada penghalang untuk melakukan perjalanan ibadah haji, seperti penahanan atau takut akan penguasa zalim yang melarang orang-orang untuk pergi haji.
Syaikh Abdul Aziz Muhammad Azzam & Syaikh Abdul Wahhab Sayyed Hawwas melalui buku Fiqh Ibadah turut mengemukakan indikator mampu dalam berhaji, yaitu ketersediaan alat transportasi, bekal, serta keamanan dalam perjalanan (takliyah ath-thariq), dan kemampuan tempuh perjalanan atau perihal kesehatan (imkan al-masir).
Itulah penjelasan mengenai kewajiban haji bagi orang yang mampu disertai kriteria kemampuan menurut sejumlah ulama. Semoga bisa dipahami ya.
Simak Video "Belasan Ustaz Beri Bimbingan Manasik Calon Jemaah Haji Maktour"
[Gambas:Video 20detik]
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Indonesia Jadi Negara Paling Religius di Dunia
Ada Hewan yang Tidak Disukai Nabi Muhammad SAW, Apa Itu?
Fatwa Dewan Ulama Senior Saudi: Haji Tanpa Izin Dosa